You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

Insidens Tuberkulosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada


dekade terakhir ini di seluruh dunia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada
negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke
bawah. Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian
dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi. Perkiraan angka
kematian akibat TBC di negara industri yaitu berkisar 2 juta orang tiap tahunnya.
Menurut WHO, saat ini sekitar sepertiga dari jumlah populasi dunia telah
menderita mycobacterium tuberculosa dan terus bertambah 8-10 juta kasus TB
baru tiap tahunnya.1,2,3

Gambar 1. Daerah yang terdapat infeksi Tuberkulosis pada tahun


2007
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka
kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga
setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. 2
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh bakteri

1
Mycobacterium tuberculosis. TBC dapat mengenai semua organ terutama
menyerang organ pernapasan (TB paru) sebagai tempat infeksi primer dan organ
luar paru (TB ekstra paru) seperti kulit, kelenjar limfe, tulang, ginjal dan selaput.
TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada
sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini,
bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis. 2,3
Indonesia termasuk memiliki prevalensi yang tinggi infeksi tuberkulosis.
Infeksi tuberkulosis saluran kemih mencapai 20 – 40% dari infeksi tuberkulosis
keseluruhan di negara-negara berkembang. Selain itu infeksi tuberkulosis saat ini
mulai meningkat dengan adanya infeksi HIV. Penampakan TB ekstra paru ini
biasanya tidak khas, muncul perlahan dan diagnosis terkadang tidak terpikirkan
dan cenderung terlambat. Menurut Pedoman Nasional Program Penanggulangan
Tuberkulosis Departemen Kesehatan RI, infeksi tuberkulosis saluran kemih
termasuk kategori tuberkulosis ekstra paru berat. 4
Tuberkulosis pada sistem urogenital akibat penyebaran hematogen dari
paru atau dari organ urogenital lain. Sumber primernya (misalnya paru) mungkin
memperlihatkan infeksi aktif atau tidak memberikan keluhan maupun gejala
termasuk kelainan radiologis. Hal ini merupakan salah satu bentuk manifestasi
klinis tuberkolosis desiminata, jarang dilaporkan mungkin prevalensinya sedikit
atau lolos dari pendekatan diagnosis. Pendekatan diagnosis TB saluran kemih dan
ginjal harus terarah karena tergantung dari gambaran klinis. Gambaran klinis
bervariasi : mungkin dengan keluhan ISK bawah (rekuren), hematuria tanpa sakit,
hipertensi resisten atau dengan sindrom gagal ginjal kronis (GGK). 1,5
Salah satu mekanisme timbulnya TB ekstra paru ini adalah reaktifasi fokus
TB lama. Reaktifasi ini meningkat sejalan peningkatan kasus, seperti manula (usia
lanjut), pemakaian obat imunosupresif atau steroid, malnutrisi, plavelensi AIDS
dan adanya penyakit penyerta seperti liver dan ginjal.4,7 .

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi
pada hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer.8

II.2. Lokasi
Lokasi lesi TB paru dan ekstra paru pada saat infeksi
primer dipengaruhi oleh derasnya aliran darah dan tingginya
tekanan oksigen seperti di apeks paru, korteks ginjal dan
daerah pertumbuhan pada tulang panjang. 9

Gambar 2. Lokasi Organ yang dapat terkena Tuberkulosa


Organ yang biasa terkena TB ekstra paru secara sistematis adalah: 8,9
1. Tuberkulosis Meningitis
2. Tuberkulosis Mata : Uveitis, Choroiditis, Ciliar, Retinitis,
Panophthalmitis, Orbita
3
3. Tuberkulosis Mulut
4. Tuberkulosis Saluran Nafas Atas, Nasal, Epiglotis, Laring, Faring
5. Tuberkulosis Kelenjar Limfe, Mediastinum, Axilla, Inguinal dan para
Aorta
6. Tuberkulosis Kardio vascular
7. Tuberkulosis Pleural
8. Tuberkulosis Miliar
9. Tuberkulosis Ginjal dan Saluran Kencing
10. Tuberkulosis Tulang Sendi dan otot, arthritis
11. Tuberkulosis Genitalia wanita
12. Tuberkulosis Genital pro
13. Tuberkulosis Gastrointestinal
14. Tuberkulosis Adrenal
15. Tuberkulosis Abses Kulit

II.3. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan mikrobakteri yang bersifat
kompleks, memiliki famili lain yaitu M.bovis (tuberkulosis pada sapi, yang dapat
ditularkan melalui susu sapi, dan dapat diperkirakan sebagai penyebab TB
gastrointestinal), M.africanum (terdapat pada kasus di daerah Afrika), M.microti
(kemampuan lebih rendah dibandingkan keluarga famili lainnya), dan M.caneti
(sangat jarang). 9,10,11 .
M. tuberkulosis merupakan bakteri yang tahan asam, sehingga
memerlukan pewarnaan khusus. Perbedaan dengan bakteri lain adalah dinding sel
yang memiliki permeabilitas yang sangat rendah, sehingga tidak mudah di tembus
oleh antibiotik. Selain itu dinding sel mikrobakterium ini memiliki zat
lipoarabinomannan yang merupakan protein yang menyebabkan tidak efektifnya
sistem pertahanan tubuh kita dalam menghancurkan mikrobakterium ini. Kuman
TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.9,10,11
4
Gambar 3. Mycobacterium tuberculosis pada scanning electron

