You are on page 1of 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Koordinasi di bidang politik, hukum dan keamanan memiliki peran yang strategis
dalam memperkokoh ketahanan bangsa dan negara serta keutuhan atau integritas nasional
dari ancaman konflik horizontal maupun vertikal yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Bila pada tahun pertama RPJMN 2015-2019 fokus pemerintah pada peletakan fondasi
utama pembangunan, maka pada tahun kedua fokus pemerintah sebagai tahun percepatan
pembangunan nasional. Hal tersebut dilakukan tidak lain untuk mewujudkan Nawacita yang
merupakan konsep besar untuk memajukan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian yang memerlukan kerja nyata. Dimulai dengan pembangunan pondasi dan
dilanjutkan dengan upaya percepatan di berbagai bidang.
Pencapaian kinerja tidak pernah lepas dari permasalahan dan tantangan kedepan yang
mengindikasikan perlunya upaya perbaikan dan penyempurnaan kinerja organisasi.
Permasalahan bidang politik, hukum dan keamanan baik dalam tataran nasional maupun
dalam tataran regional dan global yang dalam pengelolaannya memerlukan koordinasi,

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 1


khususnya selama tahun 2016 tidaklah ringan sebagaimana kejadian dan fakta – fakta
permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah.
Iklim demokrasi dan reformasi memberi dampak kepada tumbuhnya ekspektasi
masyarakat yang semakin tinggi dan dinamis terhadap tata kelola pemerintahan yang
semakin baik. Pemenuhan hak warga negara yang berkaitan dengan prinsip demokrasi,
keadilan, rasa aman serta kesejahteraan membutuhkan kestabilan bidang politik, hukum
dan keamanan. Disamping itu dinamika globalisasi lingkungan strategis mempengaruhi
situasi keamanan secara nasional, sehingga perlu langkah-langkah antisipasi melalui
koordinasi semua unsur secara solid dan efektif.
Setelah berakhirnya tahun 2016 maka capaian kinerja perlu dilaporkan sehingga
menjadi gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi
pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang
mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan – kegiatan sesuai
dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Hasil pencapaian kinerja yang disusun
dalam bentuk laporan merupakan amanat dari Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 29
Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan
setiap instansi pemerintah untuk menyusun dokumen perencanaan strategis berupa
Rencana Strategis, Rencana Kinerja Tahunan, Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas
Kinerja.
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kemenko Polhukam menyelenggarakan
koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan
pemerintah di bidang politik, hukum dan keamanan. Tugas ini dilaksanakan melalui
penyelenggaraan Rapat Koordinasi, meliputi Rapat Koordinasi Paripurna Tingkat Menteri
(RPTM), Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) baik
Tingkat Menteri atau Tingkat Eselon I, Rapat Kelompok Kerja (Pokja), Desk, pemantapan,
monitoring dan evaluasi kebijakan, Forum Koordinasi, Fokus Group Discussion, Workshop,
Tim Kerja dan lain sebagainya yang menghasilkan rekomendasi kebijakan yang disampaikan
oleh Menko kepada Presiden/Wakil Presiden, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 2


B. Kelembagaan Kemenko Polhukam
1. Tugas tan Fungsi
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 43 tahun 2015 tentang Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan bahwa Kementerian Koordinator
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Adapun tugas dari Kemenko Polhukam ialah menyelenggarakan koordinasi,
sinkronisasi dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintah
di bidang politik, hukum dan keamanan. Dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan
tersebut, Kemenko Polhukam melakukan fungsi sebagai berikut:
a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan
K/L yang terkait dengan isu di bidang politik, hukum dan keamanan;
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang politik,
hukum dan keamanan;
c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kemenko Polhukam;
d. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kemenko Polhukam;
e. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenko Polhukam; dan
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Untuk mendukung pelaksananaan tugas dan fungsi, kemenko Polhukam
mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga sebagai berikut:
a. Kementerian Dalam Negeri;
b. Kementerian Luar Negeri;
c. Kementerian Pertahanan;
d. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
e. Kementerian Komunikasi dan Informatika;
f. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
g. Kejaksaan Agung;

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 3


h. Badan Intelijen Negara;
i. Tentara Nasional Indonesia;
j. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
k. Instansi lain yang dianggap perlu.

2. Struktur Organisasi
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
(Kemenko Polhukam) diatur pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan RI No 4 Tahun 2015. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dibantu oleh 8
(delapan) Pejabat Eselon I-a yang terdiri dari Sekretaris Menko Polhukam dan 7 (tujuh) Deputi yang
dengan susunan:

a. Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri;


b. Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri;
c. Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia;
d. Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara;
e. Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat;
f. Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa;
g. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur;
Selain dibantu pejabat Eselon I-a, Menko Polhukam juga dibantu oleh Staf
Ahli dan Staf Khusus setingkat Eselon I-b dengan susunan:
a. Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi;
b. Staf Ahli Bidang Ketahanan Nasional;
c. Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman ;
d. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia dan Teknologi;
e. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan
f. Staf Khusus sebanyak 3 (tiga) orang;

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 4


Adapun skema struktur organisasi di Kemenko Polhukam sebagai berikut:

Selain para Pejabat Eselon I di atas, terdapat 39 (tiga puluh sembilan) Pejabat Eselon II,
terdiri dari 28 (dua puluh delapan) Asisten Deputi dan 7 (tujuh) Sekretaris Deputi, dengan masing-
masing Deputi membawahi Sekretaris Deputi dan 4 (empat) Asisten Deputi, dan 3 (tiga) Kepala Biro
berada di bawah Sesmenko Polhukam. Dalam rangka pengawasan internal, Menko Polhukam
dibantu Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang dipimpin oleh Inspektur.
Hal ini sesuai dengan hasil pelaksanaan penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja (OTK)
Kemenko Polhukam sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No 43 Tahun 2015
tentang Kemenko Polhukam. Pelaksanaan penyempurnaan OTK juga menghasilkan perubahan
nomenklatur beberapa Eselon I, II, III dan IV untuk menjawab tantangan ke depan sesuai isu yang
berkembang di bidang politik, hukum dan keamanan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 18
Tahun 2011, Kemenko Polhukam membawahi secara administratif 2 (dua) Sekretariat Komisi, yaitu
Sekretariat Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dan Sekretariat Komisi Kepolisian Nasional.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 5


BA B I I
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. RPJMN 2015-2019
RPJMN 2015 – 2019 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh
di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetetif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 periode ke III merupakan
penjabaran dari program-program yang tertuang dalam visi-Misi Presiden/Wakil Presiden
yang disebut Nawa Cita (Sembilan Agenda Prioritas). Sembilan Agenda tersebut ialah

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan


rasa aman pada seluruh warga negara, melalui pelaksanaan politik luar negeri
bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan
negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati
diri sebagai negara maritime;
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 6


yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas
pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi
dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian,
pemilu, dan lembaga perwakilan;
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan;
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakkan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”, wajib belajar 12
tahun bebas pungutan;
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar international, sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya;
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis
ekonomi domestic;
8. Melakukan revolusi karakter bangsa, melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan;
9. Memperteguh Kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia, melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang
dialog antarwarga;
Adapun strategi yang digariskan dalam RPJMN 2015-2019 terdiri dari 4 bagian utama
yang merupakan turunan dari Nawa Cita yaitu:

1. Norma Pembangunan
2. Tiga Dimensi Pembangunan
3. Kondisi Perlu agar pembangunan dapat berlangsung
4. Program-Program Quick Wins
Tiga dimensi pembangunan dan kondisi perlu dari strategi pembangunan memuat
sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019. Adapun Agenda

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 7


dari Dimensi Pembangunan ialah:
Agenda I : Pembangunan Nasional
Agenda II : Pembangunan Bidang
Agenda III : Pembangunan Wilayah
Selain dari pada 3 dimensi pembangunan dalam strategi Pembangunan RPJMN
2015-2019, terdapat kondisi perlu yang telah dijabarkan yaitu Kepastian dan Penegakan
Hukum; Keamanan dan Ketertiban; Politik dan Demokrasi, dan; Tata Kelola dan Reformasi
Birokrasi
Kemenko Polhukam bertanggung jawab dalam lingkup koordinasi peningkatan
kepastian dan penegakan hukum, politik dan demokrasi, keamanan dan ketertiban serta
Tata kelola dan Reformasi Birokrasi. Sasaran pembangunan nasional yang terkait dengan
tugas dan fungsi Kemenko Polhukam dalam penguatan demokrasi adalah tercapainya
indeks demokrasi pada angka 72,82; pada keamanan dan ketertiban ialah tercapainya nilai
MEF sebesar 50,45 % dan tercapainya Penyelesaian sengketa informasi publik 84,37 %
selama tahun 2016.

B. Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2015-2019


Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
tahun 2015-2019 ditetapkan melalui Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2015-2019
mencakup Visi, Misi, Kebijakan, Program dan Indikator Kinerja. Rencana Strategis ini
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu tahun
2015 sampai dengan tahun 2019, dengan memperhitungkan analisis situasi, kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman serta isu-isu strategis.

1. Visi tan Misi


Sejalan dengan visi dan misi Kabinet Kerja serta tugas dan fungsi Kemenko Polhukam
yang diselaraskan dengan tingkat capaian pembangunan bidang politik, hukum dan
keamanan, maka Kemenko Polhukam menetapkan visi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 8


Terciptanya koordinasi yang efektif untuk mewujudkan keamanan
nasional dan kedaulatan wilayah dalam masyarakat yang demokratis
berlandaskan hukum

Guna mewujudkan visi tersebut, Kemenko Polhukam menetapkan Misi yang


diharapkan menjadi arah pelaksanaan kegiatan demi terwujudnya Visi yang telah
ditetapkan yaitu:

Meningkatkan kualitas koordinasi perencanaan, penyusunan,


pelaksanaan, dan pengendalian kebijakan di bidang politik, hukum
dan keamanan

2. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dalam koordinasi kebijakan bidang Politik, Hukum dan
Keamanan ialah

a. Tercapainya efektifitas sinkronisasi dan koordinasi


perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan
bidang poltik, hukum dan keamanan;

b. Meningkatnya Kapasitas kelembagaan Kemenko Polhukam


dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang
polhukam;

3. Sasaran Strategis
Dalam rangka mencapai tujuan Kemenko Polhukam, maka disusunlah sasaran
strategis beserta indikator untuk lima tahun kedepan yaitu:

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 9


a. Semakin mantapnya reformasi birokrasi dan tata kelola
b. Terwujudnya penegakan hukum
c. Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi
d. Terciptanya stabilitas keamanan
e. Terciptanya Koordinasi/Konsolidasi pengarusutamaan wawasan
kebangsaan dan karakter bangsa

4. Arah Kebijakan
Dalam kerangka pencapaian visi jangka panjang, yakni Indonesia yang mandiri, maju,
adil dan makmur, RPJPN 2005-2025 mengamanatkan bahwa RPJMN ke-3 periode 2015-
2019 diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber
daya alam yang tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sebagaimana disebutkan dalam buku 1 RPJMN 2015-2019, bahwa terdapat
tantangan utama pembangunan yang dapat dapat dikelompokkan;

1. Dalam rangka meningkatkan wibawa negara, tantangan utama


pembangunan mencakup peningkatan stabilitas dan keamanan negara,
pembangunan tata kelola untuk menciptakan birokrasi yang efektif dan
efisien, serta pemberantasan korupsi;
2. Dalam rangka memperkuat sendi perekonomian bangsa, tantangan utama
pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan,
percepatan pemerataan dan keadilan, serta keberlanjutan pembangunan;
3. Dalam rangka memperbaiki krisis kepribadian bangsa termasuk intoleransi,
tantangan utama pembangunan mencakup peningkatan kualitas sumberdaya
manusia, pengurangan kesenjangan antarwilayah dan percepatan
pembangunan kelautan.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 10


Selanjutnya untuk menunjukkan prioritas pembangunan, pada jalan perubahan
menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan
berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan
agenda prioritas itu disebut NAWA CITA. Untuk mencapai Visi dan terlaksana serta
tercapainya agenda pembangunan nasional 2015-2019 maka sasaran utama Pembangunan
adalah:
1. Sasaran Makro;
2. Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat;
3. Sasaran Pembangunan Sektor Unggulan;
4. Sasaran Dimensi Pemerataan;
5. Sasaran Pembangunan Wilayah dan Antarwilayah; dan
6. Sasaran Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan.

Kemenko Polhukam berperan strategis dalam rangka mendukung dimensi


pembangunan nasional yaitu, dimensi pembangunan manusia, dimensi sektor unggulan
serta dimensi pemerataan antar kelompok dan antar wilayah. Prakondisi yang harus
diwujudkan adalah :
1. Kepastian dalam penegakan hukum
2. Rasa aman dan terciptanya ketertiban dalam masyarakat
3. Kondisi politik yang sehat dan demokrasi yang substansial serta
4. Dukungan birokrasi yang profesional sebagai cerminan dari kesuksesan
implementasi reformasi birokrasi
5. Terlaksananya Konsolidasi Pengarusutamaan Wawasan Kebangsaan dan
Karakter Bangsa.

C. Perjanjian Kinerja 2016


Penetapan Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen pimpinan yang
merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam
rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 11


dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja antara lain adalah untuk meningkatkan
akuntabilitas, transparansi dan kinerja aparatur sebagai wujud nyata komitmen antara
penerima amanah sebagai dasar penilaian keberhasilan/ kegagalan pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi, menciptakan tolak ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur,
dan sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan punishment atau sanksi

Tabel II.1 Perjanjian Kinerja Tahun 2016


Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target
(1) (2) (3)
Meningkatnya 1. Indeks Demokrasi Indonesia 73,6
Kualitas Demokrasi 2. Persentase Peningkatan daya tangkal
tan Diplomasi 30%
Masyarakat dari pengaruh teroris
Intonesia
3. Penyelesaian Sengketa Informasi 60%
Publik
Meningkatnya 1. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 3.65
Supremasi Hukum tan
Pemajuan HAM 2. Indeks Persepsi Korupsi 40

3. Indeks Pembangunan Hukum 0,68-0,70

Terwujutnya 1. Skala Minimum Essential Forces 51,20%


Stabilitas Keamanan (MEF)
2. Potensi Kontribusi Industri
38%
Pertahanan Nasional
3. Jumlah Kejadian Terorisme 0

Meningkatnya 1. Indeks Reformasi Birokrasi K/L 58%


Pentayagunaan Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi 35%
Aparatur tan Tata
Kelola 2. Tk. Kepuasan masyarakat terhadap 53,5%
layanan publik K/L
Kepemerintahan.
Tk. Kepuasan masyarakat terhadap 51,5%
layanan publik Provinsi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 12


BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian RPJMN 2015-2019 Bitang Polhukam Tahun 2016


Kemenko Polhukam mempunyai peran strategis sebagai katalisator maupun
fasilitator bagi Kementerian/Lembaga teknis yang menjadi wilayah koordinasi, dalam
mewujudkan sasaran yang diamanahkan dalam RPJMN 2015-2019 serta pemecahan
masalah yang bersifat mendesak. Hal ini dilakukan melalui tugas dan fungsi koordinasi,
sinkronisasi dan rekomendasi perumusan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan
yang diemban oleh Kemenko Polhukam. Beberapa percepatan pembangunan nasional di
bidang politik, hukum dan keamanan menjadi agenda strategis pemerintah yang dicapai
dalam dua tahun ini sebagai bagian dari perwujudan Nawacita. Kementerian Koordinator
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebagai pemegang otoritas
koordinasi, pengendalian dan sinkronisasi Kementerian dan Lembaga terkait di sektor
politik, hukum dan keamanan, telah melakukan beberapa percepatan di berbagai bidang
terkait ruang lingkup Politik, Hukum, dan Keamanan.
Secara umum capaian indikator kinerja tahun 2016 menunjukkan adanya

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 13


perkembangan yang cukup signifikan karena hampir semua hasil realisasi indikator kinerja
yang telah ditetapkan untuk tahun 2016 telah mencapai target hingga melampaui target.
Pencapaian ini akan terus ditingkatkan lagi oleh Kemenko Polhukam dalam upaya
mempersiapkan langkah-langkah strategis yang dapat diambil bagi pencapaian target
RPJMN berikutnya. Selain itu dibutuhkan komitmen dan kerja keras bersama jajaran
Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polhukam dalam mencapai target-
target RPJMN bidang politik, hukum dan keamanan pada tahun-tahun mendatang.
Di bidang politik beberapa capaian selama dua tahun terakhir ini: pertama,
konsolidasi politik yang menghasilkan perimbangan kekuatan politik di parlemen, sehingga
program-program pemerintah dapat berjalan dengan efektif karena didukung oleh DPR.
Pemerintah telah mampu untuk melakukan suatu komunikasi politik yang cukup sehat,
komunikasi politik yang cukup kondusif, komunikasi politik yang bersifat soft approach,
sehingga berhasil untuk melakukan konsolidasi politik yang menghasilkan perimbangan
kekuatan politik di parlemen; kedua, Terobosan politik berupa Pilkada Serentak di tahun
2015 berlangsung sukses dengan angka partisipasi pemilih sebesar 69,6 persen; ketiga,
Indeks Demokrasi Indonesia pada 2015 ialah 72,82 jika diukur dengan indikator dan variabel
yang sama dengan Tahun 2014 yang saat itu mencapai angka 73,04;
Di bidang hukum, capaian selama kurun waktu 2 tahun adalah, pertama, Deregulasi
Peraturan Daerah dengan mencabut 3.143 Perda-Perda bermasalah; kedua, Kinerja
Kepolisian semakin membaik dengan indikator menurunnya angka kejahatan dari 373.636
pada 2015 menjadi 165.147 pada 2016 (per Juni) dan angka kecelakaan lalu lintas menurun
secara signifikan baik jumlah kecelakaan maupun korban, pada 2016 turun menjadi 1.947
kasus dari sebelumnya di tahun 2015 sebanyak 2.228 kasus; ketiga, Kejaksaan Agung
berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp. 14,2 triliun selama Januari-
September 2016; keempat, Program Tax Amnesty sebagai terobosan bidang hukum
perpajakan hingga bulan Oktober telah berhasil meraih angka tebusan sebesar Rp 97,15
triliun atau sebesar 60% dari target Rp165 triliun; kelima, Penangkapan buronan koruptor
yaitu Samadikun Hartono (kasus BLBI 1998) di Cina pada 14 April 2016, Totok Ary Prabowo
(mantan Bupati Temanggung) di Kamboja pada 12 September 2015 dan Hartawan Aluwi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 14


