You are on page 1of 14

PENDAHULUAN

Henoch Schonlein purpura (HSP) adalah vaskulitis pada pembuluh


darah kecil (Kapiler) yang didasari oleh reaksi hipersensitivitas (IgA
mediated) pada dinding pembuluh darah. HSP ditandai dengan adanya
perdarahan pada kulit (purpura) tanpa trombositopenia, artritis atau
atralgia, adanya nyeri abdomen, dan glomerulonefritis.1,2,3,4
Penyebab dari HSP sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, IgA diduga berperan penting dalam proses terjadinya HSP, hal ini
biasa ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi IgA serum,
kompleks imun, dan deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan
mesangium ginjal.1
Insiden kejadian HSP diperkirakan 14−18/100.000 anak per tahun,
dengan manifestasi keterlibatan ginjal 20%-60%. Manifestasi keterlibatan
ginjal pada HSP bervariasi mulai dari hematuria mikroskopik, hipertensi,
sindrom nefritis akut, sindrom nefrotik, hingga gagal ginjal akut.
Berdasarkan hasil penelitian, hematuria dan proteinuria terjadi 30%- 40%
kasus, dan dapat dideteksi saat diagnosis awal 85% kasus, 95% pada 6
minggu setelah diagnosis dan 97% pada 6 bulan setelah diagnosis.
Penelitian lain mendapatkan 102 kasus dengan keterlibatan ginjal, yaitu
berupa hematuria mikroskopik (14%), proteinuria (9%), hematuria dan
proteinuria (56%), sindrom nefrotik (20%), dan nephrotic-nephritic
syndrome (1%) dari 223 kasus HSP.4
Kriteria konsensus terbaru yang diterbitkan pada tahun 2010 oleh
European League Against Rheumatism and the Paediatric Rheumatology
European Society bahwa untuk diagnosis HSP harus ditemukan purpura
yang teraba disertai dengan setidaknya salah satu dari berikut: sakit perut,
dominasi deposisi IgA pada biopsi spesimen, arthritis atau arthralgia, atau
keterlibatan ginjal ditandai dengan hematuria atau proteinuria. 2,5
Diagnosis Purpura Henoch-Schonlein berdasarkan gejala klinis,
tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifi k. Pemeriksaan darah

1
tepi lengkap dapat menunjukkan leukositosis dengan eosinofi lia dan
pergeseran hitung jenis ke kiri; jumlah trombosit normal atau meningkat,
hal ini yang membedakan HSP dengan ITP (Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura). Laju endap darah dapat meningkat. Kadar ureum dan kreatinin
dapat meningkat, menunjukkan kelainan fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada
10-20% penderita ditemukan hematuri atau proteinuri. Ditemukan darah
pada feses.1
Pemeriksaan ultrasonograf abdomen dilakukan untuk
mendiagnosis intususepsi. Pemeriksaan Doppler atau radionuclide
testicular scan menunjukkan aliran darah normal atau meningkat, hal ini
yang membedakan HSP dengan torsi testis. Pada biopsi lesi kulit
ditemukan vaskulitis leukositoklastik. Imunofluoresensi menunjukkan
adanya deposit IgA dan komplemen di dinding pembuluh darah.1,5
Pengobatan yang dapat diberikan bersifat suportif dan simtomatis,
meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan
mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan
demam dapat diberikan anti-inflamasi non steroid, seperti ibuprofen atau
paracetamol. Hindari penggunaan asam asetil salisilat bila masih terdapat
keluhan muntah dan nyeri perut karena dapat menyebabkan gangguan
fungsi trombosit yaitu petekia dan perdarahan saluran cerna.6,7

Berikut akan dibahas laporan kasus mengenai Henoch Schonlein


Purpura pada seorang anak.

