You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung atau biasa disebut decompensasi cordis adalah suatu keadaan pathologis

adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung terjadi akibat penyakit atau keadaan –keadaan

pathologis pada jantung itu sendiri maupun penyakit pada sistim peredaran darah (Noer,1996).

Penyebab yang paling sering pada gagal jantung adalah Coronari Arteri deases (CAD),

hipertensi, penyakit jantung reumatik, Acut Miocard Infark( AMI), Disretmia, Conginetal Heart

Deases (penyakit jantung bawaan), bakterial endokarditis, dan anemia. Gagal jantung dapat

disebabkan oleh berbagai macam penyakit jantung, meskipun demikian tidak semua penyakit

jantung harus disertai dengan kegagalan jantung dalam melakukan fungsinya sebagai pompa.

Jantung yang lemah masih dapat memompakan darah dalam jumlah yang cukup bila penderita

dalam keadaan istirahat, tetapi tidak mampu lagi bila ada beban tambahan akibat kegiatan,

kehamilan, demam dan lain-lain. .

Faktor-faktor pencetus adalah infeksi pada paru-paru, anemia akut atau menahun, tidak

teratur minum obat jantung atau obat diuretic, terjadi infark jantung yang berulang, melakukan

pekerjaan berat apa lagi mendadak (lari, naik tangga), stress emosional, hipertensi yang tidak

terkontrol (Noer,1996).

Payah jantung dapat dimanifestasikan sebagai “Forward-Failure” misalnya pada infark

miocard dimana curah jantung menurun atau berkurang atau dapat bermanifestasi sebagai

“Backward-Failure”, dimana terjadi kegagalan ventrikel kanan sebagai akibat dari kegagalan

1
ventrikel kiri. Dalam hal ini terjadi peninggian tekanan di dalam atrium kiri dan pembendungan

vena pulmonal dengan tanda napas sesak, oedema paru dan lain-lain (Toja,1989).

Payah jantung dapat di temukan pada tingkat permulaan sampai pada tingkat yang berat.

Gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan beratnya gejala yang timbul, meskipun

klasifikasi ini tidak tepat benar akan tetapi dalam klinik sangat bermanfaat terutama dalam

menilai hasil therapi. Klasifikasi yang banyak digunakan adalah dari New York Heart

Association Classification (NYHA )1994. NYHA mengklasifikasikan, gagal jantung Class 1 :

Berupa keadaan klien dalam aktifitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan sesak napas atau

kelelahan. Class 2 : Penderita penyakit jantung saat istirahat tidak ada keluhan namun bila

melakukan aktifitas harian menimbulkan sesak napas dan kelelahan. Class 3 : Saat istirahat tidak

ada keluhan. Aktifitas fisik yang lebih ringan dari aktifitas sehari-hari sudah menimbulkan sesak

napas dan kelelahan. Class 4 : Penderita tidak mampu melakukan aktifitas fisik. Gejala- gejala

gagal jantung sudah nampak pada saat penderita istirahat dan setiap aktifitas fisik menambah

beratnya keluhan(Sutomo,2003).

Penyebab disfungsi pada gagal jantung yaitu ketidakmampuan jantung berfungsi sebagai

pompa namun perubahan pada mekanisme fisiologis dasar preload (pengisian darah saat

ventrikel relaksasi/derajat regangan serabut otot jantung sebelum kontraksi) dan Strouk Volume

(Jumlah darah yang di pompa oleh ventrikel pada setiap kali ventrikel kontraksi) turut

berpengaruh terhadap keadaan pathologis gagal jantung. Akibat dari jantung yang gagal

melakukan pompa maka akan terjadi beberapa mekanisme kompensasi berupa pengaktifan saraf

simpatik. Peningkatan kerja simpatik mewakili respons awal terhadap penurunan cardiac out put.

Rangsangan ini menyebabkan pacu jantung meningkat. Rangsangan ini juga menyebabkan

terjadinya tahanan di vaskuler perifer, Akibatnya tonus vena meningkat, dengan meningkatkan

2
tahanan sistemik vaskuler dapat memperbaiki/meningkatkan venus return, sehingga pengisian

ventrikel meningkat. Kompensasi yang lain pada ginjal. Akibat penurunan perfusi ke ginjal maka

akan terjadi penurunan filtrasi pada glomerolus dan merangsang mekanisme renin angiotensin.

