You are on page 1of 34

HYDROCEPHALUS

Dokter Pembimbing:
Dr. dr. Agus Yunianto, Sp.BS

Disusun oleh:
Dika Febby Larasati
161 0221 042

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN JAKARTA”
PERIODE 17 AGUSTUS 2017 – 14 OKTOBER 2017
RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SUBROTO
BAB I

KASUS PASIEN
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
STATUS ILMU BEDAH RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO

Nama Mahasiswa : Dika Febby Larasati Tanda Tangan


NIM : 161 0221 042 .......................
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Agus Yunianto, SpBS
.......................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. PB
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Bojong Raya

ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan keluarga pasien,
Keluhan Utama:
Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan tidak sadarkan diri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluarga pasien mengatakan tidak sadarkan diri sejak 1 jam SMRS yang berlangsung sekitar
10 menit. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan hilang kesadaran. Keluarga
pasien mengatakan pasien sebelumnya pasien sering mengalami nyeri kepala sejak Juni 2017
namun hilang timbul dan menetap 1 minggu SMRS. Nyeri kepala disertai rasa berat pada
kepala. Keluhan disertai mual muntah sejak pasien sadarkan diri di rumah sakit pada tanggal
28 Juli 2017. Pasien tidak mengalami gangguan lain seperti BAK, gangguan BAB, batuk,
pilek, kejang, gangguan keseimbangan, hilang ingatan, dan gangguan berbicara sebelumnya
disangkal oleh ibunya.

1
Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Belum pernah mengalami nyeri kepala, hilang kesadaran, dan mual muntah sebelumnya
2. Pasien memiliki riwayat TB paru sejak Maret 2017 dan sudah menjalani pengobatan 6
bulan
3. Pasien tidak memilikiriwayat darah tinggi
4. Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis
5. Pasien tidak memiliki kolesterol tinggi
6. Pasien tidak memiliki riwayatvertigo
7. Pasien tidak memiliki riwayat trauma
8. Pasien tidak memiliki riwayat Operasi
9. Pasien tidak memiliki riwayat Alergi obat
10. Pasien tidak memiliki riwayat kelainan kongenital (lahir normal, cukup bulan, dan tidak
memiliki kelainan lainnya)

Riwayat Keluarga :
1. Riwayat darah tinggi tidak ada
2. Riwayat kencing manis tidak ada
3. Riwayat hydrocephalus tidak ada
4. Riwayat TB paru tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS :15, E4M6V5
Tanda Vital :
Tekanan darah : 126/86 mmHg
Nadi : 74x/menit, kuat angkat, denyut reguler
Nafas : 20x/menit
Suhu aksila : 36,7oC
a. Kepala : Normosefali, tidak ada kelainan
b. Mata :

2
OS : pupil bulat, diameter 3 mm, RCL (+), RCTL (+)
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
OD : pupil bulat, diameter 3 mm, RCL (+), RCTL (+)
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
c. Mulut : Simetris, sudut kanan dan kiri sama
d. Leher : KGB dan tiroid tidak terlihat membesar
e. Paru : Suara napas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
f. Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
g. Abdomen : supel, timpani di seluruh lapang abdomen, BU (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
h. Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, udem (-/-)

1. Status neurologis
a. Kepala
i. Bentuk : normosefali
ii. Nyeri tekan : (-)
iii. Simetris : tampak simetris

b. Leher
i. Sikap : simetris
ii. Pergerakan : bebas

c. Tanda-tanda perangsangan meningeal


i. Kaku kuduk : tidak dilakukan
ii. Kernig : tidak dilakukan
iii. Brudzinnski I-IV : tidak dilakukan

d. Pemeriksaan saraf kranial


i. N. olfaktorius
Subjektif : tidak dilakukan
Dengan bahan : tidak dilakukan

3
ii. N. optikus
Kanan Kiri
Tajam penglihatan Visus 6/6 Visus 6/6
Pengenalan warna DBN DBN
Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

iii. N. okulomotorius
Kanan Kiri
Kelopak mata Terbuka Terbuka
Gerakan mata Superior DBN DBN
Inferior DBN DBN
Medial DBN DBN
Endoftalmus - -
Eksoftalmus - -
Pupil Diameter 3 mm 3 mm
Bentuk Bulat Bulat
Posisi Sentral Sentral
Refleks + +
cahaya
langsung
Refleks + +
cahaya tidak
langsung
Strabismus - -
Nistagmus - -

iv. N. trochlearis
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral DBN DBN
Gerakan mata ke bawah DBN DBN
Diplopia - -
Strabismus - -

