You are on page 1of 22

KASUS FARMAKOLOGI

1.1 Kasus
1.1.1 Anamnesis
A. Keluhan utama
Demam sejak 1 hari yang lalu
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dibawa oleh ibunya ke IGD Puskesmas Suranenggala dengan
keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Demam dirasakan mendadak tinggi dan
terus-menerus. Demam juga disertai nyeri menelan sejak kurang lebih 5 hari yang
lalu, keluhan nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri menelan biasanya dirasakan
terutama saat menelan makanan, sehingga menurut ayahnya pasien susah makan.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dan pilek. Dahak berwarna putih dan tidak
terdapat darah. Pasien juga merasa mual dan disertai muntah 1 x isi cairan.
Menurut ayah pasien, keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan pasien.
Keluhan seperti mimisan, sesak saat bernapas, napas yang terasa bau, nyeri dan
keluar cairan dari telinga, sariawan, dan kejang disangkal
C. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan
 Riwayat ISPA : beberapa kali dalam 1 tahun
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat penyakit serupa : pasien tidak pernah mengalami keluhan yang
sama sebelumnya
 Riwayat sakit gigi : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat alergi dalam keluarga seperti alergi makanan, obat-obatan,
bersin pada pagi hari dan gatal-gatal pada kulit. Riwayat asma dan pengobatan paru
dalam keluarga disangkal.
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien sering makan goreng-gorengan, arum manis, es dan gulali. Suka
makanan pedas dan asam disangkal oleh orang tua pasien.
F. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Lingkungan Keluarga
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta. Ibu pasien adalah seorang tenaga
kerja indonesia yang bekerja di arab sudah 2 tahun. Pasien tinggal bersama ayah dan
nenek pasien di rumah.

1
1.1.2 PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 18 kg
Tinggi Badan : 106 cm
Status Gizi : Z-Score (IMT/U)
IMT = BB/(TB)2
IMT = 16,0 kg/m2
Z-Score = - 0,6 SD (Normal)
Normalnya : (- 2 SD sampai dengan 1 SD)
B. Tanda vital
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 38,6 °c

C. Status Interna
 Kepala
Normochepali, , warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-), deformitas (-)
 Mata
Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik -/-
 Thoraks :
 Inspeksi :
Pernapasan simetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal, retraksi IC (-), iktus
kordis tidak terlihat.
 Palpasi :
Nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris kanan = kiri, iktus cordis teraba di ICS V
linea midlavicularis sinistra
 Perkusi :
Sonor pada kedua lapangan paru
Batas jantung : batas atas : linea parasternalis sinistra ICS II, batas kanan : linea
parasternalis dextra ICS V, batas kiri: linea midclavicula sinistra ICS V
 Auskultasi :

2
Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
S1 = S2 reguler murni, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : datar, luka/bekas luka (-), sikatrik (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), soepel, Hepar dan Lien tak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : bising usus (+) 5 kali / menit normal
 Ekstremitas :
Ekstremitas atas:
edema (-/-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis (-), clubbing finger
(-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas bawah:
Edema (-/-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis(-), clubbing finger
(-), nyeri tekan (-)

D. Status Lokalis
A. Pemeriksaan telinga
No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Auricula Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-) tarik aurikula (-)
3. CAE Serumen (+), hiperemis (-), Serumen (+), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), otorhea furunkel (-), edema (-), otorhea
(-) (-)

4. Membran timpani Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-) perforasi (-)

3
B. Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan hidung Dextra Sinistra


Hidung Bentuk normal Bentuk normal

Sekret Mukoserous Mukoserous


Mukosa konka media Hiperemis(+), hipertrofi (- Hiperemis(+), hipertrofi(-)
)
Mukosa konka Hiperemis(+), hipertrofi (- Hiperemis(+), hipertrofi(-)
inferior )

Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)


Massa (-), polip (-) (-), polip (-)

4
C. Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)


Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda, stomatitis (-)
Geligi Warna kuning gading, caries (+), gangren(-), berlubang (+)
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalam batas normal,
luka (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemis (+), edema (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-), eksudat
(-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Kripte Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus (-) (-)
Eksudat (-) (-)
Peri Tonsil Abses (-) Abses (-)
Fossa Tonsillaris hiperemi (+) hiperemi (+)