Renin angiotensin yang akan mengakibatkan pelepasan aldosteron meningkat sehingga terjadi

retensi air dan natrium.

1.2. Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan kasus dekompensasi cordis.

1.3. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat mengerti pengertian tentang decompensasi cordis

2. Mahasiswa Siswa dapat mengetahui penyebab decompensasi cordis

3. Mahasiswa dapat mengetahui penaganan decompensasi cordis

4. Mahasiswa dapat mengetahui perjalanan penyakit decompensasi cordis

5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan pasien dengan dekompensasi cordis

6. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan dekompensasi cordis

7. Mahasiswa dapat merencanakan intervensi pada pasien dengan dekompensasi cordis

8. Mahasiswa dapat melakukan intervensi yang sudah direncanakan

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi

Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan

sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal.

Namun, definisi-definisi lain mengatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit

yang terbatas pada satu sistem organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan

jantung yang ditandai dengan suatu bentuk respons haemodinamik, renal, neural, dan

hormonal, serta suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan

kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat

memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian. (Arif Muttaqin 2012 : 196 )

Payah jantung adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan jumlah

darah yang dipompakan oleh jantung, mengakibatkan gangguan fungsi jantung.(Carpenito,

2006)

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung

untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan

terhadp oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)

2.2. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit

jantung kongenital maupun yang didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal

4
jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal,beban akhir,atau

menurunkan kontraktilitas miokardium.

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta,cacat

septum ventrikel,dan beban akhir meningkat pada keadaan di mana terjadi stenosis aorta dan

hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan

kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung,

ada factor-faktor fisiologis lain yang dapat pula mengakibatkan jantung gagal bekerja

sebagai pompa.

Factor-faktor yang menganggu pengisisan ventrikel, seperti stenosis katup

atrioventrikularis dapat menyebabkan gagal jantung.Keadaan-keadaan seperti pericarditis

konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui gabungan beberapa

efek seperti gangguan pada pengisisan ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian, jelas

sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau gabungan berbagai mekanisme

yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung.Efektifitas jantung sebagai pompa

dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis. Factor-faktor yang dapat memicu

perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : (1)

aritmia, (2) infeksi sistemik dan infeksi paru-paru, (3) emboli paru-paru. ( Menurut Arif

Muttaqin 2012 : 198 ).

5
2.3. Manifestasi Klinis

a. Tanda dominan

Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena

meningkat akibat penurunan curah jantung Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung

pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .

b. Gagal jantung kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu

memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

· c. Dispneu

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.

Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang

dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)

· d. Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga

terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi

karena distress pernafasan dan batuk.

· e. Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan

pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

f. Batuk

g. Gagal jantung kanan

Kongestif jaringan perifer dan viseral.

6
h. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen),

Biasanya edema pitting, penambahan berat badan.

i. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

j. Anorexia dan mual.

Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

k. Nokturia

l. Kelemahan.

( Menurut Wajan Juni Udjianti 2013 : 157 )

2.4 Klasifikasi

Ada empat kategori utama yang di klasifikasikan yaitu :

A. Backward vs Foward Failure

Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel kiri tidak mampu memompa

volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkat tekanan dalam

ventrikel, atrium dan vena baik untuk jantung sisi kanan maupun janung sisi kiri

Foward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung

yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan sistem tertutup, maka

backward dan foward failure selalu terhubung

B. Low-Outpot vs High Output Syndrome

Low output syndrom terjadi apabila jantung gagal sebagai pemompa, yang

mengakibatkan ganguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah jantung tetap

normal atau diatas normal, namun kebutuhan metabolik tubuh tidak mencukupi, maka high

7
output syndrom terjadi. Hali ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik.