4
v. N. trigeminus
Kanan Kiri
Membuka mulut Simetris
Menggigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

vi. N. abdusens
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral DBN DBN
Diplopía - -

vii. N. fasialis
a. Sensorik : DBN
b. Motorik
i. Kondisi diam : simetris
ii. Kondisi bergerak :
a) Musculus frontalis : DBN
b) Musculus korugator supersili : DBN
c) Musculus nasalis : DBN
d) Musculus orbicularis oculi : DBN
e) Musculus orbicularis oris : DBN
f) Musculus zigomaticus : DBN
g) Musculus risorius : DBN
h) Musculus bucinator : DBN
i) Musculus mentalis : DBN
j) Musculus playsma : DBN
c. Sensorik khusus
i. Lakrimasi : tidak dilakukan
ii. Refleks stapedius : tidak dilakukan
iii. Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan

5
viii. N. vestibulokoklearis
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Garpu tala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Kalori Tidak dilakukan Tidak diakukan

ix. N. glossofaringeus
Arkus faring :tidak dilakukan
Daya mengecap 1/3 belakang : tidak dilakukan
Refleks muntah : tidak dilakukan

x. N. vagus
Menelan : baik
Bicara : normal
Uvula : tepat ditengah

xi. N. asesorius
Kekuatan m. trapezius : tidak dilakukan
Kekuatan m. sternokleidomastoideus : tidak dilakukan

xii. N. hipoglossus
Menjulurkan lidah : Tidak dilakukan
Tremor lidah : Tidak dilakukan

SENSORIK
a. Eksteroseptik / protopatik (nyeri/suhu, rabahalus/kasar) :DBN
b. Proprioseptik (gerak/posisi, getar dantekan) : DBN
c. Kombinasi :
i. Stereognosis : tidak dilakukan
ii. Barognosis : tidak dilakukan
iii. Graphestesia : DBN
iv. Two point tactile discrimination : tidak dilakukan

6
v. Sensory extinction : DBN
vi. Loss of body image : DBN

REFLEKS FISIOLOGIS
a. Refleks Superficial
i. Dinding perut /BHR : +/+
ii. Cremaster : tidak dilakukan
b. Refleks tendon / periostenum :
i. BPR / Biceps : +2 /+2
ii. TPR / Triceps : +2/ +2
iii. KPR / Patella : +2/ +2
iv. APR / Achilles : +2/ +2
v. Klonus :
 Lutut / patella : tidak dilakukan
 Kaki / ankle : tidak dilakukan

REFLEKS PATOLOGIS
a. Babinski :-/-
b. Chaddock :-/-
c. Oppenheim :-/-
d. Gordon :-/-
e. Schaeffer :-/-
f. Gonda :-/-
g. Stransky :-/-
h. Rossolimo :-/-
i. Mendel-Bechtrew :-/-
j. Hoffman : -/ -
k. Tromner : -/ -

PEMERIKSAAN SEREBELLUM
a. Koordinasi:
i. Asinergia /disinergia : tidak dilakukan
ii. Diadokinesia : tidak dilakukan

7
iii. Metria : tidak dilakukan
iv. Tes memelihara sikap
 Rebound phenomenon : tidak dilakukan
 Tes lengan lurus : tidak dilakukan
b. Keseimbangan
i. Sikap duduk : tidak dilakukan
ii. Sikapberdiri
 Wide base / broad base stance : tidak dilakukan
 Modifikasi Romberg : tidak dilakukan
 Dekomposisi sikap : tidak dilakukan
iii. Berjalan / gait :
 Tendem walking : tidak dilakukan
 Berjalan memutari kursi / meja : tidak dilakukan
 Berjalan maju-mundur : tidak dilakukan
 Lari ditempat : tidak dilakukan
c. Tonus : tidak dilakukan
d. Tremor :tidak dilakukan

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR


1. Aphasia : DBN
2. Alexia : DBN
3. Apraksia : DBN
4. Agraphia : DBN
5. Akalkulia : DBN
6. Right-left disorientation : DBN
7. Fingeragnosia : DBN