Gambar 4. Mycobacterium tuberculosis pada histopatologi

II.4. Patogenesis
TBC saluran kemih dapat mengenai satu atau lebih organ pada traktus
urinarius dan menyebabkan infeksi granulomatosis kronis yang menunjukkan
karakteristik yang sama dengan TBC di organ lain. Organ yang dapat terkena
antara lain ginjal dan ureter, buli-buli, prostat dan vesikula seminalis, serta
epididimis dan testis. Bakteri ini mencapai organ urogenital melalui jalur
hematogen dari paru. 1,9,10,13
Tempat infeksi primer kadang tidak jelas atau asimtomatik Ginjal dan
prostat dapat menjadi tempat infeksi TBC primer dan dapat terinfeksi dengan
jalan asenden atau desenden. Penyebaran infeksi tuberkulosis ke saluran kemih
dan genitalia pria dengan cara hematogenik pada organ ginjal, prostat dan
epididimis. Sedangkan organ lainnya penyebaran melalui urin atau
perkontinuitatum dari organ yang disebutkan sebelumnya. Setiap organ akan
memberikan gejala dan perjalanan penyakit sendiri-sendiri. 1,9,10,12,13

5
Tuberkulosis ginjal awalnya merupakan penyebaran milier kiri dan kanan
di korteks. Sarang milier ini berkembang menjadi radang granulasi yang
mengalami nekrosis secara perkejuan yang mungkin membenyuk kaverna atau
sembuh lokal dengan fibrosis, pengerutan, retraksi dan kalsifikasi. Perforasi
nekrosis kalix di pielum menyebabkan penyebaran desendens.14

Gambar 5. Patogenesis TBC pada traktus urinarius

Gambar 6. TBC pada ginjal

6
II.5. Cara Penularan
TB ekstra paru dapat menular, tapi penularannya tidak seperti TB paru
yang melalui kontak langsung lewat udara yang tercemar bakteri tuberkulosis. TB
ekstra paru menular melalui darah dan cairan tubuh yang terinfeksi bakteri
tuberkulosis. Biasanya penularan terjadi melalui transfusi darah.14
M. Tuberkulosis merupakan saprofit bebas dan dapat ditemukan dalam
air. TB saluran kemih dapat terjadi karena M. Tuberkulosis yang
terdapat dalam air mengkontaminasi urethra bagian distal dan genitalia
eksterna.15
T
uberkulosis saluran kemih dapat timbul pada segala usia dengan keadaan
umum kurang baik. Basil tuberkulosis mencapai ginjal atau epididimis secara
hematogen. Penyebaran tuberkulosis ke saluran kemih dapat terjadi puluhan tahun
setelah kompleks primer karena berada dalam bentuk tidak aktif (dormant) di
dalam makrofag. Sekitar 80% infeksi tuberkulosis terjadi akibat pengaktifan
kembali bakteri dormant yang terjadi jika sistem kekebalan penderita menurun
(misalnya karena AIDS, pemakaian kortokosteroid atau lanjut usia).1,15,17

II.6. Predileksi Sex dan Umur


TB saluran kemih lebih sering terjadi pada pria dengan rasio pria : wanita
= 2 : 1 terutama pada usia 20 – 40 tahun. Tb saluran kemih jarang terjadi pada
anak-anak karena gejala TB saluran kemih baru timbul setelah 3 – 10 tahun
bahkan lebih sejak infeksi primer.1,11,15,17

II.7. Gejala Klinis


Gejala Umum :
 Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
- Dahak bercampur darah, batuk darah.
- Sesak napas merupakan petanda adanya udara (pneumotoraks) atau
cairan (efusi)

7
di dalam rongga pleura
- Badan lemah, nafsu makan & berat badan turun, rasa kurang enak
badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang
> dari
sebulan.
Nyeri dada, ronkhi di puncak paru, wheezing lokal, lemah dan
anoreksia.1,11,15,17

Gejala klinis yang mencurigakan ke arah TB Ekstraparu antara lain : 1,3,11,15,16,17


Nyeri pleura dengan sesak nafas
Limfadenopati Servikalis berbentuk paket dengan/tanpa fistel TB
kelenjar
Gejala obstruksi usus subakut yang berulang kali TB rongga perut
Infeksi saluran kemih berulang dan makin berat hingga dapat disertai
kerusakan ginjal, hipertensi atau gagal ginjal TB saluran kemih
Abses paravertebral, hiposkoliosis, coxitis TB Tulang
Perikarditis dengan tamponade jantung TB perikardial
Tanda-tanda perangsangan meningen dengan penurunan kesadaran TB
meningen

Gambaran klinis yang dapat dicurigai adanya TB saluran kemih yaitu


instabilitas buli-buli. Disamping itu dapat pula memberikan beberapa gejala
seperti hematuria mikroskopik atau gross, sistitis kronis yang tidak segera sembuh
walaupun telah diberi terapi yang adekuat, ditemukannya pus (steril pyuria) tanpa
atau disertai fistel, serta epididimitis kronik dimana epididimis yang membesar
tanpa rasa nyeri dengan vas deferens yang tebal atau kaku. Dikatakan bahwa 30-
50% penderita TBC saluran kemih akan menderita hematuria. Gejala infeksi
saluran kemih yang tidak bisa hilang dengan pengobatan biasa, klasifikasi
parenkim ginjal, dan adanya fokus infeksi tuberkulosis di tempat lain tetapi dapat
juga tidak menimbulkan keluhan sama sekali. Gangguan yang dapat ditimbulkan
8
Organ yang Terinfeksi Gejala atau komplikasi

berupa infeksi saluran kemih akibat adanya infeksi bakteri lain, kerusakan,
penyempitan dari saluran kemih, sehingga terjadi gangguan pengeluaran air seni
baik dari ginjal maupun dari kandung kemih. Apabila mengenai indung telur,
rahim pada wanita atau saluran sperma pada pria dapat menimbulkan
kemandulan.1,10,15,16,17