2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R

Umur : 6 Tahun 4 Bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Pantai Barat

Tanggal masuk : 04 April 2018

ANAMNESIS
Keluhan utama : Sakit perut

Riwayat penyakit sekarang : Pasien MRS dengan keluhan sakit perut


sejak 6 hari yang lalu, sakit dirasakan hilang timbul, pada hari ke-2 timbul
bintik-bintik merah (purpura) pada kedua eksteremitas. Purpura awalnya
berukuran kecil lalu kemudian bertambah besar dan menjalar kebagian
lutut. Bintik-bintik bersifat palpable (timbul) saat diraba, hari ke-3 purpura
timbul sampai ke bagian ekteremitas atas dan telinga dengan ukuran yang
lebih kecil, pasien juga merasakan gatal pada daerah yang timbul purpura.
Pasien juga merakan adanya nyeri sendi saat berjalan. Sebelumnya
pasien mengalami demam dan juga batuk pilek, yang kemudian di ikuti
munculnya nyeri perut dan juga timbul purpura 2 hari setelahnya. BAB
tidak lancar (2-3 hari baru BAB) warna coklat dan berbau seperti biasa,
BAK biasa berwarna kuning.

Riwayat penyakit dahulu: Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama
sebelumnya.

3
Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit
yang sama dengan pasien.

Riwayat sosial-ekonomi : Menengah

Riwayat kebiasaan dan lingkungan : Pasien tinggal bersama dengan


kedua orang tua, dan sering berinteraksi dengan lingkingan disekitarnya.

Riwayat Kehamilan dan persalinan : Pasien lahir normal dan tidak ada
penyakit atau penyulit selama kehamilan.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi : Sesuai dengan usia.

Anamnesis Makanan :

ASI : Usia 0 - 6 bulan

Bubur : 6 bulan – 1 tahun

Nasi/makanan keluarga : 1 tahun – sekarang.

Riwayat Imunisasi:Imunisasi dasar .

4
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 114 cm
Status Gizi :BB/TB :
TB/U :
BB/U :
Tanda vital :
Nadi = 92 x/menit, kuat angkat
Respirasi = 24 x/menit
Suhu badan = 37 0C

1. Kulit : Warna : Sawo matang


Efloresensi : Tidak ada kelainan
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Sianosis : tidak ada
Lapisan lemak : Cukup

Kepala: Bentuk : Normocephal


Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut,
tebal,

Mata : Konjungtiva : tidak ada anemis


Sklera : tidak ada ikterik
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea: (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Exophthalmus : (-/-)

5
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada

Hidung : Pernafasan cuping hidung : Tidak ada


Epistaksis : Tidak ada
Rhinorea : Tidak ada

Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis


Gigi : Tidak ada karies
Gusi : tidak berdarah

Lidah : Tremor/tidak : tidak tremor


Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan

Faring : Tidak hiperemis

Tonsil : T1-T1 tidak hiperemis

2. Leher :
 Pembesaran kelenjar leher : - /-
 Trakea : Di tengah

3. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus (+/+) Kiri=Kanan
Perkusi : Sonor pada kedua paru
Auskultasi : Rhonkibasah halus(-/-), Wheezing (-/-)

6
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal(+)
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular (+)
Bising : tidak ada

4. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Kesan datar
Auskultasi : bising usus (+) : Kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan :(+)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba

5. Ekstremitas : Akral hangat (-), edema (-), parese tidak ada.

6. Genitalia :Dalam batas normal

LABORATORIUM

Hasil Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
HGB 12,2 11,5-16,5 g/dl
WBC 9,3 3,5-10 103/mm
RBC 5,13 3,8-8,5 109/mm
HCT 38,1 35-52 %
PLT 323 150-450 Ribu/ul

7
MCV, MCH, MCHC
MCV 74 80-100 um3
MCH 23,7 27,8-33,8 Pg
MCHC 31,9 32-36 g/dL

Resume : Pasien MRS dengan keluhan sakit perut sejak 6 hari yang lalu,
sakit dirasakan hilang timbul, pada hari ke-2 timbul bintik-bintik merah
(purpura) pada kedua eksteremitas. Purpura awalnya berukuran kecil lalu
kemudian bertambah besar dan menjalar kebagian lutut. Bintik-bintik
bersifat palpable (timbul) saat diraba, hari ke-3 purpura timbul sampai ke
bagian ekteremitas atas dan telinga dengan ukuran yang lebih kecil,
pasien juga merasakan gatal pada daerah yang timbul purpura. Pasien
juga merakan adanya nyeri sendi saat berjalan. Sebelumnya pasien
mengalami demam dan juga batuk pilek, yang kemudian di ikuti
munculnya nyeri perut dan juga timbul purpura 2 hari setelahnya. BAB
tidak lancar (2-3 hari baru BAB) warna coklat dan berbau seperti biasa,
BAK biasa berwarna kuning.
Dari pemeriksaan fisik, denyut nadi: 92 kali/menit, Suhu: 37 oC, Respirasi:
24 kali/menit. Mata cekung tidak ada, anemis tidak ada, bibir pecah-pecah
tidak ada , akral dingin tidak ada.
Laboratorium urinalisis: Eritrosit (+3), keton (+3).

