You are on page 1of 5

 Rangkuman

 Pertemuan Ke 10

 Dosen : Ajat Sudrajat, S.Kep., Ners.
 Judul : Askep Gawat Darurat Trauma Thorax & Aritmia dan
 Terapi Listrik
 Tanggal : 17 Maret 2017

 Isi Rangkuman

ASUHAN KEPERAWATAN DARURAT TRAUMA THORAX

1. Primary Survey
a. Airway
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.
Sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring yang
mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat
menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi dari
sendi sternoclavicular. Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan
napas atas (stridor), adanya tanda perubahan kualitas suara dan
trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan terabanya
defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan trauma ini paling
baik dengan reposisi tertutup fraktur dan jika perlu dengan intubasi
endotracheal.
b. Breathing
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan
penilaian breathing dan vena-vena leher. Pergerakan pernapasan dan
kualitas pernapasan dinilai dengan diobservasi, palpasi dan
didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah
hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola
pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk.
Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis
trauma yang mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui
selama primary survey.
c. Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan
keteraturannya. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan
sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk
warna dan temperatur. Adanya tanda-tanda syok dapat disebebkan
oleh hematothorax masif maupun tension pneumothorax. Penderita
trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan adanya disritmia
harus dicurigai adanya trauma miokard.
1) Open Pneumothorax
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup
lubang pada dinding dada ini sehingga open pneumothorax
menjadi closed pneumothrax (tertutup). Prinsip penutupan
bersih. Harus segera ditambahkan bahwa apabila selain lubang
pada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka usaha
menutup lubang ini secara total (occlusive dressing) dapat
mengakibatkan terjadinya tension pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
 Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster
pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan
terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule pada sisi
dalamnya supaya kedap udara).
 Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara
ini maka harus sering dievaluasi paru. Apabila ternyata
timbul pada tension pneumothorax maka kasa harus dibuka,
 Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang
digunting sesuai ukuran
2) Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan
dekompresi “needle thoracosintesis”, yakni menusuk dengan
jarum besar pada ruang interncostal 2 pada garis
midclavicularis. Terapi definitif dengan pemasangan selang
dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris dan
misaxillaris.
3) Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa
ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan operatif. Terapi awal
yang harus dilakukan adalah penggantian volume darah yang
dilakukan bersama dengan dekompresi rongga pleura dan
kebutuhan thorakotomi diambil bila didapatkan kehilangan
darah awal lebih dari 1500 ml atau kehilangan darah terus
menerus 200 cc/jam dalam waktu 2-4 jam.
4) Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat,
pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri resusitasi cairan.
Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim paru mungkin
harus dilakukan ventilasi tambahan. Di rumah sakit akan
dipasang respirator apabila analisis gas darah menujukkan pO2
yang rendah atau pCO2 yang tinggi.
5) Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada
penderita temponade jantung tetapi tidak boleh menghambat
untuk dilakukannya resusitasi. Metode yang cepat untuk
menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan
pericardiosintesis (penusukan rongga perikardium) dengan
jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan
definitif adalah dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh
ahli bedah.
d. Disability
Pada pasien open pneumotoraks memang mungkin akan
mengalami penurunan kesadaran tapi GCS nya sekitar 12-14.
e. Exposure And Environmental (Pemaparan Dan Control Lingkungan)
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
f. Folley Catheter
Pada klien dengan trauma toraks akan dilakukan pemasangan
folley catheter karena pada klien kontusio paru dalam
penatalaksanaan diberikan diuretic untuk mencegah atau mengurangi
edema. Karena diuretic dapat mengurangi penimbunan cairan, dan
pembengkakan jaringan.
g. Gastric Tube
Tidak perlu pemasangan NGT.
h. Heart Monitor
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan
seperti kontusi jantung.

ARITMIA & TERAPI LISTRIK

1. Early Askes : Kecepatan menemukan penderita, meminta tolong.


2. Early CPR : Kecepatan melakukan CPR/RJP.
3. Early Defibrilasi : CPR dengan defibrilasi dalam 3-5 menit awal,
dapat meningkatkan angka keberhasilan antara 49-
75%.
4. Early Als : Kecepatan dalam pemberian tindakan lanjut.
 ARITMIA YANG MENGANCAM
a. Ventrikel Fibrilasi (VF) irama tidak teratur, frekuensi
<350x/mnt sehingga tidak dapat dihitung.
b. Ventrikel Tacikardi tanpa Nadi (VT) Irama teratur, frekuensi
100-250x/mnt.
c. Pulsles Electric Activete (PEA) Di monitor terlihat adanya
gambaran, tapi ketika dipalpasi denyut nadi tidak teraba.
d. Asistol Tidak terekam gambaran dimonitor, dan denyut nadi
tidak teraba.

 FUNGSI DEFIBRILATOR : memantau irama jantung, defibrilasi,


pacu jantung transkutan (TCP).
 DEFIBRILASI : tindakan pengobatan menggunakan aliran listrik
secara asinkron, digunakan pada kasus VF/VT tanpa nadi. Dengan
energi untuk defibrilasi monosik 360 joule, dan defibrilasi bifasik 120-
200 joule.

You might also like