8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium 29-07-2017, 06:18:05
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Haemoglobin 11,1 12,6 – 18.0 g/dL
Hematokrit 33 36-46 %
Eritrosit 3.7 3.3 – 6.0 juta/µL
Leukosit 5050 4,800 – 10,800 /µL
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 6 1-3%
Batang 2 2-6%
Segmen 64 50-70%
Limfosit 17 20-40%
Monosit 11 2-8%
Trombosit 260000 150,000 – 400,000 /µL
MCV 90 80 - 96 fL
MCH 30 27 – 32 pg
MCHC 34 32 – 36 g/dL
KIMIA KLINIK
Natrium (Na) 136 135 – 147 mmol/L
Kalium (K) 3.7 3.5 – 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 98 95 – 105 mmol/L
Analisa Gas Darah
pH 7.436 7.37-7.45
pCO2 43.9 33-44
pO2 89.7 71-104
Bikarbonat (HCO3) 29.9 22-29
Kelebihan Basa (BE) 5.7 (-2) – 3
Saturasi O2 99.0 94 – 98 %
IMUNOSEROLOGI

9
CD4 166 410 – 1590 cell/uL
Anti HIV Penyaring Non Reaktif Non Reaktif

- X-foto thorax :

Kesan : Tidak tampak kelainan pada jantung dan paru

10
- CT scan kepala:
30-07-2017

Kesan :
 multiple lesi isodens disertai vasogenic edema disekitarnya DD/
tuberkuloma, metastasis

RESUME
Pasien datang dengan keluhan tidak sadarkan diri 1 jam SMRS sekitar 10 menit.
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan hilang kesadaran. Keluarga pasien
mengatakan pasien sebelumnya pasien sering mengalami nyeri kepala sejak Juni 2017 namun
hilang timbul dan menetap 1 minggu SMRS. Nyeri kepala disertai rasa berat pada kepala.
Keluhan disertai mual muntah sejak pasien sadarkan diri di rumah sakit pada tanggal 28 Juli
2017.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis
E4M5V6, tekanan darah 120/86 mmHg, nadi 74x/menit, nafas 20x/menit, suhu36,7oC. Dari
status lokalis regio kepala tidak kelainan, status neurologis tidak ditemukan kelainan.

11
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hemoglobin 11,1 g/dL, hematokrit
33%, eosinofil 6%, limfosit 17%, monosit 11%, saturasi O2 99%, CD4 166.
Hasil CT-scan kepala ditemukan multiple lesi isodens disertai vasogenic edema
disekitarnya DD/ tuberkuloma, metastasis

ASSESSMENT
- Hydrocephalus dengan multiple SOL intrakranial

PLANNING
- VP Shunt

LAPORAN OPERASI VP SHUNT


- Pasien dengan posisi supine dalam anestesi umum
- Rambut kepala pasien di cukur
- Antiseptik lapangan operasi dan sekitarnya
- Insisi kulit kepala bagian parietal dekstra lalu dibuat lubang dengan burr hole
- Hentikan perdarahan dengan couter dan tekan menggunakan kasa
- Ventrikel kateter dimasukkan ke intracerebral dan alirkan LCS hingga keluar
- Buat tunnel dari bawah kulit abdomen-leher-kepala
- Ujung VP shunt diikat d, tarik ujungVP shunt dari kepala- leher dan keluar hingga
abdomen
- Pastikan aliran lancar (peritoneum)
- Jahit luka
- Tutup luka dengan sufratul dan kassa steril
- Bersihkan dan bereskan bekas operasi pasien, alat-alat dan perlengkapannya
- Operasi selesai

Diagnose pra bedah : hydrocephalus dengan multiple SOL intrakranial


Diagnose pasca bedah : hydrocephalus dengan multiple SOL intrakranial

INSTRUKSI POST OP
- Awasi post pemasangan VP shunt
- Obat :

12
o Ceftriaxone inj 2 x 1 g
o Ranitidin 2x 50 mg
o Ketorolac 3x 30 mg
- Cek DL dan elektrolit post op

STATUS PERKEMBANGAN PASIEN


- Telah dilakukan pemasangan VP Shunt pada tanggal 22 Agustus 2017
- Lama rawat inap di ICU dari tanggal 22-23 Agustus
- Kondisi pasien semakin baik , pasien sudah tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan
muntah. Pasien mengeluh tidak bisa tidur.