Tabel II.7.1. Manifestasi Klinis

Tabel II.7.2. Gejala atau komplikasi bagian lain yang terinfeksi M. Tuberkulosis

9
Rongga perut - Lelah
- Nyeri tekan ringan
- Nyeri seperti apendisitis

Kandung kemih - Nyeri ketika berkemih

Otak - Demam
- Sakit kepala
- Mual
- Penurunan kesadaran
- Kerusakan otak yang
menyebabkan terjadinya koma

Pericardium - Demam
- Pelebaran vena leher
- Sesak nafas

Persendian - Gejala yang menyerupai artritis

Ginjal - Kerusakan ginjal


- Infeksi di sekitar ginjal

Organ reproduksi pria - Benjolan di dalam kantung zakar

10
Organ reproduksi wanita - Kemandulan

Tulang belakang - Nyeri


- Kollaps tulang belakang
- Kelumpuhan tungkai

II.8. Diagnosis
Penegakan diagnosis tuberkulosis saluran kemih cukup sulit karena
gejalanya tidak spesifik. Langkah yang penting untuk mendiagnosis infeksi ini
adalah riwayat perkembangan penyakit.16
Anamnesis
Riwayat pernah mengalami infeksi tuberkulosis sebelumnya (terutama pada
paru) merupakan petunjuk yang penting.
Riwayat gangguan miksi dan urgency yang kronik yang tidak respon
terhadap pemberian antibiotika sering menunjukkan infeksi tuberkulosis.
Perlu diperhatikan pasien dengan memiliki rasa lemas disertai keluhan
gangguan saluran kemih yang lama tanpa disertai penyebab yang jelas.
Gejala yang dapat terjadi, nyeri pada punggung, pinggang dan suprapubik,
hematuria, frequency dan nokturia. Gejala tambahan lain demam, penurunan
berat badan dan keringat malam. 16

Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik umum :
indeks masa tubuh yang rendah
infeksi tuberkulosis di luar traktus urogenital (paru, tulang, limpa, tonsil
dan usus). 16

11
Pemeriksaan urologis :
Ginjal : nyeri tekan, massa pada ginjal, abses
Suprapubik : adanya nyeri tekan
Genitalia eksterna :penebalan, pengerasan atau perlunakan pada epididimis,
ditemukannya sinus kronik
Prostat : adanya indurasi atau nodul.16

Pemeriksaan penunjang
Diagnosa pasti berupa pemeriksaan dari bagian yang diperkirakan
merupakan benjolan akibat TB dengan cara biopsi terbuka, atau biopsi jarum.
Pemeriksaan dengan kontras dapat menunjukkan adanya gangguan dari saluran
kemih. 10
Petunjuk awal tuberkulosis adalah foto Rontgen dada. TB akan terlihat sebagai
daerah putih yang berbentuk tidak teratur dengan latar belakang hitam. Rontgen
juga bisa menunjukkan Efusi Pleura atau pembesaran jantung. 1,16,17,18

II.8.1. Tes Tuberkulin


Dilakukan penyuntikan protein tuberkulin dari bakteri tuberkulosis secara
intra dermal  reaksi inflamasi (pembengkakan dan kemerahan) pada lokasi
penyuntikan akan mencapai ukuran maksimalnya setelah 48 – 72 jam setelah
penyuntikan. Respon tubuh dapat berkurang pada keadaan kurang gizi, dalam
terapi steroid. 1,11,16,17,18
Hasil tes tuberkulin yang positif menunjang diagnosis tuberkulosis dimana
menandakan bahwa orang tersebut telah terinfeksi TB, tetapi hasil negatif tidak
berarti menyingkirkan kemungkinan adanya manifestasi ekstra pulmonal.1,15
Namun reaksi tersebut dapat menurun pada penderita keganasan, kurang
gizi, penggunaan kortikosteroid dan dalam terapi radiasi, pasien dengan AIDS
atau kanker.1,15,16
12
Gambar 7. Hasil Uji Kulit Tuberkulin ( Mantoux)

Gambar 8. Tes Tuberkulin hasil positif undurasi atau penebalan positif, >
15 mm (sudah BCG), > 10 mm (belum BCG)

II.8.2. Pemeriksaan Urin


Pemeriksaan urin ini ditujukan untuk memeriksa eritrosit, leukosit dan pH
dalam urin. Urin juga dikultur untuk memeriksa adanya E.coli karena infeksi
sekunder dapat terjadi pada 20% kasus. Namun ciri khas TB yaitu terdapat
“Sterille Pyuria” pada pemeriksaan urin. Sekitar 50% pasien juga mengalami
mikrohematuria. Namun kultur urin ini memerlukan waktu 6 – 8 minggu.17
Penegakkan diagnosis berdasarkan hasil kultur dengan media yang khusus
(media Lowenstein Jensen dan media telur pyruvic). Pengambilan urin dilakukan
pada pagi hari selama 3 hari berturut – turut (atau dapat mencapai 5 hari. 1,11,17

13
Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) pada urin memiliki
sensitifitas dan spesifisitas mencapai 80 % untuk mendiagnosis kuman M.
Tuberculosis. 1,11,17