Seperti tampak pada hipertirodisme, demam dan kehamilan, atau mungkin dipicu oleh kondisi

hiperkinetik seperti fistula arteriovenous, beri – beri, atau penyakit paget’s

C. Kegagalan Akut vs Kronik

Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada seberapa cepat

sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri

mungkin karena infark miokard, disfungsi katub, atau krisis hipertensi.kejadian berlangsung

demikian cepat dimana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif kemuadian berkembang

menjadi edema paru dan kolaps sirkulasi ( syok kardiogenik )

Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relatif cukup lama dan biasanya

merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan mekanisme kompensasi yang

efektif.m biasanya gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit katub, atau

penyakit paru obstruktif

D. Kegagalan Ventrikel Kiri vs Ventikel Kanan

Kegagalan ventrikel kiri merupakan frekuensi terseringdari dua contoh kegagalan jantung

dimana hanya satu sisi yang dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh penyakit hipertensi

CAD,dan penyakit katub sisi kiri(mital dan aorta) kongesti pulmoner dan edema paru biasanya

merupakan gejala segera dari gagal jantung kiri.

Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, ganguan katub

trikudpidalis atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung berkembangnya kegagalan

jantung kanan , peningkatan kongesti atau bendungan vena sistemik, dan edema perifer.

( Menurut Wajan Juni Udjianti 2013 : 155 )

8
2.5 Pencegahan

Penyebab gagal jantung terutama berasal dari penyakit jantung, maka pencegahan

penyakit jantung merupakan tahap pertama pencegahan gagal jantung. Pencegahan atau

pengobatan dini penyakit jantung seperti CAD, endokarditis infektif, perikarditis konstriktif,

hipertensi, dan penyakit jantung reumatik adalah sangat penting. Bagaimanapun, karena satu

dan lain hal, penyakit jantung tidak selalu dapat di cegah, maka tahap berikutnya adalah

menunda serangan mendadak gagal jantung. Hal ini meliputi manajemen diet seperti diet

rendah garam-rendah lemak atau diet untuk menurunkan berat badan, program penghentian

merokok, menyusun program aktivitas/latihan dan pengobatan dini terhadap infeksi.

( Menurut Wajan Juni Udjianti 2013 : 158 )

9
Kelainan otot jantung Aterosklerosis coroner Stenosis Aorta
(perikarditis, temponade
jantung, penyaakit miokar
degereratif
Aliran miokard Peningkatan after load
terganggu

Beban kerja jantung


Hipoksia miokard meningkat

Infark miokard Hypertrofi myocard

Miokard tidak berfungsi


Normal

Penurunan kontraktilitajantung

Decompensasi cordis
Decompensasi cordis
dextra
dextra
Sistim pernafasan
Cardiac output menurun
Ventrikel kanan tidak
Ventrikel kiri tidak mampu
mampu mengkosongkan
mengkosongkan volume
volume darah adekuat Perfusi jaringan menurun
normal darah yg dating
dari paru

Preload meningkat
Darah menumpuk pada Sistim urologi Sistim neurologi Jaringan kurang o2
vena pulmonalis
Ventrikel kanan tidaak
mampu mengkomodasi Perfusi ginjal menurun Perfusi otak menurun MK: Gangguan
darah yang kembali ke Terjadi peningkatan vena perfusi jaringan
vena cava pulmonalis
GFR menurun Kerusakan sel otak
Cairan terdorong di
Darah menumpuk dalam parenkim paru
vena cava Urine output menurun Gangguan kesadaran

Tekanan vena sistemik Frekuensi BAK menurun MK: Resiko cidera


meningkat

Hati MK: Gangguan pola


Sistim vascular eleminasi
10
Tek. Dalam vena Pembesaran vena porta
meningkat
Penimbunan cairan di alveoli
Cairan terdorong keluar Hepatomegali Sistim pencernaan
dari vena

Sesak nafas MK: Gangguan


Edeme perifer Tekanan vena porta pertukaran gas
meningkat
Keterbatasan
MK: Kelebihan volume aktivitas
Cairan keluar dari
cairan
pembulu darah ke
rongga peritonium
MK: Intoleransi
aktivitas
Acietas

Tekanan pada organ


dalam abdomen

Rasa penuh di
abdomern

Anoreksia MK: Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep asuhan keperawatan

3.1 Pengkajian

Identitas : Sebagian besar informasi tentang epidemiologi gagal jantung diambil dari data

amerika serikat, khususnya study Framingham. Study ini menunjukkan bahwa 1 % klien

berusia 70-79 tahun mengalami gagal jantung tiap tahun, pada kelompok 80-89 tahun

hampir 10 % klien akan menderita gagal jantung. ( Menurut Arif Muttaqin 2012 : 197 ).