5
dan Arkus Faringeus

A. Pemeriksaan Maksilofacialis

Kanan Kiri
Bentuk Simetris, tidak tampak facies adenoid
Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Parese N Kranialis (-) (-)
VII
Nyeri tekan (-) (-)
Krepitasi (-) (-)

B. Pemeriksaan Leher
Deviasi trakhea (-), Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), Pembesaran kelenjar
parotis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Jenis Pemeriksaan

Hematologi

Darah perifer
lengkap

Hb 10,9 g/dl

Ht 32%

Leukosit 1130/µl

Trombosit 265.000/µl

6
DIAGNOSIS
Tonsilitis Akut Hipertrofi

1.2 Identitas Pasien


Nama : An R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 5 tahun
Alamat : Ds Pegagan Lor
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 9 Januari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 10 Januari 2017

1.3 Masalah Klinis


- Demam (Suhu : 38,6o C)
- Mual dan Muntah sebanyak 1 kali isi cairan
- Batuk dan Pilek
- Pada hasil laboratorium didapatkan leukositosis

1.4 Terapi yang diberikan


 IVFD RL 1400cc/hari  14 tpm makrodrip
 Norages 1 gr / kolf
 Ranitidine 2 x 25 mg (IV)
 Paracetamol syr (Sanmol) => 3 x 7,5 mL
 Cefadroxil syr (Lostacef syr) => 3 x 10 mL
 Hufalysin syr => 1 x 5 mL (pagi)

1.5 Analisis Farmakologi


1. Cefadroxil
Golongan : Sefalosporin Generasi ke I
A. Farmakodinamik
Cefadroxil merupakan antibiotik yang bekerja pada membrane atau dinding
sel bakteri. Berbeda dengan golongan β-laktam yang kerjanya dapat dihambat oleh
aktivitas enzim β-laktamase, antibiotik golongan sefalosporin lebih stabil terhadap
banyak bakteri penghasil β-laktamase, sehingga memiliki spektrum yang lebih luas
(Chambers, 2010).
Cefadroxil menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk
sintetis dinding sel bakteri. Hampir semua jenis bakteri memiliki dinding sel yang

7
mengandung peptidoglikan, kecuali bakteri mycoplasma. Dinding sel bakteri
memiliki lapisan fosfolipid bilayer dan protein. Fungsi lapisan tersebut, sebagai
membrane permeable yang spesifik terhadap berbagai nutrient. Namun, pada
membrane plasma bakteri tidak memiliki kandungan sterils, sehingga mengizinkan
pelekatan bahan kimiawi (Rang, Dale, Ritter, & Flower, 2007).
Dinding sel bakteri tersusun dari suatu polimer polisakarida dan polipeptida
yang saling berikatan-silang dan kompleks, yang disebut sebagai peptidoglikan.
Polisakarida ini mengandung gula amino yang berselang seling. Peptide ini
berakhir di D-alanin-D-alanin. Obat cefadroxil memotong aliran silang tersebut
dengan peptide didekatnya. Ikatan silang tersebut menyebabkan dinding sel
menjadi kaku. Ikatan ini juga menghambat reaksi transpeptidase, menghentikan
penghasilan peptidoglikan, dan bakteri mati.

B. Farmakokinetik
Cefadroxil merupakan antibiotik yang aktivitasnya pada bakteri gram-
positif dan gram negatif. Antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi saluran
kencing yang tidak sembuh oleh antibiotik jenis lain, atau pada wanita hamil,
infeksi saluran nafas, otitis media, sinusitis dan infeksi pada kulit dan soft tissue.
Cefadroxil memiliki waktu kerja yang panjang dan dapat diberikan dua kali sehari.
Obat ini kurang baik untuk menangani infeksi H.Influenza.
Cefadroxil diberikan secara peroral dan diabsorbsi melalui saluran cerna.
Makanan tidak mengganggu proses penyerapan obat. 20% cefadroxil dalam darah
berikatan dengan protein plasma dengan waktu paruh sekitar 1 jam 30 menit dan
memanjang pada pasien dengan kelainan ginjal. Metabolisme cefadroxil terjadi
didalam hepar dan 90% diekskresi melalui urin.

C. Indikasi
Cefadroxil digunakan untuk mengobati infeksi oleh bakteri gram-positif.
Umumnya cefadroxil di berikan pada pasien dengan keluhan berikut :
 Infeksi saluran pernafasan : tonsillitis, faringitis, pneumonia dan otitis media
 Infeksi kulit dan jaringan lunak
 Infeksi saluran kemih dan kelamin
 Infeksi jaringan lunak seperti osteomyelitis
 Sepsis

8
 Artirits
 Peritonitis

Cefadroxil aman diberikan pada ibu hamil (termasuk golongan B).