(Kasus Bank Century) di Singapura pada 22 April 2016. Keenam, Meluncurkan Paket
Kebijakan Reformasi Hukum Tahap I yaitu a. Pemberantasan pungutan liar; b.
Pemberantasan penyelundupan; c. Percepatan pelayanan SIM, STNK, dan BPKB; d. Relokasi
lapas yang telah over-capacity; e. Perbaikan layanan hak paten merk dan desain; ketujuh,
Pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (SATGAS SABER PUNGLI) melalui
Perpres Nomor 87 Tahun 2016 sebagai bagian dari realisasi Paket Reformasi Hukum Tahap
Pertama.
Di bidang keamanan yang dicapai dalam 2 tahun ini antara lain: Pertama,
Pembangunan di wilayah perbatasan dengan mendirikan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara
(PLBN) dan sarana penunjangnya; kedua, Pencegahan radikalisme dan terorisme dengan
melumpuhkan teroris Poso dan berhasil menewaskan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur
(MIT) Santoso, serta menangkap tersangka teroris sebanyak 170 orang; ketiga, Pembebasan
WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf melalui jalur diplomatis. Dinamika permasalahan
nasional meliputi penegakan HAM, penataan hukum, pembentukan Badan Siber dan Crisis
Center serta pemberantasan terorisme dan narkoba. dalam mengatasi permasalahan di
bidang politik, hukum dan keamanan diperlukan upaya koordinasi dan sinkronisasi serta
pengendalian kebijakan Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2016


Pengukuran tingkat capaian kinerja Kemenko Polhukam dilakukan dengan
membandingkan target kinerja yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja dengan realisasi
dari indikator Sasaran Strategis. Secara garis besar, tingkat capaian kinerja Kemenko
Polhukam pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 15


Tabel III.1 Capaian Kinerja Tahun 2016
Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target Realisasi %
2016 2014 2015 2016 Capaian
2016
(1) (2) (3) (5) (6) (7) (8)
Meningkatnya a) Inteks Demokrasi 73,6 63,72 73,04 72,82 98,94
kualitas temokrasi Intonesia
tan tiplomasi b) Persentase 30% n.a n.a 36% 120%
Intonesia peningkatan taya
tangkal Masy. Dari
pengaruh teroris
c) Penyelesaian 60% 9,08% 132,39 84,37% 140,61%
Sengketa Informasi
Publik

Meningkatnya a) Inteks Perilaku Anti 3.65 3.4 3,6 n.a n.a


Supremasi Hukum Korupsi (IPAK)
tan Pemajuan b) Inteks Persepsi 40 34 36 37 123,33%
HAM Korupsi
c) Inteks Pembangunan 0,68-0,70 n.a n.a n.a n.a
Hukum

Terwujutnya a) Skala Minimum 51,20% 42,3 43,67 50,45% 98,53%


stabilitas Essential Forces
keamanan (MEF)
b) Potensi Kontribusi 38% n.a n.a n.a n.a
Intustri Pertahanan
Nasional
c) Jumlah Kejatian 0 44 10 8 -
Terorisme
Meningkatnya a) Inteks Reformasi 58% n.a n.a 66,77% 115,12%
pentayagunaan Birokrasi K/L
aparatur tan tata Inteks Reformasi 35% n.a n.a 53,33% 152,37%
kelola Birokrasi Provinsi
kepemerintahan b) Tk. Kepuasan 53,5% n.a n.a 55,33% 103,42%
masyarakat terhatap
layanan Publik K/L
Tk. Kepuasan 51,5% n.a n.a 39,9% 77,47%
masyarakat terhatap
layanan Publik
Provinsi

C. Evaluasi tan Analisis Capaian Kinerja tahun 2016


1. Sasaran I : Meningkatnya Kualitas Demokrasi tan Diplomasi Intonesia
Pencapaian sasaran I yaitu meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi
Indonesia diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukur

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 16


yaitu (1) Indeks Demokrasi Indonesia; (2) Persentase Peningkatan Daya Tangkal masyarakat
dari pengaruh teroris; (3) Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Adapun capaian kinerja
yang telah dihasilkan sebagai berikut:

Tabel III.2 Capaian Sasaran I


Meningkatnya Kualitas Demokrasi tan Diplomasi Intonesia
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase
(1) (2) (3) (4) (5)
Meningkatnya a) Indeks Demokrasi 73,6 72,82 98,94
kualitas temokrasi Indonesia
tan tiplomasi b) Persentase peningkatan
Intonesia daya tangkal masyarakat 30% 36% 120%
dari pengaruh teroris
c) Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik 60% 84,37%. 140,61%
* Skor IDI Tahun 2015, dipublikasikan tahun 2016

a. Inteks Demokrasi Intonesia


Indonesia adalah sebuah negara besar dengan tingkat keragaman antar-daerah
yang besar pula, baik dalam hal pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, tingkat
ketimpangan pendapatan, penegakan hukum, maupum konflik komunal, dan lain-lain. Tak

Koortinasi tan pelak lagi keragaman ini juga membawa keragaman


Sinkronisasi kebijakan dinamika demokrasi di tingkat lokal. Dalam konteks inilah
bitang Poltagri
pengukuran demokrasi menjadi penting, khususnya
berkontribusi talam
pencapaian skor IDI pengukuran kuantitatif yang dibangun berdasarkan data
nasional 2016 sebesar empirik, untuk menilai kemajuan atau kemunduran
72,82
demokrasi di provinsi-provinsi di tanah air (tingkat lokal).
Adapun alat ukur obyektif yang dipakai dalam mengukur tingkat demokratis di Indonesia
dikenal dengan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah alat ukur obyektif dan empirik terhadap kondisi
demokrasi politik provinsi di Indonesia. IDI merupakan pengukuran yang country specific,
yang dibangun dengan latar belakang perkembangan sosial-politik Indonesia. Oleh karena
itu dalam merumuskan konsep demokrasi maupun metode pengukurannya IDI

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 17


mempertimbangkan kekhasan persoalan Indonesia. Pengumpulan data IDI
mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai tahapan yang saling
melengkapi. Tahap pertama data kuantitatif dikumpulkan dari koding surat kabar yang
telah disepakati yaitu surat kabar yang berada pada masing-masing provinsi dengan jumlah
oplah terbanyak, dan dokumen tertulis seperti Perda atau peraturan/keputusan kepala
daerah, yang sesuai dengan indikator-indikator IDI. Tahap kedua temuan-temuan tersebut
kemudian diverifikasi dan dielaborasi melalui fokus group discussion (FGD). FGD bertujuan
untuk menggali kasus-kasus yang tidak tertangkap pada koding surat kabar maupun koding
dokumen. Selanjutnya pada tahap
ketiga data-data yang masih perlu
klarifikasi dilakukan wawancara
mendalam dengan narasumber
yang kompeten memberikan
informasi tentang indikator IDI yang
diklarifikasi.
Sejak tahun 2010, Kemenko
Polhukam bertanggungjawab dalam pencapaian targt RPJM yaitu peningkatan nilai IDI
yang dapt menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia pasca Reformasi. Dalam
pelaksanaannya, Kemenko Polhukam tidak hanya menyediakan anggaran operasional
pengukuran indeks demokrasi yang secara teknis dilaksanakan oleh BPS selaku
penyelenggara survei nasional. Kemenko Polhukam juga mengoordinasikan,
menyinkronkan dan mengendalikan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
demokrasi hingga tingkat daerah melalui rekomendasi kebijakan yang disampaikan kepada
K/L terkait. Selain itu Kemenko Polhukam juga melakukan analisa dan supervisi secara
langsung proses peningkatan kualitas demokrasi bagi daerah-daerah yang masuk dalam
kategori perlu perbaikan.
IDI 2015 memperkenalkan dua indikator baru yaitu indikator 25 “Kebijakan pejabat
pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh Keputusan PTUN” menggantikan
indikator lama “Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 18


calon/parpol tertentu” serta indikator 26 “Upaya penyediaan informasi APBD oleh
pemerintah daerah” menggantikan indikator “Laporan dan berita keterlibatan PNS dalam
kegiatan politik parpol dan pemilu legislative”. Hal ini ditujukan agar IDI dapat lebih sensitif
menangkap peristiwa yang dapat menunjukan kualitas Peran Birokrasi Pemerintah Daerah.
Kualitas demokrasi Indonesia dalam IDI digolongkan ke dalam tiga kategori: “buruk”
jika capainnya kurang dari 60, “sedang” jika capaiannya berkisar dari 60-80 dan “baik” jika
capaiannya 80 ke atas. Adapun tingkat skor IDI selama 7 tahun berturut-turut adalah
sebagai berikut

Grafik III.1 Inteks Demokrasi Intonesia 2009 – 2015

Perkembangan IDI dari 2009 hingga 2015 mengalami fluktuasi yaitu pada 2009
sebesar 67,3; 2010 sebesar 63,17; 2011 sebesar 65,48; 2012 sebesar 62,63; 2013 sebesar
63,72, 2014 sebesar 73,04 dan pada 2015 sebesar 72,82. Fluktuatifnya angka IDI
merupakan cermin situasi dinamika demokrasi di negara kita. Gambaran demokrasi yang
ditunjukkan hasil IDI selama tujuh tahun pengukuran juga memperlihatkan pola yang
konsisten. Sungguhpun struktur (structure) dan perangkat aturan (rule) sebagai prosedur
demokrasi telah disediakan relatif baik oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya
kurang ditopang oleh kultur (culture) berdemokrasi yang baik. Dalam kaitan inilah “urgensi
untuk melakukan penguatan kultur politik” menemukan konteksnya yang signifikan; selain

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 19


juga meningkatkan kapasitas lembaga demokrasi.
Angka IDI 2015, yang dipublikasikan pada tahun 2016 merupakan indeks komposit
yang disusun dari tiga nilai aspek yakni aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik dan
aspek lembaga demokrasi. Pada grafik menunjukkan nilai aspek kebebasan sipil sebesar
82,62; aspek hak-hak politik sebesar 63,72; dan dan aspek lembaga demokrasi sebesar
75,81. Secara umum tren capaian IDI nasional tersebut mengindikasikan bahwa aspek
kebebasan sipil di Indonesia selama tujuh tahun terakhir ini tergolong baik, dengan indikasi
ancaman terhadap kebebasan sipil secara umum relatif kecil. Terbukanya ruang-ruang
publik dan aturan-aturan yang ditetapkan terlihat cukup efektif dalam memastikan bahwa
negara tidak menginjak hak-hak sipil warganegara. Hak-hak politik warganegara juga
secara umum terpenuhi walaupun masih belum memuaskan. Demikian pula lembaga-
lembaga demokrasi secara prosedural berjalan cukup baik meskipun belum sepenuhnya
menjadi representasi yang efektif dan memuaskan bagi warga negara. Dalam
mengekspresikan ketidakpuasan ini, tampak pula bahwa warganegara menggunakan
keterbukaan ruang publik dengan antusias sebagaimana tampak dari banyaknya partisipasi
dalam pengawasan penyelenggaraan negara, meskipun ekspresinya sering berakhir dengan
kekerasan yang justru tidak demokratik.
Adapun tren aspek kebebasan sipil dapat dilihat pada grafik berikut

Grafik III.2. Tren Aspek Kebebasan Sipil 2009 -2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 20


Berbeda dengan aspek Kebebasan Sipil, aspek Hak-hak Politik secara konsisten
memiliki capaian yang rendah selama lima tahun (2009-2013). Pada 2014 capaian variabel
Hak Memilih dan Dipilih melonjak sangat tinggi dan bertahan pada capaian yang sama di
tahun 2015, sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik III.3.
Grafik III.3 Tren Aspek Hak-hak Politik 2009-2015

Sementara itu, capaian aspek Lembaga Demokrasi selama enam tahun terakhir
paling fluktuatif dibandingkan dua aspek lainnya. Selain berfluktuasi, juga terjadi tren
pengelompokkan yang jelas diantara variabel-variabel di aspek ini, sebagaimana
ditunjukkan oleh Grafik 1.5. berikut ini
Grafik III.4 Tren Aspek Lembaga Demokrasi 2009 -2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 21


Pada grafik 1.5. menunjukkan, dua variabel yakni: Peran DPRD dan Peran Partai
Politik memiliki persoalan kronik sehingga sampai pada pengukuran tahun 2015 empat
indikator yang terdapat di dalamnya masih tetap memiliki capaian kinerja dengan kategori
"buruk", yaitu: Alokasi Anggaran Pendidikan dan Kesehatan (Indikator 20); Perda Inisiatif
DPRD (Indikator 21); Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif (Indikator 22); dan Kegiatan
Kaderisasi yang Dilakukan oleh Partai Politik Peserta Pemilu (Indikator 23).
Ada sejumlah hal yang dapat dibaca dari perkembangan demokrasi di Indonesia,
khususnya bila didasarkan pada gambaran yang ditampilkan oleh IDI selama tujuh tahun
berturut-turut, sejak IDI 2009 sampai dengan IDI 2015
1. Mayarakat sipil Indonesia memiliki modalitas berdemokrasi yang cukup kuat. Hal ini
tercermin dari nilai-nilai yang selalu konsisten tinggi dan merata di antara variabel
dan indikator pada aspek kebebasan sipil sejak IDI 2009 sampai dengan IDI 2015.
Meskipun ada dinamika pada masyarakat, seperti ancaman/penggunaan kekerasan
oleh masyarakat lainnya untuk berpendapat, tapi ancaman ini tidak bersifat sangat
besar dan berskala nasional, melainkan hanya bersifat lokal. Masyarakat indonesia
bisa dikatakan telah cukup matang menyikapi gangguan terhadap kebebasan
kelompok lain dalam menjalankan hak-hak sipil mereka. Pemerintah juga telah
memiliki kebijakan dan mekanisme terhadap ancaman/penggunaan kekerasan
2. Berdasarkan hasil IDI, pemerintah perlu mencari cara-cara terbaik untuk melakukan
intervensi kebijakan dan anggaran agar terjadi penguatan yang signifikan pada
lembaga-lembaga demokrasi, terutama pada peran partai politik dan peran DPRD.
Sejak IDI 2009, ada konsistensi pada rendahnya nilai IDI terkait peran parpol dan
peran DPRD. Peran parpol dan peran DPRD sangat berkaitan, karena DPRD
merupakan cermin dari kapasitas parpol di daerah. UUD 1945 memberikan peran
penting pada parpol sebagai instrumen utama bagi masyarakat untuk
mengartikulasikan aspirasi politiknya.
3. Hal lain yang secara konsisten menunjukan hasil yang kurang memuaskan adalah
peran Partai Politik (Parpol) dan DPRD. Kaderisasi Parpol hanya terlihat dilakukan
pada tahun 2012 yaitu dua tahun sebelum Pemilu Legislatif 2014. Seyogyanya

