Professional Documents
Culture Documents
TETANUS
Disusun Oleh :
1261050026
Dokter Pembimbing :
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh
bentuk vegetatif kuman Clostridim tetani 1. Angka kejadian tetanus bergantung pada jumlah
masyarakat yang tidak kebal dan tingkat populasi masyarakat tidak kebal terhadap kuman
Clostridium tetani terutama pada daerah risiko tinggi dengan cakupan imunisasi DTP yang
rendah 2.
Di amerika serikat kasus ini sangat langka, yaitu dengan hanya lebih dari 20% kasus
pada orang – orang berusia kurang dari 20 tahun. Sedangkan pada tetatnus neonatorum angka
kematian sangat tinggi yaitu 400.000 kematian di seluruh dunia. MNT(Maternal Neonatal
negara berkembang 3.
faktor penentu dikarenakan kuman tersebut hidup dalam tanah(terutama pertanian dan
peternakan) dan di dalam usus binatang, seperti kuda, hewan ternak, dan herbivora lainnya.
Spora C. tetani akan menghasilkan eksotoksin dalam bentuk vegetatif pada konsisi yang
anaerob, toksin inilah menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada
tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus otot makin
DEFINISI
penurunan kesadaran. Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang
dihasilkan oleh kuman tersebut terdapat pada sinaps ganglion sumsum tulang belakang,
ETIOLOGI
flagela
- Menghasilkan oksitoksin yang kuat
Kuman hidup dalam tanah(terutama pertanian dan peternakan) dan di dalam usus
binatang, seperti kuda, hewan ternak, dan herbivora lainnya. Selain itu dapat ditemukan 2
sampai 30% pada flora normal fecal manusia 1. Spora dapat menyebar dan bertahan dalam
kondisi yang tidak menguntungkan selama bertahun – tahun, bahkan dapat bertahan di suhu
cukup (bukan autoclav). Spora akan menghasilkan eksotoksin dalam bentuk vegetatif pada
konsisi yang anaerob, yang dapat mati dengan antibiotik, suhu tinggi, dan disinfektan yang
standar 2,4.
Kuman tetanus terdapat pada sinaps ganglion sumsum tulang belakang, sambungan
neuro muskular dan saraf otonom. Eksotoksin yang dihasilkan oleh kuman tersebut lah yang
menyebabkan otot spasme. Tetanus adalah kontaminan luka yang tidak menyebabkan
kerusakan jaringan atau peradangan. Dosis letal manusia terhadap toksin tetanus diperkirakan
Penyebab utama kematian neonatus adalah asfiksia neonatorum, infeksi, dan berat
lahir rendah. Kejadian penyakit ini sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman), khususnya
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian tetanus bergantung pada jumlah masyarakat yang tidak kebal, tingkat
populasi masyarakat tidak kebal, tingkat pencemaran biologik lingkungan pertanian dan
peternakan, dan adanya luka pada kulit atau mukosa, terutama pada daerah risiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DTP yang rendah. Serta pada anak laki – laki lebih tinggi angka
Di amerika serikat kasus ini sangat langka, yaitu dengan hanya lebih dari 20% kasus
pada orang – orang berusia kurang dari 20 tahun. Sedangkan pada tetatnus neonatorum angka
kematian sangat tinggi yaitu 400.000 kematian di seluruh dunia, dan merupakan penyebab
kematian neonatus sebesar 23% sampai 73% dan 25 sampai 30% di tahun pertama pada
negara berkembang. Pada mayoritas kasus anak – anak dengan tetanus terjadi pada anak –
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran hewan ternak,
sehingga risiko penyakit ini di lingkungan pertanian sangat besar. Selain itu C. tetani yang
tahan terhadap kekeringan dapat bertahan dan dapat bertebaran dimana – mana, misalnya
dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik(dermatol), ataupun pada alat suntik dan
operasi 1,2.
- Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang
luas
Afghanistan, Angola, Republik Afrika Tengah, Chad, Kongo DR, Guinea, Kenya, Mali ,
Nigeria, Pakistan, Papua Nugini, Somalia, Sudan, Sudan Selatan dan Yaman 3.
Gambar 3. Imunisasi DTP3 pada bayi 2016
PATOGENESIS
1. Spora masuk ke dalam tubuh berada dalam lingkungan anaerobik, berubah menjadi
bentuk vegetatif dan bertambah banyak dengan cepat, setelah bakteri mati dan
mengalami lisis, toksin akan dilepaskan 1. Lalu dalam jaringan anaerob, terjadilah
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan
akibat pus, nekrosis jaringan atau akibat adanya benda asing seperti pecahan kaca,
2. Toksin awalnya merambat dari tempat luka melalui motor endplate dan aksis silinder
saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke seluruh
susunan sistem saraf pusat. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C.
toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan
internalisasi, toksin kemudian diangkut ke arah sel secara ekstra aksional dan
yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls
pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila
tonus otot makin meningkat, akan timbul kejang terutama pada otot yang besar 2,4.