Kontraindikasi pemberian cefadroxil adalah riwayat hipersensitivitas terhadap
antibiotik golongan sefalosporin dan golongan β-laktam. Sebelum memberikan
terapi cefadroxil, pasien akan dilakukan uji sensitivitas (skin test)

D. Kontraindikasi
- Hipersensitivitas terhadap Tiamfenikol.
- Penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat.
- Jangan digunakan untuk tindakan pencegahan infeksibbakteri dan pengobatan
infeksi trivial, infeksi tenggorokanbdan influenza.

E. Efek Samping
 Diare dan antibiotic-associated colitis
 Mual dan muntah
 Abdominal discomfort
 Nyeri kepala,
 Reaksi alergi berupa : kemerahan pada kulit (rash), gatal, urtikaria, serum
sickness yaitu reaksi berupa kemerahan, demam dan arthralgia dan anafilaksi
 Steven Johnson Syndrome
 Toxic epidermal necrolysis
 Gangguan pada enzim liver, hepatitis transient dan jaundice ec cholestatic.
 Efek samping lain termasuk eosinophilia dan gangguan darah (trombositopenia,
leukopenia, agranulosit, anemia aplastic dan anemia hemolitik)
 Nefritis reversibel intersisial
 Gangguan tidur, gelisah, halusinasi, bingung, hypertonia dan pusing.

F. Perhatian
- Hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya.
- Pemakaian Tiamfenikol dalam waktu lama perlu dilakukan pemeriksaan
hematologik berkala.

9
- Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, sebaiknya dosis disesuaikan.
- Penggunaan obat dihentikan bila timbul retikulositopenia, leukopenia,
trombositopenia atau anemia.
- Lama pemakaian sebaiknya tidak melebihi batas waktu yang ditentukan.
- Hati-hati penggunaan selama kehamilan dan menyusui karena Tiamfenikol
dapat menembus sawar plasenta dan diekskresikan melalui ASI.
- Tiamfenikol harus diberikan secara hati-hati pada bayi baru lahir (2 minggu
pertama) dan bayi prematur untuk menghindari timbulnya sindroma Grey.
- Penggunaan Tiamfenikol dalam jangka panjang dapat menyebabkan tumbuhnya
mikroorganisme yang tidak sensitif termasuk fungi dan bakteri.
- Jangan digunakan untuk pengobatan infeksi-infeksi ringan seperti influenza,
batuk, pilek atau infeksi tenggorokan.

G. Interaksi Obat
 Interaksi obat dengan antasid, antasid menghambat absorbsi dari cefadroxil.
 Pemberian antibiotik golongan aminoglikosida dan antibiotik golongan
bakteriostatik meningkatkan kemungkinan terjadinya nefrotoksik pada pasien
yang mendapatkan cefadroxil.
 Interaksi dengan probenesid, probenesid meningkatkan konsentrasi plasma dari
cefadroxil dengan mencegah ekskresi cefadroxil, sehingga jumlahnya
meningkat dalam tubuh dan waktu bertahan dalam tubuh juga semakin lama.

H. Dosis dan Sediaan


Dosis antibiotic cefadroxil bervaiasi tergantung pada nama dagang yang
memproduksi obat :
 Ancefa (tablet : Cefarodoxil 500 mg; Sirup kering : Cefadroxil 125 mg/5ml;
Sirup kering forte : Cefadroxil 250 mg/5 ml) Dewasa dan anak > 40 kg 1-
2gr/hari 2 kali/ hari. Anak < 40 kg 25 mg/kgBB/Hari 2 kali/hari.
 Bidicef : (tablet : Cefadroxil monohydrate 250 mg; Sirup kering : Cefadroxil
monohydrate 125 mg/5ml) dewasa 1-2gr/ hari dosis tunggal atau terbagi
menjadi 2 dosis. Anak 30mg/kgBB/Hari tiap 12 jam.
 Cefat (tablet : cefadroxil monohydrate 250mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml; sirup kering forte : cefadroxil monohydrate 500mg/5

