You are on page 1of 21

1 2

REKONSTRUKSI BIROKRASI KEJAKSAAN DENGAN Bahwa korupsi telah merajalela dalam seluruh dimensi kehidupan
5
PENDEKATAN HUKUM PROGRESIF bangsa tidak dapat disangkal. Namun demikian yang paling
STUDI PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN mengkhawatirkan bahwa korupsi itu tidak berasal dari bawah dimana
TINDAK PIDANA KORUPSI orang barang kali memerlukannya untuk menambah nafkah hidup yang
tidak mencukupi, melainkan dari atas, korupsi pertama-tama merupakan
A. Latar Belakang. gejala elit.6 Anehnya perubahan pemegang kekuasaan, tidak menjadikan
Sudah menjadi kesadaran kolektif, bahwa korupsi harus diberantas, bangsa Indonesia beranjak dari keadaan yang korup. Dengan bahasa
karena dampak negatif yang ditimbulkan. Korupsi membebani yang khas, Frans Magnis Suseno menyatakan:
masyarakat Indonesia terutama masyarakat miskin. Korupsi juga “Tetapi korupsi tidak berkurang melainkan bertambah sejak Pak Harto jatuh.
menciptakan risiko ekonomi-makro yang tinggi, membahayakan Sesudah sang Bapa di atas yang masih mampu mendisiplinkan para
kestabilan keuangan, mengkompromikan keamanan dan hukum serta bawahannya pergi, sifat bajingan para bawahannya semakin kelihatan.
Sekarang merekalah yang mau melayani diri, mereka mau memakai
ketertiban umum, dan di atas segalanya, korupsi merendahkan legitimasi
1 kesempatan yang barangkali hanya pendek untuk merampok kekayaan
dan kredibilitas negara di mata rakyat. Padahal kekayaan negara yang sebanyak mungkin agar mereka kemudian aman apabila bangsa ini
dikorup jumlahnya sangat besar. Kwik Kian Gie pernah memberikan kandas”.
7

gambaran betapa besar kekayaan negara yang dikorup (per tahun), yang Apakah pernyataan Magnis Suseno ini berlebihan? Tampaknya tidak,
disebutkan melebihi APBN2. karena gejala yang dikemukakan dan menjadi argumennya terlihat jelas,
Dalam perspektif ekonomi, memang ada yang berpendapat bahwa yaitu: pertama, tiga presiden pasca Soeharto bahkan tidak melihat
(dalam skala tertentu) korupsi memiliki sisi positif, namun demikian bahwa ada masalah; kedua, dalam gaya kehidupan mereka tidak
karena sifatnya yang rahasia, maka tidak dapat diperhitungkan, bahkan memberikan contoh dan terlibat dalam pelbagai “bisnis” seperti
cenderung mendistorsi karena menimbulkan rendahnya kompetisi dan mendadak membangun rumah mewah di daerah mewah dan sebagainya
akuntabilitas.3 Namun demikian menurut Jean Cartier-Bresson, dari hasil yang meragukan; ketiga, DPR dan DPRD terkena money politics;
berbagai studi, secara umum sampai pada kesimpulan bahwa korupsi keempat, para gubernur, walikota dan pejabat lain menyogok anggota
berdampak negatif terhadap alokasi dan distribusi sumber daya DPR masing-masing dengan memberi hadiah seharga puluhan sampai
4
ekonomi. ratusan juta – di atas fasilitas gaji wakil rakyat yang sudah diluar porsi.8
Padahal menurutnya hadiah tersebut dapat dibelikan lebih dari 50 truk
sampah yang dibutuhkan di daerahnya.9
Pada masa Orde Baru kebocoran uang negara masih 30%, setelah
1
Kompas, Fokus, “Memerangi Korupsi, Hanya Sata Kata: Lawan”, 25 Oktober reformasi bergulir tahun 1998 indikasi tindak pidana korupsi yang
2003. merusak perekonomian dan moral bangsa Indonesia ini justru semakin
2
Menurut Kwik Kian Gie: “Ikan, pasir dan kayu yang dicuri senilai 90 triliun rupiah,
pajak yang dibayarkan oleh pembayar pajak tetapi tidak masuk ke kas negara 240
trilyun rupiah, subsidi kepada perbankan yang tak pernah akan sehat 40 trilyun
5
rupiah, kebocoran dalam APBN 20% dari 370 trilyun rupiah yaitu 74 trilyun rupiah. IGM. Nurdjana, Korupsi dalam Praktik: Bisnis Pemberdayaan Penegakan Hukum,
Dengan demikian jumlah yang dikorup kurang lebih 444 trilyun rupiah, lebih besar Program Aksi dan Strategi Penanggulangan Masalah Korupsi, Gramedia Pustaka
dari keseluruhan APBN tahun 2003”. Periksa: Kompas, ibid. Utama, Jakarta, 2005, hal. 1. Periksa juga: Agus Sudibyo, Pemberantasan Korupsi
3
Jean Cartier-Bresson, The Couses and Consequences of Corruption: Economic dan Rezim Kerahasiaan, dalam, Jihad Melawan Korupsi, diedit oleh HCB.
Analyses and Lessons Learnt, dalam No Longer Business as Usual: Fighting Dharmawan, Penerbit Buku Kompas, 2005, hal. 58. Periksa juga, Munawar Fuad
Bribery and Corruption, Organisation for Economic Co-operation and Development Noeh, Kiai di Republik Maling Refleksi Gerakan Moral Melawan Korupsi, Penerbit
(OECD), Paris, 2000, hal. 16-17. Republika, Jakarta, 2005, hal. 77. Periksa juga, Anif Punto Utomo, Negara Kuli
4
Dampak negatif tersebut antara lain: (1) Korupsi menimbukan transaksi illegal Apa Lagi yang Kita Punya?, Penerbit Republika, Jakarta, 2004, hal. 85-105.
6
tetap terjaga kerahasiaannya, kontrak-kontrak yang korup akan menghilangkan “Mengapa rezim Pak Harto Jatuh? Karena kebijakan ekonomi yang tidak tepat?
kompetitor, menghapus keberatan kompetitor serta tidak ada perlindungan hak Karena kesalahan konsepsional? Bukan. Sebabnya rezim Pak Harto jatuh adalah
bagi kompetitor, kriteria-kriteria ekonomi yang seharusnya dipertimbangkan korupsinya yang, bak pasukan rayap, menggerogoti ketahanan ekonomis,
digantikan dengan kriteria kekeluargaan, etnik, keagamaan maupun koneksi menggerogoti sistem hukum, ketahanan moral dan akhirnya ketahanan nasional
lainnya; (2) Korupsi mengurangi investasi dan pertumbuhan ekonomi; (3) Korupsi bangsa Indonesia”, periksa: Frans Magnis Suseno, Pembangunan Berkelanjutan
menimbulkan alokasi sumber daya publik yang rendah karena lebih banyak dalam Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan YME, makalah
dipergunakan untuk biaya suap; (4) Korupsi menimbulkan public deficits; (5) diajukan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema
Korupsi mengurangi peran pemerintah atas redistribusi pajak, karena penerimaan Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, BPHN Depkeh &
negara berkurang; (6) Korupsi mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003.
7
fasilitas publik; (7) Korupsi menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak tepat; (8) Ibid.
8
Korupsi di bidang penegakan hukum berdampak pada penyalahgunaan Ibid.
9
kewenangan; Jean Cartier-Bresson, ibid., hal. 17-18. Ibid.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
3 4
10
mencemaskan. Menurut laporan BPK, penyimpangan uang negara korupsi, karena korupsi sudah masuk ke seluruh sektor di berbagai
16
sudah mencapai Rp.166,53 triliun atau sekitar 50% pada periode Januari- tingkatan birokrasi.
Juni 2004.11 Pesimisme Teten Masduki ini tidak sendirian. Satrio Boediardjo
Karena begitu besar perkiraan kekayaan negara yang dikorup, dan Joedono (Ketua BPK pada masa pemerintahan Megawati) juga kecewa
akibat yang dapat ditimbulkan, maka korupsi telah ditahbiskan sebagai terhadap kinerja kejaksaan dalam pemberantasan korupsi, bahkan
12
extra ordinary crime. Muladi menganggap bahwa korupsi tidak lagi kekecewaan itu sudah disampaikan dalam sidang tahunan MPR 2003,
sebagai “local matter” tetapi sudah cenderung dilihat sebagai suatu sbb:
fenomena transnasional yang dapat mempengaruhi kehidupan “…dari 50 pejabat Bank Indonesia (BI) yang dilaporkan BPK ke Kejagung
masyarakat internasional, sehingga untuk itu dibutuhkan kerja sama karena tersangkut dalam penyaluran dana BLBI, ternyata baru 3 orang yang
internasional untuk mencegah dan mengendalikannya secara kasusnya sampai ke pengadilan. Sedangkan dari 300 orang Komisaris dan
13 Direksi bank penerima BLBI yang diduga oleh BPK telah melakukan
komprehensif dan multidisipliner .
penyimpangan dalam penggunaan BLBI, baru 24 yang diproses pengadilan.
Adolfo Beria memandang korupsi sebagai fenomena dunia, Bahkan laporan BPK mengenai dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi
keberadaannya mengikuti sejarah manusia itu sendiri.14 Lebih lanjut di pemerintah daerah hingga saat ini belum juga ditanggapi serius oleh
Adolfo Beria menyatakan bahwa: Kejaksaan”.
17

“There is no primordial indigenous culture without its phenomena of Kekecewaan Satrio Boediardjo Joedono secara jelas ditujukan kepada
corruption; there is no system (from that of USA to that of Japan) which is kejaksaan yang dinilai belum serius dalam menindak-lanjuti dugaan TPK
free from vast areas of corruption; there is no centre of government (from
khususnya dalam kasus BLBI dan juga temuan korupsi di daerah.
the prairies of America to the communist collectivizations) which has not
been vitiated or distorted by corruption; there is no religion (Eastern, Judaic- Reaksi terhadap kejaksaan – yang berkaitan dengan temuan BPK -
Christian or Islamic) which has not had to confront evils connected to tidak hanya ditujukan terhadap kasus BLBI saja, tetapi juga terhadap
corruption; there is no Empire (be it Persian, Roman, British or Soviet) temuan BPK periode Januari-Juni 2004, yang menemukan
15
which has not experienced and has not been damaged by corruption”. penyimpangan sebesar Rp.166,53 trilyun. Todung Mulya Lubis
Kalau korupsi memang terjadi di mana-mana, padahal tidak ada budaya (Masyarakat Transparansi Indonesia) menyatakan:
apapun yang tidak menentang korupsi, tidak ada sistem pemerintahan “Temuan BPK tersebut tidak bisa dilecehkan begitu saja, tetapi harus ada
manapun yang tidak terkena dan tidak dirugikan oleh korupsi, dan tidak tindak lanjut dari aparat penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan. Kalau
ada agama yang tidak mengutuk korupsi, seperti yang dikemukakan oleh kejaksaan adalah tidak mau mempertanyakan hal itu, lalu untuk apa institusi
kejaksaan? Fungsi kejaksaan adalah memimpin semua tindakan hukum,
Adolfo Beria, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana harus memulai
karena itu tidak ada alasan bagi kejaksaan untuk tidak memproses laporan
untuk memberantas korupsi? Teten Masduki dari Indonesia Corruption tersebut. Tidak ada alasan lagi bagi kejaksaan untuk tidak pro-aktif
Watch (ICW) merasa pesimis bagaimana memulai pemberantasan melakukan investigasi, jangan terpaku pada formalitas, segera lakukan
18
investigasi”.

10
Kompas, Fokus, Penyelewengan Uang Negara Makin Mencemaskan, 2 Oktober
16
2004. Teten Masduki menyatakan pesimismenya sbb: “Dari mana dan bagaimana
11
Ibid. memulai pemberantasan korupsi, ketika penyimpangan kekuasaan itu sudah
12
Tindak pidana korupsi bukan lagi suatu kejahatan yang dapat digolongkan sistemik merasuk ke semua sektor di berbagai tingkatan, dalam lingkungan politik
sebagai kejahatan konvensional. Kejahatan ini merupakan suatu kejahatan yang dan birokrasi yang tidak mendukung. Sementara pemerintahan baru yang
luar biasa (extra ordinary crime), jika dilihat dari sudut korbannya. Korban yang diharapkan masyarakat dapat memutus mata rantai korupsi yang ditinggalkan
ditimbulkan dari kejahatan ini, tidak terbatas pada perorangan melainkan rezim lama, juga harus menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi, masalah politik
masyarakat, bangsa dan negara. Kejahatan ini telah menyebabkan kemunduran dan keamanan yang juga sama pentingnya untuk diselesaikan dalam waktu
bagi masyarakat, bangsa dan negara. Periksa: SBY, pidato disampaikan dalam bersamaan. Sejauh ini banyak pihak di tanah air, termasuk pemerintah, yang
Rapat Koordinasi tentang Percepatan Penanganan TPK antara Polri, Kejaksaan meyakini penyelesaian masalah itu sesuatu hal yang tidak mudah dan harus
Agung dan KPK, Jakarta, 7 Maret 2005. ditoleransi sebagai masalah bersama yang telah membudaya yang harus dihadapi
13
Muladi, “Substantive highlihgts’s dari Konvensi PBB untuk Melawan Korupsi”, dengan kesabaran tinggi, sambil berharap ada perbaikan secara gradual dalam
Makalah disampaikan dalam seminar “Aspek Pertanggungjawaban Pidana Dalam jangka panjang”. Namun demikian pesimisme ini dapat diakhiri apabila mau belajar
Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi”, diselenggarakan oleh Kejaksaan dari negara lain seperti kisah sukses pemberantasan korupsi di Hongkong, New
Agung RI bekerjasama dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004. York di Amerika Serikat, La Paz di Bolivia yang dapat dijadikan pelajaran dalam
14
Adolfo Beria, Global Strategi Against Corruption, dalam Responding to pemberantasan korupsi. Periksa: Robert Klitgaard (at al), Penuntun
Corruption: Social Defence, Corruption, and the Protection of Public Administration Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, alih bahasa Masri Maris,
and The Independence of Justice, updated documens on the XIII International Yayasan Obor Indonesia & Partnership for Governance Reform in Indonesia,
Conggres on Social Defence, Lecce Italy 1996, diedit oleh Paolo Bernasconi, 2000, Jakarta, 2002, hal. Xviii.
17
hal. 23. Kompas, Fokus, “Ketika Ketua BPK Gusar”, 2 Oktober 2004.
15 18
Ibid. Kompas, Fokus, “Kejaksaan Segeralah Bertindak”, 2 Oktober 2004.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
5 6
Kesan yang dapat ditangkap dari pernyataan Todung Mulya Lubis ini Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa kejaksaan
adalah kejaksaan tidak terlihat pro-aktif dalam menyikapi dugaan korupsi tidak berhasil dalam memberantas tindak pidana korupsi? Padahal dilihat
hasil temuan BPK, diharapkan kejaksaan segera bertindak dengan dari aspek peraturan perundang-undangan (legal substance) yang
mengambil langkah-langkah hukum, karena kejaksaan adalah institusi dipakai untuk menjerat para koruptor sudah dilakukan upaya
yang paling bertanggungjawab. pembaharuan yang terus menerus, setidaknya sudah dilakukan 8
Satjipto Rahardjo, juga memberikan tanggapan menarik terkait (delapan) kali semenjak Indonesia merdeka. Bahkan dalam UU No. 31
dengan temuan BPK sbb: th. 1999 terjadi perubahan mendasar, antara lain: (1) Perumusan delik
“…tindakan pro-aktif dari aparat kejaksaan untuk mengungkap kasus-kasus formil, yaitu perbuatan yang dipandang sebagai korupsi tidak memerlukan
korupsi sangat dinantikan masyarakat. Lebih lanjut dikemukakan bahwa adanya akibat, dengan demikian unsur kerugian negara bukan lagi
fenomena ini seharusnya segera dicounter aparat penegak hukum. Gerak menjadi unsur mutlak untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi.
cepat aparat kejaksaan itulah yang kini dinantikan publik. Tidak hanya itu,
(2) Dianutnya sifat melawan hukum materiel dalam fungsinya yang positif,
selain membutuhkan Jaksa berani, negeri ini juga membutuhkan
penegakan hukum yang progresif. Penegakan hukum yang progresif tidak artinya perbuatan melawan hukum bukan hanya berarti perbuatan
bisa diserahkan kepada cara-cara konvensional sistem pencet tombol, melawan hukum yang secara eksplisit diatur dalam Undang-undang saja
melainkan membutuhkan suatu tipe penegakan hukum yang penuh greget, yang dapat dikenai pemidanaan, tetapi juga perbuatan melawan hukum
19
maka faktor keberanian pun menjadi penting”. yang bertentangan dengan asas kepatutan masyarakat dan rasa keadilan
24
masyarakat dapat menjadi dasar penentuan sifat melawan hukum.
Satjipto Rahardjo dengan penuh harap meminta kejaksaan untuk berani Bahkan dalam perkembangannya, Undang-undang No. 31 th. 1999,
bertindak cepat, pro-aktif, dan meninggalkan cara-cara konvensional disempurnakan dengan UU No. 20 tahun 2001, yang seharusnya
dengan penegakan hukum progresif yang penuh greget. Namun semakin memberikan semangat tentang arti pentingnya pemberantasan
demikian, menurut Romli Atmasasmita pemberantasan korupsi bukanlah korupsi sebagaimana disebutkan dalam penjelasan bahwa korupsi telah
perkara yang mudah dan segera dapat diatasi karena: terjadi secara sistematik sehingga tidak hanya berdampak terhadap
“Sistem penyelenggaraan pemerintahan yang mentabukan transparansi dan keuangan negara tetapi telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi,
mengedepankan kerahasiaan dan ketertutupan; dengan menepiskan sehingga menuntut cara yang luar biasa untuk mengatasinya.25 Di
akuntabilitas publik dan mengedepankan pertanggungjawaban vertikal yang 26
samping itu juga diatur masalah gratifikasi , pembuktian terbalik yang
dilandaskan pada primordialisme; yang menggunakan sistem rekruitmen
sifatnya terbatas27, serta perluasan pengertian sumber perolehan alat
dan mutasi atas dasar koncoisme baik yang didasarkan kesamaan etnis, 28
latar belakang politik, atau politik balas jasa”.
20 bukti. Namun demikian pembaharuan legal substance TPK tidak
Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemberantasan korupsi semakin
dipersulit lagi dan hampir merupakan keputus-asaan, manakala 24
menyaksikan aparatur penegak hukum dari hulu ke hilir terlibat ke dalam Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan keputusan
yang menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 tidak
jaringan korupsi yang seharusnya dijadikan musuh penegak hukum atau mempunyai kekuatan mengikat lagi. Dengan demikian sifat melawan hukum
sasaran penegakan hukum itu sendiri.21 Pemberantasan korupsi yang di- materiil dalam fungsinya yang positif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
lakonkan oleh para pelaksana hukum selama ini sering membuat rakyat (1) UU No. 31 tahun 1999 yang selama ini dianggap berperan besar dalam
frustasi, gaungnya hanya wacana, tidak nyata seperti yang diharapkan.22 menjerat koruptor telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah
Memang ada koruptor yang diproses hukum, tetapi ujung-ujungnya Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi UU No. 31 tahun 1999 yang
dihentikan penyidikan atau penuntutannya, dihukum ringan, bahkan diajukan oleh Dawud Jatmiko, karyawan PT Jasa Marga yang tersangkut perkara
23 korupsi dan sedang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Padahal Sifat
diputus bebas oleh hakim.
melawan hukum materiel dalam fungsinya yang positif sebelum diatur secara tegas
dalam UU No. 31 tahun 1999, sudah menjadi yurisprudensi jauh sebelum lahirnya
UU No. 31 tahun 1999, khususnya dalam perkara korupsi Bank Bumi Daya atas
nama RS. Natalegawa. Periksa: Kompas, 27 Juli 2006.
19 25
Ibid. Periksa Penjelasan Umum UU No. 20 th. 2001 tentang Perubahan Atas UU No.
20
Romli Atamasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek 31 th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
26
Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2004, hal. 1-2. Gratifikasi diatur dalam Pasal 12 B, dalam Penjelasan dijelaskan bahwa yang
21
Romli Atmasasmita, ibid. Bandingkan dengan Frans Magnis Suseno yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
menyatakan bahwa: “Dari berbagai korupsi yang dijadikan sebagai tolok ukur, pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
korupsi yang dipandang sebagai hal yang mencemaskan adalah korupsi di aparat perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
peradilan. Korupsi di bidang peradilan termasuk di dalamnya mafia peradilan. fasilitas lainnya.
27
Korupsi ini dipandang sebagai sesuatu yang menggerogoti substansi negara Pembuktian terbalik yang diatur dalam pasal 37 dan 37A dan 38B sifatnya lebih
hukum”. Periksa: Frans Magnis Suseno, op. cit. tegas bila dibandingkan dengan UU No. 31 th. 1999.
22 28
Kompas, Focus, op. cit. Perluasan pengertian mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa
23
Ibid. petunjuk. Ketentuan Pasal 26A berbunyi sbb: Alat bukti yang sah dalam bentuk