3.2 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum :

Klien gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran yang baik ( Composmentis ) dan

akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat.

b. Pemeriksaan B1-B6 :

1) B1 (Breathing) :

Adanya tanda kongesti vascular pulmonal yaitu : dyspnea, ortopnea, dypsne

nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut, crackles atau ronkhi basah

halus.

2) B2 (Blood) :

12
penurunan curah jantung, lemah, mudah lelah, kesulitan berkonsentrasi, distensi vena

jugularis, edema, pitting edema, nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun,

terdapat bunyi gallop atrium, adanya pergeseran batas jantung.

3) B3 (Brain) :

Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan

perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien : wajah meringis, menangis,

marintih, meregang dan menggeliat.

4) B4 (Bladder) :

Perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok

kardiogenik, adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang

parah.

5) B5 (Bowel) :

Klien biasanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan, akibat pembesaran vena

dan stasis vena didalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan,

hepatomegaly, nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen.

6) B6 (Bone) :

Biasanya kulit pucat dan dingin diakibatkan oleh vasokontriksi perifer, mudah lelah

karena perfusi yang kurang pada otot-otot rangka yang menyebabkan kelemahan dan

keletihan. ( Menurut Arif Muttaqin 2012 : 211 )

3.3 Pemeriksaan Penunjang

 EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan

pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen

13
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya

aneurime ventricular. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik

jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)

 Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam

fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

 Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

 Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau

insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam

ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

 Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi

fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

 Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil

hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air (Arif Muttaqin 2012 : 216 )

3.4 Penatalaksanaan Medis

Tujuan pengobatan adalah :

1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat

farmakologi.

3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi

antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis :

14
a. Glikosida Jantung

Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi

jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan

volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.

b. Terapi diuretic

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan harus hati –

hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.

c. Terapi vasodilator.

Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap

penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan

peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat diturunkan

d. Obat –obat yang digunakan antara lain :

 Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan

vasodilatasi koroner.

 Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.

 Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila

tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar

jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga

curah jantung dan tekanan darah menurun.

 Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya

dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.

15
e. Dukungan diet:

Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema. ( Menurut

Arif Muttaqin 2012 : 222 )

3.5 Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan curah jntung, kongesti vena sekunder

terhadap kegagalan kompensasi jantung.

2. Kerusakan pertukaran gas b/d akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder terhadap

status hemodinamik tidak stabil.

3. Perubahan pola tidur b/d nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumah sakit yang asing

bagi klien.

3.6 Intervensi Keperawatan

1. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan curah jntung, kongesti vena sekunder

terhadap kegagalan kompensasi jantung.

Tujuan : perfusi jaringan, curah jantung adekuat, dan tanda-tanda dekompensasi

kordis tidak berkembang.

Kriteria hasil : tekanan darah normal, MAP normal, denyut nadi kuat dan frekuensi

normal, kadar BUN/kreatinin normal, kulit hangat, keringat normal, irama jantung sinus, pola

nafas efektif, bunyi napas normal, BJ tunggal, intensitas kuat, dan irama teratur.

Intervensi :

1) Atur posisi tidur yang nyaman (fowler/high fowler).

R/ posisi tersebut memfasilitasi ekspansi paru.

16
2) Bed rest total dan mengurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons

valsava/vagal manuver.

R/ pembatasan aktivitas dan istirahat mengurangi konsumsi oksigen miokard dan beban kerja

jantung.

3) Monitor tanda-tanda vital dan denyut apikal setiap jam (pada fase akut) dan kemudian

tiap 2-4 jam bila fase akut berlalu.

R/ tanda dan gejala tersebut membantu diagnosis gagal jantung kiri.

4) Kolaborasi dengan tim gizi untuk memberikandiet rendah garam, rendah protein, dan

rendah kalori (bila klien obesitas) serta cukup selulosa.

R/ mengurangi cairan ekstraseluler, selulosa memudahkan buang air besar dan mencegah

respons valsava saat buang air besar.