10
ml) dewasa 1-2 gr/hari terbagi dalam 2 dosis tiap 12 jam; sistitis 1-2 gr/hari;
Infeksi saluran kemih 2 gr/hari terbagi dalam 2 dosis tiap 12 jam; infeksi kulit
dan jaringan lunak, infeksi saluran napas atas dan bawah 1 gr/ hari. Pada infeksi
berat dosis dapat ditingkatkan menjadi 2 gr/ hari diberikan dalam 2 dosis
terbagi; faringitis dan tonsillitis oleh infeksi streptokokus β-hemolitikus 1
gr/hari dalam dosis terbagi selama 10 hari. Anak 25-50 mg/kgBB/hari dibuat
dalam 2 dosis terbagi.
 Drovax (tablet : cefadroxil monohydrate 500mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125 mg/5 ml; sirup kering forte : cefadroxil monohydrate 250
mg/5ml) Dewasa 1-2 gr/ hari 1 kali/hari atau dalam 2 dosis terbagi. Anak 25-50
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi.
 Droxal (tablet : cefadroxil monohydrate 500 mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125 mg/5ml; sirup kering forte : cefadroxil monohydrate 250 mg/5
ml) dewasa 2-2 gr/hari dalam dua dosis terbagi. Sistitis 1-2 gr/hari dosis
tunggal. Infeksi saluran kemih 2gr/hari dalam 2 dosis. Infeksi kulit dan jaringan
lunak 1gr/hari. Infeksi saluran napas atas dan bawah 1gr/hari pada infeksi berat
dapat ditingkatkan sampai dengan 2gr/hari. Faringitis/tonsillitis 1gr/hari dalam
dosis terbagi selama 10 hari. Anak 25-50 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi.
 Droxefa (tablet : cefadroxil 500mg) dewasa dan anak >12 tahun maksimal
4gr.hari. pasien dengan gangguan ginjal diawali dengan dosis 1 gr/hari
kemudian disesuaikan dengan kebutuhan.
 Erphadrox (tablet : cefadroxil monohydrate 500mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml) dewasa dengan infeksi saluran kemih tanpa
komplikasi 1-2gr/hari terbagi dalam 2 dosis. Infeksi lain 2 gr/hari terbagi dalam
2 dosis. Infeksi kulit dan jaringan lunak 1gr/hari terbagi dalam 1-2 dosis.
Faringitis dan tonsillitis 1gr/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Infeksi saluran napas
1gr/hari terbagi dalam 2 dosis. Anak 25-50 mg/KgBB//hari terbagi dalam 2
dosis.
 Ethicef (tablet : cefadroxil monohydrate 500mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml; sirup kering forte: cefadroxil monohydrate
250mg/5ml) dewasa 1-2gr/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Anak 25-50
mg/KgBB/hari terbagi dalam 2 dosis tiap 12 jam.

11
 Grafacef (tablet : cefadroxil anhydrate 500mg) dewasa dengan infeksi saluran
kemih dan infeksi saluran napas 500-2000 mg/ hari terbagi dalam 2 dosis.
Infeksi kulit dan jaringan lunak 500 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. Anak 30
mg/KgBB//hari terbagi dalam 2 dosis terbagi tiap 12 jam. Jika infeksi
diakibatkan oleh Streptokokus β hemolitikus, terapi harus dilanjutkan sekurang
kurangnya 10 hari.
 Lapicef (tablet : cefadroxil monohydrate 250mg, 500 mg; sirup : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml) dewasa 1-2 gr/hari terbagi dalam 2 dosis. Infeksi
saluran kemih tidak dengan komplikasi 1-2gr/hari terbagi dalam 1-2 dosis.
Infeksi saluran kemih dengan komplikasi 2gr/hari 1 kali/hari. Infeksi kulit 1
gr/hari terbagi manjadi 1-2 dosis selama 10 hari. Infeksi saluran napas derajat
ringan 1gr/hari dalam 2 dosis, derajat berat 1-2gr/hari terbagi dalam 2 dosis.
Anak 30 mg/kgBB/hari dibuat dalam dosis terbagi.
 Longcef (tablet : cefadroxil monohydrate 500 mg; sirup : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml) dewasa 1-2 gr/hari dalam dosis terbagi. Anak 30
mg/kgBB/hari dibuat dalam dosis terbagi.
 Lostacef (tablet : cefadroxil monohydrate 500mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml) dewasa 1-2 gr/hari terbagi dalam 1-2 dosis tiap 12
jam. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (sistitis) 1-2 gr/hari dibagi 1-2
dosis tiap hari. Infeksi saluran kemih lain 2 gr/hari terbagi dalam 2 dosis. Infeksi
kulit dan jaringan lunak 1gr/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Infeksi saluran napas
ringan 500mg/ hari 2 kali/hari; infeksi sedang hingga berat 500mg-1 gr 2
kali/hari. Faringitis dan tonsillitis oleh infeksi streptokokus β-hemolitikus 500
mg/hari dalam 2 dosis terbagi selama 10 hari. Anak sirup kering 25-50
mg/kgBB/hari dibuat dalam 2 dosis terbagi.
 Maxcef (tablet : cefadroxil monohydrate 500 mg; sirup : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml, 250mg/5 ml) dewasa 1-2 gr/hari terbagi dalam 1-2
dosis. Anak 30 mg/kgBB/hari dibuat dalam 2 dosis terbagi, terapi harus
diteruskan minimal selama 48-72 jam sesudah tanda tanda infeksi hilang.
 Puspadroxile (tablet : cefadroxil monohydrate 250mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml, 250mg/5 ml) dewasa 1-2 gr/hari terbagi dalam 2
dosis. Sistitis 1-2 gr/hari dalam dosis tunggal atau 2 dosis terbagi. Infeksi
saluran kemih lain 2 gr/hari terbagi dalam 2 dosis. Infeksi kulit dan jaringan