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
7 8
31
dengan sendirinya menjadikan Undang-undang korupsi efektif. Masih penyelidikan, penyidikan dan penuntutan adalah Jaksa. Oleh sebab itu
banyak faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan pemberantasan tidak berlebihan kalau disebutkan bahwa kejaksaan menjadi salah satu
tindak pidana korupsi. penentu keberhasilan dalam pemberantasan korupsi. Demikian juga
Memang, keberhasilan pemberantasan TPK tidak hanya ditentukan sebaliknya, kalau sampai saat ini pemberantasan korupsi dinilai gagal
oleh penegak hukum itu sendiri, tetapi harus didukung oleh kekuatan atau belum berhasil, atau setidaknya belum optimal, maka yang dianggap
politik atau pemegang kekuasaan. Namun demikian sangat disayangkan gagal, atau belum berhasil atau belum optimal salah satunya adalah
bahwa sejarah perkembangan politik di Indonesia menunjukkan hampir kejaksaan32.
29
semua pemegang kekuasaan diakhir jabatannya dinilai korup. MA. Rachman, Jaksa Agung pada masa pemerintahan Megawati,
Terlepas dari lemahnya dukungan politis bagi penegak hukum pernah menyatakan bahwa:
dalam penanganan tindak pidana korupsi, kegagalan pemberantasan “Jajaran Kejaksaan sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi secara
korupsi juga disebabkan kelemahan pada proses penegakan hukum itu represif di seluruh Indonesia selama ini telah berusaha secara maksimal
sendiri, baik pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga untuk menegakkan hukum dengan menuntut para pelaku tindak pidana
korupsi ke Pengadilan. Dari data kuantitatif penanganan kasus-kasus
persidangan. Bahkan menurut Karni Ilyas dinilai sangat
korupsi selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, sejak tahun 1994
mengkhawatirkan, karena penegak hukum telah terperangkap dalam s/d 2003 jumlah perkara korupsi yang dilimpahkan ke Pengadilan pada
korupsi itu sendiri.30 tahun 2003 mencapai angka tertinggi, yaitu 539 perkara, dan sampai awal
Penegak hukum yang terlibat di dalam pemberantasan tindak April 2004 mencapai 574 perkara. Upaya penegakan hukum terhadap
pidana korupsi adalah Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim. Penentu pelaku-pelaku korupsi sampai saat ini masih terus berlangsung dan terus
akhir dalam pemberantasan TPK adalah Hakim, namun demikian Hakim diintensifkan sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan dari berbagai
tidak bisa bertindak aktif di luar konteks perkara yang diajukan ke kalangan baik melalui forum politik (MPR/DPR/DPRD) forum akademis di
persidangan oleh Jaksa. Sementara yang aktif untuk melakukan berbagai perguruan tinggi maupun dari kalangan pemerhati hukum dan
33
LSM”.
Sekilas angka yang disampaikan oleh mantan Jaksa Agung tersebut
petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UU No. 8 th. 1981 cukup besar, namun demikian masyarakat tidak hanya melihat angka
tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat yang ditampilkan, karena masyarakat sendiri juga menyaksikan
diperoleh dari: a) alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, penampilan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa korupsi oleh aparat kejaksaan bagaikan akrobat. Masyarakat juga melihat
dengan itu; b) dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat banyak koruptor kakap yang bebas berkeliaran. Masyarakat juga melihat,
dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bahwa korupsi yang dibiarkan jauh lebih besar dari angka yang
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas keras, benda fisik apapun selain
kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara,
disampaikan oleh Jaksa Agung tersebut. Disamping itu masyarakat lebih
gambar peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki melihat kualitas dari pada kuantitas.
makna. Hasil pengamatan sementara yang memperlihatkan lemahnya
29
Presiden Soeharto yang diawal pemerintahannya mengobarkan semangat dan penanganan TPK dapat dilihat dari beberapa kasus korupsi besar (non
komitmen untuk memberantas korupsi, terpaksa mengakhiri kekuasaannya dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)), yang masih menumpuk di
“pernyataan berhenti” pada tahun ke-2 periode 1997-2002 dalam kekuasaannya Kejaksaan Agung antara lain: (1) kasus PT. MHP melibatkan Prayogo
yang ke VII (tahun ke-32 dalam sejarah kekuasaannya), karena dinilai korup. Pangestu, kerugian negara Rp.151 milyard; (2) kasus Bulog melalui KLBI
Abdulrachman Wahid (Gus Dur) akhirnya juga diberhentikan dengan alasan terlibat
dalam dugaan korupsi dana Yanatera Bulog dan Bantuan Sultan Brunei (dikenal
31
dengan Buloggate dan Bruneigate), di samping itu pada masa pemerintahan Gus Sebelum lahirnya UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK, Penyidik dan Penuntut
Dur, hasil audit BPK Oktober 2000 disebutkan dari realisasi anggaran tahun TPK adalah Jaksa. Penyidik Kepolisian mulai aktif melakukan penyidikan TPK
1999/2000 sebesar 233,8 trilyun, BPK menemukan penyimpangan pengelolaan setelah lahirnya UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK, namun
keuangan negara sebesar Rp. 165,8 trilyun (70,9 %). Memang separuh dari angka demikian hasil penyidikannya tetap dilimpahkan ke kejaksaan dan Jaksalah yang
ini disumbangkan rezim Soeharto dan Habibie melalui kebijakan BLBI. Tetapi menjadi Penuntut Umumnya.
32
bukan berarti Abdulrachman Wahid tanpa andil. Dalam pemeriksaan pada Periksa: konsideran “menimbang” UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi
pengeluaran semester pertama (April-September) tahun anggaran 2000 sebesar Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara lain disebutkan (a)
24,9 trilyun, ditemukan penyelewengan tak kurang dari Rp.16,5 trilyun (66,3%), “…pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum
Tempo, “Korupsi di Era Gus Dur”, Edisi Akhir Tahun, 2002, hal. 34. dapat dilaksanakan secara optimal,…” dan (b) “bahwa lembaga pemerintah yang
30
“Penegakan hukum di Indonesia sangat mengkhawatirkan, karena bukan menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan
semakin baik – kalau tidak ingin dikatakan semakin buruk. Korupsi semakin efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi”.
33
membudaya, sementara banyak penegak hukum sudah terperangkap ke korupsi MA. Rachman, “Hambatan, Tantangan dan Kendala Pemberantasan Korupsi di
dan kolusi karena alasan gaji yang kecil dan banyak iming-iming dari pencari Kejaksaan”, makalah disampaikan dalam seminar “Aspek Pertanggungjawaban
keadilan”, Karni Ilyas, Catatan Hukum II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, Pidana Dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi, diselenggarakan oleh
hal. 10. Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
9 10
dengan melibatkan Nurdin Halid, kerugian Rp.161 milyard; (3) kasus menempatkan corruption perception index Indonesia sebagai salah satu
38
Dragon Oil melibatkan Arifin Panigoro, kerugian negara US$ 52 juta; (4) negara terkorup dengan peringkat ke-140 dari 159 negara .
kasus Proyek JORR melibatkan Djoko Ramiadji, kerugian negara US$ Predikat sebagai salah satu negara terkorup di dunia, seharusnya
105 juta dan Rp.181,35 milyard; (5) kasus manipulasi angkutan BBM di menjadi pelecut bagi kejaksaan untuk lebih meningkatkan upaya
Jawa (Balongan) melibatkan Siti Hardianti Rukmana, Rosana Barack dan pemberantasan korupsi, karena dengan predikat tersebut sekaligus
Faisal Abdoe, melibatkan US$ 20,401 juta; (6) kasus NV. Indover Asia menunjukkan bahwa kejaksaan belum berhasil, belum optimal bahkan
Limited Hongkong melibatkan Permadi Gandapraja, kerugian negara Rp. dapat dinilai gagal. Namun demikian upaya untuk mengoptimalkan
5 trilyun; (7) kasus Indover Amsterdam melibatkan Shidarta SP dan pemberantasan korupsi menjadi semakin sulit, karena dalam penanganan
Soeryadi, kerugian US$ 78 juta; (8) kasus TAC dengan PT Ustraido Petro perkara korupsi diwarnai dengan cara-cara korup. Penyimpangan39 dalam
Gas (UPG) melibatkan Ginanjar Kartasasmita, Praptono H Tjirohupoyo, pemberantasan korupsi muncul ke permukaan dalam bentuk:
IB Sudjana, Faisal Abdoe, kerugian negara US$ 23,351 juta;34 (9) kasus 1. Tidak sebanding antara jumlah laporan dugaan tindak pidana
mark-up PLTU Swasta Paiton melibatkan Ermansyah Djamin, kerugian korupsi dengan yang diselesaikan melalui pengadilan.
negara dalam perhitungan BPKP; (10) kasus BPPC melibatkan HM 2. Banyak dugaan perkara korupsi yang dihentikan dalam proses
Soeharto, kerugian negara dalam perhitungan BPKP; (11) kasus PT. penyelidikan.
Taspen melibatkan Ida Bagus Sarga, kerugian negara Rp.679 milyard; 3. Banyak pelaku korupsi dengan kerugian negara yang besar
(12) kasus Perum Perumnas melibatkan Ir. Srijono, kerugian negara tetapi dituntut dengan pidana yang ringan.
Rp.859 milyard; (13) kasus Mobnas (belum ada tersangka), kerugian Penyimpangan tersebut bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan
negara versi Depkeu Rp.3,093 trilyun, versi Sucofindo US$ 1,055 milyard; tanpa sebab. Penyimpangan birokrasi kejaksaan diakibatkan oleh
(14) kasus pertamina melibatkan Bob Hasan, Sigit Hardjoyudanto, lemahnya tiga komponen hukum secara sekaligus, baik berupa peraturan
35
Tabrani Ismail, kerugian negara Rp.43 trilyun. perundang-undangan (legal substance), struktur birokrasi (legal
Memperhatikan hasil pengamatan sementara tersebut, terlihat structure) dan juga budaya hukum (legal culture) yang membangun
kasus-kasus korupsi dengan nilai kerugian negara yang sangat besar birokrasi kejaksaan.
masih ngendon di kejaksaan.36 Di samping itu juga terdapat kasus-kasus Birokrasi kejaksaan secara umum memiliki karakter birokratis,
korupsi besar yang telah dilimpahkan ke pengadilan tetapi tuntutan sentralistik, menganut pertanggungjawaban hierarkhis dan berlaku sistem
pidana yang diajukan sangat rendah. komando. Keempat karakter ini diturunkan dari doktrin bahwa “kejaksaan
Rendahnya tuntutan pidana setidaknya dapat dilihat dalam adalah satu” (een en ondeelbaar). Karakter birokrasi ini juga berlaku
beberapa kasus antara lain: (1) perkara BLBI pada PT Sout East Asia dalam penanganan perkara korupsi. Itulah sebabnya penanganan TPK
Bank (Bank SEAB), terdakwa Handy Suhardjo (Presiden Komisaris) mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan selalu
dituntut 1 tahun penjara dan denda Rp.1 milyard subsider 4 bulan dikendalikan dan tidak lepas dari policy pimpinan secara berjenjang.
penjara, terdakwa Jemy Sutiawan (Direktur) dituntut 10 bulan penjara dan Birokrasi pengendalian penanganan TPK diwujudkan dalam
denda Rp. 1 milyard subsider 4 bulan penjara, dan terdakwa Leo bentuk: (1) pembuatan laporan penanganan perkara (hasil penyelidikan,
Andyanto (Direktur Pemasaran) dituntut 8 bulan penjara dan denda Rp. 1 hasil penyidikan, hasil persidangan); (2) ekspose (hasil penyelidikan, hasil
milyard subsider 4 bulan penjara; (2) perkara BLBI pada Bank Modern
dengan terdakwa Samadikun Hartono (Presiden Komisaris dengan 38
Masyarat Transparansi Indonesia, Catatan Akhir Tahun,
kerugian negara Rp.169 milyard, dituntut 1 tahun penjara dan denda http://www.transparnsi.or.id.
Rp.20 juta subsider 4 bulan kurungan; (3) perkara BLBI pada Bank Umum 39
Terminologi “penyimpangan” berasal dari bahasa Inggris, yang dapat diartikan
Servita (BUS) dengan terdakwa David Nusa Wijaya (Direktur Utama) sebagai “turning aside or away” periksa: AS. Hornby, Oxford Advanced Learner’s
37
dengan kerugian negara Rp.1,3 trilyun dituntut 4 tahun penjara. Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1986, hal. 237. Dalam hal
Ketidak-seriusan kejaksaan dalam penanganan TPK terlihat tertentu dapat disejajarkan dengan “abuse” yang berarti “wrong use”, “unjust
semakin telak, pada saat Transparancy International tahun 2005, custom or practice that has become established”, periksa: ibid. hal. 5. Relevan
dengan ini, periksa juga: Black Law, bahwa deviance sebagai “the quality or state
of departing from established norms, especially in social customs”, Brian A. Garner,
34
Berdasarkan catatan penulis, kasus TAC yang melibatkan Ginanjar Kartasasmita Black’s Law Dictionary, edisi ke-7, West Group, ST. Paul, Minn, 1999, hal. 463.
telah di SP3. Dalam konteks ini, apabila dikaitkan dengan penyalahgunaan kekuasaan, dapat
35
Tri Hartanto, Sulit Bersihkan Jaksa Bermasalah, dalam Analisis Hukum 2002 diartikan “buse of power” means that, when a person has power to do a certain
Jangan Tunggu Langit Runtuh, Hukumonline.com, Justika Siar Publika, Jakarta, thing, he exercises that power is a manner in which authority is not given to him to
2003, hal. 53. exercise it”, periksa: Justice LP. Singh, PK Majundar, Judicial Dictionary, edisi ke-
36
Berdasarkan catatan penulis, kasus TAC yang melibatkan Ginanjar Kartasasmita 2, Orient Publishing, New Delhi, 2001, hal. 15. Salah satu bentuk penyimpangan
telah di SP3. dalam konteks birokrasi adalah penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan
37
Asep Rahmat Fajar, Dunia Peradilan Indonesia: Refleksi dan Proyeksi, dalam (abuse of power), yang dalam Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 jo 20/2001 menjadi
Analisis Hukum 2002 Jangan Tunggu Langit Runtuh, op. cit., hal. 74. salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
11 12
penyidikan, rencana dakwaan); (3) pembuatan rencana dakwaan Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi Secara teoritik
sebelum dilimpahkan ke pengadilan; (4) pengajuan rencana tuntutan untuk mengembangkan konsep hukum progresif. Secara praktis, dengan
(rentut) sebelum pembacaan tuntutan pidana. Keempat hal tersebut memperoleh deskripsi dan penjelasan yang komprehensif tentang
dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dan petunjuk dari pimpinan pendekatan konvensional birokrasi kejaksaan dan penyimpangan yang
secara berjenjang sesuai dengan besarnya kerugian negara. Dengan terjadi dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK, disertasi ini
demikian Jaksa tidak memiliki otoritas untuk menentukan jalanannya diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis tentang rekonstruksi
penanganan perkara. Jaksa hanya menjalankan policy pimpinan, atau birokrasi kejaksaan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK
dengan kata lain jaksa tidak memiliki independensi dalam penanganan dengan pendekatan hukum progresif, sehingga tercipta birokrasi
perkara korupsi. kejaksaan yang progresif.
Penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan cara- D. Kerangka Pemikiran Teoritik.
cara konvensional dimana jaksa hanya sebagai robot yang digerakkan Kehadiran hukum progresif bukanlah sesuatu yang kebetulan,
oleh birokrasi dalam struktur yang lebih atas seperti ini, sudah barang bukan sesuatu yang lahir tanpa sebab, dan juga bukan sesuatu yang
tentu sarat dengan peluang terjadinya penyimpangan yang bersembunyi jatuh dari langit. Hukum progresif adalah bagian dari proses pencarian
di balik bekerjanya birokrasi. Munculnya fenomena tentang tidak kebenaran yang tidak pernah berhenti. Hukum progresif – yang dapat
sebandingnya antara jumlah laporan dugaan tindak pidana korupsi dipandang sebagai konsep yang sedang mencari jati diri – bertolak dari
dengan yang diselesaikan melalui pengadilan, banyaknya dugaan korupsi realitas empirik tentang bekerjanya hukum di masyarakat, berupa ketidak-
yang dihentikan dalam proses penyelidikan, dan rendahnya tuntutan puasan dan keprihatinan terhadap kinerja dan kualitas penegakan hukum
40
pidana, pada hakikatnya adalah penyimpangan birokrasi, karena tidak dalam setting Indonesia akhir abad ke-20.
ada proses penanganan perkara yang tidak mendapatkan persetujuan Hukum progresif berangkat dari dua asumsi dasar: pertama,
dari pimpinan. Penyimpangan ini menjadi semakin tidak terdeteksi karena hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya.41 Berangkat dari asumsi
tidak ada transparansi dalam setiap kebijaksanaan dalam penanganan dasar ini, maka kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan
TPK. untuk sesuatu yang lebih luas dan besar. Itulah sebabnya ketika terjadi
Bertolak dari realitas tersebut di atas, agar pemberantasan korupsi permasalahan di dalam hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan
dapat berhasil dan kejaksaan dapat berperan optimal, tidak berlebihan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa-paksa untuk dimasukkan ke
42
bila birokrasi kejaksaan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam skema hukum. Kedua, hukum bukan merupakan institusi yang
TPK perlu direkonstruksi dengan pendekatan baru yaitu dengan mutlak serta final, karena hukum selalu berada dalam proses untuk terus
pendekatan hukum progresif, sehingga tercipta birokrasi kejaksaan yang menjadi (law as a process, law in the making).43
progresif. Kehadiran hukum progresif yang berangkat dari asumsi dasar
B. Fokus Studi dan Permasalahan. bahwa hukum adalah untuk manusia dan selalu dalam proses untuk
Fokus dalam studi ini adalah upaya untuk merekonstruksi birokrasi menjadi, maka dalam memberikan penjelasan terhadap fenomena
kejaksaan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK dengan hukum, akan melibatkan teori hukum lain. Pelibatan teori hukum lain
menggunakan pendekatan hukum progresif. Berangkat dari fokus studi dalam hukum progresif sekaligus menjelaskan tentang kedudukan hukum
ini, maka permasalahannya dapat dirumuskan menjadi tiga hal yaitu: (1) progresif di tengah-tengah teori hukum yang lain tersebut. Secara umum,
Mengapa pendekatan konvensional birokrasi kejaksaan tidak dapat karakter hukum progresif dapat diidentifikasi sbb:
berperan secara optimal dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan 1. Kajian hukum progresif berusaha mengalihkan titik berat kajian hukum
TPK? (2) Bagaimanakah penyimpangan birokrasi kejaksaan dalam yang semula menggunakan optik hukum menuju ke perilaku.
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK dilakukan? (3) 2. Hukum progresif secara sadar menempatkan kehadirannya dalam
hubungan erat dengan manusia dan masyarakat, meminjam istilahnya
Bagaimanakah rekonstruksi birokrasi kejaksaan dalam penyelidikan,
Nonet & Selznick bertipe responsif.
penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dengan pendekatan 3. Hukum progresif berbagi paham dengan legal realism karena hukum
hukum progresif? tidak dipandang dari kacamata hukum itu sendiri, melainkan dilihat dan
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian. dinilai dari tujuan sosial yang ingin dicapai dan akibat yang timbul dari
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mendeskripsikan dan bekerjanya hukum.
menjelaskan bahwa pendekatan konvensional birokrasi kejaksaan tidak
dapat berperan secara optimal dalam penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan TPK; (2) Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan terjadinya
40
penyimpangan birokrasi kejaksaan dalam penyelidikan, penyidikan dan Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan, Jurnal Hukum
penuntutan TPK; (3) Untuk merekonstruksi birokrasi kejaksaan dalam Progresif, Vol. 1/No. 1/ April 2005, PDIH Ilmu Hukum UNDIP, hal. 3.
41
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dengan Ibid., hal. 5.
42
Ibid.
pendekatan hukum progresif. 43
Ibid., hal. 6.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
13 14
4. Hukum progresif memiliki kedekatan dengan sociological jurisprudence bagaimana merekonstruksi birokrasi kejaksaan dalam penyelidikan,
dari Roscoe Pound yang mengkaji hukum tidak hanya sebatas pada penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dengan pendekatan
studi tentang peraturan tetapi keluar dan melihat efek dari hukum dan hukum progresif (permasalahan 3). Relevan dengan permasalahan 3,
bekerjanya hukum.
maka teori birokrasi modern (Weber) dan birokrasi model
5. Hukum progresif memiliki kedekatan dengan teori hukum alam, karena
peduli terhadap hal-hal yang “meta-juridical”. postbureaucratic (Philippe Nonet dan Philip Selznick) juga dijadikan
6. Hukum progresif memiliki kedekatan dengan critical legal studies namun sebagai dasar pijakan analisis terhadap birokrasi kejaksaan. Di samping
cakupannya lebih luas.
44 itu, untuk dapat mendeskripsikan dan memberikan penjelasan secara
Sejalan dengan fokus studi, maka hukum progresif menjadi sangat komprehensif tentang adanya kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi
relevan dijadikan basis teoritik untuk keperluan analisis maupun dasar bekerjanya birokrasi kejaksaan, digunakan teori William J. Cambliss dan
47
pijakan dalam merekonstruksi birokrasi kejaksaan. Namun demikian, Robert B. Seidman.
karena hukum progresif dalam memberikan penjelasan terhadap Khusus untuk menjawab permasalahan tentang mengapa
fenomena hukum tidak bisa melepaskan diri dari kebersinggungannya pendekatan konvensional birokrasi kejaksaan tidak dapat berperan
dengan teori hukum yang lain, maka teori-teori hukum yang memiliki secara optimal dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK
kebersinggungan dengan hukum progresif juga dijadikan basis analisis. (permasalahan 1), sebelum menggunakan teori-teori di atas, sebagai
Adapun teori-teori dimaksud adalah: entry point-nya akan digunakan pendekatan bersifat doktrinal termasuk di
Pertama, teori hukum responsif (Nonet & Selznick) yang dalamnya peraturan perundang-undangan tentang TPK dan landasan
menghendaki agar hukum senantiasa peka terhadap perkembangan bekerjanya birokrasi kejaksaan.
masyarakat, dengan karakternya yang menonjol yaitu menawarkan lebih E. Metode Penelitian.
dari sekedar prosedural justice, berorientasi pada keadilan, Sejalan dengan fokus studi dan permasalahan, penelitian kualitatif
memperhatikan kepentingan publik, dan lebih dari pada itu dengan paradigma48 konstruktivisme49 ini menggunakan dua pendekatan
mengedepankan pada substancial justice.45 secara sekaligus, yaitu pendekatan doktrinal dan non-doktrinal.
Kedua, teori hukum realis atau legal realism (Oliver Wendell Penggunaan dua pendekatan ini dimaksudkan untuk menghindari
Holmes) terkenal dengan kredonya bahwa, “The life of the law has not ketimpangan dalam mengkaji hukum, karena disatu sisi hukum tidak bisa
been logic: it has been experience”. Dengan konsep bahwa hukum bukan melepaskan diri dari cirinya yang normatif, tetapi juga tidak selamanya
lagi sebatas logika tetapi experience, maka hukum tidak dilihat dari murni yuridis, dan hukum bukanlah sesuatu yang berproses secara
kacamata hukum itu sendiri, melainkan dilihat dan dinilai dari tujuan sosial asosial dan akultural.
yang ingin dicapai, serta akibat-akibat yang timbul dari bekerjanya hukum. F. Temuan dan Implikasi.
Dalam legal realism, pemahaman terhadap hukum tidak hanya terbatas Temuan penelitian menunjukkan bahwa birokrasi kejaksaan dalam
pada teks atau dokumen-dokumen hukum, tetapi melampaui teks dan penanganan TPK masih menggunakan pendekatan konvensional. Hal ini
dokumen hukum tersebut.46
Ketiga, sosiological jurisprudence (Roscoe Pound) yang mengkaji 47
William J. Chambliss dan Robert B. Seidman, Law, Order, and Power, Addison-
hukum tidak hanya sebatas pada studi tentang peraturan tetapi juga Wesley Publishing Company, Philipine, 1971, hal. 12.
melihat efek dari hukum dan bekerjanya hukum (terkenal dengan konsep 48
Bogdan dan Biklen mengartikan paradigma penelitian sebagai kumpulan longgar
bahwa law as a tool of social engineering). dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep, atau proposisi yang
Keempat, hukum alam atau natural law yang memberi penjelasan mengarahkan cara berpikir dari penelitian. Periksa: Lexy J. Moleong Metodologi
tentang hal-hal yang meta-juridical. Hukum alam memandang hukum Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996, hal 30. Guba dan
tidak lepas dari nilai-nilai moral yang bersifat transendental. Lincoln memandang bahwa dalam istilah kualitatif paradima merupakan payung
Kelima, studi hukum kritis atau critical legal studies (Roberto M. bagi sebuah penelitian. Paradigma mendudukkan posisi kita bagaimana sebaiknya
dalam mendeskripsikan tipe dan metode penelitian. Selanjutnya dikatakan
Unger), yang tidak puas terhadap hukum modern yang antara lain penuh
paradigma adalah sistem dasar yang menyangkut keyakinan atau pandangan yang
dengan prosedur. mendasar terhadap dunia objek yang diteliti (world-view) yang merupakan
Teori-teori tersebut digunakan untuk menganalisis permasalahan panduan bagi peneliti. Paradigma tidak saja berfungsi untuk memilih metode
tentang mengapa penyimpangan birokrasi kejaksaan dalam penyelidikan, penelitian, tetapi juga menentukan secara ontologis dan episteimologis yang
penyidikan dan penuntutan TPK dilakukan (permasalahan 2), dan mendasari sebuah penelitian. Guba dan Lincoln, Computing Pradigms in
Qualitative Research, dalam Handbooks of Qualitative Research, London, Sage
Publications, 1994, hal. 105.
44 49
Satjipto Rahardjo, ibid., hal. 6-8. Guba dan Lincoln menyebutkan bahwa paradigma yang berkembang dalam
45
Philippe Nonet and Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward penelitian dimulai dengan pardigma positivisme, post-positivisme, critical theory
Responsive Law, New York: Harper & Row, 1978, hal. 73-74. dan konstruktivisme, ibid. Periksa juga: Agus Salim (ed), Teori dan Paradigma
46
W. Friedmann, Legal Theory, edisi ke-3, Stevens & Sons Limited, London, 1953, Penelitian Sosial (dari Denzim Guba & Penerapannya), Tiara Wacana Yogyakarta,
hal. 200. 2001, hal. 38.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
15 16
ditandai dengan karakter birokrasi yang melekat yaitu: birokratis, dipelihara sebagai suatu yang seolah-olah bukan sebagai suatu
sentralistik, menganut pertanggungjawaban hierarkhis dan berlaku sistem penyimpangan. Mengapa demikian? Karena semua komponen birokrasi
komando. Keempat karakter ini diturunkan dari doktrin bahwa “kejaksaan mendukung, mulai dari peraturannya, para pelakunya hingga struktur
adalah satu” (een en ondeelbaar). Karakter birokratis, menghendaki birokrasinya.
penanganan TPK dilakukan dengan pentahapan-pentahapan yang tegas, Dilihat dari aspek peraturan perundang-undangan, UU Nomor 16
berurutan dan berjenjang, yang dilaksanakan oleh bidang yang berbeda tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, memiliki peran yang sangat
(penyelidikan oleh intelijen dan penyidikan-penuntutan oleh pidsus). berpengaruh terhadap terciptanya lembaga kejaksaan serta budaya
Karakter sentralistik menghendaki semua tahap penanganan perkara birokrasi kejaksaan seperti yang saat ini terjadi. Beberapa Pasal UU No.
(penyelidikan, penyidikan dan penuntutan) dikendalikan dan didasarkan 16 tahun 2004 yang sangat berpengaruh terhadap warna, corak maupun
atas kebijaksanaan serta petunjuk pimpinan secara hierarkhis. Sistem performance kejaksaan sebagaimana yang terepresentasi saat ini adalah:
komando, menempatkan birokrasi di tingkat yang lebih tinggi sebagai a. Pasal 2 ayat 3 tentang doktrin “kejaksaan adalah satu”.
komandan yang dapat memberikan perintah kepada birokrasi tingkat Sisi lemah dari doktrin ini adalah dijadikan alasan pembenar
bawah, dan birokrasi level bawah wajib menjalankan perintah. kebijaksanaan pimpinan dalam penanganan TPK, meskipun
Pengendalian penanganan TPK dilaksanakan secara berjenjang kebijaksanaan itu menyimpang. Kebijaksanaan pengendalian
mulai dari tingkat Cabjari, Kejari, Kejati hingga Kejagung, yang penanganan perkara harus tetap dilaksanakan oleh struktur birokrasi
diwujudkan dalam bentuk: (1) pembuatan laporan penanganan perkara kejaksaan di tingkat bawah karena pada saat yang sama juga berlaku
(hasil penyelidikan, hasil penyidikan, hasil persidangan); (2) ekspose sistem pertanggungjawaban hierarkhis dan sistem komando.
(hasil penyelidikan, hasil penyidikan, rencana dakwaan); (3) pembuatan Penyimpangan akan bersembunyi di balik birokrasi model ini.
rencana dakwaan sebelum dilimpahkan ke pengadilan; (4) pengajuan b. Pasal 2 ayat 1 tentang kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan.
rencana tuntutan (rentut) sebelum pembacaan tuntutan pidana. Sebagai lembaga pemerintahan, menjadikan kejaksaan tidak
Karakter birokrasi kejaksaan ini telah menciptakan peluang independen, karena meskipun menjalankan fungsi yudikatif tetapi tetap
terjadinya penyimpangan yang bersembunyi di balik bekerjanya birokrasi. sebagai lembaga eksekutif. Eksekutifitas lembaga kejaksaan menjadikan
Penyimpangan tersebut berupa: (1) Penghentian penyelidikan atas kejaksaan tidak independen. Hal ini sangat berpengaruh dalam
dugaan TPK yang cukup bukti yang seharusnya ditingkatkan ke penanganan TPK, khususnya yang melibatkan pemegang kekuasaan di
penyidikan; (2) Pembatasan calon tersangka dan ruang lingkup tingkat daerah, berupa intervensi dalam proses penanganan perkara.
penanganan perkara (dalam tahap lid maupun dik); (3) Menjadikan c. Pasal 8 ayat 2 tentang pertanggungjawaban hierarkhis, Pasal 18 ayat
kebijaksanaan penanganan perkara sebagai komoditas; (4) Pengajuan 1 tentang Jaksa Agung sebagai penanggungjawab tertinggi dan Pasal
rencana tuntutan pidana (rentut) yang rendah dengan imbalan uang; (5) 37 ayat 2 pertanggungjawaban Jaksa Agung kepada Presiden.
Pemenuhan biaya operasional penanganan perkara yang dilakukan Pertanggungjawaban hierarkhis dari struktur bawah ke struktur
dengan cara pemerasan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan atas, dimana Jaksa Agung sebagai penanggungjawab tertinggi harus
perkara. bertanggungjawab kepada Presiden, menjadi salah satu sisi lemah dari
Penyimpangan penanganan TPK berupa penghentian penanganan undang-undang kejaksaan. Hal ini dapat terjadi karena setiap
perkara lebih banyak terjadi dalam tahap penyelidikan bila dibandingkan kebijaksanaan penanganan perkara harus dipertanggungjawabkan ke
dengan tahap penyidikan (penghentian penyelidikan didasarkan oleh pada atasan sebagai bentuk fungsi kontrol apakah kebijaksanaan,
kebijaksanaan pimpinan). Dalam kurun waktu September 1999 s/d April petunjuk atau perintah atasan telah dilaksanakan atau belum.
2005, terdapat penyelidikan dugaan TPK 494 + sisa tahun sebelumnya Pertanggungjawaban model ini menjadikan penyalahgunaan kekuasaan
37 = 531. Jumlah penghentian penyelidikan 362, jumlah yang dalam birokrasi yang dilakukan oleh struktur pengendali menjadi tidak
ditingkatkan ke penyidikan 169 + sisa sebelumnya 60 = 229, sedangkan terkontrol, sepanjang semua lini saling mengerti.
penghentian penyidikan hanya 2 kasus. d. Kedudukan Kajati (Pasal 26 ayat 1), Kajari (Pasal 27 ayat 1) dan
Penyimpangan dalam tahap penuntutan berupa rendahnya tuntutan Kacabjari (Pasal 27 ayat 3), sebagai Pengendali Tertinggi di Wilayah
pidana meskipun jumlah kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar, Hukumnya.
dengan imbalan sejumlah uang, padahal kerugian negara merupakan Karena Kajati menjadi pengendali tertinggi di wilayah hukum Kejati
salah satu tolok ukur yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk yaitu di tingkat propinsi, demikian juga dengan Kajari di Kabupaten dan
menentukan berat ringannya tuntutan. Namun demikian dari data yang Kacabjari di sebagian wilayah hukum Kejari, maka otoritas ini dapat
dihimpun tidak menampakkan adanya pola yang sebanding antara jumlah menjadi kesewenang-wenangan birokrasi dalam mengendalikan dan
kerugian negara dengan beratnya tuntutan pidana yang diajukan. membuat kebijaksanaan dalam penanganan TPK. Birokrasi model ini juga
Penyimpangan birokrasi penanganan TPK muncul sebagai suatu menjadikan kejaksaan sangat rawan terhadap intervensi maupun
realitas birokrasi yang secara sadar para penentu kebijaksanaan dan penyimpangan pribadi pimpinan kejaksaan.
pelaksana kebijaksanaan saling tahu. Budaya birokrasi ini hidup dan