Diagnosis : Henoch Schonlein Purpura

Anjuran : Darah Lengkap, Urinalisis, dan Gula Darah Sewaktu

Terapi UGD :
IVFD RL 14 tpm
Inj. Dexamethasone ½ ampul/24 jam
Inj. Ranitidin ½ ampul/24 jam

8
FOLLOW UP

Perawatan Hari ke 1 (04 april 2018)

Subjek (S) : Pasien merasakan adanya sakit perut yang hilang timbul,
kemudian muncul bintik-bintik merah pada bagian ekstremitas bawah.
Pasien juga merasakan nyeri pada sendi lutut, terutama saat berjalan dan
terjadi pembesaran pada skrotum dari pasien yang terasa sakit. Pasien
juga mengeluhkan belum BAB sekitar 2 sampai 3 hari, BAK normal.

Objek (O) :

a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 94 kali/menit
- Respirasi : 23 kali/menit
- Suhu : 36,9 0C

b. Kulit :Ditemukan purpura pada kedua ekstremitas


c. Abdomen : Nyeri tekan abdomen regio umbilical (+)

Assesment (A) : Henoch Shonlein Purpura

Planning (P) :
IVFD RL 10 gtt/menit
Inj. Dexamethasone 3x2,5 mg
Dulcolax supp anal

9
FOLLOW UP

Perawatan Hari ke 2 (05 april 2018)

Subjek (S) : Pasien sudah tidak mengeluhkan adanya sakit perut,


muntah tidak ada, nyeri sendi lutut tidak ada, demam tidak ada, batuk
tidak ada, flu tidak ada, BAB biasa, BAK normal.

Objek (O) :

d. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 86 kali/menit
- Respirasi : 24 kali/menit
- Suhu : 36,6 0C

e. Kulit :Ditemukan purpura pada kedua ekstremitas yang


mulai berkurang.
f. Abdomen : Nyeri tekan abdomen regio umbilical (+)

Assesment (A) : Henoch Shonlein Purpura

Planning (P) :
IVFD RL 10 gtt/menit
Inj. Dexamethasone 3x2,5 mg

10
Diskusi

Penyebab terjadinya Henoch Schonlein Purpura belum diketahui


secara pasti, tetapi dari beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa
HSP dapat terjadi oleh karena adanya infeksi (bakteri,virus,parasit), efek
samping dari pemberian vaksin, proses autoimun dan juga karena
pemakaian obat tertentu. Dalam mendiagnosis HSP berdasarkan gejala
klinis yang spesifik yaitu ruam purpura pada kulit terutama dibagian
ekstemitas bawah dan bokong dengan satu atau lebih gejala berikut :
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinal, atralgia atau artritis, dan
hematuria atau nefritis.6

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama yaitu pasien


mengeluh sakit perut, mual namun tidak disertai muntah. Ditemukan juga
lesi berwarna kemerahan di sekitar ekstremitas inferior dekstra dan
sinistra sejak 4 hari sebelum masuk RS. Lesi ini tidak nyeri dan terkadang
terasa gatal. Pasien juga mengatakan bahwa terdapat nyeri pada sendi
lutut, terutama saat berjalan. Pasien mengatakan keluhan ini baru
pertama kali dialami pasien, riwayat alergi disangkal. Dari hasil
pemeriksaan fisik, tampak lesi purpura yang dapat dipalpasi pada kulit
ekstremitas inferior dextra dan sinistra, dan nyeri tekan pada abdomen di
kuadran periumbilikal. Ruam di kulit dapat menjadi penanda awal pasien
dengan HSP. Henoch-Schonlein purpura (HSP) adalah suatu bentuk
vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai
dengan perdarahan kulit (purpura) tanpa trombositopenia, pembengkakan
pada sendi, nyeri perut, dan kelainan pada ginjal.5
HSP adalah gangguan inflamasi yang penyebabnya sampai saat ini
belum diketahui dan ditandai dengan kompleks imun IgA yang dominan
dalam venula kecil, kapiler dan arteriol. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius
bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin,
imunisasi.2,4,6,7