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 22


kaderisasi dapat terus dilakukan tanpa melihat apakah itu tahun Pemilu atau bukan
sehingga kader-kader yang dihasilkan cukup matang dan paham akan fungsi serta
tugas mereka kelak setelah terpilih. Secara tidak langsung hal ini berkontribusi pada
rendahnya capaian Peran DPRD yang ditunjukan pada rendahnya alokasi anggaran
kesehatan/pendidikan, jumlah perda inisiatif, dan rekomendasi kepada eksekutif
sebagai ukuran upaya memperjuangkan kebutuhan masyarakat yang menjadi
konstituen di wilayah masing-masing.
4. Pada aspek hak hak politik tetap masih ada problematik yang cukup serius, yakni
pada partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan, khususnya
pada indikator demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan. Peran perempuan dalam
politik di tingkat provinsi perlu ditingkatkan agar memiliki tingkat elektabilitas yang
makin tinggi untuk masuk ke dalam lembaga perwakilan di DPRD. Dua hal ini secara
merata masih rendah nilainya di dalam IDI 2015
Berangkat dari hasil IDI 2009-2015 secara umum beberapa langkah yang dapat
diambil adalah:
- Melakukan pendidikan politik, terutama yang berkaitan dengan etika politik, hak-
hak dan kewajiban warganegara serta partisipasi yang berkualitas
- Memastikan terjadinya proses kaderisasi yang baik dalam partai-partai politik
sehingga dapat menghasilkan politisi-politisi yang berintegritas dan kompeten
- Meningkatkan kompetensi politisi yang duduk di parlemen sehingga mampu
menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan serta aspirasi warganegara yang
mereka wakili
- Memperbaiki sistem proses dan prosedur dalam lembaga legislatif untuk
memastikan capaian kinerja yang berkualitas
Dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi. Masyarakat sipil memiliki peran
yang sangat penting. Nilai-nilai yang perlu ada dan dipelihara dalam kehidupan demokrasi
seperti toleransi, nondiskriminasi dalam segala hal, akan menjadi modal utama Indonesia
untuk bergerak menuju demokrasi yang lebih substansial. Pemerintah berperan untuk
memastikan bahwa hak-hak konstitusional warganegara terlindungi.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 23


b. Persentase Peningkatan Daya Tangkal Masyarakat tari Pengaruh Teroris
Kondisi obyektif bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, agama, dan
kultur yang merupakan aset dan kekayaan bangsa, secara alamiah memiliki kerawanan
yang dapat berkembang menjadi potensi konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Untuk itu, diperlukan upaya pemantapan
Peran koortinasi bitang kesatuan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya bangsa sangat penting sebagai
koortinator K/L terkait talam
toleransi, saling percaya, dan membangun
memperkokoh persatuan tan
harmonisasi antar kelompok masyarakat melalui kesatuan bangsa, keutuhan, tan
komunikasi sosial yang intensif. Dalam hal ini integritas nasional tari ancaman
konflik horizontal maupun
peran pemerintah menjadi sangat penting dan vertikal yang mengarah pata
strategis untuk mengembangkan kehidupan tisintegrasi bangsa, serta
ancaman terorisme.
masyarakat yang lebih harmonis. Dalam upaya
tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai
tantangan, diantaranya adalah radikalisme dan terorisme.
Guna menghadapi berkembangnya ideologi radikal dan pengaruh-pengaruh lain
yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan, diperlukan pemantapan aktualisasi nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan setiap warga negara dan komponen penyelenggara negara
agar dapat menjadi filter terhadap pengaruh-pengaruh negatif tersebut. Untuk itu, perlu
memposisikan Pancasila sebagai salah satu pusat kekuatan strategis bangsa,
penyelenggaraan program pendidikan, pencerahan dan pengayaan nilai-nilai Pancasila
sebagai way of life, serta mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan Nawacita Kebinet Kerja pada nomor 1 yaitu menghadirkan kembali
negara untuk melintungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga
negara. Untuk itu, berbagai program dan kegiatan diantaranya peningkatan daya tangkal
masyarakat diperkuat dari pengaruh terorisme.
Perang melawan terorisme tidak mungkin dimenangkan tanpa partisipasi
masyarakat. Aksi teror itu sendiri berawal dari rangkaian kegiatan yang dilakukan di
tengah-tengah aktivitas masyarakat sehari-hari. Bila gejala awal terorisme dapat dieliminir,

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 24


maka tindakan terorisme dapat dicegah. Oleh karena itu, pemerintah mendorong
partisipasi publik seoptimal mungkin agar masyarakat dengan cara sendiri-sendiri ataupun
bersama-sama memerangi terorisme dalam batas-batas kerangka hukum yang berlaku.
Perlu dibangun spirit dan komitmen bersama secara nasional dalam upaya memerangi
terorisme melalui pencerahan dan penyebarluasan nilai-nilai kedamaian dan toleransi
serta kerukunan umat beragama.
Dalam dokumen RPJMN Tahun 2015-2019, fenomena terorisme masih akan
menjadi persoalan serius bagi Indonesia, terutama apabila tidak ada strategi dan tindakan-
tindakan mendasar untuk mengatasinya. Ancaman terorisme bukan saja tertuju pada
keamanan masyarakat, melainkan langsung membahayakan ideologi bangsa yakni
Pancasila sebagai konsensus dasar bangsa Indonesia, juga kepada UUD 1945, NKRI dan
Bhinneka Tunggal Ika. Untuk itu salah satu elemen kunci untuk menanggulangi terorisme
adalah melalui upaya pencegahan dengan meningkatkan daya tangkal (ketahanan)
masyarakat dari pengaruh teroris.
Sejalan dengan itu, peran koordinasi bidang kesatuan bangsa sangat penting
sebagai koordinator K/L terkait dalam kegiatannya menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa bersama komponen bangsa lainnya, pemersatu bangsa agar cinta tanah air dalam
wadah NKRI. Koordinasi bidang kesatuan bangsa antara lain memiliki peran strategis dalam
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan dan integritas nasional dari
ancaman konflik horizontal maupun vertikal yang mengarah pada disintegrasi bangsa, serta
ancaman terorisme.
Salah satu parameter untuk dapat mengukur daya tangkal masyarakat terhadap
pengaruh teroris adalah melalui instrumen ideologis dan dimungkinkan untuk mengetahui
daya tangkal masyarakat tersebut melalui kebijakan, program, kegiatan, serta berbagai
forum yang selama ini sudah dikembangkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah,
khususnya melalui pendekatan sosial budaya, agama, wawasan kebangsaan dan bela
negara.
Berdasarkan hasil koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian yang dilakukan oleh
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan terhadap K/L terkait atas

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 25


hasil pencapaian peningkatan daya tangkal masyarakat dari ideologi radikal, sesuai dengan
data dari BNPT pada tahun 2016 adalah sebesar 117 %. Apabila dibandingkan baseline
tahun 2014 sebesar 85,89 %, sehingga prosentase peningkatannya adalah sebesar 36 %
(melebihi target tahun 2016 yaitu 30 %).
Disamping capaian tersebut, berkenaan dengan penanganan terorisme, pemerintah
melalui lembaga terkait sudah berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk
menangkalnya melalui pembentukan dan pemberdayaan forum-forum diantaranya Forum
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Koordinasi Pemberantasan Terorisme
(FKPT), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pusat Pendidikan Wawasan
Kebangsaan (PPWK). Adapun data terkait dengan keberadaan forum-forum tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel III. 3 Daftar Forum yang tibentuk pemerintah

NO. NAMA FORUM PROVINSI % PROVINSI KAB/KOTA % KAB/KOTA

1. FKPT 32 94 % tidak membentuk

2. FKDM 34 100 % 426 82 %

3. FKUB 34 100 % 500 97 %

4. PPWK 28 82 % 53 10 %

Rata-rata 94 % 63 %

Sumber: Kemendagri, Kemenag, dan BNPT (2016)

Forum-Forum tersebut dibentuk dan difasilitasi oleh pemerintah, namun secara


keanggotaan yang terlibat dan berperan adalah masyarakat dalam hal ini tokoh-tokoh
masyarakat. Selama ini forum-forum tersebut telah berupaya untuk mensosialisasikan dan
mengembangkan pemahaman tentang Empat Konsensus Dasar Bangsa serta menyebarkan
semangat kerukunan, toleransi, kewaspadaan dini, serta semangat pemberantasan
terorisme.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 26


Foto: Menko Polhukam menyampaikan
Sambutan pada Kegiatan Forum Koordinasi
dan Sinkronisasi Kewaspadaan Nasional,
Cirebon, 29 September 2016

Dalam kerangka pencapaian kinerja,


apabila peningkatan daya tangkal
masyarakat terhadap pengaruh terroris
juga diukur melalui forum yang telah
terbentuk dan terbina, maka rata-rata
capaian kinerjanya adalah sebesar 94 % untuk tingkat Provinsi dan 63 % untuk tingkat
Kabupaten/Kota.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melalui koordinasi
bidang kesatuan bangsa selama ini secara aktif telah berupaya mengoordinasikan,
menyinkronisasikan dan mengendalikan berbagai forum-forum tersebut sehingga dapat
lebih berdaya sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

c. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik


Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F
disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi adanya pembentukan UU No
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai salah satu jaminan
akses masyarakat dalam memperoleh informasi. Hal ini sangat diperlukan, mengingat hak
untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari
kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. United Nations Development
Programme (UNDP) menjelaskan bahwa transparansi menjadi salah karakteristik dari good
governance. Dengan adanya kebijakan keterbukaan informasi publik di Indonesia, maka
kini pemerintah harus memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat
dalam menuju tata kelola pemerintahan yang baik.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 27


Pemerintahan yang terbuka (open government) merupakan salah satu fondasi
sebagai akuntabilitas demokrasi. Dalam pemerintahan yang terbuka, keterbukaan
informasi publik adalah salah satu keharusan karena dengan adanya keterbukaan informasi
publik, pemerintahan dapat berlangsung secara transparan dan partisipasi masyarakat
terjadi secara optimal dalam seluruh proses pengelolaan pemerintahan. Oleh sebab itu,
Kemenko Polhukam telah menjadikan sengketa informasi publik menjadi salah satu IKU
yang dianggap penting untuk mendongkrak good governance di Indonesia. Melalui Deputi
Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur, Kemenko Polhukam melakukan
koordinasi dalam rangka menindaklanjuti sengketa informasi yang ada di pusat dan daerah
melalui rapat koordinasi dengan Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Daerah.
Kemenko Polhukam ikut mendorong Kementerian/Lembaga terkait untuk menyelesaikan
kasus sengketa informasi secara tuntas.
Selama Januari s/d Desember 2016, Komisi Informasi Pusat telah menerima dan
meregister permohonan penyelesaian sengketa informasi sebanyak 64 register dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel III.4 Register Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Tahun 2016

Periote Jumlah
Januari 5 register
februari 2 register
Maret 11 register
April 8 register
Mei 7 register
Juni 2 register
Juli 2 register
Agustus 4 register
September 8 register
Oktober 4 register
November 3 register
Desember 8 register
Total 64 register

Dari 64 kasus tersebut, sebanyak 38 berasal dari perseorangan dan 26 dari Badan
Hukum, terdapat satu permohonan yang tidak layak register karena tidak melengkapi legal

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 28


standing berupa Akta Notaris, pengesahan Kemenkum & HAM dan Surat Kuasa yang
diajukan oleh pemohon LBH Jakarta selaku kuasa dari Makmud Murod/ Sri Wahyungsih
dengan termohon BPN Jakarta Barat. Rekapitulasi register sengketa yang telah diselesaikan
dari Januari - Desember 2016 sebanyak 54 register sebagai berikut :
Tabel III.5 Rekapitulasi register sengketa yang telah tiselesaikan tahun 2016

Sepakat Putusan Putusan Penetapan


Periote Total
Metiasi Ajutikasi Sela Pencabutan
Januari - - - - 0
Februari 1 - - - 1
Maret 1 - - - 1
April 1 - - - 1
Mei - 1 - - 1
Juni - - - 1 1
Juli - 15 4 - 19
Agustus 5 1 - 3 9
September - 1 - - 1
Oktober 1 5 - 2 8
November 4 2 4 - 10
Desember - 2 - - 2
Jumlah 13 27 8 6 54

Dengan bertambahnya 64 kasus permohonan pada Januari – Desember 2016 maka


jumlah permohonan sengketa mencapai 2.684 kasus dari 2.620 kasus pada tahun 2015 dan
jumlah penyelesaian sengketa dari 816 menjadi 870, seperti tabel dibawah ini :
Tabel III.6 Penyelesaian Sengketa yang tiselesaikan pata tahun 2016

Tahun Jumlah Permohonan Jumlah yang tiselesaikan


2010 76 51
2011 419 186
2012 323 237
2013 377 125
2014 1354 123
2015 71 94
2016 64 54
Jumlah 2.683 870
Sampai dengan Desember 2016, jumlah permohonan penyelesaian sengketa
informasi yang masuk sebanyak 2684 kasus. Dari jumlah tersebut yang dapat diselesaikan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 29


sebanyak 870 kasus atau 32,41%. Bila dikonversi dengan target kinerja sebesar 60% maka
capaian target kinerja sebesar 54,02%. Khusus untuk Tahun 2016, dari 64 permohonan
sengketa, yang dapat diselesaikan sebanyak 54 kasus permohonan atau 84,37%. Apabila
dibandingkan dengan pencapaian penyelesaian sengketa pada tahun sebelumnya, maka
pada tahun 2016 merupakan pencapaian penyelesaian sengketa yang paling tinggi. Hal ini
menunjukkan sikap kesungguhan pemerintah dalam menindaklanjuti penyelesaian
sengketa informasi publik yang teregister.

2. Sasaran Strategis II : Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM


Pencapaian sasaran II yaitu meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM
yang diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukurnya
yaitu (1) Indeks Perilaku Anti Korupsi; (2) Indeks Persepsi Korupsi; (3) Indeks Pembangunan
Hukum. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut
Tabel III.7 Capaian Sasaran II
Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase
(1) (2) (3) (4) (5)
Meningkatnya a) Indeks Perilaku Anti 3,65 - -
Supremasi Hukum Korupsi
tan Pemajuan b) Indeks Persepsi 30% 37 123,33%
HAM Korupsi
c) Indeks Pembangunan 60% - -
Hukum

a. Inteks Perilaku Anti Korupsi


Peran hukum sebagai sarana pembaharuan sosial sejalan dengan Instruksi Presiden
Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Inpers
tersebut lebih menitik beratkan pada strategi pencegahan (23 butir) dibanding dengan
strategi penegakan hukum/pemberatasan. Tindakan pencegahan tidaklah populer
dibanding dengan penegakan hukum secara represif, karena pendekatan pencegahan
bekerja dalam senyap sehingga tidak diketahui oleh banyak orang. Untuk itu, penting
untuk diketahui sejauh mana sikap permisif masyarakat terhadap perilaku korupsi.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 30


Survei Perilaku Anti Korupsi atau disingkat dengan SPAK ditujukan untuk mengukur
tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku korupsi dengan menggunakan Indeks
Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dan berbagai indikator tunggal perilaku anti korupsi. Data yang
dikumpulkan mencakup pendapat terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman
berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan (bribery), pemerasan
(extortion), dan nepotisme (nepotism).
Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) dilakukan untuk mendapatkan gambaran sikap
responden terhadap praktek korupsi sehari-hari atau yang disebut petty corruption yang
ada di masyarakat. Selain pemerintah, unsur masyarakat sipil seperti akademisi dan LSM
juga terlibat dalam penyusunan SPAK. Tujuan dari pelaksanaan survei IPAK ini adalah untuk
memperoleh gambaran secara lengkap mengenai sejauh mana budaya zero tolerance
terhadap perilaku korupsi yang ada dalam setiap individu dilihat dari pendapat,
pengetahuan, perilaku dan pengalaman. Nilai IPAK yang semakin mendekati lima
menunjukkan bahwa masyarakat berprilaku semakin anti korupsi, yang berarti bahwa
budaya zero tolerance terhadap korupsi melekat dan terwujud dalam perilaku masyarakat.
Sebaliknya, nilai IPAK yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa masyarakat
berprilaku permisif terhadap korupsi.
IPAK dihitung tiap tahun untuk menggambarkan dinamika perilaku anti korupsi
masyarakat. IPAK Indonesia 2016 belum dapat dirilis sehubungan dengan belum selesainya
proses pengukuran dan penghitungan variable. Diharapkan pencapaiannya dapat lebih
tinggi dari capaian tahun 2015 sebesar 3,59 dalam skala 0 sampai 5. Secara prestasi,
Indonesia berhasil menekan perilaku korupsi yang kerap terjadi, meski tidak terlalu
signifikan. Nilai IPAK selama ini termasuk dalam kategori “Anti Korupsi”. Kategorisasi nilai
indeks adalah: 0–1,25 termasuk dalam kategori “Sangat Permisif Terhadap Korupsi”, nilai
1,26–2,50 termasuk dalam kategori “Permisif”, nilai 2,51–3,75 termasuk dalam kategori
“Anti Korupsi”, dan nilai 3,76– 5,00 termasuk dalam kategori “Sangat Anti Korupsi”.
Pada dasarnya Pemerintah Indonesia telah merumuskan Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) melalui Perpres No. 55/2012
tentang Stranas PPK Jangka Panjang Tahun 2012- 2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 31


2016. Adapun strategi yang terdapat dalam Stranas PPK di implementasikan melalui
berbagai Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Aksi PPK) oleh
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Hingga Tahun 2011- 2016 telah
dilaksanakan Aksi PPK dimana Jumlah Kementerian Lembaga dan Pemerintah Daerah
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Adapun titik berat strategi pencegahan dan
pemberantasan korupsi berbeda-beda dalam Aksi PPK setiap tahunnya.

