You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR INTRA ABDOMEN

A. DEFINISI

Tumor abdomen adalah suatu massa yang padat dengan ketebalan yang
berbeda-beda, yang disebabkan oleh sel tubuh yang yang mengalami transformasi dan
tumbuh secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal, sehingga sel
tersebut berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Kelainan ini dapat
meluas ke retroperitonium, dapat terjadi obstruksi ureter atau vena kava inferior.
Massa jaringan fibrosis mengelilingi dan menentukan struktur yang dibungkusnya
tetapi tidak menginvasinya.

Yang termasuk tumor intra abdomen antara lain, Tumor hepar, Tumor limpa /
lien, Tumor lambung / usus halus, Tumor colon, Tumor ginjal (hipernefroma), Tumor
pankreas. Pada anak-anak dapat terjadi Tumor wilms (ginjal). Yang akan dibahaskan
di sini adalah yang terutama tumor di saluran cerna intestinal.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS


Bagian abdomen (perut) sering dibagi menjadi 9 area berdasarkan posisi dari 2
garis horizontal dan 2 garis vertikal yang membagi-bagi abdomen.
Pembagian berdasarkan region:
1. Regio hipokondriak kanan
2. Regio epigastrika
3. Regio hipokondriak kiri
4. Regio lumbal kanan
5. Regio umbilicus
6. Regio lumbal kiri
7. Regio iliak kanan
8. Regio hipogastrika
9. Regio iliak kiri

Bagian abdomen juga dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan posisi dari satu
garis horizontal dan 1 garis vertikal yang membagi daerah abdomen.
1. Kuadran kanan atas
2. Kuadran kiri atas
3. Kuadran kanan bawah
4. Kuadran kiri bawah
C. ETIOLOGI
Penyebab neoplasi umumnya bersifat multifaktorial. Beberapa faktor yang
dianggap sebagai penyebab neoplasi antara lain meliputi bahan kimiawi, fisik, virus,
parasit, inflamasi kronik, genetik, hormon, gaya hidup, serta penurunan imunitaws.
Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang abnormal.
Perbedaan sifat sel tumor tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan
fungsi autonominya dalam pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan
menyebabkan metastasis.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor antara lain:
1. Karsinogen
a. Kimiawi
Bahan kimia dapat berpengrauh langsung (karsinogen) atau memerlukan
aktivasi terlebih dahulu (ko-karsinogen) untuk menimbulkan neoplasi.
Bahan kimia ini dapat merupakan bahan alami atau bahan
sintetik/semisintetik. Benzopire suatu pencemar lingkungan yang terdapat
di mana saja, berasal dari pembakaran tak sempurna pada mesin mobil dan
atau mesin lain (jelaga dan ter) dan terkenal sebagai suatu karsinogen bagi
hewan maupun manusia. Berbagai karsinogen lain antara lain nikel arsen,
aflatoksin, vinilklorida. Salah satu jenis benzo (a) piren, yakni,
hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH), yang banyak ditemukan di dalam
makanana yang dibakar menggunakan arang menimbulkan kerusakan
DNA sehingga menyebabkan neoplasia usus, payudara atau prostat.
b. Fisik
Radiasi gelombang radioaktif seirng menyebabkan keganasan. Sumber
radiasi lain adalah pajanan ultraviolet yang diperkirakan bertambah besar
dengan hilangnya lapisan ozon pada muka bumi bagian selatan. Iritasi
kronis pada mukosa yang disebabkan oleh bahan korosif atau penyakit
tertentu juga bisa menyebabkan terjadinya neoplasia.
c. Viral
Dapat dibagi menjadi dua berdasarkan jenis asam ribonukleatnya; virus
DNA serta RNA. Virus DNA yang sering dihubungkan dengan kanker
antara human papiloma virus (HPV), Epstein-Barr virus (EPV), hepatiti B
virus (HBV), dan hepatitis C virus (HCV). Virus RNA yang karsonogenik
adalah human T-cell leukemia virus I (HTLV-I) .
2. Hormon
Hormon dapat merupakan promoter kegananasan.
3. Faktor gaya hidup
Kelebihan nutrisi khususnya lemak dan kebiasaan makan- makanan yang kurang
berserat. Asupan kalori berlebihan, terutama yang berasal dari lemak binatang,
dan kebiasaan makan makanan kurang serat meningkatkan risiko berbagai
keganasan, seperti karsinoma payudara dan karsinoma kolon.
4. Parasit
Parasit schistosoma hematobin yang mengakibatkan karsinoma planoseluler.
5. Genetik, infeksi, trauma, hipersensivitas terhadap obat.