II.8.3. Foto Rontgen (BNO)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan adanya kalsifikasi ginjal
dan ureter, Kalsifikasi ureter akibat TB jarang terjadi kecuali jika terdapat
kalsifikasi pada ginjal. Kalsifikasi tersebut terjadi intraluminal dan tampak
dinding ureter menjadi tebal bukan dilatasi.3

Gambar 9. Kalsifikasi Tuberkulosis (Kalsifikasi extensif pada ginjal &


ureter)

Gambar 10. Nodul Tuberkulosis pada dinding Ureter, dengan Hidronefrosis


dini

II.8.4. Intravenous Urography ( IVU/IVP )


14
Intravenous Urography (IVU) merupakan cara diagnosa terbaik untuk TB
saluran kemih. Namun saat ini telah banyak digantikan dengan Computed
Tomography (CT). IVU dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan
peristaltik ureter, fibrosis yang mungkin terjadi dan panjang striktur.1,19
Manifestasi lain TB saluran kemih yang dapat dilihat dengan IVU adalah
distorsi deformitas kaliks multipel dan destruksi atau kerusakan parenkim kaliks.
Dapat dilihat juga dilatasi ureter di atas striktur ureterovesikal junction. Fase
cystographic pada IVU dapat memberikan informasi keadaan kandung kemih
yang kemungkinan kecil berkontraksi atau iregular. 1,19

Gambar 11. Prosedur Penggunaan IVU


(Kontras disuntikkan IV, lalu diambil foto X-ray secara Interval)

Gambar 12. Fase ekskresi normal pada IVU


Film ini diambil kira-kira 10 menit setelah pemberian suntikan kontras
Iodin. Ginjal mengekresi kontras melalui kaliks yang tidak dilatasi (tanda
panah), pelvis ginjal (P), Ureter (*) dan buli-buli (B)

15
Gambar 13. Tuberculosis Pada Urogenital. Terdapat kelainan pada kontur
buli-buli (tanda panah) serta terdapat distorsi & iregularitas pada calix renal
(tanda panah)
II.8.5. Computed Tomography (CT)
CT telah menjadi pilihan lebih baik menggantikan IVU dalam
menegakkan diagnosa dan evaluasi TB genital dan saluran kemih. CT terbaru
memberikan gambaran 3 dimensi. Alat ini setidaknya dapat memberikan
gambaran mengenai abnormalitas kaliks, hidronefrosis, hidroureter,
autonerektomi, kalsifikasi traktus urinarius dan kavitas parenkim ginjal. 1,19

Gambar 14. Unilateral Tuberkulosis ginjal dengan penurunan fungsi ginjal


& dilatasi sistem ekskresi dari 2 pasien yang berbeda

16
Gambar 15. Tampak Massa kistik yang besar dan tebal di retroperitoneum
dekat dengan anterior pankreas, posterior hepar & IVC medial
II.8.6 Ultrasonography (USG)
Ultrasonography memberi penilaian terbatas. Alat ini dapat digunakan
untuk melihat ukuran lesi ginjal sebelum kemoterapi atau memonitor volume
kontraksi kandung kemih sebelum pengobatan. Hal ini diperlukan untuk
menentukan intervensi atau langkah selanjutnya. 1,19

Gambar 16. Tampak lesi kistik pada ginjal kanan

II.8.7. Sistoskopi dan Biopsi


Sistoskopi jarang digunakan untuk menegakkan diagnosa TB urogenital.
Sistoskopi selalu digunakan pada pasien yang telah dianestesi umum dengan
muscle relaxant untuk mengurangi resiko perdarahan. 1,19
Biopsi biasanya hanya diperlukan untuk menentukan suatu keganasan dan
tidak disarankan sebelum pemberian terapi obat-obatan. Biopsi buli
dikontraindikasi bila terdapat tuberkulosis sistitis akut berupa gejala seperti sistitis
akut dan pada sistoskopi didapatkan dinding buli yang hiperemis dan edema. 1,19
17
Gambar 17. Ureterocystoscopy
II.8.8. Retrograde Pyelography (RPG)
Saat ini jarang digunakan, tetapi ada 2 indikasi penggunaan alat ini.
Pertama, pada kasus striktur ureter, untuk menilai panjang dan menghitung
banyaknya sumbatan dan dilatasi striktur. Kedua, pada kateterisasi urethra. 1,19

Gambar 18. Retrograde pyelography was performed since no contrast


medium was excreted during intravenous urography. Typical changes with
medullary-papillary cavitation, moth-eaten calyces and pipe stem ureter

II.8.9. Percutaneus Antegrade Pyelography


Percutaneus Antegrade Pyelography merupakan alternatif RPG untuk
mengambil ginjal yang tidak berfungsi atau untuk memeriksa keadaan ginjal yang
tidak dapat diperiksa dengan retrograde biasa. 1,19

18
Gambar 19. Dilatasi upper Tractus Urinarius
II.8.10. Arteriography, Radioisotope investigations dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
Alat ini jarang digunakan karena tidak memberikan informasi tambahan
mengenai gambaran TB genital dan saluran kemih. 1,19

II.9. Penatalaksanaan
Penanganan Tuberkulosis ekstra paru pada umumnya sama dengan
penanganan TB paru. Namun pada beberapa keadaan perlu modifikasi, yaitu
apabila TB menginfeksi organ vital seperti pada efusi pleura, perkardial, TB
spinal, TB genito urinaria, dan Meningitis tuberkulosis. Selain itu, pengobatan
pada TB ekstra paru biasanya lebih lama dibandingkan dengan TB pada paru
biasa. Sebagian besar sekitar 9 hingga 12 bulan. 1,11,12,15,16,17

19
.