Survei Perilaku anti korupsi itu sendiri merupakan salah satu cara pemerintah
dalam mengimplementasikan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Menengah Tahun 2012-
2014 dan Jangka Panjang Tahun 2012-2025. Latarbelakang pelaksanaan kegiatan tersebut
ialah meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi melalui pelaksanaan Survei
Perilaku Anti Korupsi (SPAK) yang dimulai sejak Tahun 2015.
Pemerintah secara aktif terus berupaya mengendalikan bahkan menghilangkan
budaya koruptif di dalam dirinya dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut dikarenakan
pemahaman dan penilaian masyarakat cenderung semakin idealis dalam membenci
perilaku korupsi, tetapi tidak sejalan dengan perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut menunjukan masyarakat masih melakukan perilaku korupsi ketika
berhadapan dengan pelayanan publik. Pendekatan pemberantasan korupsi melalui upaya
membangun integritas perlu terus didorong. Ke depan, masyarakat dengan kultur yang
permisif, perlu diubah pola pikirnya agar terbebas dari nilai-nilai koruptif. Survei ini
nantinya dapat menjadi salah satu variabel yang bermanfaat signifikan untuk menentukan
keberhasilan pencapaian sasaran yang ditargetkan

Adapun langkah yang dilakukan Kemenko Polhukam dalam membantu tercapainya


strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi Kemenko Polhukam adalah dengan terus
mendorong sosialisasi dan assessment Strategi Komunikasi Pendidikan Budaya Anti
Korupsi.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 32


b. Inteks Persepsi Korupsi
Dalam rangka mengukur tingkat korupsi di suatu negara, Transparency
International telah memiliki indikator yang dikenal dengan nama Indeks Persepsi Korupsi
(IPK), yaitu indeks yang mengukur persepsi pelaku usaha terhadap praktik suap di suatu
daerah. IPK merupakan indeks komposit yang mengukur persepsi pelaku usaha dan pakar
terhadap korupsi disektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri,
penyelenggara negara dan politisi. Adapun tujuan dari IPK ialah untuk mengukur Indeks
Persepsi Korupsi yang akan menggambarkan tingkat korupsi pada level kota berdasarkan
persepsi pelaku usaha, Mengukur kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh institusi
publik kepada para pelaku usaha melalui Indeks Pelayanan/ Service Performance Index
(SPI) dan Mengukur intensitas korupsi di institusi publik dalam hubungannya dengan
pelaku usaha, dalam kegiatan pelayanan publik dan memperoleh kontrak bisnis dengan
lembaga pemerintah.
Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa karena terjadi di semua bidang
kehidupan dan dilakukan secara sistematis, sehingga sulit untuk memberantasnya. Oleh
sebab itu berbagai usaha telah dilakukan pemerintah baik reformasi hukum, pembangunan
system hukum yang mumpuni dan penegakan hukum yang tegas. Indonesia menunjukkan
kenaikan konsisten dalam pemberantasan korupsi, namun terhambat oleh masih tingginya
korupsi di sektor penegakan hukum dan politik. Tanpa kepastian hukum dan pengurangan
penyalahgunaan kewenangan politik, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan turun
dan memicu memburuknya iklim usaha di Indonesia.
Pada Tahun 2016 ini Indonesia secara konsisten menunjukkan peningkatan dalam
upaya pemberantasan korupsi di sektor publik. Konsistensi pembenahan di sektor publik
tersebut tidak akan segera membuahkan hasil jika tidak dibarengi dengan langkah-langkah
nyata semua pihak untuk mendorong penguatan integritas bisnis di dunia usaha/swasta.
Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa, kombinasi strategi ini akan
mempercepat terwujudnya pemerintahan yang bersih dan iklim usaha yang kondusif.
Dengan demikian, diharapkan dua sampai empat tahun ke depan, Indonesia bisa segera
duduk di anak tangga yang sejajar dengan negara-negara lain yang memiliki skor CPI sama

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 33


atau di atas rerata regional dan global. Masuknya Indonesia ke dalam kelompok negara
G20, juga harus dijadikan momentum pembenahan tersebut. Demikian temuan dan
rekomendasi utama Transparency International (TI) dalam Corruption Perception Index
(CPI) 2016 yang diluncurkan secara global.

"Skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2016 meningkat tipis satu
poin sebesar 37 dibandingkan
Tahun 2015 sebesar 36. Skor CPI
berada pada rentang 0-100. 0
berarti negara dipersepsikan
sangat korup, sementara skor 100
berarti dipersepsikan sangat
bersih. Kenaikan skor ini
Gelar Press Briefing Menko Polhukam dalam kerangka Reformasi Hukum
menandakan masih berlanjutnya
tren positif pemberantasan korupsi di Indonesia.
Rumus kenaikan skor CPI 2016 adalah 3-2-3. Artinya, 3 sumber data penyusun CPI
yang mengalami kenaikan, 2 sumber mengalami stagnasi, dan 3 sumber mengalami
penurunan. Peningkatan skor CPI 2016, disumbangkan oleh paket debirokratisasi
(penyederhanaan layanan perizinan, perpajakan, bongkar muat, dll), pembentukan satgas
antikorupsi lintas lembaga (Stranas PPK, Saber Pungli, dan reformasi hukum, dll) yang
dinilai efektif menurunkan prevalensi korupsi.
Langkah yang dilaksanakan oleh Kemenko Polhukam melalui Deputi Koordinasi
Bidang Hukum dan HAM untuk meningkatkan skor Indeks Persepsi Korupsi adalah
menyiapkan rekomendasi tentang paket kebijakan hukum. Paket kebijakan ini diharapkan
dapat meningkatkan penegakan hukum dan mengembalikan kepercayaan masyarakat
terhadap hukum. Paket kebijakan hukum kini tengah dibahas instrumen apa saja yang
menjadi fokus. Mulai dari penegakan hukum hingga perbaikan terhadap aparat hukum.
Untuk menyempurnakan paket kebijakan hukum, berbagai diskusi dan kajian masih terus
dilakukan.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 34


Hal lain yang dilakukan adalah mengadakan Pelatihan Penerapan Restorative
Justice Dalam Pemberantasan Korupsi Dihubungkan Dengan Asset Recovery. Konsep
utama dari perwujudan keadilan restoratif adalah untuk memulihkan keadaan akibat
terjadinya tindak pidana seperti sebelum terjadinya tindak pidana, dan apabila dikaitkan
dengan tindak pidana korupsi maka pengembalian aset merupakan salah satu cara untuk
memulihkan kerugian keuangan negara sebagai akibat tindak pidana korupsi. Penyelesaian
perkara korupsi melalui out of court settlement, harus terhadap perkara-perkara yang
kerugian keuangan negaranya “kecil“ dengan parameter kerugian keuangan negara yang
besarnya sama dengan biaya operasional penanganan perkara tersebut sejak tahap
penyidikan sampai dengan tahap eksekusi, sehingga penanganan perkara korupsi
diarahkan kepada kasus yang “big fish” dan “still going on”.

c. Inteks Pembangunan Hukum


Hingga saat ini, kualitas peraturan perundang-undangan masih belum memuaskan
atau sejalan dengan kebutuhan global yang ditandai dengan banyaknya keluhan terhadap
kualitas peraturan perundang-undangan yang masih memuat aturan-aturan yang
disharmoni, tumpang tindih, tidak taat asas, dan sebagainya. Salah satu dampak dari hal
tersebut adalah banyaknya keluhan investor terhadap hukum di Indonesia yang dipandang
belum berkepastian hukum karena masih ada inkonsistensi antar peraturan satu dengan
lainnya. Oleh sebab itu, Saat ini pemerintah masih dihadapkan pada penaataan materi
hukum dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang tertib, responsif, serta
mampu menghadapi perkembangan global. Oleh sebab itu, untuk mengetahui sejauh
mana kegiatan, program dan capaian kebijakan oleh pemerintah dapat diukur dan
dipantau melalui Indeks Pembangunan Hukum atau IPH.
Tujuan disusunnya IPH adalah mengukur intervensi program dan kegiatan/capaian
kebijakan pemerintah pada kementerian/lembaga bidang hukum, yang direncanakan dan
dianggarkan selama 5 tahun (2015 - 2019) yang berdasarkan sasaran strategis dan arah
kebijakan RPJMN 2015-2019, dimana sasaran strategis ditetapkan menjadi aspek dan arah
kebijakan ditetapkan menjadi variabel. Adapun IPH disusun dari data-data yang valid yang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 35


didasarkan pada pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
FGD, Trilateral Meeting (pertemuan tiga pihak), kunjungan ke kementerian
negara/lembaga atau hasil dari wawancara dengan ahli atau beberapa ahli, dan
mengumpulkan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan laporan kinerja
K/L terkait laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP), laporan tahunan (LAPTAH), data-data yang
dicantumkan pada website instansi seperti data penanganan perkara pada website
Mahkamah Agung. IPH ini juga berusaha mengukur capaian kebijakan/intervensi dilihat
dari perspektif masyarakat yang diambil data sekunder. Untuk jangka menengah survei
belum dapat dilakukan karena keterbatasan dana dan SDM, sehingga untuk jangka
menengah IPH ini menggunakan beberapa hasil survei yang dilakukan oleh lembaga lain.
Dalam rangka meningkatkan skor IPH, pemerintah telah melakukan berbagai upaya
seperti reformasi hukum. pemerintah melakukan reformasi hukum agar dapat mengcover
kebutuhan hukum bagi kepentingan ataupun kegiatan yang dilakukan khususnya terhadap
masyarakat. Dapat dikatakan bahwa Reformasi di bidang hukum baru dimulai, namun
bukan berarti sector hukum di Indonesia tanpa pencapaian. Capaian pertama pada sektor
hukum yakni deregulasi dimana dalam 2 tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla
membatalkan 3.143 peraturan daerah yang dianggap tumpang tindih dan tidak
mendukung iklim investasi. Pembatalan ini guna peningkatan daya saing industri, iklim
investasi, ekspor, wisata dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
Capaian kedua, yakni sektor penegakkan hukum. Selama dua tahun pemerintahan, Polri
berhasil menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat melalui pengurangan
angka kejahatan. Pada 2014, angka kejahatan di Indonesia mencapai 373.636 kasus.
Sementara, pada September 2016, menurun menjadi 166.147 kasus. Kedepan kemenko
Polhukam berusaka agar angka ini semakin ditekan pada tahun-tahun selanjutnya.
Selain itu, di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, Polri dan Kejaksaan Agung telah
berhasil menangkap sejumlah buronan perkara korupsi. Tiga buron yang dimaksud yakni
Samadikun Hartono (kasus BLBI), Totok Ary Prabowo (kasus korupsi dana pendidikan DPRD
Kabupaten Temanggung) dan Hartawan Alui (kasus Century). Capaian ketiga, khusus Kejaksaan
Agung berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 14,2 triliun selama 2016. Melalui

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 36


koordinasi yang dilaksanakan oleh Kemenko Polhukam, pemerintah terus mereformasi sektor
hukum di Indonesia. Ada tiga yang disasar, yakni memulihkan kepercayaan publik kepada
pemerintah, membangun kepastian hukum dan menciptakan keadilan di masyarakat.
Peran Kemenko Polhukam khususnya Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM
dalam membantu meningkatkan skor Indeks Pembangunan Hukum adalah dengan
membuat Nota kesepahaman tentang pengembangan sistem database penanganan
perkara pidana secara terpadu dengan basis teknologi informasi tak hanya mempermudah
dan mempercepat proses hukum, tetapi juga mendorong keterbukaan. Pengembangan
sistem database penanganan perkara tindak pidana secara terpadu berbasis TI. Dengan
berbasis TI penanganan perkara pidana akan jauh lebih terbuka, selain itu juga mudah dan
cepat diselesaikan. Dengan sistem ini, hukum dari sisi proses dan administrasi dapat
berjalan baik dan terbuka. Keterbukaan ini penting untuk mencegah hukum dipermainkan.
Pengalaman masa lalu dalam proses hukum tertutup, memunculkan praktik percaloan
hingga pemalsuan putusan. Dengan diberlakukannya sistem ini maka sedikitnya akan
meminimalisir praktik kecurangan pada hukum. Sistem ini sangat substansial, ujungnya
membawa kepastian hukum. Adapun penanganan perkara masih banyak dikeluhkan warga
karena selain lambat juga kurang transparan. Penegak hukum dinilai belum optimal
menangani perkara. Bahkan dikeluhkan penanganan perkara hanya tajam kebawah tetapi
tumpul keatas. Selain MOU tentang pengembangan system database penanganan perkara
tindak pidana secara terpadu dengan berbasis TI, juga ditandatangani MOU Pemberian
Akses Bantuan Hukum ke orang miskin/kelompok miskin juga pembentukan dan
pembinaan keluarga sadar hukum untuk mewujudkan desa sadar hukum.
Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi
Infomarsi, dilaksanakan untuk mempercepat proses penanganan perkara dan
kesinambungan data dalam proses penegakan hukum. Pembangunan dan pengembangan
Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi
berupaya mewujudkan kemudahan akses publik kepada proses penegakan hukum, secara
transparan dan akuntabel sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dengan tersajinya informasi dalam IPHN tersebut, mempermudah Pemerintah dan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 37


DPR untuk menata regulasi yang lebih baik sehingga Peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan menciptakan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan bagi Masyarakat.
Selain itu melalui kegiatan IPHN dapat pula mengatasi persoalan yang bersifat the
bottlenecking dan saling menyandera yang ada disetiap Kementerian/Lembaga. Adapun
langkah yang akan dilakukan terkait dengan pelaksanaan pembentukan IPHN, sebagai
berikut:
1. Persiapan pembentukan tim koordinasi penyusunan IPHN yang anggotanya berasal
dari Kementerian/Lembaga terkait, dilakukan antara lain melalui rapat koordinasi
(dilaksanakan tahun 2016)
2. Penentuan indikator IPHN dengan melibatkan ahli, antara lain dilakukan melalui
rapat koordinasi dan FGD (Tahun 2016)
3. Penunjukan tim survey IPHN (dilaksanakan Tahun 2017 dst)
4. Pembentukan Tim IPHN di daerah (dilaksanakan tahun 2017 dst)
5. Sosialisasi dan pemanfaatan IPHN (dilaksanakan tahun 2017 dst)

Keterlibatan BPS dalan Indeks Pembangunan Hukum hanya berperan sebagai


konsultan yang menjelaskan metode-metode yang digunakan dalam pengukuran indeks,
bukan sebagai pengumpul data dan penyusun indikator. Kemenko Polhukam berperan
untuk mensinergikan program penyusunan Indeks Pembangunan Hukum yang telah ada di
Bappenas dan Kemenko Polhukam dapat melakukan intervensi terhadap
Kementerian/Lembaga yang memiliki kewajiban menyediakan data demi tersusunnya IPH
setiap tahun yang valid, karena sebagian besar data yang dibutuhkan oleh Bappenas
adalah data yang bersumber pada Kementerian/Lembaga dibawah koordinasi Kemenko
Polhukam, sehingga nantinya Indeks Pembangunan Hukum dapat diukur melalui survey
skala nasional, baik pusat maupun daerah.
Melihat delik permasalahan terkait hukum di Indonesia dan untuk mendorong
peningkatan pembangunan hukum yang baik, Kemenko Polhukam melalui kedeputian
bidang koordinasi hukum dan keamanan memberikan rekomendasi yaitu:

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 38


1. Perlu mempertegas Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Negara
yang harus diterapkan sebagai dasar pengharmonisasian dan pengevaluasian
peraturan perundang-undangan;
2. Perlu penataan perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan
untuk menata sistem hukum nasional secara menyeluruh dan terpadu
berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945;
3. Perlu dipikirkan kemungkinan sistem “carry over”, dalam perencanaan hukum
nasional sebagaimana dikenal dalam perencanaan pembangunan nasional;
4. Perlu pengaturan pengharmonisasian peraturan perundang-undangan dalam
skala yang lebih luas termasuk di dalamnya Permen dan Perda agar terwujud
sistem perundang-undangan yang terintegrasi;
5. Perlu sinkronisasi UU No 12 Tahun 2011 dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah daerah, agar terwujud sistem perundang-undangan yang
terintegrasi;
6. Perlu mendaklanjuti Putusan Nomor 92/PUU-X/2012 sebagai wujud komitmen
pemerintah menaati mekanisme konstitusi sebagai bagian yang tak terpisahkan
dan tak boleh diabaikan dalam pembangunan hukum nasional;
7. Perlu diatur ketentuan mengenai evaluasi Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia dalam oleh Pemerintah sebagai bagian dari manajemen Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia;
8. Perlu dilakukan penguatan kelembagaan dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan yaitu Kemenkumham sebagai leading sector dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan dengan diberikan kewenangan
dan peran yang kuat., sehingga dapat mempengaruhi kualitas peraturan
perundang-undangan yang dibentuk.