12
lunak 1gr/hari dalam dosis tunggal atau 2 dosis terbagi. Infeksi saluran napas
atas dan bawah 1 gr/ hari. Pada infeksi berat dosis dapat ditingkatkan menjadi 2
gr/ hari diberikan dalam 2 dosis terbagi; faringitis dan tonsillitis oleh infeksi
streptokokus β-hemolitikus 1 gr/hari dalam dosis terbagi selama 10 hari. Anak
25-50 mg/kgBB/hari dibuat dalam 2 dosis terbagi.
 Pyricef (tablet : cefadroxil monohydrate 250mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml; sirup kering forte : cefadroxil monohydrate 250mg/5
ml) dewasa dan anak dengan BB > 40Kg 1-2 gr/hari terbagi tiap 8-12 jam.
Dewasa dan anak dengan BB < 40 kg 30mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap
8-12 jam. Anak 5-12 tahun sirup 4 sendok makan 2 kali/hari. Anak 1-5 tahun
sirup 2 sendok makan 2 kali/hari. Anak 2-12 bulan sirup 1 sendok makan 2
kali/hari , anak kurang dari 2 bulan ½ sendok makan 2 kali/hari.
 Renasistin (tablet : cefadroxil 500 mg; sirup kering : cefadroxil 250mg/5ml;
tetes oral 150mg/ml) dewasa dan anak dengan BB > 40Kg 1-2 tablet/kapsul
terbagi dalam 2 dosis. Dewasa dan anak dengan BB < 40 kg 25-50
mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi. Anak > 6 tahun 500mg/hari 2 kali/hari.
Anak 1-6 tahun tablet/kapsul 250mg atau sirup 1 sendok the 2 kali/hari. Anak
<1 tahun 25mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi. Anak tetes oral 25mg/kgBB/hari
diberikan dalam dosis terbagi, tiap 12 jam selama 10hari.
 Staforin (tablet : cefadroxil 500 mg; sirup kering : cefadroxil 125mg/5ml,
250mg/5 ml) dewasa 1-2 gr/hari terbagi dalam 2 dosis. Infeksi saluran kemih
lain 2 gr/hari terbagi dalam 2 dosis. Infeksi kulit dan jaringan lunak 1gr/hari
dalam dosis tunggal atau 2 dosis terbagi. Infeksi saluran napas atas dan bawah
500mg/ hari 2kali/hari, infeksi sedang hingga berat 500-1000mg 2 kali/hari.
Faringitis dan tonsillitis 1 gr/hari dalam dosis terbagi selama 10 hari. Anak 25-
50 mg/kgBB/hari dibuat dalam 2 dosis terbagi.
 Tisacef (tablet : cefadroxil monohydrate 500 mg; susp : cefadroxil monohydrate
125mg/5ml, 250mg/5 ml) dewasa 1-2 gr/hari dosis tunggal atau terbagi dalam 2
dosis. Anak 30 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi dalam 2 dosis.
 Trodoxil (sirup : cefadroxil 125mg/5ml. Sirup forte : cefadroxil 250mg/5 ml)
dewasa 1-2 gr/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Anak 25-50 mg/kgBB/hari dibuat
dalam 2 dosis terbagi.