Gambar 20. First-Line Treatment of Tuberculosis (TB)


for Drug-Sensitive TB
II.9.1. Obat Antituberkulostatik ( OAT)

Tabel II.9.1.1. Antituberkulostik diberikan dalam kemasan kombinasi

20
II.9.1.a. Isoniazid (INH)
Isoniazid mempunyai keaktifan tinggi terhadap M. Tuberkulosis dan
bersifat bakterisidal pada dosis tinggi. INH menghambat sintesis asam mikolat
pada M. Tuberkulosis dengan mempengaruhi enzim Mycolase synthetase. INH
mempunyai efek toksik terhadap hepar pada 10 – 20% pasien.1,16

II.9.1.b. Rifampisin
Rifampisin merupakan salah satu kelompok antibiotik yang mengisolasi
Streptomyces mediterranei. Cara kerja Rifampisin dengan menghambat bakteri
pembentuk RNA. Rifampisin larut dalam lemak, memasuki makrofag, dan
diekskresi lewat urin. 1,16
Hepatotoksik merupakan reaksi utama Rifampisin. Disamping itu
Rifampisin dapat berinteraksi dengan beberapa obat termasuk Kontrasepsi oral,
Kortikosteroid, dan beberapa obat Anti Retro Virus. 1,16

II.9.1..c. Streptomisin
Streptomisin mengisolasi Streptomyces griseus. Obat ini merupakan
golongan Aminoglikosid dan harus diberikan Intramuskuler. Streptomisin tidak
aktif terhadap mikrobakteria intraselluler. Konsentrasi tinggi bisa didapat di urin.
Streptomisin bersifat ototoksik, tetapi sifatnya reversibel jika penggunaan obat
dihentikan setelah gejala muncul. 1,16

II.9.1.d. Pyrazinamide
Pyrazinamide merupakan turunan Nicotinamide. Mekanisme kerja dengan
menghambat sintesis asam lemak I pada M. Tuberkulosis. Obat ini dapat bersifat
hepatotoksik pada pemberian dosis tinggi. Nausea dan vomitus juga sering
ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi ini. 1,16

II.9.1.e. Ethambutol
Obat ini aktif terhadap M. Tuberkulosis yang resisten INH dan obat-
obatan Tuberkulostatik lain. Ethambutol diabsorpsi baik melalui pemberian per
21
oral. Sekitar 80% diekskresi lewat urin dalam bentuk inaktif, dosis harus
disesuaikan pada keadaan gagal ginjal. Ethambutol jarang menyebabkan Neuritis
Retrobulbar dan penggunaannya jangan diteruskan apabila ditemui gejala
tersebut. 1,16

Tabel II.9.1.2. Panduan Pemberian Obat Antituberkulosis


(Kategori 1 menurut Departemen Kesehatan RI)
Dosis per hari / kali Jumlah
Tahap Lamanya Tablet Tablet Tablet Tablet hari / kali
Pengobatan pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Ethambutol menelan
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg obat
Tahap Intensif
2 bulan 1 1 3 3 60
(dosis harian)
Tahap
lanjutan
4 bulan 2 1 --- --- 54
(dosis 3 x
seminggu)
*untuk berat badan 33
– 50 kg
Tabel II.9.1.3. Dosis dan Efek Samping Obat Antituberkulosis

22
Pada kasus multi drug resistence diberikan terapi yang terdiri dari 4 jenis
obat yang dipilih berdasarkan tes resistensi obat seperti ethionamide,
prothionamide, quinolones, clarithromycin, cycloserin, kanamycin, viomycin,
caproemycin, thiaacetazone dan pa-amino-salicide acid. 1,16,17

II.9.2. Pembedahan
Pembedahan pada penderita Tuberkulosis dapat dipertimbangkan bila
terapi medis gagal, seperti penyaliran atau pengeluaran sarang atau sisa sarang
tuberkulosis, organ rusak yang mengganggu, dan untuk memperbaiki perubahan
atau penyulit sekunder seperti Stenosis Saluran Kemih atau kerusakan /
pengecilan kandung kemih atau leher kandung kemih. Tindakan pembedahan
pada penderita yang pernah mengidap Tuberkulosis harus dilakukan dengan
perlindungan Anti Tuberkulostatik sebagai tindak profilaktik mencegah
kambuhnya Tuberkulosis minimal 4 minggu. Terapi pembedahan rekonstruksi
dilakukan untuk mengkoreksi komplikasi yang ditimbulkan akibat infeksi. 16,17

II.9.2.a. Eksisi Jaringan Rusak


Nefrektomi
Nefrektomi dilakukan apabila ginjal sudah tidak berfungsi baik
dengan atau tanpa kalsifikasi, kedua ginjal telah rusak ditambah dengan
hipertensi dan obstruksi UPJ, dan apabila diduga terdapat keganasan.1,16
Parsial Nefrektomi
Parsial nefrektomi sudah jarang dilakukan karena adanya
kemoterapi yang memberikan respon lebih efektif dan cepat. Parsial
nefrektomi dilakukan hanya jika luka atau daerah yang mengalami
kalsifikasi gagal merespon kemoterapi setelah 6 minggu dan apabila
daerah mengalami kalsifikasi membesar dan mengancam kedua ginjal.1,16

Pengeluaran Abses (Drainage Abcess)


23
Mengeluarkan abses dengan cara terbuka sudah tidak dilakukan
pada TB saluran kemih karena dengan teknik radiografik modern abses
dapat diaspirasikan hanya dengan invasif minimal. Metode ini sangat
memuaskan dan memberikan hasil yang baik.1,16