Dampak toksin:
- Pada ganglion pra sumsum tulang belakang dampak disebabkan oleh eksotoksin yang
memblok sinaps jalur antagonis, lalu keseimbangan dan koordinasi impuls berubah
- Pada otak dampak disebabkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri
MANIFESTASI KLINIS
Tetanus memiliki 2 bentuk klinis yaitu umum dan lokal. Bentuk umum
merupakan penyebab dari distribusi penyebaran dari toksin. Sedangkan bentuk lokal,
disebabkan oleh distribusi penyebaran toksin pada wilayah poert d entry. Pada anak –
Pada bentuk lokal, gejala berupa kekakuan pada satu atau sedikit kelompok
otot, seperti rahang, otot – otot menelan di kerongkongan, atau otot pada bagian tubuh
lainnya. Sedangkan pada bentuk generalisata, lebih umum terjadi terkhusus pada
negara berkembang 1.
Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya adalah 2 – 14 hari tetapi mungkin
dapat selama bulanan setelah perlukaan. Semakin lama masa inkubasi, semakin ringan
gejala yang akan timbul. Derajat berat penyakit selain berdasarkan klinis yang tampak
juga dapat diperkirakan dari lama inkubasi atau lama dari periode onset 1,4.
seluruh tubuh, tanpa disertai adanya gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat
khas yaitu berupa fleksi kedua lengan dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada
Tetanus pada neonatus yaitu bentuk infantil dari tetanus umum, gejala muncul
dalam 2 – 14 hari sejak kelahiran dimana terjadi kesulitan makan (menghisap dan
menelan), terkait kelaparan, dan menangis. Lalu adanya paralisis atau gerakan yang
berkurang, kekakuan dan rigiditas terhadap sentuhan, dan spasme dengan atau tanpa
DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
- Adakah luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah, luka
- Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi terakhir
- Pada tetanus neonatorum apakah perawatan tali pusat tidak higienis, terdapat
pemberian dan ada penambahan suatu zat pada talip usat. Apakah bayi sadar, sering
mengalami kekakuan spasme), terutama bila terangsang atau tersentuh, bayi malas
minum 5.
2. Pemeriksaan Fisik
- Trismus
Merupakan kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar membuka mulut.
- Risus sardonicus
Terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak dahi mengkerut, mata
- Opistotonus
Kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan,
dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan badan
Bila kekakuan makin berat maka akan timbul, akan timbul kejang umum yang
awalnya hanya muncul jika dirangsang misalnya dengan dicubit, digerakkan secara
- Gangguan pernapasan
Terjadi akibat kekakuan otot laring atau kejang yang terjadi terus – menerus yang
dapat menimbulkan anoksia dan kematian, pengaruh toksin pada saraf autonom yang
dapat pula menyebabkan suhu tubuh yang tinggi atau berkeringat banyak, kekakuan
otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio alvi, retentio urinae, atau
- Pada neonatus dapat dilihat Bayi sadar, terjadi spasme otot berulang, mulut mencucu
seperti mulut ikan (carper mouth) sehingga sulit menyusu, trimus (mulut sukar dibuka),
perut teraba keras (perut papan), opistotonus (ada sela antara punggung bayi dengan
alas, saat bayi ditidurkan), tali pusat biasanya kotor dan berbau, dan anggota gerak spastik
(boxing position) 5.
3. Pemeriksaan lab
DIAGNOSIS BANDING
ditemukan tanda – tanda klinis seperti trismus dan risus sardonikus. Selain itu dapat
- Pada tetani disebabkan oleh karena hipokalsemia secara klinis dijumpai adanya
spasme karpopedal
- Pada kondisi seperti keracunan strihnin muncul jika anak terlalu banyak meminum
tonikum
- Pada rabies dapat dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan, sedangkan pada
- Pada trismus oleh karena proses lokal, seperti mastoiditis, OMSK, abses tonsilar,
biasanya asimetris
TATA LAKSANA
1. Pencegahan
a. Perawatan luka
Dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor, atau luka yang diduga
tercemar spora tetanus, perawatan luka juga dilakukan guna mencegah timbul
jaringan anaerob
Profilaksis pemberian ATS hanya efektif pada luka baru yaitu luka < 6 jam,
c. Imunisasi aktif yang dilakukan yaitu DPT, Td, atau Toksoid Tetanus. Jenis imunisasi
tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin. Vaksin DTP (Difteri, Tetanus,
o 2, 4, 6, 18 bulan, (4 – 6) tahun
Vaksin DTP dapat diberikan bersama dengan vaksin lain. Untuk anak usia > 7
o Anak sakit berat dengan demam tinggi, vaksinasi dapat dilakukan setelah anak
sembuh dari sakit. Atau anak sakit ringan tanpa demam dapat dilakukan
vaksinasi
o Anak yang mendapat reaksi alergi berat setelah vaksinasi pertama kali DTP
o Anak menangis keras dan terus – menerus selama > 3 jam setelah vaksinasi
o kemerahan dan terjadi bengkak pada tempat suntikan (terjadi pada 1 dari 4
