Professional Documents
Culture Documents
DEFINISI
Polisitemia juga didefinisikan sebagai peningkatan sel darah merah yang bersirkulasi di
atas kadar normal. Istilah eritrositosis sering digunakan untuk menggantikan kata polisitemia
namun terdapat perbedaan antara keduanya; eritrisitosis berhubungan peningkatan massa sel
darah merah manakala polisitemia berhubungan dengan peningkatan jumlah sel darah merah.
Biasanya orang dengan polisitemia terditeksi melalui peningkatan kadar hemoglobin atau
hematokrit yang ditemukan secara tidak sengaja.
Polisitemia vera (PV) adalah gangguan sel induk ditandai sebagai gangguan sumsum
panhyperplastic, ganas, dan neoplastik. Gambaran yang paling menonjol dari penyakit ini adalah
mutlak massa sel darah merah tinggi karena produksi sel darah merah yang tidak terkendali. Hal
ini disertai dengan peningkatan produksi sel darah putih (myeloid) dan platelet
(megakaryocytic), yang disebabkan oleh klon abnormal dari sel-sel induk hematopoietik dengan
sensitivitas yang meningkat faktor pertumbuhan yang berbeda untuk pematangan. Seperti
diketahui pada orang dewasa sehat, eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar dalam darah
tepi diproduksi dalam sumsum tulang. Seorang dewasa yang berbobot 70 kg akan menghasilkan
1 x 1011 neutrofil dan 2 x 1011 eritrosit setiap harinya. Di dalam sirkulasi darah tepi pasien
polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit yang menggambarkan terjadinya
peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma, dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb
. 16 mg/dL) dan . 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah
total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk
darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang
berlebihan.
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif
karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami
perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik
tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah.
Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan
kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
ETIOLOGI
Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena
adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu janus
kinase 2 (JAK2). Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan PV membentuk coloniesin
dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid, dan berbagai
faktor pertumbuhan.
Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang mempunyai peran
kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator pertumbuhan hematopoietik, termasuk
erythropoietin,granulosit-makrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3,
IL-5, thrombopoietin, and hormon pertumbuhan.
FAKTOR RESIKO
1. Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.
2. Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia
adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin
oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah di sumsum
tulang.
3. Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih
tinggi terhadap CO dari pada oksigen.
4. Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada
tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5. Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau JAK-2), jenis polisitemia
familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas
(stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat
pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan
pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum
diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-
kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.
Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang
berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara
ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi
pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi
domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of
transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik
sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic
growth factor.
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi
pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini
menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak
terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit
hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah
putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami
thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang
disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat
terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau
sindrom Budd-Chiari.
KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan dengan komplikasi
1 Ulkus gastrikum
2 Batu ginjal
3 Bekuan darah di dalam vena dan arteri yang bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke
dan bisa menyumbat aliran darah ke lengan dan tungkai.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan polisitemia vera yang optimal masih controversial, tidak ada terapi
tunggal untuk polisitemia vera. Tujuan utama terapi adalah mencegah terjadinya
thrombosis. PVSG (Polycythemia Vera Study Group) merekomendasikan plebotomoi pada
semua pasien yang baru didiagnosis untuk mempertahankan hematrokit <45% untuk mengontrol
gejala. Unutk terapi jangka panjang ditentukan berdasarkan status klinis pasien. Setelah
penemuan mutasi JAK2V617F mulailah berkembang terapi anti JAK2V617F. obat ini dapat
menghambat mutasi JAK2V617F. suatu alternative anti JAK2 yang digunakan sekarang
adalah Tirosin Kinase Inhibitor seperti Imatinib dan Erlontinib.
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1 Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit).