Epididimektomi
Epididimektomi dilakukan pada kasus abses yang tidak respon
terhadap terapi atau pembengkakan yang tidak berkurang atau bertambah
besar pada saat terapi antituberkulosis. Indikasi lain yaitu jika terdapat
luka yang tidak sembuh atau bahkan membesar setelah pemberian
antibiotik dan antituberkulosis kemoterapi. Namun tindakan ini dapat
menyebabkan atrofil testis. 1,16

II.9.2.b. Pembedahan Rekonstruktif


Striktur Urethra
Tempat paling sering terjadi striktur tuberkulosis adalah di Uretero
Vesical Junction ( UVJ ), juga bisa mengenai Uretero Pelvic Junction (
UPJ ), dan kadang-kadang pada 1/3 distal ureter. Penyakit ini juga
melibatkan seluruh bagian ureter dan merupakan penyebab stenosis
komplit, fibrosis, dan bahkan kalsifikasi.1,16
Pada fase akut, pemasangan Double J Sent atau Percutaneus
Nephrostomy
dapat bermanfaat untuk pengaliran yang lebih adekuat dari ginjal.1,16
Striktur pada distal ureter dapat terjadi pada sekitar 9% pasien.
Jumlah ini didapat dari adanya edema dan respon terhadap kemoterapi.
Setelah pemberian kemoterapi, striktur harus tetap dimonitor dengan IVU
atau CT.1,16
Metode khusus perbaikan pembedahan untuk striktur urethra
tergantung lokasi striktur dan derajat stenosis. Endoscopic dilatation dan
endopielotomi misalnya, telah digunakan pada beberapa kasus. Metode-
metode ini cukup invasif tetapi hanya digunakan pada kasus striktur
24
pendek dan mempunyai tingkat keberhasilan yang relatif rendah
dibandingkan dengan teknik terbuka.1,16
Ketika pembedahan diindikasikan untuk striktur UVJ, seluruh
striktur harus dipotong dan striktur yang sehat diimplantasikan kembali
pada kandung kemih.1,16
Penting untuk diingat bahwa kekambuhan striktur bisa terjadi
sebagai komplikasi, oleh karena itu semua pasien perlu dipantau secara
rutin.1,16

Augmentation Cystoplasty
Indikasi utama dilakukannya Augmentation Cystoplasty yaitu pada
keadaan intoleransi frekuensi berkemih, baik siang maupun malam,
bersamaan dengan adanya disuri, kencing yang tidak tertahan, dan
hematuria. Dengan penyakit berat lain kandung kemih akan kehilangan
elastisitasnya, dengan kapasitas kurang dari 100 ml. Tujuan augmentasi ini
adalah untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih sebanyak mungkin
yang sanggup ditampung.1,16
Inflamasi ( radang ) kandung kemih dan gagal ginjal bukan
merupakan kontraindikasi pembedahan.1,16
Infeksi saluran kemih bawah dapat merupakan komplikasi post
operasi diversi urinarius atau bladder augmentation. Ini sering tanpa gejala
dan sulit untuk dideteksi, sehingga pemberian antibiotik dosis rendah
secara kontinu selama 6 bulan atau lebih perlu dipertimbangkan.1,16

Urinary Conduit Diversion


Ada 3 indikasi dilakukannya diversi urinarius permanen, antara
lain : (1) Riwayat gangguan kejiwaan atau tingkat intelegensi subnormal,
(2) Enuresis yang tidak berhubungan dengan kapasitas kandung kemih
yang kecil, (3) Intoleransi gejala diurnal dengan inkontinensia yang tidak
memberikan respon terhadap kemoterapi atau dilatasi kandung kemih.1

25
Orthotopic Neobladder
Orthotopic Neobladder dilakukan dengan meningkatkan frekuensi
rekonstruksi urinarius setelah cystectomy pada penyakit keganasaan, juga
pada pasien TB.1

II.10. Pencegahan
Terdapat beberapa cara untuk mencegah tuberkulosis yaitu :
II.10.1. Vaksin
Badan penelitian luar negeri telah mengembangkan vaksin TB terbaru
yang aman dan efektif. Penelitian ini menggunakan genom lengkap M.
Tuberculosis. Bacillus Calmate Guerin ( BCG ) masih digunakan di negara-negara
berkembang. Telah diketahui cara kerja BCG yaitu dengan membatasi
multiplikasi dan penyebaran M. Tuberculosis, bukan mencegah infeksinya.
Bagaimanapun juga penggunaan BCG masih tetap kontroversial.1

II.10.2. Intravesikal BCG


Intravesikal BCG pertama kali diperkenalkan (1976) untuk terapi kanker
kandung kemih superfisial. Pencegahan cara ini memberikan toleransi baik dan
hasil memuaskan untuk jangka waktu panjang, hal ini pula yang menyebabkan
intravesikal jenis ini paling banyak digunakan.1
Untuk menghindari penyerapan sistemik dan mengurangi resiko yang
merugikan, pemberian BCG harus ditunggu 1 sampai 3 minggu setelah reseksi
transurethral. Sama halnya pada pasien dengan daya tahan tubuh menurun,
kateterisasi traumatik, atau hematuria tidak diberikan BCG.1
Reaksi utama BCG termasuk infeksi sistemik dan bahkan sepsis. Infeksi
ini memang jarang ditemukan, tetapi perlu mendapat perhatian serius dan
penanganan yang baik. BCG sepsis merupakan komplikasi paling serius terapi
intravesikal, dan meskipun jarang, ini dapat berakibat fatal. Gejala seperti demam
tinggi, rigor, dan hipotensi. Penangannya dengan kemoterapi antituberkulosis.1,18