D. KLASIFIKASI
1. Dewasa :
a. Tumor hepar
b. Tumor limpa / lien
c. Tumor lambung / usus halus
d. Tumor colon
e. Tumor ginjal (hipernefroma)
f. Tumor pankreas
2. Anak-anak :
a. Tumor wilms (ginjal)

E. GEJALA KLINIS
Kanker dini sering kali tidak memberikan keluhan spesifik atau menunjukan
tanda selama beberapa tahun. Umumnya penderita merasa sehat, tidak nyeri dan tidak
terganggu dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pemeriksaan darah atau
pemeriksaan penunjang umumnya juga tidak menunjukkan kelainan.
Oleh karena itu, American Cancer Society telah mengeluarkan peringatan
tentang tanda dan gejala yang mungkin disebabkan kanker. Tanda ini disebut “7-
danfer warning signals CAUTION”. Yayasan Kanker Indonesia menggunakan
akronim WASPADA sebagai tanda bahaya keganasan yang perlu dicuraigai.

C = Change in bowel or bladder habit


A = a sore that does not heal
U = unusual bleding or discharge
T = thickening in breast or elsewhere
I = indigestion or difficult
O = obvious change in wart or mole
N = nagging cough or hoarseness

Tumor abdomen merupakan salah satu tumor yang sangat sulit untuk
dideteksi. Berbeda dengan jenis tumor lainnya yang mudah diraba ketika mulai
mendesak jaringan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena sifat rongga tumor
abdomen yang longgar dan sangat fleksibel. Tumor abdomen bila telah terdeteksi
harus mendapat penanganan khusus. Bahkan, bila perlu dilakukan pemantauan
disertai dukungan pemeriksaan secara intensif. Bila demikian, pengangkatan dapat
dilakukan sedini mungkin.
Biasanya adanya tumor dalam abdomen dapat diketahui setelah perut tampak
membuncit dan mengeras. Jika positif, harus dilakukan pemeriksaan fisik dengan hati-
hati dan lembut untuk menghindari trauma berlebihan yang dapat mempermudah
terjadinya tumor pecah ataupun metastasis. Dengan demikian mudah ditentukan pula
apakah letak tumornya intraperitoneal atau retroperitoneal. Tumor yang terlalu besar
sulit menentukan letak tumor secara pasti. Demikian pula bila tumor yang berasal dari
rongga pelvis yang telah mendesak ke rongga abdomen.
Berbagai pemeriksaan penunjang perlu pula dilakukan, seperti pemeriksaan
darah tepi, laju endap darah untuk menentukan tumor ganas atau tidak. Kemudian
mengecek apakah tumor telah mengganggu sistem hematopoiesis, seperti pendarahan
intra tumor atau metastasis ke sumsum tulang dan melakukan pemeriksaan USG atau
pemeriksaan lainnya.
Tanda dan Gejala :
- Hiperplasia.
- Konsistensi tumor umumnya padat atau keras.
- Tumor epitel biasanya mengandung sedikit jaringan ikat, dan apabila tumor
berasal dari masenkim yang banyak mengandung jaringan ikat elastis kenyal atau
lunak.
- Kadang tampak Hipervaskulari di sekitar tumor.
- Bisa terjadi pengerutan dan mengalami retraksi.
- Edema sekitar tumor disebabkan infiltrasi ke pembuluh limfa.
- Konstipasi.
- Nyeri.
- Anoreksia, mual, lesu.
- Penurunan berat badan.
- Pendarahan.
.
F. PEMERIKSAAN KLINIS

Pemeriksaan klinik di sini adalah pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan


dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, yaitu:

1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

Pemeriksaan ini sangat penting, karena dari hasil pemeriksaan klinik yang
dilakukan secara teliti, menyeluruh, dan sebaik-baiknya dapat ditegakkan diagnosis
klinik yang baik pula. Pemeriksaan klinik yang dilakukan harus secara holistik,
meliputi bio-psiko-sosio-kulturo-spiritual.