5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi dan tindakan seperti glikosid

jantung.

R/ meningkatkan kontraktilitas miokard.

2. Kerusakan pertukaran gas b/d akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder

terhadap status hemodinamik tidak stabil.

Tujuan : mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk

meningkatkan oksigenasi jaringan

17
Kriteria hasil : tidak ada sianosis, bunyi nafas normal, tidak ada tanda-tanda kesulitan

bernafas.

Intervensi

1) Posisi tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung.

R/ memfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi konsumsi oksigen miokard.

2) Bed rest total dan batasi aktivitas selama periode sesak napas, bantu mengubah posisi.

R/ memfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi konsumsi oksigen miokard.

3) Auskultasi suara nafas dan catat adanya rales (crakles) atau ronkhi di basal paru,

wheezing.

R/ mengidentifikasikan pulmonal akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri.

4) Lakukan latihan gerak secara pasif (bila fase akut berlalu) dan tindakan lain untuk

mencegah tromboemboli

R/ latihan gerak yang di programkan dapat mencegah tromboemboli pada vaskular perifer.

5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi dan tindakan, seperti pemberian

oksigen.

R/ terapi oksigen dapat meningkatkan suplai oksigen miokardium.

18
3. Perubahan pola tidur b/d nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumah sakit yang

asing bagi klien.

Tujuan : memenuhi kebutuhan istirahat tidur klien secara adekuat (kualitas maupun

kuantitas).

Kriteria hasil : mampu mengatakan tidur dengan nyaman dan keluhan-keluhan hilang,

jumlah jam tidur normal, wajah klien segar, dan nyeri/sesak napas hilang.

Intervensi

1) Mengidentifikasi pola normal tidur klien sebelum MRS dan perubahan yang terjadi

setelah MRS.

R/ perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan, yang dapat memicu nyeri dada dan

meningkatkan konsumsi okssigen miokard.

2) Anjurkan pasien untuk melakukan gerak badan secara teratur.

R/ memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilakukan pada sore hari.

3) Anjurkan melakukan hal-hal ritual rutin menjelang tidur.

R/ tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tidur.

4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian tranquilizer sesuai kebutuhan/indikasi.

R/ obat sedatif atau tranquilizer menurunkan kecemasan dan membantu tidur. ( Menurut

Wajan Juni Udjianti 2013 : 161 )

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal jantung adalah kelainan patofisiologik yang mana jantung sebagai pompa tidak

mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan akibat dari meningkatnya beban

awal atau beban akhir atau menurunnya kontraktilitas miokard.

Penanganan dari gagal jantung memerlukan perhitungan serta pertimbangan yang tepat

agar tidak memperburuk keadaan jantung dari penderita. Selain itu edukasi mengenai gagal

jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar

pengobatan sangatlah penting terutama bagi orang tua dan keluarga pasien agar dapat membantu

memaksimalkan proses penyembuhan dan menurunkan angka mortalitas. Istirahat serta

rehabilitasi, pola diet, kontrol asupan garam, air, monitor berat badan adalah cara–cara yang

praktis untuk menghambat progresifitas dari penyakit ini.

4.2 Saran

Saran sesuai dengan masalah yang telah disimpulkan oleh penulis, pada akhir makalah

penulis memberikan saran bahwa untuk penaggulangan penyakit decompensatio cordis,

masyarakat harus mengurangi kebiasaan merokok, pengurangan makanan berkolesterol tinggi,

makanan berlebih yang menyebabkan obesitas, perbanyak makan sayur dan buah, kurangi stress

dan lainnya yang telah tertulis dalam makalah guna memperkecil resiko decompensatio cordis.

20
DAFTAR PUSTAKA

Udjianti, Wajan Juni ; Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta : Salemba Medika, 2013.

Muttaqin, Arif ; Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan

Hematologi, Jakarta : Salemba Medika, 2012.

Nursalam M.Nurs. Managemen Keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan

profesional,2002, FKUI, Jakarta

Guyton, Arthur C,1996, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Judith M,W,.& Nancy R,A,. 2011. Diagnosis Keperawatan NANDA NICNOC.Edisi

Revisi.Jakarta;EGC

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.

Jakarta EGC

21

You might also like