26
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan


urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi. TB merupakan penyakit
sistemik yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, hingga penegakkan diagnosa
dan terapi TB harus ditujukan sekaligus terhadap kemungkinan adanya
manifestasi TB paru dan TB Ekstraparu.
Penyakit TB dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama yaitu TB
paru dimana penyakit TB ini yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Kedua yaitu TB ekstra paru dimana TB ini adalah TB yang
menyerang organ tubuh selain jaringan paru, misalnya pleura (selaput paru),
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Salah satu mekanisme timbulnya TB ekstra paru ini adalah reaktifasi fokus
TB lama. Reaktifasi ini meningkat sejalan peningkatan kasus, seperti manula
(usia lanjut), pemakaian obat imunosupresif atau steroid, malnutrisi, prevelensi
AIDS dan adanya penyakit penyerta seperti liver dan ginjal. Lokasi lesi TB paru
dan ekstra paru pada saat infeksi primer dipengaruhi oleh derasnya aliran darah
dan tingginya tekanan oksigen seperti di apeks paru, korteks ginjal dan daerah
pertumbuhan pada tulang panjang.
TB ekstra paru dapat menular, tapi penularannya tidak seperti TB paru
yang melalui kontak langsung lewat udara yang tercemar bakteri tuberkulosis. TB
ekstra paru menular melalui darah dan cairan tubuh yang terinfeksi bakteri
tuberkulosis. Biasanya penularan terjadi melalui transfusi darah.

27
Penampakan TB ekstra paru ini biasanya tidak khas, muncul perlahan dan
diagnosis terkadang tidak terpikirkan dan cenderung terlambat. Ini suatu
fenomena yang penting, karena akibat lambatnya diagnosis akan berakibat
lambatnya pengobatan sehingga terjadi cacat atau keadaan mengancam nyawa.
TB Ekstraparu yang sering terjadi adalah TB saluran kemih (Genitourinary
Tuberculosis). Patogenesis TB saluran kemih tidak diketahui hingga pada tahun
1926, Medlar melakukan penelitian terhadap pasiennya yang meninggal akibat TB
paru dan tidak memiliki kelainan urogenital. Berdasarkan penelitian tersebut
didapatkan bahwa pada penderita TB paru juga ditemukan TB saluran kemih
sehingga dikatakan TB saluran kemih merupakan metastase TB paru. TB saluran
kemih dapat timbul pada segala usia dari usia muda sampai orang tua, terutama
usia 20-40 tahun.
Adapun masalah utama kegagalan pengobatan disebabkan putusnya
pengobatan akibat kurangnya pengawasan dan kerjasama penderita, yang
menimbulkan gagalnya pengobatan dan terjadinya resisten ganda terhadap O.A.T
(Obat Anti Tuberkulosis). Keadaan seperti ini harus diatasi sebaik-baiknya.
Berdasarkan pedoman W.H.O dan Depkes telah diajukan kategori
pemakaian O.A.T dalam upaya masa kini untuk memberantas penyakit
Tuberkulosis. Mengingat TB dapat mengenai multiorgan yang menyangkut
berbagai disiplin ilmu Kedokteran, diperlukan usaha gigih dan kerjasama yang
baik dari berbagai disiplin ilmu Kedokteran dalam upaya pemberantasan TB Paru
khususnya penatalaksanaan TB Ekstraparu.
Prognosis TB saluran kemih awalnya buruk, hingga ditemukan obat
Antituberkulosis yang diawali dengan ditemukannya Streptomisin (1944),
Isoniazid (1952) dan Rifampisin (1966).
Tindakan pembedahan baru dikerjakan setelah memberikan obat
Tuberkulostatik. Tindakan pembedahan pada penderita yang pernah mengidap
Tuberkulosis harus dilakukan dengan perlindungan Tuberkulostatik sebagai
tindak profilaktik mencegah kambuhnya Tuberkulosis.
DAFTAR PUSTAKA