Anamnesis seorang pasien, dapat bermacam-macam mulai dari tidak ada


keluhan sampai banyak sekali keluhan, bisa ringan sampai dengan berat. Semakin
lanjut stadium tumor, maka akan semakin banyak timbul keluhan gejala akibat tumor
ganas itu sendiri atau akibat penyulit yang ditimbulkannya.

Apabila ditemukan tumor ganas di dalam atau di permukaan tubuh yang


jumlahnya banyak (multiple), maka perlu ditanyakan tumor mana yang timbul lebih
dahulu. Tujuannya adalah untuk memperkirakan asal dari tumor tersebut.
Pemeriksaan fisik ini sangat penting sebagai data dasar keadaan umum pasien dan
keadaan awal tumor ganas tersebut saat didiagnosa. Selain pemeriksaan umum,
pemeriksaan khusus terhadap tumor ganas tersebut perlu dideskripsikan secara teliti
dan rinci. Untuk tumor ganas yang letaknya berada di atau dekat dengan permukaan
tubuh, jika perlu dapat digambar topografinya pada organ tubuh supaya mudah
mendeskripsikannya. Selain itu juga perlu dicatat :

1. Ukuran tumor ganas, dalam 2 atau 3 dimensi,


2. Konsistensinya
3. Ada perlekatan atau tidak dengan organ di bawahnya atau kulit di atasnya.

G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Endoskopi (sebuah penelitian dimana sebuah pipa elastis digunakan untuk
melihat bagian dalam pada saluran pencernaan) adalah prosedur diagnosa terbaik. Hal
yang memudahkan seorang dokter untuk melihat langsung dalam perut, untuk
memeriksa helicobacter pylori, dan untuk mengambil contoh jaringan untuk diteliti di
bawah sebuah mikroskop (biopsi). Sinar X barium jarang digunakan karena hal
tersebut jarang mengungkapkan kanker tahap awal dan tidak dianjurkan untuk biopsi.
Jika kanker ditemukan, orang biasanya menggunakan computer tomography (CT)
scan pada dada dan perut untuk memastikan penyebarannya yang mana tumor tersebut
telah menyebar ke organ-organ lainnya. Jika CT scan tidak bisa menunjukkan
penyebaran tumor. Dokter biasanya melakukan endoskopi ultrasonic (yang
memperlihatkan lapisan saluran pencernaan lebih jelas karena pemeriksaan diletakkan
pada ujung endoskopi) untuk memastikan kedalaman tumor tersebut dan pengaruh
pada sekitar getah bening.
Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis tumor ganas (radiodiagnosis) banyak jenisnya mulai dari yang konvensional
sampai dengan yang canggih, dan untuk efisiensi harus dipilih sesuai dengan kasus
yang dihadapi. Pada tumor ganas yang letaknya profunda dari bagian tubuh atau
organ, pemeriksaan imaging diperlukan untuk tuntunan (guiding) pengambilan
sample patologi anatomi, baik itu dengan cara fine needle aspiration biopsi (FNAB)
atau biopsy lainnya. Selain untuk membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan
imaging juga berperan dalam menentukan staging dari tumor ganas. Beberapa
pemeriksaan imaging tersebut antara lain:

1. Radiografi polos atau radiografi tanpa kontras, contoh: X-foto tengkorak, leher,
toraks, abdomen, tulang, mammografi, dll.
2. Radiografi dengan kontras, contoh: Foto Upper Gr, bronkografi, Colon in loop,
kistografi, dll.
3. USG (Ultrasonografi), yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara.
Contoh: USG abdomen, USG urologi, mammosografi, dll.
4. CT-scan (Computerized Tomography Scanning), contoh: Scan kepala, thoraks,
abdomen, whole body scan, dll.
5. MRI (Magnetic Resonance Imaging). Merupakan alat scanning yang masih
tergolong baru dan pada umumnya hanya berada di rumah sakit besar. Hasilnya
dikatakan lebih baik dari CT.
6. Scinfigrafi atau sidikan Radioisotop. Alat ini merupakan salah satu alat scanning
dengan menggunakan isotop radioaktif, seperti: Iodium, Technetium, dll. Contoh:
scinfigrafitiroid, tulang, otak, dll.
7. RIA (Radio Immuno Assay), untuk mengetahui petanda tumor (tumor marker).