3. Sasaran Stategis III: Terwujutnya Stabilitas Keamanan


Pencapaian sasaran III yaitu terwujudnya stabilitas keamanan diukur dengan
menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukur yaitu (1) Skala Minimum

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 39


Essential Forces (MEF); (2) Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional; (3) Jumlah
Kejadian Terorisme. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut

Tabel III.8 Capaian Sasaran III


Terwujutnya Stabilitas Keamanan
Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target Realisasi Persentase
(1) (2) (3) (4) (5)
Terwujutnya a) Skala Minimum 51,20% 50,45% 98,53%
stabilitas Essential Forces
keamanan b) Potensi Kontribusi
Industri Pertahanan 38% - -
Nasional
c) Jumlah Kejadian
Terorisme 0 8 -

a. Skala Minimum Essential Forces (MEF)


Setiap negara di dunia dapat dipastikan akan membangun kekuatan militer
(angkatan bersenjatanya) untuk sesuatu tujuan yang jelas. Tujuan yang dimaksud adalah
untuk mengamankan dan untuk mencapai kepentingan nasional negara masing-masing.
Keamanan dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk kekuatan pertahanan. Pertahanan
negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat semesta
bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan. Sistem pertahanan negara dalam
menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai komponen
utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Bila dibandingkan dengan luasnya wilayah Indonesia dan berkembangnya dinamika
ancaman pertahanan dan keamanan maka postur kekuatan TNI yang dimiliki saat ini
merupakan risiko yang sangat besar bagi terwujudnya kedaulatan dan pertahanan negara.
Disamping itu, berdasarkan perkembangan lingkungan strategis dimana secara geografis
Indonesia terletak di persilangan dunia antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua
samudra (Atlantik dan Hindia) yang rawan terhadap masuknya ancaman yang datang dari
dalam maupun luar negeri. Ancaman dapat dicegah dengan meningkatkan daya tangkal
pada sistem pertahanan negara. Dengan kondisi keuangan negara yang terbatas,

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 40


Pemerintah RI telah menetapkan kebijakan bahwa kekuatan pertahanan yang akan
dibangun adalah Minimum Essential Force (MEF).
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia telah menetapkan bahwa postur
pertahanan tahun 2010-2029 diarahkan untuk membangun kekuatan yang bertaraf
“Minimun Essential Force” (MEF). Force atau kekuatan disini mempunyai makna pada
jumlah alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI termasuk personelnya serta
pendukungnya dari ketiga Angkatan Darat, Laut dan Udara. Adapun Minimum Essential
Force (MEF) didefinisikan sebagai suatu standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang
mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya tugas pokok
dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual.
Akselerasi pembangunan MEF tidak hanya mempertimbangkan aspek alutsista
semata, namun lebih didasarkan atas penyelarasan antara doktrin dengan alutsista yang
akan diakuisisi oleh kekuatan pertahanan. Secara berkelanjutan, pembangunan MEF akan
lebih difokuskan untuk meningkatkan daya gentar (deterrent effect) agar kekuatan
pertahanan dapat memberikan kontribusi yang siginifikan bagi peningkatan posisi tawar
Indonesia. Adapun Pencapaian Skala MEF pada tahun 2016 ialah sebagai berikut:
Tabel III.9 Proyeksi Capaian MEF

CAPAIAN MEF
TAHAP I TAHAP II
ORGANISASI
TAHUN 2015-2019
TAHUN 2010-2014
PLN PDN
Mabes TNI - 0.00% 21.50%
TNI AD 15,00% 0.10% 27.70%
TNI AL 48,60% 0.20% 16.60%
TNI AU 45,00% 0.10% 0.20%
0.10% 18.80%
RATA2 CAPAIAN 41.00% 9.45%

Pencapaian realisasi dari Skala Minimum Essential Forces (MEF) TNI tahun 2016
sebesar 50,45%, dibandingkan dengan target IKU di Kemenko Polhukam yaitu sebesar
51,20%, maka capaian yang dihasilkan sebesar 98,53%. Nilai MEF ini dapat dijadikan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 41


analisis pemerintah sejauh mana pemerintah siap menghadapi dinamika yang terjadi antar
negara terutama negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia yang rentan
terjadinya konflik. Dinamika hubungan antar negara dalam mengamankan kepentingan
nasionalnya tidak jarang berbenturan dengan kepentingan nasional negara lainnya.
Ketegangan tersebut terkadang dapat diselesaikan secara damai melalui jalur diplomatik
maupun dengan jalur militer. Situasi dan dinamika hubungan antar negara berbasis pada
kepentingan nasional masing-masing melahirkan situasi mengancam dan diancam. Untuk
memperkuat posisi tawar secara diplomatik maka kekuatan militer, dalam hal modernisasi
dan kemandirian alutsista TNI, adalah satu faktor penunjang sehingga dapat memberikan
detterence effect (efek penggentar) kepada negara-negara lain.
Hal yang mempengaruhi pencapaian MEF tersebut ialah dengan memperkuat aspek
MEF yang bertumpu pada 3 sasaran prioritas perwujudan MEF pada kekuatan,
kemampuan, dan kerja sama pertahanan yaitu :
1. Terpenuhinya alutsista TNI yang didukung industri pertahanan.
Penerimaan Alutsista pada tahun 2015-2016: TNI AD menerima
MLRS/ASTROS 25 unit, Tank Leopard 71 Unit, Meriam 155 mm: 33 unit, Mistral
MBDA (v-Shobad) A. MPC 1 Unit, b. Atlas Communication set 9 unit, Missile 3
unit. Sementara AL menerima 1 Kapal angkut tank, 3 Perahu Rawa, 4 Combat
Boat, dan 3 Swamp boat. Untuk AU, 1 unit CN-298, 6 unit GROB G-120 TP, 8
unit EMB-314 Super Tucano, 9 unit F-16, 1 radar ATC Lanud Iswahudi, 2
Penangkis Serangan Udara Oerlikon, dan 1 Pesawat NC 212.
Dalam rangka memenuhi tugas pemenuhan alutsista TNI, saat ini
industri pertahanan telah merangkak naik dalam membangun dirinya menuju
kemandirian industri. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya joint production
bersama industri pertahanan luar negeri, program transfer of technology (ToT)
telah dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan profesionalisme
prajurit (fasilitas perumahan prajurit)
Dalam rangka meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 42


profesionalisme prajurit yaitu dilakukan dengan membangun kesejahteraan
prajurit TNI melalui pemenuhan fasilitas perumahan yang menjadi sasaran
prioritas dalam upaya mewujudkan profesionalisme prajurit. Sejauh ini telah
dilakukan upaya-upaya pemenuhan yang melibatkan Bappenas, Kementerian
PUPR, Kemhan dan Mabes TNI serta Mabes Angkatan; serta
3. Menguatnya keamanan laut dan keamanan wilayah Perbatasan negara.
Sejauh ini ada 12 institusi keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di
laut, pemerintah berupaya agar 12 institusi ini dapat dikendalikan dalam satu
komando dan pengendalian di bawah Bakamla. Dalam rangka mengantisìpasi
perkembangan situasi baik yang bersifat internasional, regional maupun
nasional, maka TNI telah menyusun strategi pembangunan kekuatan Postur TNI
yang saat ini implementasinya diselenggarakan melalui kebijakan
pembangunan MEF TNl yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan
Nomor 39 Tahun 2015 tentang MEF (Minimum Essential Force) TNI 2015.
Dalam Peraturan Menteri Pertahanan No 39 Tahun 2015 tentang MEF telah secara
rinci menjelaskan rencana pembangunan kekuatan TNI melalui kebijakan pembangunan
MEF TNI sampai dengan tahun 2024, termasuk pembentukan dan peningkatan satuan.
Diantaranya pada tahun 2016 ini yang dilaksanakan adalah:
a. Pembentukan Kodam Xlll/Merdeka dìsebabkan adanya peningkatan resÌko
keamanan pada ALKI (Alur Laut Kepulauan lndonesia)-ll wilayah utara pulau
Sulawesi khususnya wilayah Sulawesi Utara merupakan daerah yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga Philipina, yang mempunyai
kerawanan sewaktu-waktu dapat mengancam stabilitas keamanan dan menjadi
pintu gerbang masuknya infiltrasi maupun invasi negara asing ke wilayah NKRI
melalui wiìayah tersebut. Adanya kerawanan tersebut tentu memerlukan
perhatian seríus dan strategi penangkalan guna meminimalisir segala dampak
negatif yang mungkin timbul. Meskipun sampai saat ini bentuk ancaman dari
luar yang mengarahkan digelarnya Operasì Militer untuk Perang (OMP) dapat
dikatakan belum ada, dan ancaman dari dalam negeri yang mengarahkan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 43


digelarnya Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dapat setiap saat terjadi,
sepertí pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di perbatasan, konflik antar
warga yang diawali isu SARA, bencana alam, dan terorisme, sehingga
diperlukan penataan gelar kekuatan dengan mengembangkan kekuatan TNI AD
yang dapat melakukan pencegahan dan penangkalan setiap ancaman yang
akan terjadi.
b. Pembentukan Kodam XVIII/Kasuari dì Papua Barat merupakan pemekaran dari
Kodam XVll/Cendrawasih dan bagian dari penilaian gelar satuan jajaran TNI AD.
Saat ini Kodam XVll/Cen dengan Makodam berkedudukan di Jayapura memiliki
wilayah tanggung jawab di Provinsi Papua dan Papua Barat. Guna
mengoptimalkan pemberdayaan wilayah Papua bagian Barat, maka sesuai
dokumen revisi MEF dan Renstra TNI AD, akan dibentuk Kodam XVlll/Kasuari di
Papua Barat pada tahun 2024. Namun seiring dengan kebijakan Pimpinan TNI
AD dalam mengantisipasi perkiraan dan perkembangan potensi ancaman di
wllayah Papua dan perbatasan darat dengan Negara PNG yang masih rawan
konflik dan separatis, maka pembentukan Kodam XVlll/Kasuari di Papua Barat
dipercepat pada tahun 2016 dan dituangkan dalam revisi MEF maupun Renstra
TNI AD. Pembentukan Kodam XVlll/Kasuari diharapkan akan meningkatkan
pengawasan dan penguasaan wilayah serta meningkatan kemampuan daya
tangkal dan tindakan preventif dalam mencegah kemungkinan terjadinya
berbagai ancaman dan pelanggaran seperti pelanggaran lintas batas, konflik
perbatasan, separatisme, penyelundupan narkoba, teroris, perdagangan
manusia dan ilegal logging serta klaìm batas wilayah darat / laut antar Negara
serta pulau terluar di wìlayah Papua Barat.
c. Peningkatan satuan dari Lanal menjadi Lantamal (Pontianak, Tarakan dan
Sorong) serta dari Lanud Tipe B menjadi Lanud Tipe A (Pekanbaru, Pontianak,
Kalijati dan Bìak) juga bertujuan untuk mengantisipasi munculnva berbagaì
macam AGHT di wilayah perbatasan dan trouble spot khususnya di seluruh ALKI
baik ALKI l, ll, dan ll.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 44


Masih banyak tugas pemerintah dalam mengembangkan dan memperkuat kondisi
pertahanan di perbatasan indonesia mengingat indonesia merupakan daerah
kepulauan yang banyak berbatasan dengan negara lain. Beberapa langkah
koordinasi yang dilakukan
oleh Kemenko Polhukam
melalui Koordinasi Bidang
Pertahanan Negara yang
ditempuh dalam rangka
menyelesaikan permasalahan
wilayah perbatasan tahun
2016 adalah:

Foto: Menko Polhukam melaksanakan evaluasi Pembangunan Perbatasan melalui Rapat


Koordinasi Pengendalian Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia

1. Koordinasi Penyusunan Rancangan Perpres tentang Perubahan atas Perpres


Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP saat ini sudah terealisasi sebesar 90%,
yaitu sudah pada tahap finalisasi draft Perpres untuk kemudian diajukan
kepada Presiden RI.
2. Koordinasi Penyusunan Rancangan Keppres tentang Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Terluar (PPKT), Penyusunan rancangan dimaksud diproses dengan
pembahasan dan pengharmonisasian antar K/L. Penyusunan Rancangan
Keppres PPKT yang sesuai dengan amanat PP Nomor 62 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan PPKT tersebut saat ini sudah dalam capaian 90%. Leading sector:
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
3. Prioritas program ditujukan kepada pemenuhan pencapaian Minimum Essential
Forces (MEF) yang mengacu pada ancaman aktual dan potensial bagi Indonesia
serta kebijakan pemerintah untuk membangun Indonesia dengan
mengutamakan wilayah terdepan yang dalam hal ini adalah daerah perbatasan.
4. Upaya penetapan batas negara baik batas darat maupun batas maritim yang
dilakukan di tahun 2015 dan dilanjutkan pada tahun 2016 merupakan bagian

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 45


dari implementasi amanat konstitusi/UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam rangka menjaga seluruh tanah air Indonesia. Upaya penetapan
batas negara baik batas darat maupun batas laut dalam perkembangannya
sudah memiliki kemajuan/progress yang baik sehingga Tim Perunding/Tim
Teknis maupun Utusan Khusus harus terus didukung dalam upaya penyelesaian
batas negara.
5. Komitmen dan konsistensi Kementerian Teknis untuk terus melaksanakan
pembangunan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar selain untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga dalam rangka mewujudkan
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar sebagai Halaman depan negara sesuai
dengan Nawacita ke-3 Presiden.
6. Realisasi pembangunan alutsista mengalami link but not match dalam
pengertian kurang adanya hubungan logis proporsional antara kebutuhan
alutsista TNI dengan kemungkinan ancaman yang dihadapi. Hal ini antara lain
tercermin dari tidak terealisasinya hal-hal yang sudah dituangkan dalam
Perpres RI Nomor 97 Tahun 2016 yang menetapkan bahwa ancaman yang
menuntut sinergisme yang tinggi dan harus mendapat perhatian serius pada
Renstra II (2016-2019), berupa: Konflik di wilayah perbatasan dan keamanan
pulau-pulau kecil terluar; Ancaman separatisme; Terorisme; Bencana alam;
Konflik horizontal; Radikalisme; Kelangkaan energi; dan Ragam kegiatan illegal
baik di darat maupun di laut, yang secara akumulatif dapat mengganggu dan
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan
bangsa.
7. Perlu peningkatan sinergitas Kemhan, TNI dengan K/L terkait dalam
merumuskan kebijakan dan strategi pertahanan negara khususnya berkaitan
dengan analisa strategis intelijen sebagai pertimbangan dalam menentukan
prioritas pembangunan kekuatan kemampuan pertahanan negara.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 46


Sebagai tindak lanjut, Kemenko Polhukam melalui Kedeputian Bidang Koordinasi
Pertahanan Negara melakukan koordinasi dan sinkornisasi kebijakan dalam rangka
pencapaian MEF dan Pemberdayaan industri pertahanan dengan K/L teknis terkait. Adapun
beberapa tindak lanjut yang akan dilakukan adalah
1. Dalam rangka penyelesaian batas negara, perlu merumuskan langkah-langkah
strategis dan terpadu, serta perlu dibentuknya Tim Perunding Batas Negara
yang Berkualitas dan perlunya penguatan data perbatasan bagi referensi Tim
Perunding dalam rangka penyelesaian batas negara khususnya batas darat di 9
OBP RI Malaysia, 2 Unresolved Segment di perbatasan RI-RDTL, dan batas laut
RI dengan negara tetangga pada segmen yang belum selesai baik segmen laut
teritorial, zona ekonomi ekslusif (ZEE) maupun landas kontinen.
2. Perlunya peningkatan koordinasi dan keterpaduan antar
Kementerian/Lembaga terkait dan Pemda dalam implementasi pengelolaan
perbatasan dan akselerasi pembangunan di kawasan perbatasan baik
pembangunan infrastruktur maupun komunikasi.
3. Dalam rancangan penyebaran kekuatan, Tentara Nasional Indonesia (TNI)
menyiapkan pangkalan militer di Pulau Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) sebagai
bagian dari pertahanan negara di garis terluar. Pangkalan ini dirancang begitu
terpadu sehingga kondisi diyakini mampu memperkuat pertahanan negara.
berdasarkan masterplan proyek pembangunan pangkalan TNI Terpadu di
Natuna akan dijadikan Mako Batalyon Komposit. Batalyon ini memiliki
kekuatan 1 Kompi yang merupakan ex Kompi C 138/TS. Lokasinya berada di
Desa Sepempang.
4. Pangkalan militer akan ditempatkan Sisdalops TNI Terpadu, Mess prajurit
integratif, dibangun hanggar pesawat dan heli integratif, rumah sakit
integratif.Tidak hanya itu, dalam masterplan, di Desa Sungai Ulu 1 Kompleks
Kompi D 136/TS dan Rai Arhanud Rudal. Di Tanjung Sekalung, dibangun
dermaga bungker kapal selam. Sementara di Tanjung Datuk dibangun Radar
Weibel, radar permukaan, long range camera dan 1 Rai Armed Mlrs. Di Desa