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanactionam : malam

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata “hidro” yang berarti air dan “chepalus” yang berarti
kepala. Hidrosefalus didefinisikan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, atau
penyerapan cairan serebrospinal yang mengarah ke peningkatan volume cairan di dalam
susunan saraf pusat. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik dari cairan
cairan serebrospinal1. Akut hidrosefalus terjadi selama beberapa hari, hidrosefalus subakut
terjadi selama beberapa minggu dan hidrosefalus kronis terjadi selama bulan atau tahun.
Kondisi seperti atrofi otak dan lesi destruktif fokus juga mengakibatkan peningkatan
abnormal cairan serebrospinal dalam susunan saraf pusat11. Hidrosefalus juga didefenisikan
sebagai peningkatan cairan serebrospinal dengan kompartemen intracranial termasuk edema
dan hidrosefalus ex vakum1,24.
Hidrosefalus komunikan disebabkan oleh kelebihan produksi cairan serebrospinal
(jarang), gangguan penyerapan dari cairan serebrospinal (paling sering)12. Hidrosefalus non
kommunikan terjadi ketika aliran cairan serebrospinal terhalang dalam sistem ventrikel atau
dalam outlet untuk ruang arakhnoid, mengakibatkan penurunan cairan serebrospinal dari
ventrikel ke ruang subarachnoid. Bentuk yang paling umum adalah hidrosefalus obstruktif
dan disebabkan oleh lesi massa-menduduki intraventricular atau extraventricular yang
mengganggu anatomi ventrikel13.
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu mengurangi produksi cairan
serebrospinal, memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal,
pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial15.

II. Anatomi dan Fisiologi


Ruangan cairan serebrospinal mulai terbentuk pada minggu kelima masa
embrio,terdiridari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid
yang meliputi seluruh susunan saraf. Cairan serebrospinal yang dibentuk di dalam sistem
ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke peredaran darah melalui kapiler dalam piamater
dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel
dan ruang subarachnoid adalah melalui foramen Magendie dimedian dan foramen Luschka di
sebelah lateral ventrikel IV15.

14
Sebagian besar cairan serebrospinalis yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis didalam
ventrikel otak akan mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III, kemudian melalui
akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Dari sana likuor mengalir melalui foramen Magendi dan
Luschka ke sisterna magna dan rongga subarachnoid di bagian cranialmaupun spinal.
Penyerapan terjadi melaluivilus arakhnoid yang berhubungan dengan sistem vena
sepertisinus venosus serebral8.
Meskipun mekanisme absorbsi cairan liquor terganggu, tingkat penyerapan tidak akan
mengalami peningkatan, ini merupakan mekanisme hidrosefalus progresif. Papilloma pleksus
khoroideus yang merupakan kondisi patologis dimana terjadi gangguan pada proses absorbsi
sehingga terjadi akumulasi cairan liqour8. Ketika penyerapan terganggu, upaya untuk
mengurangi pembentukan cairan serebrospinal tidak cenderung memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap volume16.

III. Perjalanan Cairan Serebrospinal pada Sistem Ventrikel


Perjalanan normal dari aliran cairan serebrospinal adalah dari pleksus koroideus
cairan serebrospinal mengalir ke ventrikel lateralis lalu ke foramen monro memasuki
ventrikel ketiga,kemudian melalui aquaduktus silvii menuju ventrikel keempat, lalu
memasuki foramen luschkadan foramen magendi hingga masuk ke rongga subarachnoid,
granulasi arachnoidalis, duralsinus, dan pada akhirnya memasuki sistem vena.Secara
embriologinya, sistem ventrikel mulai terbentuk pada waktu terjadi penutupan neural
groove menjadi neural tube. Cairan sudah dapat dijumpai dalam neural tube ini bahkan
sebelum cikal bakal pleksus koroideus terbentuk. Cairan ini menjadi sarana difusi metabolit-
metabolit dijaringan sekitarnya sebelum pembuluh darah terbentuk.