H. GAMBARAN RADIOLOGI
1. Tumor Hepar
Ada 2 macam gambaran hepatoma yaitu bentuk nodular yang gambaran
nodul tumor jelas misalnya tumor yang tidak berbatas rata, atau bentuk difuse.
Hepatoma bentuk difuse ditandai dengan edchopattern yang sangat kasat dan
mengelompok dengan batas tidak teratur dan bagian sentralnya lebih
ecvhogenik. Pembuluh darah disekitarnya sering distorted. Seringkali para
ultrasonografer yang tidak berpengalaman membuat diagnosa sirosis padahal
diagnosa yang betul adalah sirosis dan hepatoma diffuse. Gambaran hepatoma
diffuse harus dibedakan dari gambaran focal fatty liver dimana ada gambaran
echopattern yang kasar tetapi fokal.

Gambar 2.1 - Hepatoma Difuse dan Hepatoma Noduler

Hepatoma yang berukuran 3 cm atau kurang disebut : Hepatoma dini


(early). Bila ukuran lebih dari 3 cm disebut : Hepatoma lanjut (advanced).
Hepatoma dini sering kali bersifat hypoechoic sedang hepatoma lanjut
biasanya hyperechoic atau multiple echo yang menunjukkan nekrosis atau
fibrosis dalam tumor. Kadang – kadang hepatoma dini berbentuk seperti mata
sapi (bull’s eye).

Gambar 2.2 - Gambaran USG Hepatoma Lanjut berupa hyperechoic

2. Tumor Limpa
Pada tumor primer pada limpa ditemukan gambaran bulging atau
penggelembungan tepi limpa dengan struktur eko parenkim yang tidak homogen.

Gambar 2.3 - Spiral CT scan dipotong 7 mm, dengan limpa sangat membesar (di
sebelah kanan pemirsa), menunjukkan massa tumor kurang radiodense dengan
limpa agak padat normal berdekatan.

3. Tumor Lambung atau Usus halus


Bila ada tumor lambung, maka dengan sendirinya kontras tidak dapat
mengisinya, sehingga pada pengisian lambung, tempat tersebut merupakan
tempat yang luput dari pengisian kontras (luput isi atau filling defect).
Stadium Awal Kanker Lambung
Lesi-lesi yang Nampak di mukosa dan submukosa diklasifikasikan menjadi 3
tipe:
a. Lesi tipe I yaitu adanya elevasi dan penonjolan keluar lumen lebih dari 5
mm.
b. Lesi tipe II yaitu adanya lesi superficial yang adanya elevasi (IIa), datar
(IIb), atau tertekan (IIc).
c. Lesi tipe III stadium kanker awal adalah gambaran dangkal, ulkus ireguler
dikelilingi nodul-nodul, kumpulan lipatan-lipatan mukosa.

Kanker Lambung Stadium Lanjut


Kanker lambung kadang-kadang Nampak dalam foto polos abdomen sebagai
gambaran abnormalitas pada kontur gaster atau adanya gambaran massa soft
tissue yang masuk ke dalam kontur gaster. Jarang ditemukan musin yang
diproduksi kanker yang akan memberikan gambaran area kalsifikasi. Pada studi
barium, karsinoma gaster tampak gambaran polypoid, ulcerative atau lesi
infiltrate.

Gambar 2.4 - Polypoid Carcinoma lambung. Radiografi dengan kontras


Foto Upper GI menunjukkan kelainan yang mengisi lobulated (panah) di antrum
lambung.

Gambar 2.5 - Tumor jinak stroma gastrointestinal dalam Duodenum

4. Tumor Kolon
a. Adanya penonjolan ke dalam lumen berupa polip bertangkai (pedunculated)
atau tak bertangkai (sesile).
b. Terjadi kerancuan dinding kolon bersifat simetris (napskin ring) atau
asimetris (apple core).
c. Kekakuan dinding colon bersifat segmental (lumen colon dapat atau tidak
menyempit)
Gambar 2.6 – Pedunculated polip pada kolon descenden

Gambar 2.7 - Gambaran “apple core” pada colon sigmoid


Gambar 2.8 – Kanker caecum. Massa polipoid mendesak lipatan iliocaecal
sehingga menyebabkan obstruksi.

Gambar 2.9 - Polypoid carcinoma. Massa berlobus besar di rectosigmoid


junction.