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
17 18
Lemahnya UU No. 16 tahun 2004 ini menjadi lebih kental dengan dalam laporan hasil penyelidikan dinyatakan tidak cukup bukti dan
berbagai peraturan internal kejaksaan baik berupa Surat Edaran Jaksa pimpinan sependapat dengan laporan tersebut. Birokrasi telah dipakai
Agung dan Surat Jaksa Agung yang mengatur tentang birokrasi sebagai stempel atau cap untuk melegalkan penyimpangan.
penanganan perkara. Pengajuan rentut juga telah dimanipulasi sebagai sarana untuk
Dilihat dari aspek kelembagaan, Undang-undang No. 16 tahun bagi-bagi uang rentut, dengan kata lain pimpinan akan menyetujui rentut
2004 dan peraturan internal kejaksaan telah membangun birokrasi yang diajukan oleh JPU asal mendapatkan bagian yang sepadan.
kejaksaan dengan karakter yaitu: bercorak birokratisme, sentralistik, Birokrasi rentut hanyalah menjadi alat untuk melegalkan penyalahgunaan
menganut pertanggungjawaban hierarkhis dan berlaku sistem komando. kewenangan. Itulah sebabnya tidak ada pola yang sejajar antara beratnya
Karakter birokrasi kejaksaan ini telah menciptakan peluang terjadinya tuntutan pidana dengan kerugian negara yang ditimbulkan dalam suatu
penyimpangan birokrasi dalam penanganan TPK, mengingat setiap perkara korupsi.
keputusan penanganan perkara harus didasarkan atas policy pimpinan. Birokrasi pengendalian penanganan TPK telah menjadi media
Birokratis menjadikan penanganan TPK terbagi dalam pentahapan komersialisasi atas kebijaksanaan, atau dengan kata lain kebijaksanaan
yang tegas dan terpisah. Penyelidikan oleh intelijen dan penyidikan oleh menjadi sebuah komoditas. Keadaan ini diperparah dengan rendahnya
pidsus, menjadikan keterjalinan kebijaksanaan menjadi terpenggal, anggaran penanganan perkara korupsi, dan rendahnya biaya operasional
seolah-olah masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Padahal seharusnya penanganan TPK ini seolah-olah telah menjadi legitimasi moral bagi
antara penyelidikan dan penyidikan merupakan bidang yang tidak aparat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dengan segala
terpisahkan. Penyimpangan dalam tahap penyelidikan akan mudah terjadi kekuasaannya untuk menarik keuntungan dari para pihak yang terlibat
dengan model ini, karena kebijaksanaan intel tidak selamanya bermura baik langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang sedang
ke pidsus. ditangani.
Sentralisasi policy penanganan perkara telah menciptakan peluang Studi ini juga dilengkapi dengan contoh kasus, yang dalam
adanya intervensi penanganan perkara baik dari internal birokrasi penanganannya melibatkan peneliti secara langsung, yaitu:
kejaksaan maupun intervensi dari pimpinan kejaksaan yang lebih tinggi, Contoh kasus 1, tentang TPK APBD DPRD Propinsi Jateng Tahun
bahkan juga penyimpangan pada level pengendali langsung. Hal yang Anggaran 2003, memperlihatkan bahwa berdasarkan BAP yang ditunjang
sama dengan karakter pertanggungjawaban hierarkhis, yang membawa dengan hasil audit BPK serta pendapat ahli, seluruh Anggota DPRD serta
konsekuensi bahwa semua policy harus dipertanggungjawabkan kepada pejabat sekretariat DPRD yang menerima dana peningkatan kinerja
pimpinan. Hal ini menyebabkan semua hal harus dimintakan petunjuk dan dewan patut untuk dimintai pertanggungjawaban pidana, namun demikian
persetujuan pimpinan. Sistem komando juga menempatkan aparat pada kenyataannya hanya sebagian anggota DPRD yang dijadikan
pelaksana sebagai pekerja harus taat dengan perintah atasannya. tersangka yaitu 14 unsur pimpinan dewan saja. Pimpinan birokrasi
Pimpinan kejaksaan bertindak sebagai komandan yang dapat kejaksaan sama-sekali tidak dapat menunjukkan argumen yang dapat
memerintahkan anak-buahnya pada level yang lebih rendah untuk dipertanggungjawabkan dalam menentukan siapa yang menjadi
mengikuti apapun yang diperintahkannya. tersangka. Satu-satunya pedoman yang menjadi dasar Jam Pidsus dalam
Karakter birokrasi kejaksaan ini menjadikan penanganan tindak menentukan kebijaksanaan penetapan tersangka adalah petunjuk Jam
pidana korupsi sangat kaya dengan warna korup. Temuan penelitian Pidsus sebagaimana tertuang dalam surat No. B-520/F/F.2.1/08/2003
menunjukkan bahwa penyimpangan berupa penghentian penyelidikan, tanggal 26 Agustus 2003, angka 2 menyebutkan bahwa: “apabila
ternyata tidak disebabkan karena tidak terpenuhinya unsur-unsur tindak ditemukan terjadinya penyimpangan dalam penggunaan APBD oleh
pidana, tetapi karena policy pimpinan yang menghendaki agar perkara badan legislatif (DPRD) maka anggota Dewan yang terbukti melakukan
tersebut tidak ditingkatkan ke tahap penyidikan. inisiatif dan paling aktif memprakarsai terjadinya penyimpangan APBD
Pada tahap penuntutan, tinggi rendahnya rencana tuntutan pidana tersebut agar diprioritaskan sebagai calon tersangka”. Surat ini menarik
(rentut) tidak dipengaruhi oleh faktor yang memberatkan atau yang untuk dicermati, karena untuk menemukan siapa yang paling berinisiatif
meringankan, tetapi disebabkan oleh faktor uang. Padahal semua dan paling aktif untuk memprakarsai adanya penyimpangan di DPRD
tuntutan pidana sudah mendapatkan persetujuan dari pimpinan sudah barang tentu sangat sulit, bahkan terlihat aneh karena dalam
kejaksaan. Dengan demikian birokrasi kejaksaan secara formal setiap keputusan yang diambil oleh DPRD semuanya dilakukan atas
mengetahui adanya penyimpangan tersebut. Itulah sebabnya faktor legal dasar keputusan kelembagaan, artinya tidak ada putusan DPRD yang
structure ikut berperan menjadi penyebab birokrasi penanganan TPK bersifat perorangan. Apalagi bila dikaitkan dengan lampiran surat Jam
yang korup. Pidsus yang berisi pedoman dalam mengungkap penyimpangan
Aspek kultur hukum. Secara formal penyimpangan yang terjadi anggaran DPRD khususnya angka 3) Pos “Belanja Barang” yang
dalam birokrasi kejaksaan dalam penyelidikan, penyidikan dan merupakan mata anggaran sekretariat dewan telah disalahgunakan yaitu
penuntutan TPK tidak tampak sebagai penyimpangan karena sudah diperuntukkan bagi kepentingan pribadi Anggota DPRD; 4) Biaya
sesuai prosedur. Penghentian penyelidikan misalnya, secara formal perjalanan dinas anggota DPRD melebihi yang ditentukan dalam SK