11
Gambar 1. Mekanisme HSP

Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan adanya


leukositosis, hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
timbulnya vaskulitis sistemik. Sesuai dengan hasil beberapa studi yang
menyebutkan bahwa dua per tiga pasien HSP mengalami infeksi pemicu.
Selain itu, tidak adanya trombositopenia pada pasien ini dapat
menyingkirkan diagnosis banding Immunologic Trombositopenia Purpura
(ITP). Pada kasus seperti ini, bila ada kecurigaan HSP namun kriteria
diagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik belum terpenuhi, dapat
dilakukan biopsi jaringan kulit atau ginjal untuk menegakkan diagnosis.
Biopsi dari kulit yang terkena memperlihatkan leukocytoclastic vasculitis
dengan deposisi IgA yang mengandung kompleks imun, terutama di
pembuluh darah kecil di dermis papiler (terutama venula). Neutrofil

12
mengalami kehancuran (leukocytoclasis) dengan fragmentasi merusak inti
sel mati (karioreksis) selama apoptosis atau nekrosis.1,2,7
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa terapi suportif dan
simtomatik. Biasanya pasien juga diberikan injeksi Ranitidin golongan AH-
2 reseptor. Obat ini bekerja dengan menurunkan kadar asam berlebihan
yang diproduksi oleh lambung sehingga rasa mual yang dirasakan pasien
dapat mereda. Pada pasien ini terjadinya inflamasi pada pembuluh darah
kecil sehingga pemberian steroid mengurangi inflamasi yang terjadi
sehingga nyeri perut dan purpura juga dapat berkurang. Terapi metil
prednisolon merupakan obat anti inflamasi golongan steroid yang bekerja
dengan mekanisme penghambatan sintesis prostaglandin dan leukotrin
dengan cara melepas lipokortin yang dapat menghambat fosfolipase A2
pada sintesis asam arakhidonat sehingga bisa dikatakan bahwa steroid
merupakan obat anti inflamasi yang poten. Berdasarkan penelitian
metaanalisis menemukan bahwa penggunaan kortikosteroid pada anak
dengan Henoch-Schonlein Purpura mengurangi rata-rata waktu untuk
resolusi nyeri perut dan menurunkan kemungkinan berkembangnya
penyakit yang persisten. Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat
sembuh secara spontan dalam beberapa hari atau minggu (biasanya
dalam 4 minggu setelah onset). Bila manifestasi awalnya berupa kelainan
ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6
bulan hingga 2 tahun pasca sakit.1,2,6,7
Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94%
kasus anak-anak dan 89% kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan
terapi tambahan). Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, umumnya
pada anak yang lebih besar dan dewasa; < 5% penderita berkembang
menjadi HSP kronis. Keluhan sakit perut pada sebagian besar penderita
biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.1,2 Karena pada pasien ini tidak
terdapat manifestasi adanya keterlibatan ginjal jadi prognosis pada pasien
ini baik.

13
Daftar Pustaka

1. Yuli. 2012. Purpura Henoch-Schonlein. Jurnal CKD-194, Vol 39. RS


Karya Husada, Cikampek, Jawa Barat, Indonesia.

2. Oktaria D dkk. 2017. Purpura Henoch-Schonlein pada anak. Jurnal.


Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3. Tabri F. 2016. Purpura Henoch-Schonlein dengan pengobatan


Kortikosteroid dan Ciklofosfamide. Jurnal. FK UNHAS, Makassar.

4. Setiabudiawan B dkk. 2013. Faktor Pencetus Terbanyak Purpura


Henoch-Schonlein dengan keterlibatan Ginjal. Jurnal. FK UNPAD,
Bandung.

5. Wardhana AW dkk. 2016. Faktor prediktor nefritis pada anak dengan


Purpura Henoch-Schonlein. Jurnal. FK UGM, Yogyakarta.

6. Dhaniswara a. 2015. Purpura Henoch-Schonlein pada Anak. Jurnal.


Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM.

7. Matondang CS, Roma J. 2008. Purpura Henoch-Schonlein. Buku Ajar


IDAI penyakit Imunologi hal 373-377. Jakarta.

14

You might also like