28
1. McAleer SJ, Johnson WD, Johnson CW. Tuberculosis and Parasitic and
Fungal Infections of the Genitourinary System. In : Walsh PC. Campbell`s
Urology Vol 1. 9th edition. Ch 14. Philadelphia : WB Saunders Elsevier.
2007: 436-447.
2. NN. Tuberkulosis paru. Accessed on : April, 09th 2011. Last update :
March, 16th 2009. Available at :
http://rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html
3. University Of Cambridge. Tuberculosis. Accessed on : April, 09th 2011.
Last update : 2009. Available at :
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://tb.med.cam.ac. uk/wp-
content/uploads/2009/12/TB-
Patient.jpg&imgrefurl=http://tb.med.cam.ac.uk/
tuberculosis/&usg=__fZ_4yZfBiRtgyNiNZ9BMPyWTkd0=&h=175&w=
165&sz=13&hl=en&start=33&zoom=1&itbs=1&tbnid=ETMv5I-
fvFsMEM:&tbnh=100&tbnw=
94&prev=/images%3Fq%3Dtuberkulosis%2Bginjal%26start%3D20%26hl
%3Den%26sa%3DN%26gbv%3D2%26ndsp%3D20%26biw%3D1003%2
6bih%3D432%26tbm%3Disch&ei=mhyoTcXNKY6KvgOy0sSACQ
4. NN. Liarnya tuberkulosis di luar paru-paru. Accessed on : April, 09th
2011. Last update : March, 24th 2010. Available at :
http://health.detik.com/read2010/ 03/24/174504/1324661/763/liarnya-tbc-
di-luar-paru-paru
5. NN. Infeksi Bakteri dan TBC. Accessed on : April, 09th 2011. Last update
: March, 19th 2011. Available at :
http://ersty.blogspot.com/2011/03/infeksi-bakteri-dan-tbc.html
6. NN. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan. Accessed on : April, 10th
th
2011. Last update : Januari 28 , 2009. Available at :
http://totonrofiunsri.wordpress.com/2009 /01/28/anatomi-dan-fisiologi-
sistem-perkemihan/
7. NN. Anatomi Fisiologi Kandung Kemih/Sistem Perkemihan. Accessed on
: April, 10th 2011. Last update : October 3 rd
, 2010. Available at :
29
http://www.google.co.id/imgres ?imgurl=http://arispurnomo.com/wp-
content/uploads/2010/10/urinary-copy.jpg&imgr
efurl=http://arispurnomo.com/anatomi-fisiologi-kandung-kemih-sistem-
perkemihan&
usg=__uYb_U5nSCNVRYPg5PgJBFqZhUko=&h=252&w=300&sz=18&
hl=en&start=18&zoom=1&itbs=1&tbnid=x9TiNY3zcSrYOM:&tbnh=97
&tbnw=116&prev=/images%3Fq%3Dfisiologi%2Bsaluran%2Bkemih%26
hl%3Den%26biw%3D1024%26bih%3D420%26gbv%3D2%26tbm%3Dis
ch&ei=V2CpTbTuMZDMuAPyiOGFCQ
8. NN. Tuberkulosis. Accessed on : April, 10th 2011. Available at :
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/tuberkulosis.pdf
9. Tampubolon G,dkk. . Evaluasi Pemeriksaan Batang Tahan Asam Urin
pada penderita Gross Hematuri. Accessed on : April, 09th 2011. Last
update : 2002. Available at :
http://www.urologi.or.id/pdf/Nas%20Dr.%20Gideon%20Tampubolon%20
(Jkt.pdf
10. Dinkes Pemerintah Kota Tasikmalaya. Tuberkulosis. Accessed on : April,
09th 2011. Available at : http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.
php/informasi-penyakit/203 -tuberkulosis.html
11. RS Penyakit Infeksi Prof DR Sulianti Saroso. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Tuberkulosis. Accessed on : April, 09th 2011. Last update :
Febuary, 3rd 2007. Available at :
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57
12. Tanagho E, Kane C. Spesific Infections of the Genitourinary Tract. In :
Smith General Urology. Ch 14. Page : 219-225.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Accessed on : April,
09th 2011. Last update : 2002. Available at :
http://www.pdfwindows.com/goto?=http://www.
klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf
14. NN. Diseases of the Ureter. Accessed on : April, 09th 2011. Available at :
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://chestofbooks.com/health/di
30
sease/Pathology/images/Tuberculous-Nodule-in-the-Wall-of-the-Ureter-
with-Beginning.jpg&
imgrefurl=http://chestofbooks.com/health/disease/Pathology/Diseases-Of-
The-Ureter
.html&usg=__Jzn3GYoX17J61gCJnBC4qPxgdNo=&h=441&w=436&sz=
15&hl=en&start=38&zoom=1&itbs=1&tbnid=NU5nX7NtC5rr5M:&tbnh
=127&tbnw=126&prev=/images%3Fq%3Dtuberkulosis%2Bginjal%26star
t%3D20%26hl%3Den%26sa%3DN%26gbv%3D2%26ndsp%3D20%26bi
w%3D1003%26bih%3D432%26tbm%3Disch&ei=mhyoTcXNKY6KvgO
y0sSACQ
15. Eastwood JB, Corbishley CM, Grange JM. Tuberculosis and the kidney. In
: Ritz Eberhard. Disease of the Month, Journal of the American Society of
Nephrology. 2001 : 1307-1314. . Accessed on : April, 15th 2011. Last
update : 2001. Available at :
http://jasn.asnjournals.org/content/12/6/1307.full
16. MS Anurag Rai. Management of Genitourinary Tuberculosis. Accessed on
: April, 15th 2011. Last update : April, 15th 2011. Available at :
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://wwwispub.com/ispub/ijs/vo
lume_23_ number_1/management-of-genito-urinary-tuberculosis/genito-
tbl3.jpg&imgrefurl=
http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_surgery/volume_23
_number_ 1/article/management-of-genito-urinary-
tuberculosis.html&usg=__bhxJt1Oxp5Ybj_j
8dWeoL8Kz2zA=&h=303&w=908&sz=63&hl=en&start=15&zoom=1&it
bs=1&tbnid=eTVrMhYZ97LyrM:&tbnh=49&tbnw=147&prev=/images%
3Fq%3Dpercutaneous%2Bantegrade%2Bpyelography%2Bon%2Btubercul
osis%26hl%3Den%26biw%3D1020%26bih%3D432%26gbv%3D2%26tb
m%3Disch&ei=Gy6oTeTVI4WevQOLhbH3CA
17. Jong WD, Sjamsuhidayat R. 2003. Tuberkulosis Saluran Kemih. Dalam :
Jong WD, Sjamsuhidayat R. Saluran Kemih dan Alat kelamin lelaki, Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta : EGC. 2003 : hal 754-755.
31
18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tubekulosis. 2002.
19. Cek M, Lenk S, Naber KG, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H, et al.
EAU Guidelines for the Management of Genitourinary Tuberculosis. Eur
Urol 2005, 48; 253-62.

32

You might also like