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 47


Tanjung Payung, ditempatkan radar permukaan, long range camera. Dan di
Selat Lampa, merupakan dermaga kapal atas air, dermaga beaching, disertai
fasilitas pangkalan. Kemudian kehadiran kompi lainnya di Pangkalan militer TNI
di Natuna, tepatnya di Desa Setengar dijadikan Kompi Komposit Marhanlan,
Gudang perbekalan dan amunisi integratif, 1 Kizi tempur.
5. Pemberdayaan sumber daya nasional dalam rangka menyiapkan komponen
cadangan dan komponen pendukung seyogyanya diatur dalam undang-undang
dan dianggarkan oleh APBN serta disosialisasikan ke seluruh K/L dan warga
Negara sebagai individu maupun anggota kelompok masyarakat

b. Potensi Kontribusi Intustri Pertahanan Nasional


Pertahanan nasional adalah segala upaya untuk mempertahankan kedaulatan
negara yang meliputi keutuhan wilayah dan juga keselamatan masyarakat dari segala
gangguan yang mengancam keutuhan negara. Kebijakan pertahanan dalam rangka
pencapaian tujuan keamanan nasional sangat bergantung kepada kesiapan komponen
utama untuk pengelolaan sumber daya nasional. Oleh sebab itu sistem pertahanan dan
keamanan negara membutuhkan ketersediaan peralatan utama yang didukung oleh
kemampuan industri dalam negeri seperti industri pertahanan. Industri pertahanan adalah
proses pembuatan (production) dan pengembangan (development) berbagai
barang/peralatan yang berkaitan dengan aspek pertahanan, khususnya militer, seperti
alutsista (Tank, Helly Copter, Pesawat Terbang, Kapal Perang, Kapal Selam, dll.) dan
peralatan pendukung lainnya disamping perlunya dilakukan evolusi terhadap doktrin
pertahanan Indonesia dengan memperhatikan faktor-faktor geopolitik.
Industri Pertahanan Nasional merupakan industri strategis yang berkelanjutan yang
tercantum dalam undang-ndang RI No 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan. UU No
16/2012 menegaskan, pengembangan industri strategis merupakan bagian terpadu dari
perencanaan strategis sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara. Industri pertahanan adalah industri nasional, yang terdiri dari badan
usaha milik negara (BUMN) atau swasta, yang ditetapkan pemerintah untuk sebagian atau

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 48


seluruhnya menghasilkan alat pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk
kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan negara di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Syarat dibangunnya industri pertahanan adalah
kemampuan sumber daya manusia yang handal, sumber daya alam yang potensial, dan
sumber daya buatan yang kuat. Kemampuan dasar dalam penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi merupakan hal yang mutlak dalam menopang berhasilnya industri
pertahanan. Kekuatan anggaran yang besar untuk pembiayaan industri pertahanan
merupakan kebutuhan wajib yang harus disediakan jika ingin mengembangkan industri
pertahanan. Manfaat yang dapat dipetik dengan pembangunan industri pertahanan adalah
keleluasaan dalam memproduksi sendiri peralatan militer sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan, kondisi wilayah, dan karakter ancaman yang diprediksi mengancam
kedaulatan negara tersebut. Di lain sisi Pembangunan industri pertahanan untuk
mencukupi kebutuhan pertahanan negara sehingga tidak tergantung pada pasokan/suply
dari negara lain, apabila negara yang bersangkutan terkena sanksi internasional, berupa
embargo militer.
Dalam membicarakan industri pertahanan tidak lepas dari latar belakang
bagaimana dapat menunjang tingkat MEF. Di bawah koordinasi kedeputian Pertahanan
negara, Kementerian Pertahanan beserta TNI tengah berusaha untuk mengembangkan
kemampuan pokok minimum atau minimum essential force (MEF). Industri pertahanan di
Indonesia yang menjadi produsen alutsista kini tengah berupaya keras untuk menunjukkan
komitmennya dalam memenuhi pesanan Alutsista dengan durasi waktu hingga 2024 nanti.
Adapun pengelolaan semua industri strategis (industri pertahanan) harus di dalam koridor
kontrol pemerintah. Pasalnya, tidak semua pelaku industri berminat dan ingin bergabung
dalam proyek yang ada. Industri diletakkan sebagai penggerak, tetapi konseptor dan
pendorong lahir dari pemerintah. Dengan dasar seperti itu, pemerintah tidak sekadar
mengawasi, tetapi juga insentif dan dukungan penuh untuk dihadirkan. industri strategis
tidak bisa sendiri, bukan masalah bagaimana mendirikan pabriknya, tetapi juga mengenai
kepastian pasar. Pemerintah harus mendukung penuh industri pertahanan mulai dari
menyiapkan sarana penelitian, pendanaan hingga penyerapan pasar. Pekerjaan rumah

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 49


pemerintah ialah untuk membawa industri pertahanan dalam satu lokomotif yang
sekarang ini masih terhambat. Dalam memajukan industri pertahanan pemerintah akan
me-review ulang peta jalan industri guna memastikan pengembangannya akan lebih cepat
dan tepat.
Dalam rangka meningkatkan perkembangan di bidang pertahanan, pemerintah
telah berkomitmen agar memberikan kontribusi lebih dengan meningkatkan anggaran
pertahanan secara signifikan. Indonesia akan memiliki anggaran pertahanan yang tumbuh
paling cepat di Asia Pasifik selama lima tahun ke depan. Fokus Anggaran Pertahanan
Indonesia tahun 2016 hingga 2017 akan difokuskan pada memperbaiki pesawat angkut
maupun tempur dan melengkapi roket serta peluru kendali atau rudal.

Grafik III. 5 Anggaran pertahanan Intonesia 2010-2019

Pada grafik terlihat bahwa dari tahun 2010 sampai 2019 pemerintah berkomitmen
secara berkelanjutan menaikkan anggaran dibidang pertahanan dalam rangka menciptakan
pertahanan Indonesia yang mumpuni. Selama lima tahun ke depan, Indonesia kemungkinan
akan meningkat pertumbuhannya secara konsisten. Mencapai tingkat pertumbuhan yang
tinggi berkelanjutan tampaknya sangat mungkin mengingat anggaran pertahanan mendapat
dukungan politik yang kuat. IHS Aerospace, Defence & Security memperkirakan pengeluaran
Pertahanan Indonesia akan melewati Rp 180 triliun ($ 14,3 miliar) per tahun pada tahun

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 50


2020. perencanaan jangka panjang memang sangat diperlukan guna bisa memajukan
industri pertahanan. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dengan perusahaan plat merah
yang bergerak di bidang industri pertahanan harus terus ditingkatkan.
Dalam rangka membangun pertumbuhan perindustrian pertahanan negara,
pemerintah menargetkan kemandirian industri pertahanan yang artinya seluruh kebutuhan
alutsista dalam negeri dipenuhi oleh pelaku industri lokal dan bukan impor, dicanangkan
sudah dimulai sejak 2017. Hal tersebut sejalan dengan visi-misi kementerian pertahanan
yaitu menciptakan Alutsista TNI yang mandiri dengan target Indonesia memiliki industri
pertahanan yang mandiri pada tahun 2025 sebagai salah satu langkah menghemat
pengeluaran negara untuk belanja alutsista. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah
memfasilitasi kemudahan dalam perkembangannya seperti insentif berupa Bea Masuk
barang impor terkait jenis barang komoditi industri pertahanan. Banyak dari bahan baku
keperluan militer masih harus diimpor dari negara lain. Maka dari itu dibutuhkan suatu
fasilitas dari pemerintah untuk memberikan insentif berupa pembebasan Bea Masuk agar
dapat mengurangi biaya dan memperlancar produksi. Jika bangsa Indonesia mengabaikan
kemandirian industri pertahanannya maka akan berdampak timbulnya akumulasi dalam
bentuk ancaman serius yang bersifat multidimensional di masa yang akan datang.
Strategi pemerintah dalam rangka mengawasi industri pertahanan nasional ialah
dengan membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang bertujuan menilai
kondisi dan kemampuan manufakturing industri pertahanan strategis dalam negeri. Arah
pengembangan industri telah tercantum dalam Komite Kebijakan Industri Pertahanan
(KKIP). Komite ini yang mewakili Pemerintah untuk mengoordinasikan kebijakan nasional
dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi
Industri Pertahanan. KKIP menyusun tujuh program nasional untuk kemandirian alutsista
a.l. pengembangan program jet KFX/IFX, program pembangunan kapal selam, program
pembangunan industri propelan, pengembangan roket nasional, pengembangan peluru
kendali nasional, pengembangan radar nasional, dan pengembangan medium tank.
Beragam proyek yang dicantumkan sudah mulai dikerjakan, seperti propelan, roket
nasional, kapal selam dan lainnya.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 51


Outcome dari adanya indutri pertahanan yang mandiri akan mempengaruhi capaian
dari nilai MEF. Untuk memenuhi pencapaian Minimum Essential Forces (MEF) TNI tahun
2017 yang lebih maksimal maka perlu ditingkatkan dukungan terhadap kemampuan
industri Pertahanan Dalam Negeri, dengan tidak menyampingkan peningkatan teknologi
melalui transfer of technology (ToT) dengan negara maju, kerja sama dengan lembaga
pendidikan dan penelitian serta BUMN pertahanan strategis.

c. Jumlah Kejatian Terorisme


Terorisme menjadi isu yang sangat penting dan telah dibawa ke ranah
internasional. Indonesia merasa perlunya kerjasama dan kebersamaan antar negara-
negara di dunia untuk mengatasi terorisme. Pemberantasan terorisme dari berbagai sisi
termasuk soft approach atau pendekatan lunak. Aktifitas jaringan terorisme di Indonesia
masih sangat berpotensial melakukan serangan kepada sejumlah musuh-musuh mereka
terutama yang mereka anggap pemerintahan Republik Indonesia sebagai pemerintahan
thogut, sehingga mereka masih memprioritaskan melakukan aksi “amaliyah jihad” dengan
cara apaupun untuk membunuh anggota Polri. Selain kegiatan amaliyah di dalam negeri,
jaringan teroris Indonesia masih berusaha membangun hubungan baik dengan jaringan
terorisme global di bawah Al-Qaeda dan Islamic State di wilayah Iraq dan Syuriah. Salah
satu bentuk hubungan baik tersebut adalah mengirimkan sejumlah relawan untuk berjihad
di negara-negara yang sedang dilanda konflik agama atau lebih dikenal dengan foreign
terrorist fighters, seperti Syuriah, Iraq, Palestina dan Mesir.
Selama tahun 2016, perkembangan dari jaringan teror di Indonesia dapat dikatakan
cukup besar mulai dari awal tahun hingga akhir tahun. Adapun data terkait aksi trorisme
selama tahun 2013-2016 ialah sebagai berikut

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 52


Grafik III.6 Aksi terkait terorisme tahun 2013-2016

Aksi terkait terorisme tahun 2013 - 2016


30 27
25
20
15 8 8
10 4 4 6 6 5
5 3 3
5 1 0 0 1 1
0

2013 2014 2015 2016

Berdasarkan data aksi terkait terorisme selama tahun 2013-2016, teror Bom
berjumlah 16 aksi, Penembakan dan Pembunuhan 18 aksi, Pencurian dengan pemberatan
dalam rangka pendanaan berjumlah 35 serta Perencanaan terror atau penemuan bom
berjumlah 13 aksi. Adapun aksi terorisme pada tahun 2016, teror bom 4, Penembakan dan
pembunuhan 1 aksi, Pencurian dengan pemberatan dalam rangka pendanaan berjumlah 0
aksi, serta perencanaan terror atau penemuan bom berjumlah 3 aksi sehingga total aksi
terorisme selama tahun 2016 adalah 8. Secara garis besar aksi terorisme dari tahun 2015
ke tahun 2016 mengalami penurunan 2 aksi dimana total aksi terorisme pada tahun 2015
sebanya 10 aksi. Hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah terhadap aksi teroris di
Indonesia. Adapun penindakan yang dilakukan terhadap aksi terorisme ialah sebagai
berikut:
Grafik III.7 Data Penintakan Terorisme selama tahun 2013-2016

Data Penintakan Terorisme selama tahun 2013 -


2016
150 132

100 85
57 57
50 32
20
5 9 9 6 8 7
0
Ditangkap Dipulangkan Meninggal Dunia

2013 2014 2015 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 53


Berdasarkan data penindakan terorisme selama tahun 2013-2016, tersangka teroris
yang ditangkap berjumlah 331 orang, dipulangkan berjumlah 29 orang serta yang
meninggal dunia berjumlah 67 orang.
Kemenko Polhukam, melalui Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat terus melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kepada
Kementerian dan Lembaga terkait dalam rangka pencegahan dan penanggulangan tindak
kejahatan terorisme untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di masyarakat.

4. Sasaran IV : Meningkatnya Pentayagunaan Aparatur tan Tata Kelola


Pemerintahan.
Pencapaian sasaran IV yaitu Meningkatnya Pendayagunaan Aparatur dan Tata
Kelola Pemerintahan diukur dengan menggunakan 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai
alat ukur yaitu (1) Indeks Reformasi Birokrasi K/L dan Provinsi; (2) Tingkat Kepuasan
Masyarakat terhadap layanan publik K/L dan Provinsi. Adapun capaian kinerja yang telah
dihasilkan sebagai berikut.
Tabel III.10 Capaian Sasaran IV
Meningkatnya Pentayagunaan Aparatur tan Tata Kelola Pemerintahan
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Persentase
(1) (2) (3) (4) (5)
Meningkatnya a) Indeks Reformasi 58% 66,77% 115,12%
pendayagunaan Birokrasi K/L
aparatur dan tata
kelola Indeks Reformasi 35% 53,33% 152,37%
kepemerintahan. Birokrasi Provinsi

b) Tingkat Kepuasan
Masyarakat thd 53,5% 55,33% 103,42%
layanan publik K/L

Tingkat kepuasan
masyarakat 51,5% 39,9% 77,47%
terhadap layanan
publik provinsi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 54


a. Inteks Reformasi Birokrasi K/L tan Provinsi
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tata
kelola pemerintahan yang baik (good govenance) dengan melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Sejumlah aspek
yang menjadi ruang lingkup perubahan dan pembaharuan tersebut meliputi aspek
kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Tujuan
reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional
dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu
melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan
kode etik aparatur negara.
Reformasi birokrasi merupakan proses yang berkelanjutan dan bukan pekerjaan
yang bisa dilihat hasilnya secara instan. Saat ini pelaksanaannya telah memasuki tahun
keenam sejak adanya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010- 2025. Dalam kurun waktu enam tahun tersebut cukup banyak
perubahan-perubahan signfikan yang terkait dengan Tata Kelola Pemerintahan.
Perwujudan RB dilingkungan pemerintah sangat penting karena mempengaruhi outcome
instansi pemerintah yang berhasilguna dan berdayaguna. Semakin tinggi nilai reformasi
birokrasi maka semakin tinggi pula performa “agen” kepada “principal” Untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui sejauh mana perwujudan Reformasi Birokrasi dalam suatu
instansi pemerintah sebagai “agen” yaitu bertugas memberikan layanan kepada “principal”
atau masyarakat.
Sampai dengan akhir tahun 2016, pelaksanaan reformasi birokrasi nasional di
tingkat pemerintah pusat telah menunjukkan perkembangan yang baik. Hal tersebut dapat
di lihat dari capaian indeks reformasi birokrasi K/L pada tabel, adapun berdasarkan matriks
tersebut terlihat bahwa dari target yang telah ditentukan ditahun 2016 yaitu 58 poin
mampu melebihi target yaitu dengan skor 66,77 poin. Hal ini menunjukkan kenaikan skor
RB pada K/L yang cukup signifikan karena mampu melampaui target 2 tahun kedepan.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 55


Tabel III. 11 Inteks reformasi Birokrasi ti K/L tan Provinsi
Indek Reformasi Birokrasi Target Target Realisasi Target RKP
Rata-Rata Nasional 2019 2016 2016 2017

Skor
a.Kementerian/Lembaga 75 58 66,77 61
1-100

Skor
b. Provinsi 60 35 53,33 40
1-100

Skor
c.Kabupaten/Kota 45 n.a 56 25
1-100

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi No 30 Tahun 2012, pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah di
mulai pada tahun 2012. pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah
merupakan langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan daerah dengan
berpedoman pada prinsip tatakelola pemerintahan yang baik. Masing-masing pemerintah
daerah mempunyai kondisi obyektif yang beragam, dalam hal karakteristik, kesiapan
aparatur, dan lingkungan strategis. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi
pemerintah daerah dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan
kemampuan pemerintah daerah tersebut.
Dalam konteks percepatan Reformasi Birokrasi berdasarkan Peraturan Menteri
PANRB Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map RB 2015-2019, Pemerintah Daerah
Provinsi, Kabupaten, dan Kota Dalam telah melakukan upaya pelaksanaan reformasi
birokrasi namun belum terlaksana secara optimal. Oleh karena itu, Kemenko Polhukam
perlu mendorong Kemen PANRB dan Kemdagri serta instansi terkait untuk mencari solusi
pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan upaya percepatan terwujudnya tata
kelola pemerintahan yang baik sesuai grand design RB Nasional di tingkat daerah. Adapun
pencapaian Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi mencapai skor 53,33 Poin dengan target
RKP Tahun 2016 36 Poin. Hal tersebut menunjukkan perkembangan indeks reformasi
birokrasi yang baik dimana realisasi melebihi 100 persen yaitu sebesar 152,37 %.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 56


Pada umumnya implementasi Reformasi Birokrasi telah berlangsung dengan baik,
hal tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya semua K/L yang telah melaksanakan RB.
Namun terdapat beberapa permasalahan terkait dengan penyelenggaraan kebijakan
program reformasi birokrasi oleh K/L di bawah koordinasi Kemenko Polhukam sebagai
berikut yaitu:
a. Permasalahan dengan adanya otonomi daerah bertujuan meningkatkan
kesejahteraan rakyat, akan tetapi dengan paradigma baru kekuasaan yang mulai
tersebar ke pemerintah daerah menjadikan kepala-kepala daerah merasa berkuasa
lebih, enggan diperintah, dan menguasai birokrasi sedang aturan main kurang
diperhatikan menjadikan malbirokrasi;

b. Dalam pengelolaan Reformasi Birokrasi menjadi kurang maksimal karena


penempatan pejabat tidak didasarkan karier birokrasi, akan tetapi didasarkan pada
kedekatan partner politik;

c. Adanya keterbatasan kemampuan aparaur daerah sehingga menyulitkan


implementasi reformasi birokrasi mikro, mencakup 8 (delapan) Area Perubahan
belum dapat diwujudkan secara maksimal; dan

d. Masih terbatasnya penggunaan Teknologi Informasi berkaitan kemampuan


sumberdaya manusia dan anggaran berkaitan pelaksanaan on line reformasi
birokrasi menjadikan proses yang kurang transparan dan lambat.