5. Tumor Ginjal
- pemeriksaan dengan IVP terlihat gambaran sistem kalixes yang tidak
teratur (tumor willms).
- bayangan masa dapat tidak homogen, tidak ada kalsifikasi, mengandung
banyak jaringan lunak (hipernefroma).
- massa di daerah ginjal, batas tidak jelas, menutupi bayangan musculus
psoas bagian atas (sarcoma ginjal).

Gambar 2.10 - CT scan bayi dengan massa ginjal yang besar (panah). Jaringan
ginjal normal adalah ditunjukkan di sebelah kanan tumor Wilms (panah kepala,
struktur berwarna putih).
6. Tumor Ureter
Terdapat gambaran filling defect pada daerah yang terdapat polip dengan
atau tanpa dilatasi proksimalnya.

Gambar 2.11 Gambaran filling defect (panah) di ureter adalah karakteristik dari
polip fibroepithelial.

7. Tumor Buli-buli
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian
pada vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur
pada film kandung kemih pascamiksi. Jika urogram intravena menunjukkan
adanya obstruksi ureter, hal tersebut lebih menekankan pada keterlibatan otot –
otot di dekat orifisium ureter dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma
yang menekan ureter. CT atau MRI bermanfaat dalam penilaian praoperatif
terhadap penyebab intramural dan ekstramural, invasi lokal, pembesaran
kelenjar limfe, dan deposit sekunder pada hati atau paru.
Gambar 2.12 - Transisi Cell Carcinoma. Radiografi dari urogram ekskretoris
menunjukkan massa lobulated (panah) yang menyebabkan kelainan di dasar
kandung kemih.
8. Tumor Pankreas
CT Scan dari multisection aksial pada pasien dengan kanker pankreas
menunjukkan penipisan massa rendah di kepala pankreas, berdekatan dengan
vena mesenterika superior.

Gambar 2.13 – CT Scan Tumor Pankreas (kiri)


Gambar 2.14 - Endoskopi Tumor pancreas (kanan)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Data dasar pengkajian klien :


1. Aktivitas istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri, dada pada pengarahan kerja.
3. Kebiasaan : perubahan pada TD
4. Integritas ego
Gejala : alopesia, lesi cacat pembedahan
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah
5. Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi misalnya : darah pada feces, nyeri pada
defekasi. Perubahan eliminasi urunarius misalnya nyeri atau ras terbakar pada saat
berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
6. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk ( rendah serat, tinggi lemak, aditif bahan pengawet).
Anoreksisa, mual/muntah.
7. Intoleransi makanan
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan hebat, berkuranganya
massa otot.
Tanda : perubahan pada kelembapan/tugor kulit, edema.
8. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope.
9. Nyeri/kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan
ringan sampai berat (dihubungkan dengan proses penyakit)
10. Pernafasan
Gejala : merokok(tembakau, mariyuana, hidup dengan sesoramh yang merokok.)
Pemajanan asbes.
11. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksik. Karsinogen Pemajanan matahari
lama/berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
12. Seksualitas
Gejala : masalah seksualitas misalnya dampak pada hubungan perubahan
pada tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun. Multigravida,
pasangan seks miltifel, aktivitas seksual dini.
13. Interaksi social
Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sotem pendikung. Riwayat perkawinan (
berkenaan dengan kepuasan di rumah dukungan, atau bantuan).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data dari hasil


pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi
diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1). Beberapa
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan tumor abdomen
antara lain :

1. Pre operasi
a. Nyeri (akut) b/d proses penyakit
b. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
c. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi
2. Intra opreasi
a. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasodilatasi)
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi (melemahkan otot –
otot diafragma)
c. Resiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther)
3. Post operasi
a. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan tindakan
pembedahan.
b. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan operasi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
d. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
e. Kerusakan intregitas kulit/jaringan berhubungan dengan insisi bedah.