15
Cairan serebrospinal di dalam ventrikel mengandung hormon, proteoglikan dan ion-
ion yang komposisinya selalu berubah-ubah setiap waktu. Dilatasi ventrikel dapat dijumpai
pada minggu-minggu awal proses pertumbuhan janin dan akan segera kembali normal pada
usia kehamilan 30 minggu. Jaringan mesenkim disekitar permukaan otak akan terorganisasi
membentuk membran pia-arachnoid, sisterna dan rongga subarachnoid. Sisa-sisa mesenkim
nantinya akan membentuk anyaman-anyaman trabekular arachnoid.

IV. Pleksus Khoroideus


Pleksus koroideus yang berada di ventrikel tiga dan ventrikel empat berasal dari
invaginasi roof plate, sedangkan pleksus koroideus yang berada di ventrikel lateral berasal
darifisura koroidalis dari telencephalon yang sedang berkembang. Pleksus koroideus terdiri
dari lapisan epitel yang membungkus jaringan stroma. Inti stroma tersebut yang dikenal
dengan telachoroidea berasal dari sel mesenkim, sedangkanlapisan epitel yang
membungkusnya berasal dari spongioblast neural tube yang melapisi permukaan dinding
ventrikel. Lapisan epitel pada awalnya bersifat pseudostratified yang kemudian akan berubah
menjadi selapis sel kuboid. Dalam perkembangannya, pleksus koroideus akan membentuk
lobulus yang nantinya akan dilapisi oleh mikrovili. Mikrovili ini semakin lama semakin
berkonvolusi dan melakukan fungsi sekresinya. Pleksus koroideus pertama kali tumbuh di
ventrikel empat. Sambil berjalannya waktu, sebagian besar pleksus koroideus berada
diventrikel lateral terutama pada dinding medial ventrikel. Pleksus koroideus di ventrikel
lateral ini mendapat vaskularisasi dari arteri koroidalis anterior dan posterior. Sisa pleksus
koroideus yang lain berada di atap ventrikel tiga dan ventrikel empat yang mendapat
vaskularisasi dari medial posterior choroidal artery, anterior inferior cerebellar artery
(AICA) dan posterior inferior cerebellar artery (PICA). Vena-venakoroidalis akan mengalir
ke vena serebri interna yang merupakan bagian dari vena profunda(vein of Galen).
Pembentukan CSF dipengaruhi oleh beberapa transporter dan enzim
(carbonicanhydrase, sodium-potassioum adenosine triphosphatase/ Na+ K+ ATPase dan
aquaporin-1). Semakin sempurna sistem enzim dan transporter ini bekerja, semakin banyak
CSF yang dihasilkan. Pada pleksus koroideus papiloma, terjadi produksi cairan serebrospinal
yang berlebihan sehingga terjadi hidrosefalus8.Sebagian besar cairan sererbrospinal memang
diproduksi di dalam sistem ventrikel. Tetapi disamping pleksus koroideus,
cairanserebrospinal juga dihasilkan oleh sel ependim sertadi jaringan otak itu sendiri.
Mekanisme tentang bagaimana sel ependim dan jaringan otak dapat menghasilkan cairan

16
serebrospinal belum sepenuhnya diketahui. Sekitar 70-80% cairanserebrospinal dihasilkan
oleh pleksus koroideus, dan sisanya bukan dari pleksus koroideus8,20.Cairan serebrospinal
diproduksi sekitar 500 cc per hari (0.35 ml/ menit). Volume total cairan serebrospinal pada
orang dewasa adalah 100-150 cc. 15-25 cc dari jumlah tersebut berada didalam
ventrikel1,2,8,24.

V. Epidemiologi
Insidensi kongenital hidrosefalus pada United States adalah 0.9 per 1.000 kelahira
nhidup21. Insiden hidrosefalus yang didapat tidak diketahui secara pasti karena berbagai
gangguan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut. Sekitar 100,000 shunt digunakan setiap
tahunnya dibeberapa negara, namun sedikit informasi yang tersediauntuk negara lainnya. Jika
hidrosefalustidak ditatalaksana, kematian dapat terjadiakibat sekunder tonsilar herniasi akibat
kompresi selotak dan menyebabkan respiratory arrest.
Ketergantungan shunt terjadi pada 75% dari semua kasus hidrosefalus yang
ditatalaksana dan 50% pada anak-anak dengan hydrocephalus tipe komunikan. Pasien
tersebut sering datang ke rumah sakit untuk revisi shunt atau untuk pengobatan komplikasi
shunt atau kegagalan shunt.Gangguan pengembangan fungsi kognitif pada bayi dan anak-
anak, atau hilangnya fungsikognitif pada orang dewasa, merupakan komplikasi pada
hidrosefalus yang tidak di obati. Hal inidapat menetap setelah pengobatan. Kehilangan visual
juga merupakan penyulit dari hidrosefalusyang tidak diobati dan dapat menetap setelah
pengobatan1.