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
19 20
Menteri Keuangan jo Keputusan Gubernur setempat; Adanya disetorkan kepada Pemkot sebagai PAD. Setelah pengurusan ijin
Pengeluaran Anggaran DPRD atas perjalanan dinas anggota DPRD yang presiden turun, ternyata sama sekali tidak dilakukan pemeriksaan
fiktif; 5) DPRD mengeluarkan kebijakan sendiri yaitu menerbitkan terhadap pejabat pemkot Salatiga tersebut, dengan alasan apabila
Keputusan Dewan atau Keputusan Pimpinan Dewan untuk memberikan dilakukan pemeriksaan dengan kapasitas sebagai saksi terhadap
“tunjangan lain” dst. Membandingkan antara petunjuk dalam surat Jam tersangka yang lain sudah tidak ada manfaatnya karena kedua tersangka
Pidsus No. B-520/F/F.2.1/08/2003 tanggal 26 Agustus 2003 dengan sudah disidangkan, namun kalau dilakukan dengan kapasitas sebagai
pedoman nampaknya tidak sinkron, karena penyimpangan sebagaimana tersangka, belum ada alat bukti yang menunjukkan keterlibatan pejabat
yang disebutkan dalam pedoman nomor 3, 4 dan 5 tidak bisa dibebankan tersebut. Sungguh merupakan pengingkaran atas temuan penyidikan,
kepada siapa yang paling aktif dan bernisiatif saja, tetapi sudah barang karena pengajuan ijin kepada Presiden sudah didasari atas bukti
tentu kepada seluruh Anggota DPRD yang menerima dana-dana sebagai permulaan keterlibatan yang cukup untuk menjadikannya sebagai
akibat dari kegiatan yang tersebut dalam pedoman nomor 3, 4 dan 5 tersangka.
tersebut di atas. Padahal seluruh Anggota DPRD Propinsi Jateng Sejalan dengan fokus studi maka rekonstruksi birokrasi kejaksaan
menerima dana tersebut. Oleh sebab itu layak untuk dimintai dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK dengan
pertanggungjawaban pidana. menggunakan pendekatan hukum progresif (Satjipto Rahardjo) dilakukan
Contoh kasus 2, tentang TPK APBD Kabupaten Temanggung, dengan spirit pembebasan terhadap: pertama, tipe, cara berpikir, asas
yang melibatkan Bupati dan Sekda Temanggung. Bahwa Bupati telah dan teori yang selama ini dipakai birokrasi kejaksaan; dan kedua,
menggunakan dana tak tersangka dengan membuat SK Bupati Nomor : pembebasan terhadap kultur penegakan hukum (administration of justice)
903/15.b/2003 tanggal 8 Mei 2003 yang dipergunakan untuk membiayai 9 yang selama ini berkuasa dan dirasa menghambat penanganan TPK.
jenis kegiatan yang belum dianggarkan dalam APBD, yang tidak sesuai Untuk menjamin keberlangsungannya, rekonstruksi harus dilakukan
dengan ketentuan tentang pemanfaatan dana tak tersangka (yaitu dalam tiga komponen secara sekaligus yaitu kelembagaan, kultur dan
untukkepentingan pribadi antara lain dipergunakan untuk membiaya substansi hukum.
keluarga Bupati untuk menjalankan umroh). Di samping itu Bupati telah Rekonstruksi kelembagaan dilakukan dengan membebaskan
mengeluarkan SK Bupati Nomor 861.4/19/2003 tanggal 2 Juli 2003 yang birokrasi kejaksaan dari karakternya yang birokratis, sentralistik,
berisi tentang pemberian hadiah atas pengabdian Sekda berupa uang pertanggungjawaban hierarkhis dan sistem komando. Termasuk di
sebesar Rp.250.000.000,00 yang ditandatangani oleh Bupati, sedangkan dalamnya fragmentasi di antara lembaga kejaksaan sendiri, seperti yang
Sekda telah menandatangani SK Bupati Nomor 861.4/20/2003 tanggal 2 terjadi antara intelijen yang menangani TPK tingkat penyelidikan dan
Juli 2003 yang berisi pemberian hadiah atas pengabdian Bupati sebesar pidsus yang menangani TPK tahap penyidikan dan penuntutan.
Rp.750.000.000,00. Atas dasar lapopsin telah dikirim ke Kejagung cq. Keduanya harus diintegrasikan sehingga tercipta suatu birokrasi
Jam Intel untuk dimintakan persetujuan untuk ditingkatkan ke penyidikan, kejaksaan yang progresif.
di samping itu, dalam ekspose di Kejati Jateng telah diputuskan untuk Rekonstruksi kultur dilakukan dengan pendelegasian otoritas
ditingkatkan ke penyidikan. Namun demikian seiring dengan pergantian pengambilan kebijaksanaan dalam semua tahap penanganan perkara,
pejabat birokrasi kejaksaan, kasus tersebut diusulkan untuk dihentikan yaitu dengan independensi.
dan Jam Intel juga menyetujui, dengan mendasarkan pada pendapat ahli. Rekonstruksi terhadap substansi hukum harus dilakukan dengan
Penelusuran untuk mendapatkan jawaban mengapa ahli sampai pada menyempurnakan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 Tentang
pendapat yang dapat dijadikan rujukan untuk menghentikan penanganan Kejaksaan RI yang mengedepankan independensi kejaksaan baik dalam
perkara, ternyata fakta hukum yang disampaikan oleh tim penyelidik arti kelembagaan maupun personal, yang membawa konsekuensi pada :
kepada ahli berbeda dengan fakta hukum yang telah diekpose. Pertama, penghapusan doktrin bahwa “kejaksaan adalah satu” (Pasal 2
Contoh kasus 3, tentang TPK Pertamina UPMS IV Semarang ayat 3). Doktrin ini begitu kuat mengakar di kejaksaan sehingga menjadi
(SPBU Tingkir). TPK yang dilakukan oleh Asisten Administrasi BBM legitimasi terhadap berlakunya sistem pertanggungjawaban hierarkhis
Retail yang bertugas untuk melayani pembelian BBM untuk retail (SPBU) dan sistem komando, yang menjadikan perbedaan pendapat, inisiatif,
sejak bulan November 2003 s/d Desember 2004 telah melakukan kreatifitas, dan terobosan dalam intrepretasi hukum menjadi sebuah
perbuatan menambah jumlah SO (Sales Order) BBM lebih besar dari kemustahilan, karena masing-masing terikat pada tata pikir, tata laku dan
jumlah pembayaran, sehingga DO (Delivery Order) yang tercetak juga tata kerja yang tersentralistik di bawah otoritas struktur pimpinan yang
lebih besar, telah mengakibatkan kerugian negara sebesar ada di atasnya. Oleh sebab itu, pemaknaannya harus direkonstruksi
Rp.10.351.488.000,00. Penyidikan terhadap kasus ini melibatkan Kabag sebagai kesatuan dalam perspektif manajemen birokrasi, bukan pada
Perekonomian Pemkot Salatiga selaku pengelola SPBU Tingkir 44.50703 substansi penanganan perkara yang dilakukan oleh jaksa. Kedua,
milik Pemerintah Kota Salatiga, sehingga keduanya dijadikan tersangka. memisahkan kejaksaan dari lembaga pemerintahan (Pasal 2 ayat 1).
Berdasarkan pengakuan pengelola SPBU Tingkir, ternyata ditemukan Sebagai lembaga pemerintahan, sudah barang tentu menjadikan Jaksa
aliran dana kepada Pejabat Pemkot Salatiga lebih besar dari yang Agung tidak memiliki independensi, karena secara jelas adalah menjadi