2 Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis
vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3 Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
PRINSIP PENGOBATAN
1 Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2 Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3 Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4 Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5 Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik
pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
a. Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala thrombosis
b. Leukositosis progresif
c. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematic
d. Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan
berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
PROSEDUR FLEBOTOMI:
1. Pada permulaan, plebotomi 500 cc darah 1-3 hari sampai hematokrit < 55 %, kemudian
dilanjutkan plebotomi 250-500 ml/minggu, hematokrit dipertahankan < 45 %. Pada
pasien yang berumur > 55 tahun atau penyakit vaskular aterosklerotik yang serius,
plebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah
yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya
iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. Penyakit yang terkontrol
memerlukan plebotomi 1-2 kali 500ml setiap 3-4 bulan. Bila plebotomi diperlukan lebih
dari 1 kali dalam 3 bulan, sebaiknya dipilih terapi lain. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan
pada tiap 500 mL darah, defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan plebotomi
berulang, defisiensi besi ini diterapi dengan pemberian preparat besi.
2. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah
atau konsentrasi platelet) Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi.
Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda.
Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai
pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga
sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat
antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan
penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan
atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius.
Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada
PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3
minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada
pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya
lagi jika > 49%.
5. Pengobatan pendukung
- Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit
yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
- Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen
dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
- Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
- Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
- Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak
memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet
tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua
dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
-
OBAT MIELOSUPRESI UNTUK POLISITEMIA VERA
Agen kelas Efek samping Efek samping Hati-hati
umum tidak umum
Hydroxyur Antimetabolit Anemia Bisul kaki, mual, penyakit ginjal
ea (hyrdia) neutropenia, bis diarrhea fever.
ul mulut, Elevated liver
hiperpigmentasi function test
kulit, pergantian results
kuku
Recombin Myelosuppressiv Influenza- bingung, penyakit
ant e seperti gejala depresi,autoimun mental,penyakitcardiova
interferon kelelahan, itas, scular
alfa-2b anorexia,kehilan hyperlipidemia
(intron A) gan BB,
alopecia
headache,mual,
insomnia,nyeri
Radioactiv Radiopharmaceut Anemia, Diarrhea fever,
e ical thrombocytopia, nausea emesis
phosphoru leucopenia,
s (32P) leukemia akibat
pengobatan
Busulfan Alkylating agent Pancytopenia Pulmonary Gangguan pembekuan
(myleran) hyperpigmentati fibrosis,
on, ovarian leukemia,
suppression seizure, hepatic
venoocclusion
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Eritrosit
Peningkatan 7-10 juta/mm3 kadang-kadang mencapai 12-15 juta/mm3, dan sediaan apus
eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat transisi ke arah metaplasia
myeloid
2. Granulosit, meningkat pada 2/3 kasus Polisitemia Vera, berkisar antara 12-25.000 /mL tetapi
dapat sampai 60.000 /mL.
3. Trombosit, berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL sering didapatkan
dengan morfologi trombosit yang abnormal.
4. B12 serum
B12 serum dapat meningkat pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun, pada ± 30%
kasus, danUBBC meningkat pada > 75% kasus Polisitemia Vera.
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan penyakit
mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas seri eritrosit, megakariosit
dan mielosit.
6. Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/ dl
7. Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 %
8. Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal
9. Leukositosis, antara 12.000-25.000/mm3
10. Skor NAP (Neutropil Alkalin Phospatase) meningkat
11. Volume darah total meningkat
12. UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat 75 % penderita.
13. Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai kariotip 20q,13q, 11q, 7q, 6q, 5q,trisomi 8 dan
trisomi 9.
14. Serum eritropoitin,
Pada Polisitemia Vera serum eritropoitin menurun atau normal sedangkan pada
Polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat
15. Hiperurikemia
PROSES KEPERAWATAN
4. Pemeriksaan diagnostic
- Pada pemeriksaan darah lengkap menunjukkan peningkatan sel darah merah, hemoglobin,
hematokrit, sel darah putih, dan trombosit. Pada pilisitemia sekumder sel darah putih dan
trombosit tetap normal.
- Alkalin fosfat leukosit meningkat
- Kadar B12 serum meningkat
- Kadar asam urat serum meningkat
5. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana tindakan.
6. Kaji klien tentang perasaannya mengalami kondisi kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Rubenstein David, dkk. Editor Safitri Amalia .2005. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi
keenam. Jakarta: Erlangga
Price, Sylvia A & Lorraine M, Wilson. 1995. Patofosiologi Konsep klinis Proses-Proses
Penyakit.Jakarta: EGC