Tabel 1. Kandungan nilai normal dari CSF.


Test Conventional Unit SI Unit
Cell Count 0-5 cell/μL 0-0.5 x 106 cells/L
Differential - -
Glucose 40-80mg/dL (< 40% of 2.5-4.4 mmol/L (< 40% of
sinultaneusly measured sinultaneusly measured
plasma level if that plasma plasma level if that plasma
level is abbnormal) level is abbnormal)
Myelin basic protein < 1.5 ng/mL -
Protein, total 15-60 mg/dL 150-600 mg/dL

17
VI. Patofisiologi
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi
liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan tekanan sinus
venosa.Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan
intrakranial sebagaiupaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal
yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi8.
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan
tekananintrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan
absorbsi liquor,sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan
mengenai produksiliquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid8,11,17.
Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan
liquorsecara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat
peningkatanresistensi aliran cairan liquor ada kecepatan perkembangan gangguan
hidrodinamik berpengaruhpada penampilan klinis17.

VII. Klasifikasi (1)


Berdasarkan waktu timbulnya yaitu :
1. Kongenital (sejak lahir)
Penyebabnya adalah Toxoplasmosis atau T. gondii, Cytomegalovirus, Rubella,
Hidrosefalus terkait kromosom X
2. Didapat
Timbul kapan saja bila terdapat sesuatu yang menyebabkan gangguan hemodinamik
cairan serebrospinal. Penyebabnya biasanya meningitis bakterial, tumor, kista, perdarahan
intraventrikuler, trauma kepala
Berdasarkan hubungan antara ventrikel dengan ruang subarachnoid yaitu hidrosefalus
komunikan dan hidrosefalus non-komunikan.

18
VIII. Klasifikasi (2)
Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang ditandai oleh volume intrakranial cairan cerebrospinal
fuild yang berlebihan. Dapat berupa komunikan dan non komunikan, tergantung pada apakah
atau tidak hubungan cairan cerebrospinal antara sistem ventrikel dan subarachnoid
space1,8,14,15,16
1. Hidrosefalus Obstruktif (Non-komunikans) Terjadi peningkatan tekanan cairan
serebrospinal yang disebabkan obstruksi pada salah satu tempat pembentukan likuor, antara
pleksus koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen Magendi dan
Luschka.
2. Hidrosefalus Komunikans Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal tanpa disertai
penyumbatan sistem ventrikel.

IX. Klasifikasi (3)


Terdapat berbagai macam klasifikasi hydrocephalus yang bergantung pada faktor yang
terkait. Klasifikasi hydrocephalus berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Hydrocephalus yang manifes (overt hydrocephalus) merupakan hydrocephalus yang
tampak jelas dengan tanda – tanda klinis yang khas.
b. Hydrocephalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus) merupakan hydrocephalus
dengan ukuran kepala yang normal.
2. Waktu pembentukan
a. Hydrocephalus Kongenital merupakan hydrocephalus yang terjadi pada neonatus atau
yang berkembang selama intrauterine.
b. Hydrocephalus Infantil merupakan hydrocephalus yang terjadi karena cedera kepala
selama proses kelahiran.
c. Hydrocephalus Akuisita merupakan hydrocephalus yang terjadi selama masa neonatus
atau disebabkan oleh faktor – faktor lain setelah masa neonatus.
3. Proses terbentuknya
a. Hydrocephalus Akut adalah hydrocephalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat
obstruksi atau gangguan absorbsi CSS.
b. Hydrocephalus Kronik adalah hydrocephalus yang terjadi setelah aliran serebrospinal
mengalami obstruksi beberapa bulan atau tahun.

19
c. Hydrocephalus Subakut adalah hydrocephalus yang terjadi diantara waktu
hydrocephalus akut dan kronik.