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
21 22
bagian dari eksekutif, meskipun menjalankan fungsi yudikatif. Oleh sebab SENERAI
itu, perlu ditegaskan bahwa kejaksaan adalah bagian dari lembaga
yudikatif. Ketiga, menghapus pertanggungjawaban Jaksa Agung kepada Adi Sulistiyono, Krisis Lembaga Peradilan di Indonesia, LPP & UPT UNS Press,
Surakarta, 2006.
Presiden (Pasal 37 ayat 2). Konsekuensi lebih lanjut dari kemandirian
Ahmad Gunawan, (ed), Menggagas Hukum Progresif, Pustaka Pelajar-IAIN
kejaksaan termasuk di dalamnya kemandirian Jaksa Agung, dan Walisongo-PDIH Undip, 2006.
kejaksaan bukan lagi sebagai lembaga pemerintahan, maka Jaksa Agung A. Muin Fahmal, Peran Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam
tidak lagi bertanggungjawab kepada Presiden, namun demikian dari sisi Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, UII Press, Yogyakarta, 2006.
manajemen penanganan perkara Jaksa Agung harus tetap A. Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa, Renaisan, Jakarta, Cetakan I,
bertanggungjawab kepada “the top of law enforcement officer” sebagai 2004.
konsekuensi atas kedudukan kejaksaan sebagai bagian dari integrated A. Sony Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,
criminal justice system. Agar Jaksa Agung tetap dapat dikontrol, maka Kanisius, Yogyakarta, cetakan ke-6, 2005.
A. Strauss, J. Corbin, Busir, Qualitative Research; Grounded Theory Prosedure
harus membuka ruang publik atau transparansi terhadap setiap
and Techniques, London, Sage Publication, 1990, hal. 19.
pengambilan kebijaksanaan dalam penanganan perkara sebagai bentuk A.A. Gde Putra Agung, Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial,
pertanggungjawaban publik. Keempat, menghapus pertanggungjawaban Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cetakan ke II 2006.
hierarkhis (Pasal 8 ayat 2). Pertanggungjawaban hierarkhis sudah barang A.A.G. Peters, Koesriani Siswosoebroto (ed), Hukum dan Perkembangan Sosial
tentu harus dimaknai di luar konteks penanganan perkara, yaitu khusus Buku Teks Sosiologi Hukum, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1988.
mengenai manajemen penyelenggaraan penanganan perkara tanpa A.S. Hornby, E. V. Gatenby & H. Wakefield, The Advanced Learner’s Dictionary of
memasuki ruang lingkup substansi perkara. Pertanggungjawaban Current English, Second Edition.
hierarkhis juga dimaknai sebagai pertanggungjawaban setelah Abdulrachman Saleh, “Memotong Mata Rantai Korupsi”, Prolog dalam Munawar
Fuad Noeh, Kiai di Republik Maling, Refleksi Gerakan Moral Melawan
dilaksanakan penanganan perkara, bukan pada tataran sebelum
Korupsi, Republika, Jakarta, 2005.
kebijaksanaan penanganan perkara diambil. Kelima, membatasi Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebabnya dan
kedudukan Jaksa Agung sebagai penanggungjawab tertinggi kejaksaan Solusinya),Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
(pasal 18 ayat 1). Jaksa Agung sebagai penanggungjawab tertinggi harus ---------------, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Badan
juga dimaknai dalam hal penanggungjawab manajemen penanganan Penerbit IBLAM, Jakarta, 2004.
perkara, bukan sampai pada substansi penanganan perkara. Sebagai ---------------, Tinjauan Normatif dan Sosiologis Kasus Dugaan Suap Hakim Agung,
konsekuensi dari pemaknaan kembali tentang kedudukan Jaksa Agung Diktum, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan, LeIP, edisi I tahun 2002.
sebagai penanggungjawab tertinggi, maka ketentuan yang menyatakan Achmad Gunaryo (ed), Hukum Birokrasi dan Kekuasaan di Indonesia, Walisongo
Research Institute (WRI), Semarang, 2001.
bahwa Kajati sebagai pimpinan dan pengendali di tingkat Kejati (Pasal 26
Adolfo Beria, Global Strategi Against Corruption, dalam Responding to Corruption:
ayat 1), Kajari (Pasal 27 ayat 1) dan Kacabjari (Pasal 27 ayat 3), juga Social Defence, Corruption, and the Protection of Public Administration and
harus disesuaikan. Masing-masing tidak lagi sebagai penentu The Independence of Justice, updated documens on the XIII International
kebijaksanaan dan pengendali dalam penanganan perkara, tetapi sebagai Conggres on Social Defence, Lecce Italy 1996, diedit oleh Paolo Bernasconi,
penanggungjawab dalam perspektif manajemen penanganan perkara 2000.
yang dengan sendirinya tidak dapat melakukan intervensi maupun Agus Dwiyanto et al., Refromasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gajah Mada
memerintahkan hal-hal yang berkaitan dengan substansi penanganan University Press, Yogyakarta, 2006.
perkara. Selain rekonstruksi terhadap UU No. 16 tahun 2004, peraturan Agus Priyanto (ed), Analisis Hukum 2002 Jangan Tunggu Langit Runtuh,
Hukumonline.com, Justika Siar Publika, Jakarta, 2003.
internal yang ikut menciptakan pendekatan konvensional birokrasi juga
Al. Wisnu Subroto, Pendekatan Hukum Progresif dalam Mengantisipasi
harus disesuaikan. Perkembangan Kejahatan Berbasis Teknologi, Jurnal Hukum Progresif, PDIH
Peraturan internal kejaksaan berupa himpunan petunjuk teknis UNDIP, volume :1/Nomor 2/Oktober 2005.
yang harus dijadikan sebagai pedoman, juga membelenggu kebebasan Alan Rugman, The End of Globalization, Random House Business Books, London,
jaksa, oleh sebab itu untuk mewujudkan peraturan internal kejaksaan 2000.
yang progresif maka, jaksa tidak boleh diikat dengan ketentuan-ketentuan Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, alih bahasa Rinaldi Simamora, Penerbit
yang membelenggu kebebasannya. Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal. 152.
Rekonstruksi birokrasi dengan pendekatan hukum progresif Amin Rais, “Perlu Pemetaan Korupsi”, Kompas, 19 Desember 2005.
Amir Syamsuddin (ed), Putusan Perkara Akbar Tandjung Analisis Yuridis Para Ahli
diharapkan menjadikan kejaksaan dapat berperan optimal dalam
Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2004.
pemberantasan TPK. Andi Hamzah, Kemandirian dan Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman, makalah
disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan
tema “Penegakan Hukum Dalam Era Reformasi Pembangunan
Berkelanjutan” diselenggarakan oleh BPHN Depkeh & HAM RI, bali, 14-18
Juli 2003.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
23 24
-------------------, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH
Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004.
-------------------, Perumusan dan Penerapan Ajaran Melawan Hukum Materiel dalam ---------------------------, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Tindak Pidana Korupsi, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana ---------------------------, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan
Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System), Badan Penerbit
UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004. UNDIP, Semarang, 2006.
Andrew Von Hiersch, et al., (ed), Restorative Justice and Criminal Justice Berling, Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu (diterjemahkan oleh
Competing or Reconcilable paradigms? Hart Publishing Oxford and Portland, Soejono Soemargono dari Inleding tot de Wetenschapsleer), Tiara Wacana,
Oregon, USA, 2003. Yogya, Yogyakarta, cetakan kelima, 2003.
Andrianus Meliala, Menyingkap Kejahatan Krah Putih, Pustaka Sinar Harapan, Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum (sebuah penelitian
Jakarta, 1995. tentang fundasi kefilsafatan dan sifat keilmuan ilmu hukmu sebagai landasarn
Anif Punto Utomo, Negara Kuli Apalagi yang Kita Punya?, Republika, Jakarta, pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia), Mandar Maju, Bandung,
2004. 2000.
Anna Alvazzi del Frate Giovanni Pasqua (ed) Responding to The Challenges of Bernard L. Tanya, et al., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Corruption, Acts of the International Conference Milan, 19-20 November Generasi, Kita, Surabaya, 2006.
1999, UNICRI, Publication No. 63, Rome/Milan, 2000. Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-
Anom Surya Putra, Teori Hukum Kritis Struktur Ilmu dan Riset Teks, Citra Aditya politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, Terjemahan, Cetakan ke-1, Pustaka
Bakti, Bandung, 2003. Pelajar, tahun 2002.
Anthony Giddens, Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial (Diterjemahkan dari Boaventura De Sousa Santos, Toward A New Common Sense Law, Science and
The Third Way oleh Ketut Arya Mahardika), Gramedia Pustaka Utama, Politics in The Paradigmatic Transition, Routledge, New York, USA, 1995.
Jakarta, 1999. Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, seventh edition, West Group, ST. Paul,
Anton F. Susanto, Wajah Peradilan Kita Konstruksi Sosial Tentang Penyimpangan, Minn, 1999.
Mekanisme Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan Pidana, Refika Aditama, Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Diterjemahkan dari The
Bandung, 2004. Philosophy of Law in Historical Perspective, oleh Raisul Muttaqien, Nuansa
Antonius Sujata, Reformasi dalam Penegakan Hukum, Djambatan, Jakarta, 2000. & Nusamedia, Bandung, cetakan 1, 2004.
Artidjo Alkostar, Negara Tanpa Hukum Catatan Pengacara Jalanan, Pustaka Carlo Federico Grosso, Independence of The Judiciary and Judicial Repression of
Pelajar, Yogyakarta, 2000. The Phenominon of Corruption”, dalam Responding to Corruption: Social
Asril Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Defence, Corruption, and The Protection of Public Administration and The
Cyberspace, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. Independence of Justice, updated documents of the XIII International
Asyumardi Azra, “Agama dan Pemberantasan Korupsi”, Kompas, Jumat 5 Conggres on Social Defence Lecce (Italy) 1996, di edit oleh Paolo
September 2003. Bernasconi, 2000.
Ayip Rosidi, Korupsi dan Kebudayaan (Sejumlah Karangan Lepas), Pustaka Jaya, Cass R. Sunstein & Adrian Vermeule, Interpretive Theory in Its Infancy: A Reply to
Bandung, 2005. Posner, Michigan Law Review, Vol. 101, No. 4, Februari 2003.
Ayn Rand, Pengantar Epistemologi Objektif, (diterjemahkan oleh Cuk Ananta Cavendish, Law Card on Jurisprudence, Cavendish Publishing Limited, London,
Wijaya dari Introduction to Objectivist Epistemology), Bentang Budaya, 1997.
Yogyakarta, Cetakan Pertama, 2003. Chris Manning dan Peter Van Diermen (ed), Indonesia di Tengah Transisi Aspek-
Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Penerbit Buku aspek Sosial Reformasi dan Krisis, (diterjemahkan oleh Landung
Kompas, Jakarta, 2001. Simatupang, yanti Heryanto, Sjanti Marsudi dari Indonesia in Transition,
------------------------, Korupsi, Sebab-sebabnya dan Penanggulangannya, Prisma 3, Social Aspects of Reformasi and Crisis), cetakan pertama, November 2000.
1986. D. Milovanovic, A Primer in the Sociological Law, New York, Harrow and Heston,
Bambang Purnomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1994.
cetakan ke-7, 1994. D. Schaffmeister (et al), J.E. Sahetapy (ed), Hukum Pidana Kumpulan Bahan
Bambang Sutiyoso & Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan Penataran Hukum Pidana dalam Rangka Kerjasama Hukum Indonesia-
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2005. Belanda, Liberty, Yogyakarta, Cetakan ke-3, 2004.
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Dani Cavallaro, Teori Kritis & Teori Budaya (diterjemahkan oleh Laily Rahmawati
Bandung, 1996. dari Critical and Cultural Theory), Yogyakarta, cetakan pertama, 2004.
---------------------------, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, Daniel S. Lev, Dalam Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-ilmu Sosial bagi
2003. Pengembangan Ilmu Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 1977.
---------------------------, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Darwin Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti,
dengan Pidana Penjara, CV Ananta, Semarang, 1994. Bandung, 2002.
---------------------------, Konsepsi Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Darwin Purba, Quo Vadis Reformasi Solusi Terhadap Problematika Bangsa
Hukum Pidana, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Indonesia Era Reformasi, Front Penyelamat Bangsa, Jakarta, 2005.
Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
25 26
David Osborn dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju ----------------------------, Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum dalam
Pemerintahan Wirausaha, Seri Manajemen Strategi No. 3, Penerbit PPM, Perspektif Sosial – Hukum – Budaya (Perpres 36 tahun 2005), makalah
Jakarta, Cetakan ke-2, edisi revisi, 2001. disampaikan dalam seminar Pencabutan Hak Atas Tanah (Kajian Kritis
David Osborn dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi Reinventing Perpres No. 36 tahun 2005), Kudus, 29 Oktober 2005.
Government Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik, ----------------------------, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru
Seri Manajemen Strategi No. 4, Penerbit PPM, Jakarta, Cetakan ketujuh, Utama, Semarang, 2005.
2003. Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas
David S. Caudill & Steven Jay Gold (ed) Radical Philosophy of Law Contemporary Kasihan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000.
Challenges to Mainstream Legal Theory and Practice, Humanities Press, Frans Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan
New Jersey, USA, 1995. Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
Deliarnove, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, edisi revisi, PT. Raja Grafindo ----------------------------, Pembangunan Berkelanjutan dalam Peningkatan Keimanan
Persada, Jakarta, 2003. dan Ketaqwaan kepada Tuhan YME, makalah diajukan dalam Seminar
Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, Yayasan Obor Indonesia, Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Penegakan Hukum dalam
Jakarta, 2002. Era Pembangunan Berkelanjutan, BPHN Depkeh & HAM, Denpasar,
Dewa Brata, “Bangsa ini Belum Mentertawakan Korupsi”, Kompas, 18 Juli 2005. Fritjof Capra & David Steindl-Rast, Thomas Matus, Belonging to the Universe
Didik J. Rachbini & Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Exploration on the Frontiers of Science and Spirituality, HarperSanFrancisco,
Sentral, Mardi Mulyo, Jakarta, 2000. New York, 1992.
Didik J. Rachbini, Ekonomi di Era Transisi Demokrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, Fx. Adji Samekto, Perkembangan Ranah Kajian Ilmu Hukum, Orasi Ilmiah
2001. Disampaikan pada Dies Natalis ke-48 FH UNDIP, Semarang, 9 Januari 2005.
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana --------------------------, Studi Hukum Kritis: Kritik Terhadap Hukum Modern, Badan
Korporasi di Indonesia, CV. Utomo, Bandung, 2004. Penerbit UNDIP, 2003.
E. Sumaryono, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Gabrio Forti, Remarks on The Role of Criminal Sanction in A Sustainable
Penerbit Kanisius, Yogyakarta, cetakan ke-5, 2006. Prevention of Crimes in The Public Administration: The Italian Experience of
--------------------, Hermeneutik Sebuah Meotde Filsafat, Penerbit Kanisius, Systemic Corruption, dalam Adolfo Beria, Responding to Corruption: Social
Yogyakarta, 1999. Defence, Corruption, and The Protection of Public Administration and The
Edi Setiadi, Pembinaan Kelembagaan dan Pranata Hukum Terhadap Birokrasi, Independence of Justice, updated documents of the XIII International
dalam Hukum Birorkasi dan Kekuasaan di Indonesia, diedit oleh Achmad Conggres on Social Defence.
Gunaryo, Walisongo Research Institute, Semarang, 2001. Gary Edmond, After Objectivity: Expert Evidence and Procedural Reforam, Sydney
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mangkaji Masalah dan Law Review, Volume 25, No. 2, Juni 2003.
Kebijakan Sosial, edisi revisi, Alfabeta, Bandung, 2005. George F. Cole, Criminal Justice: Law and Politics, Duxbury Press, Nort Scituate,
Edi Wibowo, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Pro Civil Society, Massachusetts, edisi ke-2, 1976.
Yayasan Pembaruan Administrasi Publik (YPAPI), Yogyakarta, 2004. George Myerson, Heidegger, Habermas dan Telepon Genggam, (Diterjemahkan
Edward Aspinall, Herbert Feith, Gerry van Klinken (ed), Titik Tolak Reformasi Hari- oleh Sigit Djatmiko dari Heidegger, Habermas and the Mobile Phone), Seri
hari Terakhir Presiden Soeharto, (terjemahan dari The Last Day of Presedent Postmodern, Jendela, Yogyakarta, Cetakan Pertama, 2003.
Soeharto), LkiS, Yogyakarta, 2000. George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Diterjemahkan oleh
Edward O. Wilson, Consilience The Unity of Knowledge, Alfred A. Knopf, New Alimandan dari Modern Sociological Theory), Prenada Media, Jakarta, Edisi
York, 1998. ke-6, Cetakan ketiga, 2005.
Egon. G. Guba dan Lincoln, Computing Pradigms in Qualitative Research, dalam ------------------------, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (disadur
Handbooks of Qualitative Research, London, Sage Publications, 1994. dalam bahasa Indonesia oleh Alimandan dari Sociology: A Multiple Paradigm
Elan Priatna, Emansipasi Intelektual Menurut Jurgen Habermas, Katarsis, Science), Rajawali, Jakarta, 1985.
bandung, 2003. George Soros, Krisis Kapitalisme Global Masyarakat Terbuka dan Ancaman
Emmy Yuhassarie, Sri Muriyani (ed), Proceedings Undang-undang No. 15/2002 Terhadapnya, (Diterjemahkan dari The Crisis of Global Capitalism: Open
Tentang Tindak Pidana Pencucian uang, Kerjasama antara Pusat Pengkajian Society Endangered oleh Dindin Solahudin), Qalam, Yogyakarta, cetakan III,
Hukumd & Mahkamah Agung RI, Jakarta, 29-30 Oktober 2002. 2002.
Erik Beckman, Law Enforcement in a Democratic Society An Introduction, Nelson- George Yunus Aditjondro, Korupsi Kepresidenan Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga:
Hall, Chicago, 1980. Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa, LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta,
Esmi Warassih Pudjirahayu, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mewujudkan Yogyakarta, 2006.
tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan), Pidato -----------------------, Membedah Kembar Siam Penguasa Politik & Ekonomi
Pengukuhan Guru Besar FH UNDIP, 14 April 2001. Indonesia, Metodologi Investigasi Korupsi Sistemik Bagi Aktivis dan
----------------------------, Penelitian Socio-legal; Dinamika Sejarah dan Wartawan, Lembaga Studi Pers & Pembangunan, Jakarta, 2004.
Perkembangannya, makalah disampaikan pada Workshop Pemutahiran Gerald Turkel, Law and Society Critical Approaches, Allyn & Bacon, USA, 1995.
Metodologi Penelitian Hukum, Bandung, 20-21 Maret 2006. Giriraj Shah, White Collar Crimes, Vol. 1, Anmol Publication PVT, New Delhi, India,
----------------------------, Penelitian; Suatu Kebutuhan Masyarakat Akademik, 2002.
makalah disampaikan dalam “Workshop Penyusunan Proposal Penelitian Giriraj Shah, White Collar Crimes, Vol. 2, Anmol Publication PVT, New Delhi, India,
Dosen Senior” Lemlit UNES, Semarang, 26 Agustus 2003. 2002.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
27 28
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III, PT. Gramedia, ---------------------------, Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian, Prof. Oemar
Jakarta, 1983. Seno Adji, SH & Rekan, Jakarta, 2006.
------------------------, Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, Nusa Indah Irmayanti M. Budianto, Realitas dan Objektivitas Refleksi Kritis Atas Cara Kerja
dan Yayasan Kanisius, Flores, cetakan VI, 1980. Ilmiah, Wedatama Widya Sastra, Jakarta, 2002.
GTZ (Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammmenarbeit), Pegangan Ismail Suny, Mencari Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.
Memahami Desentralisasi, (terjemahan dari Desentralization: A Sampling of J. Chambliss dan Robert B. Seidman, Law, Order, and Power, Addison-Wesley
Definitions), Pondok Pustaka Jogja, Yogyakarta, cetakan I, 2004. Publishing Company, Philipine, 1971.
H.C.B. Dharmawan, Al Soni BL de Rosari (ed), Jihad Melawan Korupsi, Penerbit J.E. Sahetapy (ed), Bunga Rampai Victimisasi, PT. Eresco, Bandung, 1995.
Buku Kompas, Jakarta, 2005. J.E. Sahetapy, Kejahatan Korporasi, Refika Aditama, Bandung, Cetakan kedua,
-------------------------, Surga Para Koruptor, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2004. 2002.
H.F. Abraham Amos, Legal Opinion Aktualisasi Teoritis & Empirisme, PT. Raja Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari KUHP
Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Belanda dan padanannya dalam KUHP Indonesia, Gramedia Pustaka
H.H. Gert and C. Wright Mills, From Max Weber : Essays in Sociology, London, Utama, Jakarta, 2003.
Routlege & Kegan Paul Ltd, 1970. Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum Teori Penemuan Hukum Baru dengan
H.L.A. Hart, The Concepts of Law, The English Language Book Society & Oxford Interpretasi Teks, UII Press, Yogyakarta, 2005.
University Press, edisi kedua, London, 1972. Jeffrey L. Jowell, Law and Bureaucracy Administrative Discretion and the Limits of
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Legal Action, Dunellen Publishing Company, Washington, New York, 1975.
Harapan, Jakarta, 1993. Jeremy Pope, Panduan Transparency International 2002: Strategi Memberantas
Harkristuti Harkrisnowo, “Reformasi Hukum Indonesia: Quo Vadis?” Kumpulan Korupsi, Elemen Sistem Integrasi nasional, alih bahasa Masri Maris, Jakarta,
Tulisan dalam “Jangan Tunggu Langit Runtuh”, diedit oleh Agus Priyanto, Transparency International dan Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Hukum Online, 2002. Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan
-------------------------, Korupsi, Konspirasi dan Keadilan di Indonesia, Dictim, Jurnal dalam UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2004.
Kajian Putusan Pengadilan, LeIP, edisi I tahun 2002. John Dewey, Budaya dan Kebebasan Ketegangan antara Kebebasan Individu dan
-------------------------, Menyoal Independensi Kejaksaan Agung: Beberapa Catatan Aksi Kolektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1998.
Pemikiran, Makalah disampaikan dalam Seminar dalam rangka Hari Bhakti John M. Echols & Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictionary, Gramedia
Adhyaksa, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Jakarta, 20 Juli 2000. Pustaka Utama, Jakarta, cetakan ke-22, 1996.
Hendrojono, Sosiologi Hukum Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, Joko Prakoso, Peranan Pengawasan dalam Penangkalan Tindak Pidana Korupsi,
Srikandi, Surabaya, 2005. Aksara Persada Indonesia, 1990.
Henk Schulte Nordholt & Gusti Asnan (ed), Indonesia in Transition Work in Joseph E. Stiglitz, Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-lembaga Keuangan
Progress, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003. Internasional, PT. Ina Publikatama, Jakarta, 2003.
Herman F Woltring dan Hiroyuki Shinkai, Approaches Towards Analysis in The Joseph Raz, Ethics in The Public Domain Essays in the Morality of Law and
International Context, dalam Responding to Corruption: Social Defence, Politics, edisi revisi, Oxford University Press, New York, 1996.
Corruption, and The Protection of Public Administration and The K.C. Wheare, Konstitusi Konstitusi Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2003.
Independence of Justice, updated documents of the XIII International Kamri Ahmad, Membangun Visi Baru Pemberantasan Korupsi dengan Progresif,
Conggres on Social Defence Lecce (Italy) 1996, di edit oleh Paolo Jurnal Hukum Progresif, PDIH UNDIP, Semarang, Volume L 1/No. 2/Oktober
Bernasconi, 2000. 2005.
Heru Subiyantoro (ed), Kebijakan Fiskal Pemikiran, Konsep, dan Implementasi, Karni Ilyas, Catatan Hukum II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002.
Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2004. Kejaksaan Agung RI, Jaksa Agung Muda Intelijen, Direktorat Prodsarin, Materi
Howard Zehr, The Little Book of Restorative Justice,Good Books, USA, 2002. Pembekalan Intelijen Yustisial Kejaksaan Tahun 2006, Jakarta, 14 Maret
Hugh D. Barlow, Crime and Public Policy Putting Theory to Work, Westview Press, 2006.
USA, 1995. Kejaksaan Agung RI, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Petunjuk Teknis
I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Antropologi Tindak Pidana Khusus (Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Khusus) Jilid I
Hukum, Penerbit Universitas Negeri Malang, 2006. dan II, Kejaksaan Agung RI, 2004.
IGM. Nurdjana, Korupsi Dalam Perspektif Bisnis: Pemberdayaan Penegakan ------------------------, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Petunjuk Teknis
Hukum, Program Aksi dan Strategi Penanggulangan Masalah Korupsi, Tindak Pidana Khusus (Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Khusus) Jilid
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. III, Kejaksaan Agung RI, 2005.
Iip D. Yahya, Mengadili Menteri Memeriksa Perwira: Jaksa Agung Soeprapto dan ------------------------, Lima Windu Sejarah Kejaksaan Republik Indonesia (1945-
Penegakan Hukum di Indonesia Periode 1950-1959, Gramedia Pustaka 1985), Jakarta, 1985, hal. 32.
Utama, Jakarta, 2004. Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi Tentang Perkembangan Pemikiran
Indriyanto Seno Adji, Antara “Kebijakan Publik” (Publiek Beleid), Asas Perbuatan Hukum di Indonesia, 1945-1999, Muhammadiyah University Press,
Melawan Hukum Materiel dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi di Surakarta, 2004.
Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel dalam Hukum
Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Pidana Indonesia, Studi Kasus Tentang Penerapan dan Perkembangannya
Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH dalam Yurisprudensi, Alumni, Bandung, 2002.
UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
29 30
Kuntoro Basuki & Retnosupartinah, Kumpulan Perundang-undangan dan Fakultas Hukum UNDIP dengan Kejaksaan Agung RI, Semarang, 6-7 Mei
Peraturan-peraturan Pemerintah yang Berhubungan dengan Masalah 2004.
Peradilan, Seksi Peradilan FH UGM, Yogyakarta, 1980. --------------------------, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung, cetakan V, 2003.
Kwik Kian Gie, Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, ---------------------------, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Mandar Maju, Bandung,
Kesejahteraan dan Keadilan, Jakarta, 2003. 2000.
---------------------------, Pikiran yang Terkorupsi, Penerbit Bukum Kompas, Jakarta, M. Thoyibi (ed), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, Muhammadiyah University
2006. Press, 1999.
---------------------------, Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar, Penerbit M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Bukum Kompas, Jakarta, 2006. Penyidikan dan Penuntutan, edisi ke-2, cetakan ke-3, Sinar Grafika, Jakarta,
Lance Castles, Suyatno (at al), Sosiologi Politik: Birokrasi Kepemimpinan dan 2002.
Revolusi Sosial di Indonesia, Hapsara, Surakarta, 1983. MA. Rachman, “Hambatan, Tantangan dan Kendala Pemberantasan Korupsi di
Laporan Hasil Penelitian, “Faktor Penyebab Terbitnya SP-3 pada Kasus-kasus Kejaksaan”, makalah disampaikan dalam seminar “Aspek
Hasil Riksus BPKP yang Berindikasi TPK: Memburu Keberadaan SP-3”, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengawasan BPKP, Desember Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH
2000. UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004.
Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Diterjemahkan dari Made Darma Weda, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, Guna Widya,
American Law an Introduction oleh Wisnu Basuki), Tata Nusa, Jakarta, Edisi Jakarta, 1999.
Kedua, Cetakan Pertama, 2001. Mahfud MD, “Koruptor Saling Gertak”, Jawa Pos, 19 April 2006.
--------------------------, The Legal System: A Social Science Perspective, New York, ------------------------, “Operasi Caesar Penegakan Hukum”, Kompas, 30 Desember
Russel Sage Foundation, 1986. 2005.
Leslie Palmier, The Control of Birocratic Corruption, Case Study in Asia, Allied Malcolm Waters, Modern Sociological Theory, Sage Publications, London, 1994.
Publishers Private Limited, New Delhi Bombay Calcuta Madras Bangalore Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, diterjemahkan oleh Tim Penerjemah,
Hyderabad Ahmedabad, 1985. Yasgama, edisi I, cetakan ke-4, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, diterjemahkan oleh Tim Penerjemah,
Cetakan ketujuh, 1996. Yasgama, edisi I, cetakan ke-4, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Liek Wilardjo, Resolusi, Kompas, 2 Januari 2006. Maria SW. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan
Lili Rasjidi, IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Dasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
Bandung, 2003, hal. 37. Martin Albrow, Birokrasi, alih bahasa M. Rusli Karis dan Totok Daryanto, cetakan
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan Khusus Terhadap Proses ke-3, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2005.
Penyidikan, Penuntutan, Peradilan Serta Upaya Hukumnya Menurut UU Martin Staniland, Apakah Ekonomi Politik Itu? Sebuah Studi Teori Sosial dan
Nomor 31 tahun 1999), Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Keterbelakangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Lon L. Fuller, Anatomy of the Law, Frederick A Praeger, Publishers, New York, Marwan Effendy, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,
Washington, London, 1968. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
--------------------------, The Morality of Law, edisi Revisi, New Haven & London, Yale Masika (ed), Kebebasan Cendekiawan Refleksi Kaum Muda, Pustaka Republika,
University Press, 1971. Yogyakarta, 1996.
Lord Woolf, The Rule of Law and A Change in The Constitution, Cabride Law Matthew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Diterjemahkan
journal, Faculty of Law, University of Cambridge, 2004. dari Qualitative Data Analysis oleh Tjetjep Rohendi Rohidi), UI-Press,
Luis Antonio Guimaraes Marrey, Criminal Law Measures and The New Corruption, Jakarta, 1992.
dalam dalam Responding to Corruption: Social Defence, Corruption, and The Matthew H. Kramer, On the Moral Status of the Rule of Law, The Cambridge Law
Protection of Public Administration and The Independence of Justice, Journal, Cambridge University Press, Volume 63 (I), Maret 2004.
updated documents of the XIII International Conggres on Social Defence Maurice Duverger, Sosiologi Politik, (diterjemahan oleh Daniel Dhakidae dari The
Lecce (Italy) 1996, di edit oleh Paolo Bernasconi, 2000. Study of Politics), Rajawali dan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial (YIIS), Jakarta,
M. Arief Amirullah, Money Laundering Tindak Pidana Pencucian Uang Reorientasi cetakan ketiga, 1985.
Kebijakan Penanggulangan dan Kerjasama Internasional, Bayu Media MGR. AM. Sutrisnaatmaka, “Natal dan Egoisme Koruptip”, Kompas, 24 Desember
Publishing, Malang, 2003. 2005.
M. Dimyati Hartono, Lima Langkah Membangun Pemerintahan yang Baik, Ind. Hill- Miftah Toha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada
Co, Jakarta, 1997. Indonesia, Jakarta, cetakan ke-3, 2004.
M. Irfan Islamy, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Mitchell S. G. Klein, Law, Courts, and Policy, Printice-Hall, Englewoods Cliffs, New
Jakarta, 2003. York, 1984.
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana Ide Dasar Doble Track Moeljarto Tjokrowinoto, Birokrasi dalam Polemik, Pusat Studi Kewilayahan UMM
System & Implementasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. dan Pustakan Pelahar, Yogyakarta, cetakan ke-2, 2004.
M. Solly Lubis, Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik dan Kebijaksanaan Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan kelima,
Publik, Makalah disampaikan dalam Seminar “Aspek Pertanggungjawaban 1993.
Pidana Dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi”, Kerjasama Moempoeni Moelatingsih M, Implementasi Azas-azas Hukum Tata Negara Menuju
Perwujudan Ius Constituendum di Indonesia, Pidato Pengukuhan,