C. PERENCANAAN

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi,


menghilangkan dan mencegah masalah klien. (Budianna Keliat, 1994, 16)

1. Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
Kemungkinan dibuktikan oleh: keluhan nyeri, respon autonomic gelisah, perilaku
berhati-hati
Hasil yang diharapkan :
a) Melaporkan nyeri yang dirasakan menurun atau menghilang
b) Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan

Intervensi Rasional
Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, Informasi memberikan data dasar untuk
durasi dan skala. mengevaluasi kebutuhan / keefektifan
intervensi.
Berikan tindakan kenyaman dasar misal: Dapat meningkatkan relaksasi
massage punggung dan aktivitas hiburan
misalnya music.
Dorong penggunaan keterampilan Memungkinkan klien untuk berpartisipasi
penggunaan keterampilan manajement secara aktif dalam meningkatkan rasa
nyeri misalnya relaksasi napas dalam. control.
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Analgetik dapat menghambat stimulus
indikasi. nyeri.

b. Ansietas/cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Kemungkinan dibuktikan oleh: peningkatan ketegangan, gelisah,
mengekspresikan masalah mengenai perubahan dalam kejadian hidup.
Hasil yang diharapkan :
1) Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa takut
2) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat
diatasi.
3) Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan
partisipasi aktif dalam pengaturan obat.

Intervensi Rasional

Dorong klien untuk mengungkapkan Memberikan kesempatan untuk


pikiran dan perasaan memeriksa takut realistis serta kesalahan
konsep tentang diagnosis

Berikan lingkungan terbuka sehingga Membantu klien merasa diterima pada


klien merasa aman untuk mendiskusikan kondisinya tanpa perasaan dihakimi dan
perasaannya meningkatkan rasa terhormat

Pertahankan kontak sesering mungkin Memberikan keyakinan bahwa klien


dengan klien. tidak sendiri atau ditolak.

Bantu klien/keluarga dalam mengenali Dukungan dan konseling sesering


dan mengklasifikasikan rasa takut untuk diperlukan untuk memungkinkan
memulai mengembangkan strategi individu mengenal dan menghadapi rasa
koping. takut.

Berikan informasi yang akurat Dapat menurunkan ansietas

c. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi

Tujuan : dapat mengungkapkan informasi akurat tentang diagnose dan aturan


pengobatan.

Kriteria Hasil :

1) Pasien paham mengenai penyakitnya


2) Pasien menerima proses pengobatan dengan baik

Intervensi Rasional

Tinjau ulang dengan klien/orang tedekat Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini
pemahaman diagnose khusus, alternative mengidentifikasi kebutuhan belajar dan
pengobatan dan sifat harapan. memberiakan dasar pengobatan dimana
klien membuat keputusan berdasarkan
informasi.

Tentukan persepsi klien tentang kanker Membantu identifiokasi ide, sikap, rasa
dan pengobatan kanker takut, kesalahan konsepsi, dan
kesenjanagan pengetahaun tentang
kanker.

Tinjau ulang aturan pengobatan khusus Meningkatkan kemampuan untuk


dan penggunaan obat yang dijual bebas. mengatur perwatan diri dan menghindari
potensial, komplikasi, reaksi/interaksi
obat.

Tinjau ulang dengan klien/orang terdekat Meningkatkan kesejateraan,


pentingnya mempertahankan status memudahkan pemulihan dan
nutrisi optimal. memumgkinkan klien mentoleransi
pengobatan

Anjurkan meningkatkan masukan cairan Meperbaiki konsistensi feces dan


dan serta dalam diet serta latihan teratur. merangsang peristaltic.

2. Intra opresasi
a. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasokontriksi).

Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung

Kriteria hasil : Tekanan darah dalam batas normal, tidak terjadi hipotensi.

Rencana tindakan :

1) Pantau atau catat kecenderungan frekuensi jantung dan tekanan darah


khususnya terjadinya hipotensi.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan dan vasokontriksi
pembuluh darah.
2) Catat suhu kulit atau warna dan kualitas atau kesamaan nadi perifer.
Rasional : kulit hangat, merah muda dan nadi kuat indikator curah jantung
adekuat.

3) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi


Rasional : Meningkatkan oksigenisasi maksimal, menurunkan kerja jantung.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi tergantung tipe pembedahan.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi (relaksasi otot –


otot diafragma).
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil : pola nafas normal (18 – 20 x/menit)/efektif, tidak terjadi sianosis
atau tanda – tanda hipoksia
Rencana tindakan :
1) Pertahankan jalan udara pasien
Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas
2) Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien
Rasional : Memastikan efektifitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya
dapat segera dilakukan.
3) Pantau TTV secara terus menerus
Rasional : Meningkatnya pernafasan, takikardi, bradhikardi, menunjukkan
kemungkinan hipoksia
4) Posisikan pasien pada posisi yang sesuai dengan jenis pembedahan dan
anestesi
Rasional : Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru dan
menurunkan tekanan pada diafragma
5) Observasi fungsi otot terutama otot pernafasan
Rasional : Obat anestesi dalam proses pembedahan dapat menimbulkan
relaksasi pada otot pernafasan.

c. Risiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther).


Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kriteria hasil : Meningkatkan keamanan dan menggunakan sumber – sumber
secara tepat
Rencana tindakan :
1. Antisipasi gerakan jalur dan mendukung posisi pasien yang tepat
Rasional : Mencegah tegangan atau dislokalisasi
2. Prosedur operasi
Rasional : pemeriksaan alat – alat elektrik secara periodik penting dilakukan
untuk keamanan pasien dan tindakan operasi
3. Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai menggunakan handuk basah, spon
dan penghentian pendarahan
Rasional : mencegah kerusakan integritas kulit dan beri batasan perlukaan
anatomi pada area operasi
4. Berikan petunjuk yang sederhana dan singkat pada pasien yang sadar
Rasional : membantu pasien dalam memahami prosedur yang dilakukan sehingga
mengurangi resiko cedera

3.Post operasi
a. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
tindakan pembedahan.
Tujuan : Mempertahankan volume cairan adekuat denga membrane mukosa
lembab, turgor kulit dan pengisian kapiler baik tanda vital stabil dan haluaran
urien adekuat.

Intervemsi Rasional
Pantau tanda-tanda vital dengan sering. Tanda-tanda awal hemoragi usus dan
Periksa balutan luka dengan sering pembentukan hematoma yang dapat
selama 24 jam pertama terhadap tanda- menyebabkan syok hepovelemik.
tanda darah merah terang dan
berlebihan.
Palpasi nadi periver. Evaluasi pengisian Memberikan informasi tentang
kapiler turgor kulit, dan status volume sirkulasi umum dan
membrane mukosa. tingkat hidrasi.

Perhatikan adanya edema. Edema dapat terjadi Karena


perpindahan cairan berkenaan
dengan penurunan kadar albumin
(protein).

Pantau masukan dan haluaran. Indikator langsung dari hidrasi


organ dan fungsi. Memberikan
pedoman untuk penggantian
cairan.

Pantau suhu tubuh. Demam rendah umum selama 24-


48 jam pertama dan dapat
menambah kehilangan cairan.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.


Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria : Luka sembuh dengan baik, verband tidak basah dan tidak ada tanda-
tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor).
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda infeksi dan vital sign. Mengetahui tanda-tanda infeksi dan
menentukan intervensi selanjutnya.
Gunakan tehnik septik dan antiseptic. Dapat mencegah terjadinya kontaminasi
dengan kuman penyebab infeksi.

Berikan penyuluhan tentang cara Memberikan pengertian kepada klien


pencegahan infeksi. agar dapat mengetahui tentang perawatan
luka.
Penatalaksanaan pemberian obat Obat antibiotik dapat membunuh kuman
antibiotik. penyebab infeksi

3. Nyeri akut berhubungan dengan luka operasi


Tujuan : Nyeri berkurang
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri terkontrol , tampak rileks dan mampu istirahat
dengan tepat
Tindakan keperawatan
a. Catat petunjuk non-verbal mislanya gelisah, menolak untuk bergerak , berhati –
hati dengan abdomen.
Rasional : Bahasa tubuh / non-verbal dapat secara psikologis dan fisiologik dapat
digunakan sebagi petunjuk verbal untuk mengidentifikasi nyeri.
b. Kaji skala nyeri, catat lokasi, karakteristik ( sakal 0-10 ) selidiki dan laporkan
perubahan nyeri yang tepat
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat ,kemajuan penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6.
Jakarta : EGC.Ganong

F. William. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17.Jakarta

Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2.Jakarta : EGC.

NANDA. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017. The North
American Nursing Diagnosis Association. Philadelphia. USA

Nuratif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Yogyakarta : Mediaction

Mentari, Shella. “Laporan Pendahuluan Tumor Intra Abdomen”. 26 April 2017.


https://www.scribd.com/doc/251642221/tumor-abdomen

You might also like