Realisasi Perwujudan Reformasi birokrasi yang baik dipengaruhi dari kualitas


sumber daya manusianya atau yang sering disebut dengan ASN. Untuk itu, perlunya
pengaturan ASN yaitu manajemen sumber dayanya agar dapat menunjang Reformasi
Birokrasi pemerintahan. Untuk itu, perlunya disahkannya segera beberapa Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang
Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur telah mendorong Kementerian Sekretariat
Negara untuk menindaklanjuti proses otentifikasi RPP Manajemen PNS.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 57


b. Tingkat Kepuasan masyarakat terhatap layanan Publik K/L tan Layanan
Publik Provinsi
Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia saat ini dihadapkan pada
kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat. Dalam hal ini diperlukan inovasi dalam peningkatan pelayanan publik yang
terselenggara melalui kegiatan yang berkesinambungan untuk membangun kepercayaan
masyarakat. Tiga kunci sukses dalam inovasi pelayanan publik yaitu, komitmen pimpinan,
kemauan pimpinan satuan kerja dan juga sumber daya manusia yang handal yang dapat
mengimplementasikan semua program yang diberikan pimpinan. “Inovasi sebagai
percepatan peningkatan pelayanan publik memerlukan kerja keras dan waktu yang tidak
singkat. Berbagai inovasi dan kampanye program revolusi mental yang dikembangkan
pemerintah akan memperbaiki kinerja pelayanan publik di seluruh daerah. Sistem AJIB
(Antar Jemput Izin Bermotor) sebagai salah satu inovasi terbaru yang telah dijalankan
selama 8 bulan di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov DKI. Keberhasilan sistem
AJIB yang telah mengeluarkan lebih dari 4 juta perizinan/non perizinan dan meningkatkan
kemudahan perizinan usaha disertai turunnya tingkat komplain di BPTSP DKI.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat
merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat sehingga
kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (publik services) sangat strategis
karena akan menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya bagi masyarakat dan sejauhmana negara telah menjalankan perannya
dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.
Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya
kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan
kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Kesadaran akan hak-hak sipil
yang terjadi di masyarakat tidak lepas dari pendidikan politik yang terjadi selama ini. Untuk
itu Organisasi publik dalam memberikan pelayanan yang baik dituntut untuk dapat
bertindak cepat dan akurat yang juga merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 58


Bagi organisasi publik, pelayanan yang baik tercermin dari setiap efektivitas dan
efisiensi kegiatan yang dilakukan dengan lancar. Semakin cepat dan akurat pelayanan yang
diberikan maka kualitas pelayanan akan semakin baik. Pemerintah sebagai penyedia
layanan publik bertanggungjawab dan terus berupaya untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat. Rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh
aparatur pemerintah menjadi citra buruk pemerintah di tengah masyarakat. Tidak jarang
sebagian masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluh dan
kecewa terhadap layanan publik. Perhatian terhadap layanan publikpun semakin hari
semakin disoroti mengingat dasar pemerintah dibentuk.
Tingkat kepuasan seseorang pelanggan dapat dilihat dari nilai produk atau jasa yang
diberikan oleh instansi. Nilai tersebut ditentukan oleh berbagai faktor-faktor kualitas
pelayanan. Kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah menurun yang
berpotensi mengarah pada apatisme publik. KEPMENPAN No 63 tahun 2003 tentang
pedoman umum penyelenggara pelayanan publik menyebutkan bahwa, ukuran
keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan publik. Untuk
itu, adalah suatu keharusan untuk mengetahui sejauh mana publik terpuaskan akan kinerja
pelayanan pemerintah yang diberikan. Tabel dibawah merupakan tingkat kepuasan
masyarakat terhadap layanan publik:

Tabel III. 12 Tingkat Kepuasan masyarakat tht Pelayanan Publik


Birokrasi Yang Memiliki Target Target Realisasi Target
Pelayanan Publik Yang 2019 2016 2016 RKP 2017
berkualitas
a. Kementerian/Lembaga
K:80% K: 44% K: 58%
% 100%
L:35% L:66,67% L: 55%
b. Pemerintah Provinsi
% 100% 70% 39,39% 54,50%
c. Pemerintah
Kabupaten/Kota % 80% 20% 18,00% 30,50%

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 59


Tingkat Kepuasaan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di tingkat Kementerian
pada tahun 2016 tidak sesuai target 80% karena hanya mencapai target 44%, sedangkan di
tingkat Lembaga melampaui target dari 35% mencapai 66,67%. Pada Tingkat Kepuasaan
Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di tingkat Provinsi pada tahun 2016 hanya
mencapai 39,9% yang sebelumnya ditargetkan mencapai 70%.
Beberapa permasalahan yang telah diinventarisasi selama melaksanakan koordinasi
dan pemantauan adalah rendahnya kepatuhan/implementasi Standar Pelayanan
mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi berikutnya yang didominasi oleh perilaku
aparatur atau secara sistematis terjadi di instansi pelayanan publik, misalnya:
ketidakjelasan prosedur, ketidakpastian jangka waktu layanan, pungli, korupsi,
ketidakpastian layanan perijinan investasi, kesewenang-wenangan secara makro
mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik. Adapun tabel dibawah ini
menunjukkan tingkat laporan pengaduan masyarakat terkait implementasi pelayanan
publik
Grafik III. 14 Dinamika Jumlah Laporan Pertahun

Menurut grafik diatas bahwa tingkat laporan pengaduan terus bertambah naik dari
tahun 2011 hingga 2016 dimana pada tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup tinggi
yaitu sebesar 31,65% atau sebesar 2171 pengaduan. Melihat dinamika tersebut,
pemerintah wajib mengambil langkah tegas mengingat tugas pokok pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan publik yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat dari mulai
lahir hingga meninggal.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 60


Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan
Aparatur berhasil mengkoordinasikan permasalahan tersebut dengan melibatkan
Ombudsman RI untuk mengevaluasi laporan-laporan pengaduan masyarakat terkait
dugaan maladministrasi kegiatan pelayanan publik yang mengakibatkan rendahnya
pelayanan publik. Menanggapi hal tersebut, Evaluasi Pemantapan Koordinasi dalam
Peningkatan Pelayanan Publik ialah dengan melakukan Pemantapan koordinasi
Peningkatan Pelayanan Publik dilaksanakan dalam rangka untuk memperoleh data-data
pelaksanaan program peningkatan Pelayanan Publik sebagai bahan untuk menyusun
rekomendasi evaluasi program Peningkatan Pelayanan Publik dalam mengatasi masalah
pelayanan di bidang barang, jasa dan administrasi serta pengawasannya dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan pemantapan
koordinasi program Peningkatan Pelayanan Publik, diperoleh data/informasi sebagai
berikut :
1. Dalam konteks kelembagaan guna mendukung penyelenggaraan pelayanan publik
yang berkualitas :
Dalam peningkatan kapasitas kelembagaan dan penataan organisasi berjalan
cukup baik, hanya dalam penempatan SDM Aparatur masih belum tepat fungsi
sesuai kompetensi masing-masing pegawai yang ada, hal ini menjadikan kesan
seolah-olah kurang tenaga SDM Aparatur;
2. Dalam konteks Ketatalaksanaan :
Masih terdapat adanya tumpang tindih regulasi dan kejelasan kewenangan serta
masih belum ditetapkannya 1 Rancangan Perpres Tentang Mekanisme dan
Ketentuan Pembayaran Ganti Rugi Pelayanan Publik dari UU Nomor 29 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
3. Dalam kontek Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Penyelenggara Pelayanan
Publik :
Dalam hal pengawasan, SPIP telah dilibatkan sejak mulai perencanaan sampai
dengan evaluasi program, namun tindak lanjut dari rekomendasi hasil temuan
pengawasan masih terdapat beberapa hal yang belum dapat ditindaklanjuti sebab

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 61


menyangkut kebijakan Pimpinan. Disamping itu, berlangsungnya otonomi daerah
ada beberapa hal seperti tidak adanya transparansi yang kurang sesuai dengan
konsep administrasi pemeritahan, dan pembinaan kepegawaian kurang berjalan
baik, karena para pimpinan daerah pada umumnya pejabat daerah sekaligus
pejabat politik yang dipilih langsung oleh rakyat yang kurang memahami
manajemen birokrasi;
4. Dalam kontek sumber daya manusia penyelenggara pelayanan publik: Sebagian
besar aparatur daerah khususnya pelaksana pelayanan publik belum merubah
paradigma dari dilayani menjadi melayani dan masih adanya primordial sempit
dengan mengutamakan kekerabatan dan pertemanan;
5. Kesadaran untuk melaksanakan layanan terpadu satu pintu belum maksimal, ada
beberapa dinas-dinas di daerah yang belum menyerahkan kewenangannya ke
kepala PTSP, namun sudah dilakukan langkah-langkah penyatuan beberapa layanan
dalam satu atap/terpadu satu pintu;
6. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam melaksanakan tugas mulai
berlangsung dan semakin meningkat. Karena pada zaman sekarang ini penggunaan
IT merupakan kebutuhan sekunder suatu organisasi yang memiliki perubahan yang
dinamis

Capaian lain yang telah Kemenko Polhukam melalui kedeputian Bidang Koordinasi
Komunikasi, Informasi dan Aparatur ialah sebagai berikut:
1. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan
Aparatur dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melakukan upaya maksimal
untuk melakukan pemantauan konten siaran lembaga-lembaga penyiaran yang ada
di wilayah Provinsi. Dari hasil koordinasi di beberapa provinsi dapat diperoleh data
sebagai berikut
a. Adanya keterbatasan tenaga pemantauan belum semua mata acara dari
lembaga penyiaran dapat dicover oleh tim pemantau. Sementara peran
masyarakat yang diharapkan dapat membantu peningkatan mutu konten

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 62


siaran melalui sikap kritis dan pengaduannya kepada komisi penyiaran juga
mulai mengalami penurunan. Ini mungkin disebabkan karena masyarakat
mulai apatis melihat kenyataan bahwa Komisi Penyiaran belum begitu kuat
untuk mengubah prilaku pengelola penyiaran untuk mentaati Pedoman
Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
b. Menjelang Pilkada semakin banyak lembaga penyiaran partisan yang tidak
netral dan terjadi penyimpangan konten siaran, sehingga banyak aduan
terhadap ketidaknetralan media tersebut ke KPI.
c. Berbagai peringatan yang telah diberikan oleh Komisi Penyiaran terhadap
berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga penyiaran
mendapatkan respon yang cukup baik, keberadaan Komisi Penyiaran diakui
dan diterima oleh berbagai lembaga penyiaran. Namun demikian itu tidak
menjadi jaminan bahwa lembaga penyiaran menjadi taat dan patuh pada
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
d. Lembaga Penyiaran Publik baik TVRI maupun RRI terbukti sangat taat dan
patuh pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran
(SPS).
2. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur memberikan
rekomendasi bahwa KPI dan KPID harus berperan aktif dalam menyosialisasikan
tentang aturan-aturan P3SPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya Sosialisasi secara intens tentang P3 SPS
oleh KPI di daerah.
3. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan
Aparatur telah berkoordinasi dengan berbagai pihak khususnya memberikan
rekomendasi kepada Komisi I DPR RI untuk segera mensahkan Revisi UU No 32
tentang Penyiaran, dan rekomendasi telah diterima oleh Komisi I DPR RI
4. Masih tertundanya pengesahan RPP Manajeman ASN yang sudah lebih dari 2 tahun
dan saat ini Kemenko Polhukam telah mendorong Kementerian Sekretariat Negara
untuk segera menindaklanjuti proses otentikasi.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 63


5. Alur serangan melalui dunia maya dilakukan tanpa kekuatan ofensif secara fisik. Hal
ini telah menjadi tren baru dalam ilmu dan konsep perang modern di abad ke-21.
Untuk menghadapi ancaman siber, melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) bersama seluruh pemangku
kepentingan, telah sepakat untuk membangun sebuah kemitraan strategis yang
komprehensif (comprehensive strategic partnership). Kemitraan tersebut dihimpun
dalam bentuk sebuah desk koordinasi di Kemenko Polhukam yang dinamakan
Desk Cyberspace Nasional.
6. Pembentukan Badan Siber Nasional (BASINAS) sudah dalam tahap
penandatanganan R-Perpres oleh Presiden. Disamping itu pencapaian dari
pelaksanaan Desk Cyber Nasional (DCN) pada tahun 2016 adalah
Diselenggarakannya Cybersecurity Policy Exercise bersama Belanda dan Australia di
Jakarta; Salah satu Anggota DCN ditunjuk sebagai Wakil Cyberspace Indonesia di
PBB; DCN ditunjuk sebagai Pendiri dan Ketua Cybersecurity Alliance for Mutual
Progress (CAMP) bersama 43 Negara; DCN sebagai koordinator penyelesaian
masalah Slot Satelit Pertahanan; DCN sebagai koordinator dalam investigasi dan
perbaikan terkait pembobolan sistem LPSE yang terjadi secara masif (nasional).

D. CAPAIAN KINERJA LAIN


Selain capaian indikator kinerja utama yang telah dijelaskan pada sub-bab
sebelumnya. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Kemenko Polhukam juga telah
menghasilkan beberapa capaian lainnya sebagai berikut:
I. Pelaksanaan Koortinasi Peningkatan Diplomasi Intonesia
Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri telah
melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian dalam rangka peningkatan
diplomasi dan kerjasama luar negeri Indonesia. Beberapa capaian yang dapat disampaikan
diantaranya adalah dicapainya kesepakatan kerjasama regional dan multilateral, yaitu:
a. Pengiriman pasukan perdamaian dalam kerangka PBB;
b. Keluarnya Indonesia dari ancaman Blacklist FATF;

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 64


c. MoU RI-Rusia di bidang politik, hukum dan keamanan;
d. Cetak Biru Pilar Polkam ASEAN periode 2015-2016;
e. ASEAN Convention Trafficking in Person
f. Pembebasan Visa untuk pemegang Paspor Diplomatik dan paspor Dinas Indonesia
untuk kunjungan ke Negara Italia, yang dituangkan dalam Peraturan Presiden
Nomor 68 Tahun 2016;
g. Pelaksanaan Cyber Tabletop Policy Exercise pada 20-21 Juli 2016 (RI – Belanda) di
Kemenko Polhukam, sebagai upaya memperkuat ketahanan dan keamanan cyber
security sebagai bagian dari ketahanan dan keamanan Negara untuk mengamankan
pertumbuhan ekonomi nasional.