13
 Valos (tablet : cefadroxil 500mg; sirup : cefadroxil 125mg/5ml, 250mg/5 ml)
dewasa 1-2 gr/hari dalam dosis terbagi. Anak 30 mg/kgBB/hari dalam dosis
terbagi.
 Vroxil (tablet : cefadroxil monohydrate 500 mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 125mg/5ml; sirup kering forter : cefadroxil monohydrate 250mg/5
ml) dewasa dengan infeksi saluran kemih (sistitis) tidak dengan komplikasi 1-2
gr/hari dakam dosis tunggal atau dalam 2 dosis terbagi. Ondeksi saluran kemih
lain 2gr/hari dalam 2 dosis terbagi. Infeksi kulit dan jaringan lunak 1 gr/hari
dalam dosis tunggal atau dalam 2 dosis terbagi. Faringitis dan tonsillitis oleh
infeksi streptokokus β hemolitikus 1gr/hari dalam 2 dosis terbagi selama 10
hari. Sirup kering anak 25-50 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi. Anak
dengan BB 4,5-9,1 kg ½ sendok teh 2 kali/hari vroxil 125mg/5ml atau ; BB 9,1-
13,6 kg 1 sendok teh 2kali/hari vroxil 125mg/5ml atau ½ sendok teh 2kali/hari
vroxil 250mg/5ml; 18,2-22,7 kg 2 sendok teh 2kali/hari vroxil 125mg/5ml atau
1 sendok teh 2kali/hari vroxil 250mg/5ml; 22,7-27,3 2½ sendok teh 2 kali/hari
vroxil 125mg/5ml atau 1¼ sendok teh 2 kali/hari vroxil 250mg/5ml.
 Yaricef (tablet : cefadroxil monohydrate 500 mg; sirup kering : cefadroxil
monohydrate 250mg/5 ml) dewasa 1-2 gr/hari diberikan sebagai dosis tunggal
atau dalam 2 dosis terbagi. Infeksi saluran kemih bawah (sistitis) tidak dengan
komplikasi 1-2 gr/hari sebagai dosis tunggal atau terbagi dalam 2 dosis. Infeksi
saluran kemih lainnya 2gr/hari dalam 2 dosis terbagi. Infeksi kulit dan jaringan
lunak 1 gr/hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosisi terbagi. Infeksi saluran
napas atas dan bawah, infeksi ringan 1 gr/hari dalam 2 dosis terbagi, infeksi
sedang hingga berat 1-2 gr/hari dalam 2 dosis terbagi. Faringitis dan tonsillitis
oleh infeksi streptokokus β hemolitikus 1gr/hari dalam 2 dosis terbagi selama 10
hari. Anak 25-50 mg/kgBB/hari dalam, 2 dosis terbagi.

2. Paracetamol
Golongan : Non Steroid Anti Inflamation Drug (NSAID)
Obat Parasetamol memiliki nama lain acetaminophen (baca: asetaminofen) obat
ini termasuk sebagai analgesik (antinyeri) dan antipiretik (penurun panas).
Mekanisme kerja paracetamol yaitu sebagai inhibitor prostaglandin yang lemah

14
A. Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan
Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan
penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa.
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat
lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat
antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya
mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan
Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai
sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung
prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek
zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang
ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula
peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik.

B. Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum
puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di
hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 %
dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi
melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil
benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada
dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi
nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.

15
C. Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan
nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang
ringan sampai sedang.

D. Kontraindikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif
terhadap obat ini.

E. Efek Samping
Walaupun efek samping paracetamol jarang, namun jika itu terjadi maka
ditandai dengan:
- Ruam atau pembengkakan – ini bisa menjadi tanda dari reaksi alergi
- Hipotensi (tekanan darah rendah) ketika diberikan di rumah sakit dengan infus.
- Kerusakan hati dan ginjal, ketika diambil pada dosis lebih tinggi dari yang
direkomendasikan (overdosis)
- Dalam kasus ekstrim kerusakan hati yang dapat disebabkan oleh overdosis
parasetamol bisa berakibat fatal.

F. Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang
dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15g pada dewasa
dapat menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler
hati. Dosis lebih dari 20g bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang
mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi enzim hati, kerusakan hati lebih berat,
hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit meningkat.