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
31 32
Disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar pada FH OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), No Longer
UNDIP, Semarang, 16 Desember 2003. Business as Usual Fighting Bribery and Corruption, Prancis, 2000.
---------------------------, Indikator Penyimpangan Terhadap Sinkroniasi Peraturan Onny S. Priyono et al., (ed), Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi,
Daerah dengan Peraturan Perundang-undangan yang Lebih Tinggi, Makalah Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, 1996.
disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Pertanggungjawaban Pidana Otje Salman S dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan
dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi, diselenggarakan oleh dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2004.
Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7 Mei P.S. Atiyah, Law & Modern Society, Okford University Press, New York, edisi
2004. kedua, 1995.
Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, STIH IBLAM, Jakarta, 2004. P.S. Atiyah, Robert S. Summers, Form and Substance in Anglo-American Law A
Muchtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Comparative Study of Legal Reasoning, Legal Theory, and Legal Institutions,
Kumpulan Karya Tulis, diedit oleh Otje Salman S dan Eddy Damain, Pusat Clarendon Press, Oxford, USA, 1991.
Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan – Alumni, Bandung, Paolo Bernasconi, (ed), Responding to Corruption: Social Defence, Corruption, and
2002. The Protection of Public Administration and The Independence of Justice,
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan updated documents of the XIII International Conggres on Social Defence
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Belukar, Yogyakarta, 2004. Lecce 1996, Italy, 2000.
Muhari Agus Santoso, Paradigma Baru Hukum Pidana, Averroes Press Malang - Parman Suparman, Peranan Mahkamah Agung RI dalam Pemberantasan KKN,
FH Universitas Merdeka Malang - Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2002. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Pertanggungjawaban
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Pidana dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi, diselenggarakan
Bandung, 1992. oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7
Muladi, “Substantive highlihgts’s dari Konvensi PBB untuk Melawan Korupsi”, Mei 2004.
Makalah disampaikan dalam seminar “Aspek Pertanggungjawaban Pidana Paul Holden dan Jennifer Sobatka, Corruption: An Economic Perspective dalam
Dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi”, diselenggarakan oleh Responding to Corruption: Social Defence, Corruption, and The Protection of
Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH UNDIP. Public Administration and The Independence of Justice, updated documents
-------------------------, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di of the XIII International Conggres on Social Defence Lecce (Italy) 1996, di
Indonesia, The Habibie Centre, Jakarta, cetakan pertama, 2002. edit oleh Paolo Bernasconi, 2000.
-------------------------, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Penny Green, Disaster by Design Corruption, Construction and Catastrophe, The
(Corporate Criminal Liability), Makalah disampaikan pada Seminar Nasional British Journal of Criminology, Volume 45, No. 4, Juli 2005.
“Aspek Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Publik dari Tindak Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, (Diterjemahkan dari History and Social
Pidana Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama Theory oleh Yayasan Obor Indonesia), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004. Edisi kedua, 2003.
Munawar Fuad Noeh, Kiai di Republik Maling Refleksi Gerakan Moral Melawan Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya, Repositioning Asia from Buble to
Korupsi, Penerbit Republika, Jakarta, 2005. Sustainable Economy, John Wiley & Sons (Asia), Singapore, 2000.
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law & Eksistensinya dalam Philip Nonet & Philip Selznich, Law and Society in Transition; Toward Responsive
Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-1, 2002. Law, Harpa & Row, New York, 1978.
Mustopadidjaja, “Reformasi Birokrasi Sebagai Syarat Pemberantasan KKN”, Philipus Mandiri Hadjon, Discretionary Power dan Asas-asas Umum Pemerintahan
makalah disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang Baik (AAUPB), Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek
dengan tema “Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan”, Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana
BPHN Depkeh dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003. Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH
N.H.C. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan (Mengurai UU No. 15 UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004.
tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang), Pustaka Sinar -----------------------, Korupsi APBD Ditinjau dari Aspek Hukum Tata Negara dan
Harapan, Jakarta, 2002. Hukum Administrasi, Dictum: Jurnal Kajian Putusan Pengadilan, edisi 5 –
Nico Ngani, et al., Mengenal Hukum Acara Pidana Bagian Umum dan Penyidikan, 2005.
Liberty, Yogyakarta, 1984. Poedjawijatna, dalam Lili Rasjidi, IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem,
Nurudin, Rachmad K Dwi Susilo, Tri Sulistyaningsih (ed), Kebijakan Elitis Politik Mandar Maju, Bandung, 2003.
Indonesia, Fisip UMM dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006. Prajoto, Mencegah Kebangkrutan Bangsa Pelajaran dari Krisis, Kumpulan Tulisan
Nyoman Serikat Putra Jaya, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit dan Catatan Para Sahabat, Masyarakat Transparansi Indonesia, 2003.
UNDIP, Semarang, 2005. Qodri Azizy, Satjipto Rahardjo (et al), Menggagas Hukum Progresif Indonesia,
---------------------------, Pemberlakuan Hukum Pidana Secara Retroaktif Sebagai Pustaka Pelajar IAIN Walisongo Semarang dan PDIH UNDIP, Semarang,
Penyeimbang Asas Legalitas dan Asas Keadilan (Suatu Pergeseran 2006.
Paradigma dalam Ilmu Hukum Pidana), Pidato Pengukuhan Diucapkan pada R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil, Politeia, Bogor, 1980.
Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pidana pada R. William Liddle, Revolusi dari Luar Demokratisasi di Indonesia, Nalar – Freedom
FH UNDIP, Semarang, 7 Agustus 2004. Institute, Jakarta, 2005.
---------------------------, Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia, Rahardi Ramelan, Cerita Dari Cipinang, Republika, Jakarta, 2003.
Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2005. Ramelan, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana, Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Pertanggungjawaban Pidana