II. Pelaksanaan Dukungan Atministratif Komisi Kejaksaan Republik Intonesia


Gagasan tentang pembentukan Komisi ini dilatarbelakangi oleh adanya
kekurangpuasan masyarakat terhadap kinerja kejaksaan, khususnya dalam proses
penegakan hukum. Dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum, masih ada oknum-
oknum Jaksa yang diduga menyalahgunakan wewenang, melakukan perbuatan tercela,
atau bertindak tidak professional. Keberadaan KKRI diharapkan dapat melengkapi dan
memperkuat mekanisme pengawasan internal dalam rangka menjaga martabat dan
kehormatan aparatur Kejaksaan serta meningkatkan profesionalisme Jaksa dan Pegawai TU
Kejaksaan
Perpres Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan RI mengamantkan bahwa
dibentuknya Komisi Kejasaan RI adalah untuk mendorong terwujudnya Kejaksaan yang
lebih baik. Adapun Pada tahun 2016 telah dilaksanakan berbagai kegiatan dengan hasil
sebagai berikut.
1. Selama tahun 2015, KKRI menerima pengaduan sebanyak 1048 lapdu.
Sebanyak 59% lapdu/lapmas berkaitan dengan pengaduan terhadap kinerja
jaksa/Kejaksaan, sedangkan sisanya 41 % lapdu/lapmas berkaitan dengan
perilaku jaksa/pegawai Kejaksaan. Artinya, Laporan pengaduan dari masyarakat
yang masuk ke KKRI umumnya masih didominasi oleh pengaduan yang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 65


berkenaan dengan kinerja jaksa/kejaksaan dalam proses penanganan perkara
yang menjadi kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan.
2. KKRI setiap hari mennerima pengaduan masyarakat. Setiap pengaduan yang
masuk, dikelola melalui sistem database laporan pengaduan masyarakat.
Sistem yang dibuat oleh KKRI tersebut berguna untuk mengadministrasikan
laporan yang masuk secara mudah, memantau perkembangan penanganan
pengaduan, dan menjadi data pendukung untuk melakukan analisa terhadap
kinerja institusi kejaksaan. Dengan adanya sistem data base, Sekretariat KKRI
akan mudah mendapatkan informasi terkait dengan jumlah laporan
pengaduan, penanggungjawab Laporan pengaduan. Selain itu masyarakat juga
dapat mengetahui perkembangannya dengan menghubungi staf sekretariat
KKRI, namun untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat terkait dengan
penanganan lapdu tersebut, Sekretariat KKRI juga melakukan pemutakhiran
data dengan cara turun kelapangan.
3. Dalam menangani sebuah kasus, KKRI tidak hanya menunggu laporan dari
masyarakat tetapi juga aktif memantau melalui berbagai media untuk melihat
kasus-kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari KKRI sehingga
perlu diadakan pemantauan yang intensif dan telah yang lebih mendalam.
Selama periode januari-desember 2016, ada 12 kasus yang dilakukan
monitoring dan telaah lanjutan karena menarik perhatian publik.
4. Komisi kejaksaan telah melakukan 13 kegiatan sosialisasi yang dilakukan tidak
hanya di lingkungan Kejaksaan Tinggi/Negeri saja akan tetapi juga dilakukan di
instnasi lain baik pemerintah maupun swasta
5. Dalam rangka penguatan kelembagaan, Komisi Kejaksaan telah melakukan 8
kegiatan hubungan antar lembaga. Kerjasama dengan berbagai pihak tersebut
dimaksudkan agar Komisi Kejaksaan dapat terbantu melaksanakan tugas, fungsi
dan kewenangannya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja dan
perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan sehingga kelembagaan Komisi
Kejaksaan akan menjadi lebih kuat.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 66


6. Pada tahun 2016 KKRI telah melaksanakan dan mengikuti berbagai kegiatan
berupa workshop, FGD, Rapat koordinasi maupun rapat kerja baik yang
diadakan sendiri oleh KKRI maupun yang dilaksanakan oleh instansi lain sebagai
peserta maupun nara sumber
7. KKRI pada tahun anggaran 2016, melakukan perbaikan tampilan website, dan
menambah fitur-fitur yang relevan untuk lebih memberikan informasi kepada
masyarakat, dan memberikan kemudahan akses untuk menyampaikan
pengaduan.
8. Komisi kejaksaan telah mengadakan 120 buku sesuai dengan target yang telah
ditetapkan yaitu buku/referensi yang berkaitan dengan tugas pokok Komisi
Kejaksaan dan juga telah melakukan pengadministrasian terhadap buku-buku
tersebut
9. Dari kegiatan kunjungan lapangan, penyebaran quisioner, dan workshop yang
melibatkan jaksa dan pegawai kejaksaan, KKRI memperoleh informasi tentang
permasalahan yang dihadapi oleh kejaksaan. Permasalahan tersebut cukup
banyak, bervariasi dan kompleks meliputi permasalahan sumber daya manusia,
pemberian reward dan punishment, kesejahteraan, kelengkapan sarana dan
prasarana, logistik dan pengamanan.
10. Sepanjang tahun 2016, Komisi Kejaksaan telah mengeluarkan rekomendasi
kepada jaksa Agung sebanyak 371 rekomendasi terkait dengan laporan
pengaduan masyarakat dan 10 laporan pengaduan terkait dengan hasil
pemantauan dan penilaian terhadap organisasi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan
juga memberikan rekomendasi kepada Presiden terkait dengan rencana
dikeluarkannya paket kebijakan pemerintah dalam bidang hukum
11. KKRI secara berkoordinasi dengan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada
tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK yang diduga melibatkan oknum
di Kejaksaan. Koordinasi ini penting dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang akurat, dan menjadi bahan bagi KKRI untuk mengawal proses penegakan
etik melalui mekanisme internal di kejaksaan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 67


III. Pelaksanaan Dukungan Atministratif Komisi Kepolisian Nasional
Berdasarkan Perpres No 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional,
Keberadaan Kompolnas adalah untuk memenuhi tuntutan manajemen birokrasi
pemerintah dimana diperlukan satu wadah pendukung yang terpisah denga organisasi
polri. Organisasi ini dibentuk untuk menangani rumusan dan perencanaan masalah
kebijakan di bidang SDM, sarana prasarana serta anggaran Polri, disamping sebagai
lembaga pengawas eksternal. Pada tahun 2015 telah dilaksanakan berbagai kegiatan
dengan hasil sebagai berikut :
1. Kunjungan Kerja Kompolnas dalam kegiatan Monitoring dan evaluasi hasil
klarifikasi Saran dan Keluhan Masyarakat
2. Pemberkasan SKM pelaksanaan penerimaan laporan pengaduan SKM, dengan
target 1.300 kasus dan realisasi sejumlah 2.504 kasus dalam 12 bulan di tahun
2016
3. Pemberkasan penanganan SKM dan tindak lanjut laporan pengaduan SKM
dengan keluhan yang tercatat sebanyak 2.485 kasus dapat ditangani
seluruhnya dalam 12 bulan di tahun 2016
4. Kunjungan Kerja dalam rangka klarifikasi dan monitoring SKM di 28 Polda.
5. Klarifikasi dan monitoring SKM di Polda 9 daerah.
6. Pelaksanaan Sosialisasi, pengumpulan data, dan peninjauan Sarana dan
Prasarana, serta sosialisasi Kompolnas di 9 Polda .
7. Kegiatan Konsultasi Publik di 5 Polda.

E. Realisasi Anggaran
Pada tahun 2016, Kemenko Polhukam mendapat alokasi anggaran dari
APBN dengan total pagu belanja dalam pagu anggaran DIPA sebesar Rp
280.915.962.000,-. Realisasi Akhir tahun anggaran 2016 sebesar Rp
244.277.563.372,- atau sebesar 96,39% . Pagu Belanja dalam DIPA dialokasikan
kedalam 3 program, yaitu :

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 68


1. Peningkatan Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Rp
106.142.434.000 Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar 80,61% (Rp
85.561.893.979,-)
2. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kemenko
Polhukam Rp 154.276.924.000,- Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar
90,20 % (Rp 139.157.896.073,-)
3. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kemenko Polhukam
Rp_20.496.604.000,- Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar 94,73%
(Rp_19.415.752.138,-)

Total Pagu Belanja Anggaran Kemenko Polhukam dalam Pagu Anggaran


DIPA 2015 sebesar Rp 800.510.918.000, yang dibagi kepada 2 (dua) Satuan
Kerja, yaitu Kemenko Polhukam sebesar Rp 186.484.442.000 dan Satuan Kerja
Badan Koordinasi Keamanan Laut sebesar Rp 614.026.476.000. Tahun 2016
Satker Bakorkamla menjadi Badan Keamanan Laut dan memiliki Pagu
Anggaran DIPA tersendiri. Pagu Kemenko Polhukam Tahun 2016 sebesar Rp
280.915.962.000,- merupakan Pagu untuk Satker Kemenko Polhukam.
Anggaran tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan
dengan tahun 2015. Realisasi anggaran tahun 2016 sebesar
Rp_244.135.542.190,- atau 86,91%. Terdapat penurunan persentase realisasi
dibandingan persentase realisasi tahun 2015, yaitu sebesar 94.87%.
Penurunan realisasi disebabkan adanya pemblokiran sejumlah anggaran sesuai
dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan
Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran
Pendapan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016. Penghematan
anggaran Kemenko Polhukam berupa blokir anggaran sebesar
Rp_27.495.045.000.- yang secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut :

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 69


Inpres No.8
Pagu 2016 Pagu tiluar blokir Realisasi 2016
Tahun 2016
280.915.962.000 27.495.045.000 253.420.917.000 244.135.542.190

Jika realisasi anggaran 2016 dibandingkan dengan Pagu DIPA Kemenko


Polhukam, maka realisasi Kemenko Polhukam sebesar 86,91%. Jika realisasi
anggaran 2016 dibandingkan dengan Pagu DIPA Kemenko Polhukam setelah
dikurangi Inpres No. 8 Tahun 2016, maka relaisasi Kemenko Polhukam menjadi
sebesar 96,34%.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 70


Realisasi anggaran Kemenko Polhukam dalam pencapaian sasaran strategisnya secara umum dapat dijelaskan sebagai
berikut:

Tabel III.15
Realisasi Anggaran

Target Realisasi Alokasi Pagu Realisasi


Sasaran Strategis Intikator Kinerja Penanggungjawab Persentase
Kinerja Kinerja (Rp) Anggaran (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Meningkatnya a) Indeks Demokrasi Indonesia 73,6 72,82 Kedeputian Politik 35.699.424.000 27.549415903 77,17
kualitas Dalam Negeri
temokrasi tan b) Persentase Peningkatan 30% 36%
tiplomasi daya tangkal Masyarakat Kedeputian 10.389.058.000 8.595.496.415 82,74
Intonesia dari pengaruh teroris Kesatuan Bangsa

c) Penyelesaian Sengketa 60% 84,37%


Informasi Publik

Meningkatnya a) Indek Perilaku Anti Korupsi 3.65 n.a


Supremasi (IPAK)
Hukum tan b) Indeks Persepsi Korupsi 40 37 Kedeputian Hukum
6.639.899.000 5.011.921.678 75,48
Pemajuan HAM c) Indeks Pembangunan 0.68-0.70 n.a dan HAM
Hukum

Terwujutnya a) Skala Minimum Essential 51.20% 50,45% Kedeputian 14.790.452.000 11.573.331.062 78,25
stabilitas Forces (MEF) Pertahanan Negara
keamanan b) Potensi Kontribusi Industri 38% n.a
Pertahanan Nasional
c) Jumlah Kejadian Terorisme 0 8 Kedeputian 24.886.707.000 21.235.055.460 85,33
Keamanan Nasional

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 71


Target Realisasi Alokasi Pagu Realisasi
Sasaran Strategis Intikator Kinerja Penanggungjawab Persentase
Kinerja Kinerja (Rp) Anggaran (Rp)
Meningkatnya a) Indeks Reformasi Birokrasi 58% 66,77%
pentayagunaan K/L 35% 53,33%
aparatur tan Indeks Reformasi Birokrasi
tata kelola Provinsi 53.5% 55,33% Kedeputian
kepemerintahan. b) Tk. Kepuasan masyarakat Komunikasi, 7.468.949.000
6.422.737.006 85,99
terhadap layanan publik K/L 51,5% 39,9% Informasi dan
Tingkat Kepuasan Aparatur
masyarakat terhadap
layanan publik Provinsi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 72


BAB IV
PENUTUP

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kemenko Polhukam Tahun


2016 disusun untuk mewujudkan akuntabilitas kepada pihak-pihak yang memberi amanah
dan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi serta media untuk
menginformasikan capaian kinerja tahun anggaran 2016. LAKIP Kemenko Polhukam 2016
diharapkan dapat berperan sebagai alat kendali kualitas kinerja serta alat pendorong
terwujudnya tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Pelaporan Kinerja ini
menjadi media evaluasi, sekaligus menjadi instrumen untuk melakukan perbaikan yang
berkesinambungan.
Secara umum, peran yang dilakukan oleh kemenko Polhukam dalam perumusan,
pelaksanaan dan evaluasi kebijakan serta pengendalian di bidang politik, hukum dan
keamanan telah berjalan dengan optimal, walaupun dalam tataran implementasi masih
ditemukan berbagai permasalahan yang sangat kompleks dan cenderung mengedepankan
ego sektoral.
Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tersebut diatas tidak terlepas dari
dukungan, kerjasama dan partisipasi semua pihak. Kami menyadari bahwa pelaksanaan
kinerja Kemenko Polhukam masih menghadapi beberapa permasalahan dan tantangan yang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 73


mensyaratkan perlunya peningkatan kualitas kinerja terkait koordinasi dan sinkronisasi yang
lebih intensif dalam menjawab permasalahan.
Beberapa langkah ke depan yang akan dilakukan oleh Kemenko Polhukam antara lain
adalah:

1. Meningkatkan kualitas perumusan tujuan dan sasaran dokumen perencanaan


tingkat unit organisasi serta rumusan indikator kinerja sehingga lebih berorientasi
hasil;
2. Menyempurnakan sistem pengumpulan data kinerja secara memadai melalui
pembangunan Sistem Pengukuran Kinerja Berbasis elektronik;
3. Meningkatkan kualitas evaluasi akuntabilitas kinerja internal sekalligus penguatan
fungsi aparat pengawasan internal sehingga hasil evaluasi tersebut dapat menjadi
bahan bagi perbaikan perencanaan, penerapan manajemen kinerja dan
pengukuran keberhasilan unit-unit kerja
4. Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja
di seluruh jajaran Kemenko Polhukam.
Keberhasilan pelaksanaan koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan serta
pencapaian sasaran strategisnya, sangat ditentukan oleh komitmen, keterlibatan dan
dukungan aktif baik dari internal organisasi maupun segenap stakeholder di bawah
koordinasi Kemenko Polhukam. Hal ini dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan sistem
pemerintahannya, Kemenko Polhukam dapat lebih berorientasi pada hasil, berbasis kinerja
dan melayani masyarakat.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 74


LAMPIRAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 75


MATRIK PENGUKURAN KINERJA PROGRAM/KEGIATAN-ANGGARAN
KEMENKO POLHUKAM TAHUN ANGGARAN 2016

Sasaran Anggaran
Intikator Kinerja Target Realisasi % Program
Strategis Pagu Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Meningkatnya
1. Indeks Demokrasi Indonesia 73,6 72,82 98,94 35.699.424.000 27.549.415.903 77.17
kualitas
demokrasi dan 2. Persentase Peningkatan daya
diplomasi tangkal Masyarakat Dari 30% 36% 120
10.389.058.000 8.595.496.415 82.74
Indonesia pengaruh terotis

3. Penyelesaian Sengketa Peningkatan


60% 84,37% 140,61
Informasi Publik Koordinasi
Bidang Politik,
Meningkatnya Hukum dan
Supremasi 1. Indeks Perilaku Anti Korupsi 3.65 n.a n.a Keamanan
Hukum dan
Pemajuan
123,33 6.639.899.000 5.011.921.678 75.48
HAM 2. Indeks Persepsi Korupsi 40 37

3. Indeks Pembangunan Hukum 0.68-0.70 n.a n.a

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 1


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Terwujudnya 1. Skala Minimum Essential
stabilitas 51,20% 50,45% 98,53
Forces (MEF)
keamanan
14.790.452.000 11.573.331.062 78.25

2. Potensi Kontribusi Industri


38% n.a n.a
Pertahanan Nasional

3. Jumlah Kejadian Terorisme 0 8 - 24.886.707.000 21.235.055.460 85.33

Meningkatnya
58% 6,77% 115,12
pendayagunaan 1. Indeks Reformasi Birokrasi K/L
aparatur dan
tata kelola Indeks Reformasi Birokrasi
35% 53,33% 152,37
kepemerintah- Provinsi
an
7.468.949.000 6.422.737.006 85.99
2. Tk. Kepuasan masyarakat 53,5% 55,33% 103,42
terhadap layanan publik K/l

Tk. Kepuasan masyarakat 51,5% 39,9% 77,47


terhadap layanan publik
provinsi

Jumlah Anggaran Tahun 2016 : Rp 280.915.962.000,00


Realisasi Anggaran Tahun 2016 : Rp 244.135.542.190,00 (86,91%)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 2


MATRIK CAPAIAN KINERJA KEMENKO POLHUKAM TAHUN 2014-2016

Sasaran Strategis Intikator Kinerja Target Target Target Realisasi % Capaian


2014 2015 2016 2014 2015 2016 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Meningkatnya a) Inteks Demokrasi 68-70 66-70 73,6 63,72 73,04 72,82 98,94
kualitas temokrasi Intonesia
tan tiplomasi
b) Persentase n.a n.a 30% n.a n.a 36% 120%
Intonesia peningkatan taya
tangkal Masy. Dari
pengaruh teroris n.a n.a 60% 9,08% 132,39 84,37% 140,61%
c) Penyelesaian
Sengketa Informasi
Publik
Meningkatnya a) Inteks Perilaku Anti n.a 3,7 3,65 3.4 3,6 n.a n.a
Supremasi Hukum Korupsi (IPAK)
tan Pemajuan HAM b) Inteks Persepsi 50 n.a 40 34 36 37 123,33%
Korupsi
c) Inteks Pembangunan n.a n.a 0,68-0,70 n.a n.a n.a n.a
Hukum

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 3


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Terwujutnya a) Skala Minimum 43,67 43,67 51,20% 42,3 43,67 50,45% 98,53%
stabilitas keamanan Essential Forces
(MEF)
b) Potensi Kontribusi n.a n.a 38% n.a n.a 36% 94,74%
Intustri Pertahanan
Nasional
c) Jumlah Kejatian n.a n.a 0 44 10 8 -
Terorisme
Meningkatnya a) Inteks Reformasi n.a n.a 58% n.a n.a 66,77% 115,12%
pentayagunaan Birokrasi K/L
aparatur tan tata Inteks Reformasi n.a n.a 35% n.a n.a 53,33% 152,37%
kelola Birokrasi Provinsi
kepemerintahan b) Tk.Kepuasan n.a n.a 53,5% n.a n.a 55,33% 103,42%
masyarakat terhatap
layanan Publik K/L
Tk.Kepuasan n.a n.a 51,5% n.a n.a 39,9% 77,47%
masyarakat terhatap
layanan Publik
Provinsi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016 4

You might also like