anak)
o rasa sakit pada tempat suntikan (terjadi pada 1 dari 4 anak), namun efek
samping tersebut lebih sering terjadi pada vaksinasi ke-4 dan ke-5 dan
o efek samping yang timbul 1 – 3 hari setelah vaksinasi adalah kejang (terjadi 1
dari 14 ribu anak), menangis terus menerus > 3 jam (terjadi 1 dari 1000 anak),
badan, edema muka, bengkak bibir, bengkak kelopak mata, sesak napas, denyut
jantung/nadi meningkat, pusing dan lemas), demam, dan perubahan perilaku segera
bawa ke rumah sakit terdekat. Gejala – gejala tersebut timbul beberapa menit sampai
PENGOBATAN 2,4,5
1. Perawatan Umum
a. Pada hari pertama perlu pemberian cairan intravena, sekaligus memberi obat –
obatan dan bila sampai hari ketiga infus belum dapat dilepas, sebaiknya
dan obat – obatan dengan perhatian khusus supaya tidak terjadi aspirasi
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu trakeostomi
Umur < 2 tahun: 8 mg/Kg/BB/hari per oral dalam dosis 2 – 3 mg/3 jam
fenobarbital dan morfin jika pasien dirawat di ICU karena terjadi risiko
e. Jika karies gigi atau OMSK dicurigai sebagai port d’ entree, maka diperlukan
2. Pengobatan Khusus
a. Antibiotik
b. Anti serum
ATS dosis 100.000 IU dengan 50.000 IU (IM) dan 50.000 IU (IV). Pemberian
ATS yang perlu diwaspadai adalah reaksi anafilasis. Pada tetanus anak
pulang dari rumah sakit. Bila fasilitas tersedia dapat diberikam HTIG (Human
Faktor – faktor penentu prognosis tetanus adalah menggunakan Phillips score dan
Dakar score:
Phillips score
Faktor Skor
Masa inkubasi:
* < 48 jam 5
* 2 - 5 hari 4
* 5 - 10 hari 3
* 10 - 14 hari 2
* > 14 hari 1
Lokasi infeksi
* Organ dala dan umbilikus 5
* Kepala, leher, dan badan 4
* Perifer proksimal 3
*Perifer distal 2
* Tidak diketahui 1
Status proteksi
* Tidak ada 10
* Mungkin ada atau imunisasi pada ibu bagi pasien - pasien neonatus 8
* Terlindungi > 10 tahun 4
* Terlindungi < 10 tahun 2
* Proteksi lengkap 0
Faktor - faktor komplikasi
* Cedera atau penyakit yang mengancam nyawa 10
* Cedera berat atau penyakit yang tidak segera mengancam nyawa 8
* Cedera atau penyakit yang tidak mengancam nyawa 4
* Cedera atau penyakit minor 2
* ASA grade I 0
DakarScore
Skor
Faktor prognosis
Score 1 Score 0
Periode inkubasi < 7 hari 7 hari atau lebih atau tidak diketahui
Umbilikus, luka bakar, uterus, fraktur terbuka, Selain dari yang telah disebut atau tidak
Tempat masuk
luka operasi, injeksi intramuskular diketahui
Dewasa > 120 kali/menit dan neonatus > 150 Dewasa < 120 kali/menit dan neonatus < 15
Takikardi
kali/menit kali/menit
BAB III
PENUTUP
penurunan kesadaran yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh bentuk vegetatif
dari kuman Clostridim tetani. Kuman tersebut merupakan kuman basil Gram-positif dengan
spora pada ujungnya yang berbentuk seperti genderang, memiliki flagel untuk bergerak, dan
dapat bertahan pada kondisi yang kurang menguntungkan(suhu tinggi, kekeringan, dan
disinfektans). Dalam bentuk vegetatif pada suasana yang anaerob, akan menghasilkan
Spora masuk ke dalam tubuh berada dalam lingkungan anaerobik, berubah menjadi
bentuk vegetatif dan bertambah banyak dengan cepat, toksin baru akan dilepaskan saat
bakteri lisis. Toksin merambat dari tempat luka melalui motor endplate dan aksis silinder
saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke seluruh susunan sistem
saraf pusat. Toksin tersebut menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls
pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus otot
makin meningkat, akan timbul kejang terutama pada otot yang besar.
Kekakuan dimulai dari otot setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh
tubuh, tanpa disertai adanya gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat khas yaitu berupa
fleksi kedua lengan dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada telapak kaki, dan tubuh
Tata laksana pada tetanus terbagi dalam pencegahan dan pengobatan. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah perawatan luka, terutama pada luka tusuk, luka kotor, atau luka
yang diduga tercemar spora tetanus, pemberian ATS dan Toksoid Tetanus pada luka, dan
imunisasi aktif yang dilakukan yaitu DPT, Td, atau Toksoid Tetanus. Selain itu pada
1. Overturf GD. Tetanus. In: Rudolph AM, Rudolph CD, Hostetter MK, Lister G,
Siegel NJ. Rudolph’s pediatric. Ed. 22. McGraw-Hill Education; 2011. P1103-5
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi & pediatri
tropis ed. 2. Cetakan keempat. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
4. Amon SS. Tetanus (Clostridium tetani). In: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme
III JW, Schor NF, Bohrman RE. Nelson textbook of pediatrics. Ed 20.
5. Pudjiadi AH, Hegat B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/index.html