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
33 34
dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi, diselenggarakan oleh ------------------------, “Bersatulah Kekuatan Hukum Progresif”, Kompas, 6 September
Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004.
2004. ------------------------, “Menuju Produk Hukum Progrsif” Makalah disampaikan dalam
Raymond Geus, Ide Teori Kritis Habermas & Mashab Frankfurt, Panta Rhei Books, Diskusi Terbatas yang diselenggarakan oleh FH UNDIP, 24 Juni 2004.
Yogyakarta, 2004. ------------------------, “Sesuai Prosedur itu Tidak Cukup, Kompas’, 7 Oktober 2004.
Raymond Wacks, Jurisprudence, edisi keempat, Blackstone Press Limited, Great ------------------------, “Siapa Bilang Jaksa tak Butuh Keberanian?”, Kompas, 22 Juli
Britain, 1995. 2004.
Rd. Achmad S. Soema Di Pradja, Pokok-pokok Hukum Acara Pidana Indonesia, ------------------------, Hukum Progresif Hukum yang Membebaskan, Jurnal Hukum
Alumni, Bandung, 1978. Progresif, PDIH UNDIP, volume 1/No.1/April 2005.
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004. ------------------------, Ilmu Hukum Pencarian Pembebasan dan Pencerahan, diedit
Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para oleh Khudzaifah Dimyati, Muhammadiyah university Press, Surakarta, 2004.
Tokohnya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001. ------------------------, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986.
Robert K. Merton, Ailsa P. Gray, Barbara Hockey, Hanan G. Selvin (ed), Reader in ------------------------, Mengajarkan Keteraturan Menemukan Ketidak-teraturan
Bureaucracy, The Free Press, Glencoe, Illinois, edisi kedua, Mei 1960. (Teaching Order Finding Disorder), Tiga puluh tahun Perjalanan Intelektual
Robert K. Merton, On Theoritical Sociology, The Free Press, New York, 1967. dari Bojong ke Pleburan, Pidato mengakhiri masa jabatan sebagai Guru
Robert Klitgaard, et al., Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintah Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 15
Daerah, alih bahasa Masri Maris, Yayasan Obor Indonesia & Partnership for Desember 2000.
Governance Reform in Indonesia, Jakarta, 2002. ------------------------, Para Penegak Hukum, Pukullah “Genderang Perang”, Kompas,
Roberto Mangabeira Unger, Law in Modern Society Toward a Criticism of Social 20 April 2004.
Theory, The Free Press, New York, 1976. ------------------------, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu
-----------------------, The Critical Legal Studies Movement, Harvard University Press, Hukum, Alumni, Bandung, 1977.
Cambridge, 1986. ------------------------, Pendekatan Holistik Terhadap Hukum, Jurnal Hukum
Rochmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, PT. Eresco, Bandung, 1991. Progresif, Volume 1/No. 2/Oktober 2005.
Roger Cotterrell, The Sociology of Law: An Introduction, London, Butterworths, ------------------------, Pendekatan Holistik Terhadap Hukum, Jurnal Hukum Progresif,
1984. PDIH UNDIP, Volume : 1/No. 2/Oktober 2005.
Romli Admasasmita, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan -------------------------, Pikiran-pikiran Pembangunan Pengadilan Kita, makalah
Abolisianisme, Bina Cipta, Bandung, 1996. disampaikan dalam seminar tentang “Kewibawaan Pengadilan”
-------------------------, Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek diselenggarakan oleh Mahasiswa FH UNDIP, Semarang, 21 Desember 1994.
Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2004. -------------------------, Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Sosial, makalah
-------------------------, Kapita Selekta Hukum Pidana Internasional, Utomo, Bandung, disampaikan dalam Pelatihan Metodologi Penelitian Ilmu Sosial,
edisi ke-2, 2004. deselenggarakan oleh Bagian Hukum dan Masyarakat, FH UNDIP,
Rose Ehrenreich Brooks, The New Imperialism: Violence, Norms, and The “Rule of Semarang, 14 Mei-15 Mei 1999.
Law”, Michigan Law Review, Vol. 101, No. 7, juni 2003. -------------------------, Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, diedit oleh Karolus Kopong
Rudi S Pontoh, Janji-Janji dan Komitmen SBY-JK Menabur Kata, Menanti Bukti, Medan dan Frans J. Rengka, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003.
Penuntut Media Pressindo, Yogyakarta, 2004. -------------------------, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah,
Rusli Effendi, Ajaran Sifat Melawan Hukum dalan Tindak Pidana Korupsi dan Muhamadiyah University Press, Surakarta, 2002.
Mengoptimalkan Tugas, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan --------------------------, Membedah Hukum Progresif, diedit oleh Joni Emirzon, I Gede
Tindak Pidana Korupsi (KPTPK), Makalah disampaikan pada Seminar .B. Wiranata, Firman Muntaqo, Penerbit Bukum Kompas, Jakarta, 2006.
Nasional “Aspek Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Publik dari --------------------------, Hukum dan Birokrasi, makalah disajikan sebagai bahan
Tindak Pidana Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI diskusi panel dalam rangka dies natalis FH UNDIP ke-32, Semarang, 1988.
bekerjasama dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004. --------------------------, Sosiologi Hukum dalam Pembangunan Hukum Nasional,
Ruti G. Teitel, Keadilan Transisional Sebuah Tinjauan Komprehensif, Persahi, September 1988.
(Diterjemahkan oleh Tim Elsan dari Transitional Justice) Seri Transitional SBY, “Pengarahan dalam Rapat Koordinasi tentang Percepatan Penanganan TPK
Justice, Elsam dan European Union, Jakarta, 2004. antara Polri, Kejagung, dan KPK”, Jakarta, 7 Maret 2006.
S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumnie Sedarmayanti, Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi
Ahaem-Petehaem, Jakarta, Cetakan ketiga, 2002. Dinamika Perubahan Lingkungan Ditinjau dari Beberapa Aspek Esensial dan
Said Tuhuleley, et al., Masa Depan Kemanusiaan, Lembaga Penelitian dan Aktual, Mandar Maju, Bandung, 2000.
Pengembangan Pendidikan (LP3) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, SF. Marbun et al, Dimensi-dimesi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII
Yogyakarta, 2003. Press, Yogyakarta, 2001.
Salahuddin Wahid, Menjadi Cawapres Atas Perintah Kyai, Kompas, 21 Juni 2004. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peraidlan Pidana, UMM Press, Malang,
Sampford, CJG, The Disorder of Law A Critique of Legal Theory, Basil Blackwell, 2004.
New York, USA, 1989. Singgih, Dunia pun Memerangi Korupsi, Pusat Studi Hukum Bisnis Universitas
Satjipto Rahadjo, Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Pelita Harapan, Karawaci, 2002.
Departemen Kehakiman, Sinar baru, Bandung, Jakarta, tt.. Soedjono Dirdjosisworo, Fungsi Perundang-undangan Pidana dalam
Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
35 36
-------------------------, Pengantar Penelitian Kriminologi, Remaja Karya, Bandung, Sularso Sopater et al., (ed), Pemberdayaan Birokrasi dalam Pembangunan,
1984. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998.
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, Edisi kedua, Cetakan keempat, 1996. Sunardi, et al., Republik Kaum Tikus Refleksi Ketidakberdayaan Hukum dan
Soerjono Soekanto et al., Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta, Penegakan HAM, EDSA Mahkota, Jakarta, 2005.
edisi revisi, 1986. Suradi, Korupsi dalam Sektor Pemerintah dan Swasta: Mengurai Pengertian
-------------------------, Bahan Bacaan Perspektif Teoritis dalam Sosiologi Hukum, Korupsi, Pendeteksian, Pencegahannya, dan Etika Bisnis, Gava Media,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985. Yogyakarta, 2006.
-------------------------, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Susan Rose-Ackerman, Korupsi dan Pemerintahan Sebab, Akibat dan Reformasi,
Grafindo Persada, Jakarta, Edisi I, Cetakan ke-4, 2002. Pustakan Sinar Harapan, Jakarta, 2006.
-------------------------, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, Raja Grafindo Persada, Susette M. Talarico (ed), Court and Criminal Justice Emerging Issues Perspective
Jakarta, 2002. in Criminal Justice, Sage Publication, Beverly Hills, California, 1985.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam Syaiful Arif (ed), Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakan Publik, Program
dan Huma cetakan pertama, 2002. Penguatan Simpul Demokrasi Kabupaten Malang PLaCID’s (Public Policy
--------------------------, Masalah Metodologik dalam Penelitian Hukum Sehubungan Analysis and Community Development Studies) Averoes dan KID (Komunitas
dengan Masalah Keragaman Pendekatan Konseptualnya, makalah Indonesia untuk Demokrasi), Malang, 2006.
disampaikan dalam Pelatihan Metodologi Penelitian Ilmu Sosial, Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan dengan Data
deselenggarakan oleh Bagian Hukum dan Masyarakat, FH UNDIP, Kontemporer, LP3ES, Jakarta, 1981.
Semarang, 14 Mei-15 Mei 1999. -------------------------------, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, LP3ES, Jakarta, 1987.
---------------------------, “Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi dalam T. Gayus Lumbun, Menerobos Goa Hantu Peradilan Indonesia, Business
Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia (perspektif sosiologis dan Information Service (BIS) – Harian Berita Buana, Jakarta, 2004.
kontribusinya dalam penyusunan kebijakan kriminalisasi dan T. Wing Lo, Corruption and Politics in Hong Kong and China, Open University
dekriminalisasi)”, Seminar Nasional Kriminalisasi dalam Pembaharuan Press, Buckingham, Great Britain, 1993.
Hukum Pidana Indonesia, Yogyakarta, 15 Juli 1993. Takie Sugiyama Lebra & William P. Lebra (ed), Japanese Culture and Behavior,
Soetiksno, Filsafat Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2003. University of Hawaii Press, Honolulu, 1998.
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Thomas Morawetz (ed), Criminal Law, Ashagate Dartmouth, USA, 2000.
Kebijaksanaan Negara, edisi ke-2 cetakan ke-4, Bumi Aksara, Jakarta, 2004. Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, edisi ketiga, Prentice – Hall, USA,
Sondang P. Siagian, Patologi Birokrasi Analisis, Identifikasi dan Terapinya, Ghalia 1978.
Indonesia, Jakarta, 1994. Thomas S. Kuhn, The Atructure of Scientific Revolutions,The University of Chicago
Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, Press, Chicago, USA, Edisi ke-2, 1970.
2000. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 1996. Tim Healy & Ninette Alberto, Kasus-kasus Pengadilan Terbesar di Dunia,
--------------------------, Mengkaji Ulang tentang Batas-batas Perbuatan Melanggar (Diterjemahkan dari The World’s Greatest Trials oleh Yulisna Bangun),
Hukum dan Perbuatan Melawan Hukum, Makalah disampaikan pada Ladang Pustaka & Intimedia, Jakarta, 2003.
Seminar Nasional “Aspek Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial Sketsa, Penilaian, Perbandingan, Kanisius,
Publik dari Tindak Pidana Korupsi, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung Yogyakarta, Cetakan ke-6, 2001.
RI bekerjasama dengan FH UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004. Ugljesa Zvekic, Criminal Victimisation in Countries in Transition, United nation
St. Harum Pudjiarto RS, Memahami Politik Hukum di Indonesia (UU No. 3 tahun Inerregional Crime and Justice Research Institute (UNICRI), Publikasi No. 61,
1971),Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1996. Roma, 1998.
Stanislav Andreski, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama, (Diterjemahkan V. Lee Hamilton & Joseph Sanders, Everyday Justice Responsibility and the
oleh Hartono H dari Max Weber on Capitalism, Bureaucracy and Religion), individual in Japan and the United States, Yale University Press, USA, 1992.
Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1989. Van Vollen Hoven, Penemuan Hukum Adat, Djambatan, Jakarta, 1981.
Suahasil Nazara, Analisis Input - Output, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Vittorio Aymone, dalam Adolfo Beria, Responding to Corruption: Social Defence,
Universitas Indonesia, Jakarta, 1997. Corruption, and The Protection of Public Administration and The
Suchart Traiprasit, Public Prosecutors in The Changing Society, makalah Independence of Justice, updated documents of the XIII International
disampaikan dalam 111’th International Seminar, UNAFEI, Tokyo, tahun Conggres on Social Defence Lecce (Italy) 1996, di edit oleh Paolo
2003. Bernasconi, 2000.
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981. W. Friedmann, Legal Theory, edisi ke-3, Steven & Sons Limited, London, 1953.
----------------------, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, Cetakan ke II, Wendy Brown Scott, Olever Wendel Holmes on Equality and Adarand, dalam
1986. Howard Law Journal,Vol. 47, No. 1, 2000.
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metodologi, Presentasi, William Farnum White, Winning in Court on The Law of Facts, Prentice-Hall,
dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti Pemula Bidang Englewoods Cliffs, New York, USA, 1972.
Ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora, Pustaka Setia, Bandung, 2002. William J. Chambliss dan Robert B. Seidman, Law, Order, and Power, Addison-
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberti, Wesley Publishing Company, Philipine, 1971.
1986. William J. Stuntz, The Pathological Politics of Criminal Law, Michigan Law Review,
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Vol. 100, No. 3, Desember 2001.
Cetakan ke-12, Edisi Revisi V, Jakarta, 2002.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
37 38
William N. Dunn, Analisis Kebijaksanaan Publik Kerangka Analisis dan Prosedur Inter-American Convention against Corruption, adopted by the Organization of
Perumusan Masalah, (Disadur dari Public Policy nalysis; an Introduction oleh American States on 29 March 1996.
Muhadjir Darwin), Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, Cetakan ke-10, 2003. Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International
Wim Voermans, Komisi Yudisial di Beberapa Negara Uni Eropa, (Diterjemahkan Business Transactions, adopted by the Organisation for Economic
dari Raden voor de rechtspraak in landen van de Europese Unie (Councils Cooperation and Development on 21 November 1997.
For The Judiciary In EU Countries-translated by Pena Language Service) Convention of the Fight against Corruption involving Officials of the European
oleh Adi Nugroho dan M. Zaki Hussein, Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Communities or Officials Member State of The European Union, adopted
Independensi Peradilan (LeIP) dan The Asia Foundation & USAID, 2002. by the Council of the European Union on 26 May 1997.
Yenti Garnasih, Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering), Disertasi, Civil Law Convention on Corruption, adopted by the Committee of Ministers of the
Universitas Indonesia, Jakarta, 2003. Council of Europe on 4 November 1999.
Yudi Kristiana, “Birokrasi Model Remote”, Sindo, 22 Juli 2006. Criminal Law Convention on Corruption, adopted by the Committee of Ministers of
-----------------------, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak Pidana the Council of Europe on 27 January 1999.
Korupsi, tesis S-2 UNDIP, 2001. International Code of Conduct fo Public Officials (Resolusi MU-PBB 51/59).
Ziauddin Sardar, Thomas Kuhn dan Perang Ilmu, Seri Posmodern, (diterjemahkan United Nations Declaration on Public Security, (Resolusi MU-PBB 51/60).
oleh Sigit Djatmiko dari Thomas Kuhn and the Science Wars), Jendela, United Nations Declaration against Corruption and Bribery in International
Yogyakarta, Cetakan Pertama, 2002. Commercial Transactions, (Resolusi MU-PBB 51/191).
Expert Group Meeting on Corruption, Buenos Aires 17-21 Maret 1997.
Majalah dan Surat Kabar: Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Kep-552/A/JA/10/2002 tentang Administrasi
Kompas, Fokus, “Kejaksaan Segeralah Bertindak”, 2 Oktober 2004 Intelijen Yustisial, Jakarta, 23 Oktober 2002.
Kompas, Fokus, “Kejaksaan Segeralah Bertindak”, 2 Oktober 2004
Kompas, Fokus, “Ketika Ketua BPK Gusar”, 2 Oktober 2004. Website
Kompas, Fokus, “Memerangi Korupsi, Hanya Sata Kata: Lawan”, 25 Oktober 2003. Hukumonline.com
Kompas, Fokus, “Penyelewenangan Uang Negara Makin Mencemaskan, 2 http://www.law.cornell.edu
Oktober 2004. http://www.examinedlifejournal.com/archieves/jurisprudence.shtml
Kompas, Selasa, 3 Januari 2006, hal. 3. http://www.law.cornell.edu.
Kompas, “Putusan MK, Hari Besar Koruptor”, 22 Juli 2006.
Tempo, “Korupsi di Era Gus Dur”, Edisi Akhir Tahun, 2002.
Tabloid Kontan, Dialog Ekonomi dan Politik Bersama 32 pakar & Pengamat: Opini,
Analisis, dan Solusi Kritis Para Pakar dan Pengamat Terhadap Situasi dan
Kondisi Perekonomian dan Politik Indonesia, Elex Media Komputindo,
Jakarta, 1999.