G. Mekanisme Toksik
Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat hepatotoksik,
didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik
dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit
hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi,
sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis

16
sentro-lobuler. Oleh karena itu pada penanggulangan keracunan Parasetamol terapi
ditujukan untuk menstimulasi sintesa glutation. Dengan proses yang sama
Parasetamol juga bersifat nefrotoksik.
Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 4 stadium :
1. Stadium I (0-24 jam)
Asimptomatis atau gangguan sistem pencernaan berupa mual, muntah, pucat,
berkeringat. Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa
berkeringat.
2. Stadium II (24-48 jam)
Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan muncul
ikterus, nyeri perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu protombin.
Terjadi pula gangguan faal ginjal berupa oliguria, disuria, hematuria atau
proteinuria.
3. Stadium III ( 72 - 96 jam )
Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah muncul kembali,
ikterus dan terjadi penurunan kesadaran, ensefalopati hepatikum.
4. Stadium IV ( 7- 10 hari)
Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif
dapat terjadi sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian.

H. Sediaan
- Tablet : 100 mg, 120 mg, 250 mg, 500 mg, dan 650 mg
- Paracetamol syrup 120 mg/5 ml syrup, 160 mg/5ml syrup, dan 250 mg/5 ml syrup
- Paracetamol drops 100 mg/ml oral drops
- Paracetamol infusion 10 mg/ml
- Paracetamol Suppository 125 mg dan 250 mg

I. Dosis
- ≤ 1 bulan: 10-15 mg/kg BB/dosis setiap 6 sampai 8 jam sesuai kebutuhan.
- > 1 bulan – 12 tahun: 10 – 15 m /kg BB/dosis setiap 4 sampai 6 jam sesuai
kebutuhan (maksimum: 5 dosis dalam 24 jam).
- Jangan obat parasetamol ini melebihi dosis yang direkomendasikan. Jumlah
maksimum untuk orang dewasa adalah 1 gram (1000 mg) per dosis dan 4 gram

17
(4000 mg) per hari. Menggunakan paracetamol yang berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan hati.

3. Ranitidine
Golongan : Ranitidin merupakan antihistamin paenghambat reseptor Histamin H2
yang berperan dalam efek histamine terhadap sekresi cairan lambung.
A. Farmakodinamik
Ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor
H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian ranitidine
sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi ranitidine terhadap reseptor
H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap ranitidine dapat
menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau
gastrin. Ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung.
Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi
pepsin menurun.

B. Farmakokinetik
Bioavailabilitas ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan
meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 -3 jam pada
orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien
penyakit hati masa paruh ranitidine juga memanjang meskipun tidak sebesar pada
ginjal. Pada ginjal normal, volume distribusi 1,7 L/kg sedangkan klirens kreatinin
25-35 ml/menit. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah penggunaan
ranitidine 150 mg secara oral, dan terikat protein plasma hanya 15 %. Ranitidine
mengalami metabolism lintas pertama di hati dalam jumlah yang cukup besar
setelah pemberian oral. Ranitidine dan matabolitnya diekskresi terutama melalui
ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidine yang diberikan IV dan 30
% yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal.

C. Indikasi
Masalah terkait asam lambung yang dapat diobati oleh ranitidin adalah
tukak pada lambung dan duodenum (usus 12 jari) dan mencegah, penyakit
gastroesophageal reflux (GERD), gastritis atau sakit maag, perut kembung, sering
bersendawa dan sebagainya. Tidak hanya mengurangi gejala yang muncul tetapi

18
obat ranitidin juga berfungsi mencegah timbulnya kembali gejala-gejala asam
lambung.
- Mengobati ulkus lambung dan duodenum
- Melindungi lambung dan duodenum agar tidak sampai teradi ulkus
- Mengobati masalah yang disebabkan oleh asam pada kerongkongan,
contohnya pada GERD
- Mencegah tukak lambung agar tidak berdarah
- Digunakan sebelum operasi bedah, supaya asam datang tidak tinggi selama
pasien tidak sadar.
- Mengobati Sindrom Zollinger-Ellison (Tingginya kadar hormon gastrin yang
menyebabkan lambung memproduksi terlalu banyak asam).
- Mengobati sakit maag beserta gejala-gejala yang ditimbulkannya.