Peraturan Perundang-undangan:
Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM-06/1957 tentang Pemberantasan Korupsi.
Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM-08/1957 tentang Penilikan Harta Benda.
Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM-011/1957 tentang Penyitaan dan
Perampasan Harta Benda yang Asal Mulanya Diperoleh dengan Perbuatan
yang Melawan Hukum.
Peraturan Penguasa Militer No. Prt/Peperpu/013/1958 tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Pemeriksaan Korupsi dan Penilikan Harta Benda.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 24 tahun 1960 tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi yang
disahkan dengan UU No. 1 tahun 1961 yang kemudian menjadi UU No. 24
tahun 1960.
Undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang No. 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan RI.
Undang-undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
United Nations Convention against Corruption, 2003.
African Union Convention on Preventing and Combating Corruption, adopted by
the Heads of State and Government of the African Union on 12 July 2003.

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
39 40
CURICULUM VITAE Pusdiklat Departemen Hukum dan HAM tahun
2004.
1. Identitas Pribadi. : 131’st International Training Course for
Nama : Yudi Kristiana, SH.MHum. Prevention and Protection of Victim of Crime
Nip : 230025292. and Abuse of Power in Criminal Justice System
Nrp : 697095. di United Nations Asia and Far East Institute
Pangkat/Golongan : Jaksa Pratama / IIIC. For the Prevention of Crime and the Treatment
Jabatan : Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Luwuk di of Offenders (UNAFEI) Fuju, Tokyo, Jepang
Pagimana, Sulawesi Tengah. dari bulan Agustus 2005 s/d Oktober 2005.
Tempat lahir : Karanganyar. 4. Riwayat Pekerjaan.
Tanggal lahir : 15 Oktober 1971. : Tahun 1997 – 1998 staf Intelijen Kejaksaan
Jenis Kelamin : laki-laki. Agung RI.
Agama : Kristen. : 1998 – 2001 Kejaksaan Negeri Semarang Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia. Tengah, karena mengikuti tugas belajar S-2
Alamat Rumah : Perumaham Manggeh Anyar Blok A.6 No. 10. Kerjasama Kejaksaan Agung RI dengan
Kelurahan Lalung, Kecamatan Karanganyar, UNDIP.
Kabupaten Karanganyar, Surakarta, Jawa : 2002 – 2005 Kasubsi Korupsi Seksi Penyidikan
Tengah. pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan
Alamat Kantor : Cabang Kejaksaan Negeri Luwuk di Pagimana, Tinggi Jawa Tengah.
Sulawesi Tengah. : 28 Maret 2005 – sekarang sebagai Kepala
Telepon : Kantor 0461-731024. HP. 08122619459. Cabang Kejaksaan Negeri Luwuk di Pagimana,
2. Pendidikan. Sulawesi Tengah.
SD : SD Negeri Dawung III, Matesih, Karanganyar, 5. Pengalaman Pekerjaan.
Surakarta, Jawa Tengah, lulus tahun 1984. : Sejak diangkat sebagai Jaksa tahun 2000,
SMP : SMP Negeri I Jumantono, Karanganyar, selain sebagai JPU dalam tindak pidana umum
Surakarta, Jawa Tengah, lulus tahun 1987. (pidum), juga diberikan tugas penyelidikan,
SMA : SMA Negeri I Karanganyar, Surakarta, Jawa penyidikan dan penuntutan pidana khusus
Tengah, lulus tahun 1990. (korupsi dan perbankan).
Perguruan Tinggi : IKIP Negeri Yogyakarta FPBS Jurusan Bahasa : Perkara korupsi yang pernah ditangani antara
Inggris 2 (dua) semester tahun 1990-1991. lain; Korupsi Puskud Jateng, Korupsi Bank BHS
: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Semarang, Korupsi PT. Bepede Jateng
(UNS) Surakarta, lulus tahun 1995. Securities (BJS), Korupsi Pertamina UPMS IV
: Magister Ilmu Hukum (S-2) Konsentrasi Sistem Semarang, korupsi APBD DPRD Propinsi
Peradilan Pidana (SPP) Universitas Diponegoro Jateng dan perkara korupsi lainnya.
(UNDIP) Semarang, lulus tahun 2001dengan : Anggota Badan Pekerja penyelesaian kasus-
tesis “Independensi Kejaksaan Dalam kasus perbankan kerjasama BI-Kejati-Polda
Penyidikan Tindak Pidana Korupsi”. Jateng 2002-2005.
: Program Doktor Ilmu Hukum (S-3) UNDIP : Bendahara Persaja Jateng 2004-2005.
angkatan 2003 dengan disertasi “Rekonstruksi 6. Kegiatan Akademik.
Birokrasi Kejaksaan Dengan Pendekatan : Menyiapkan naskah-naskah akademik dan
Hukum Progresif: Studi Penyelidikan, naskah Pidato untuk Kepala Kejaksaan Tinggi
Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Jawa Tengah.
Korupsi”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Esmi : Menjadi Pembicara dalam berbagai seminar
Warassih Pudjiraharyu, SH, MS, Prof. Dr. antara lain:
Moempoeni Moelatingsih, SH., Prof. Dr. (1) Seminar Tindak Pidana Korupsi di BPKP
Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH. Propinsi Jateng tahun 2003.
3. Pendidikan Profesi. (2) Seminar Tindak Pidana Korupsi di BPKP
: Pendidikan Pembentukan Jaksa (PPJ) Propinsi Jateng tahun 2004.
Angkatan VIII tahun 2000 di Pusdiklat (3) Seminar Transparansi Peradilan di
Kejaksaan Agung RI. Universitas Kristen Satya Wacana
: Pendidikan Forensik Acounting and Asset (UKSW) Salatiga yang diselenggarakan
Tracing (Forsat) (corruption, money laundering oleh UKSW dan Uni Eropa (2005).
& terorism) diselenggarakan oleh Uni-Eropa (4) Dialog Tentang Supremasi Hukum di
bekerjasama dengan Kejaksaan Agung RI di Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga (2004).

www.antikorupsi.org www.antikorupsi.org
41
(5) Seminar tentang Prosedur Pemeriksaan
Tindak Pidana Korupsi terhadap Pejabat
Publik di BUMN, BUMD diselenggarakan
oleh Forum Komunikasi Wartawan di
Semarang tahun 2005.
(6) Pembicara dalam Workshop Tindak
Pidana Perbankan yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia tahun 2003.
(7) Pembicara dalam Workshop Tindak
Pidana Perbankan yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia tahun 2004, dll.
7. Karya Ilmiah :
1. Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan
Korupsi diterbitkan PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006;
2. Menguak Kembali Korupsi Puskud Jateng:
Himpunan Surat Dakwaan dan Tuntutan, BP
UNDIP 2006;
3. Percikan Pemikiran Hukum yang Tersebar, BP
UNDIP 2006;
8. Keluarga.
Istri : Wahyu Widiyatmi.
Anak : Aruni Kristiana Putri.
: Dhodit Kristiana.

www.antikorupsi.org

You might also like