D. Kontraindikasi
Ranitidin kontraindikasi bagi pasien yang yang hipersensitif atau alergi
terhadap Ranitidin.

E. Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan sangat jarang ditemukan. Adapun efek
samping tersebut beserta persentase frekuensi kemunculannya adalah sebagai
berikut:
- Sakit kepala (3%);
- Sulit buang air besar (<1%);
- Diare (<1%);
- Mual (<1%);
- Nyeri perut (<1%);
- Gatal-gatal pada kulit (<1%).

F. Perhatian
- Umum : pada penderita yang memberikan symptomatic response terhadap
ranitidin, tidak menghalangi timbulnya keganasan lambung.
- Karena ranitidin diekskresi terutama melalui ginjal, dosis ranitidin harus
disesuaikan pada penderita gangguan fungsi ginjal.

19
- Hati-hati pemberian ranitidin pada gangguan fungsi hati karena ranitidin
dimetabolisme di hati.
- Hindarkan pemberian ranitidin pada penderita dengan riwayat porfiria akut.
- Hati-hati penggunaan ranitidin pada wanita menyusui.
- Khasiat dan keamanan penggunaan ranitidin pada anak-anak belum terbukti.
- Waktu penyembuhan dan efek samping ranitidin pada usia lanjut tidak sama
dengan penderita usia dewasa.
- Pemberian ranitidin pada wanita hamil hanya jika benar-benar sangat
dibutuhkan.

G. Interaksi Obat
Ranitidin lebih jarang berinteraksi dengan obat lain dibandingkan dengan
simetidin. Nifedin, warfarin, teofilin dan metoprolol dilaporkan berinteraksi
dengan ranitidin. Selain menghambat sitokrom P-450, Ranitidin dapat juga
menghambat absorbsi diazepam dan mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%.
Sebaiknya obat yang dapat berinteraksi dengan ranitidin diberi selang waktu
minimal 1 jam. Ranitidin dapat menyebabkan gangguan SSP ringan , karena lebih
sukar melewati sawar darah otak dibanding simetidin.

H. Sediaan
- Tablet : 150 mg, 300 mg
- Sirup: Setiap 10 mL, mengandung 168 mg ranitidine hydrochloride (setara
dengan 150 mg ranitidine anhidrat basa bebas per 10 mL larutan oral).
- Injeksi : 50 mg/2 mL Vial

I. Dosis
- Kondisi tukak usus 12 jari aktif (ulkus duodenum) : Ranitidin 150 mg, 2 kali
sehari (pagi dan malam) atau 300 mg sekali sehari sesudah makan malam atau
sebelum tidur, selama 4 – 8 minggu.
- Kondisi tukak lambung aktif (ulkus peptikum) : Ranitidin 150 mg, 2 kali sehari
(pagi dan malam) selama 2 minggu.
- Terapi pemeliharan pada penyembuhan tukak usus 12 jari dan tukak lambung :
Ranitidin 150 mg, malam sebelum tidur.

20
- Keadaan hipersekresi patologis (Zollinger Ellison, Mastositosis Sistemik) :
Ranitidin 150 mg, 2 kali sehari dengan lama pengobatan ditentukan oleh dokter
berdasarkan gejala klinis yang ada. Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing penderita. Dosis hingga 6 gram sehari dapat
diberikan pada penyakit yang berat.
- Kondisi refluks gastro esofagitis (gastroesophageal reflux, GER) : Ranitidin 150
mg, 2 kali sehari.
- Kondisi esofagitis erosif : Ranitidin 150 mg, 4 kali sehari.
- Pemeliharaan dan penyembuhan esofagitis erosif : Ranitidin 150 mg, 2 kali
sehari.
- Hemodialisis menurunkan kadar ranitidin yang terdistribusi.
- Dosis Injeksi
Anak : 2 – 4 mg/kg/BB/ 2 x sehari, maksimal pemakaian tidak boleh lebih dari
300 mg/hari
Dewasa : 50-100 mg perhari

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. 2010. Tonsilitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,


hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. Boies L. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. EGC. Jakarta
3. Belengger JJ. 1994. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Binarupa
Aksara. Jakarta
4. Udayan K.S., Ted L.T., Arlen D.M. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess. Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com. 11 September 2016.
5. Lalwani K Anil. 2008. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Second Edition. McGraw Hill Lange. New York.
6. Moore Keith L. Anatomi berorientasi klinis.edisi kelima. jilid 3. 2013.EGC : Jakarta.

22

You might also like