X. Etiologi
Pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya
terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan,
infeksi, neoplasma dan perdarahan.
1. Kelainan bawaan
a) Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab terbanyak. 60%-90% kasus
hidrosefalus terjadi pada bayi dan anak-anak. Umumnya terlihat sejak lahir atau progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b) Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat
tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c) Sindrom Dandy-Walker – atresia kongenital foramen Luschka dan Magendi dengan
akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV
yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa
posterior.
d) Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
e) Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria
serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan akibat obstruksi
akuaduktus.
2. Infeksi - Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid.
Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh
obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari
meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar
sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen
terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar. Selain itu, ibu hamil sering

20
menderita beberapa infeksi, infeksi ini dapat berpengaruh pada perkembangan normal otak
bayi. Seperti:
a) CMV (Cytomegalovirus)
Merupakan virus yang menginfeksi lebih dari 50% orang dewasa Amerika pada saat
mereka berusia 40 tahun. Juga dikenal sebagai virus yang paling sering ditularkan ke anak
sebelum kelahiran. Virus ini bertanggung jawab untuk demam kelenjar.
b) Campak Jerman (rubella)
Merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus rubella. Virus ditularkan
dari orang ke orang melalui udara yang ditularkan ketika orang terinfeksi batuk atau
bersin, virus juga dapat ditemukan dalam air seni, kotoran dan pada kulit. Ciri gejala dari
beberapa rubella merupakan suhu tubuh tinggi dan ruam merah muda.
c) Mumps
Merupakan sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut di mana kelenjar ludah, terutama
kelenjar parotis (yang terbesar dari tiga kelenjar ludah utama) membengkak.
d) Sifilis
Merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang disebabkan oleh bakteri Treponema
pallidum.
e) Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit berseltunggal yaitu
Toxoplasma gondii.
3. Neoplasma - hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan
akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,
sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu
kraniofaringioma.
4. Perdarahan - perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri.

XI. Hidrosefalus Kongenital


Sebagian besar anak mengalami hidrosefalus sejak atau segera setelah lahir.
Padaanakanak tersebut, hidrosefalus terutama disebabkan oleh aqueduct stenosis, Dandy-
Walkermalformation (DWM), holoprosencephaly, dan kelainan kongenital lainnya. Aqueduct
stenosis pada anak laki-laki patut dicurigai sebagai akibat adanya kelainan kromosom X yang

21
diturunkan11. Hidrosefalus pada kelainan kromosom ini pada umumnya sangat berat
danseringdisertai tanda klinis berupa ibu jari yang teraduksi (adducted thumbs). Apabila
diselidiki,mungkin terdapat riwayat anggota keluarga kandung laki-laki yang juga mengalami
hidrosefalusjuga dan riwayat abortus spontan pada ibu kandungnya.

XII. Hidrosefalus dan Myelomeningocele


Pada anak yang telah dilakukan penutupan defek tulang belakang karena kelainan
myelomeningocele, diperlukan pemantauan untuk menilai terjadinya hidrosefalus dikemudian
hari. Dahulu dikatakan bahwa 80% dari anak-anak tersebut diperkirakan akan mengalami
hidrosefalus dan memerlukan pemasangan VP-shunt, tetapi beberapa laporan
terakhirmenunjukan berkurangnya angka pemasangan VP-shunt pada kelompok anak
tersebut12. Padabeberapa anak yang telah dilakukan operasi penutupan defek tersebut,
beberapa diantaranyamengalami komplikasi pseudomeningocele dan kebocoran cairan
serebrospinal serta gejala-gejala hidrosefalus lainnya seperti fontanela yang menonjol dan
peningkatan lingkar kepala.Komplikasi ini menjadi pertimbangan ahli bedah saraf untuk
melakukan pemasangan VP-shunt.

XIII. Hidrosefalus dan Kista Arachnoid


Kista arachnoid yang berlokasi di garis tengah fossa posterior dapat menyebabkan
hidrosefalus obstruktif. Kista arachnoid yang berlokasi di regio suprasellar, sisterna
quadrigeminal dan cerebellopontine angle juga dapat menyebabkan hidrosefalus. Pengobatan
dalam kasus ini adalah fenestrasi kista dengan endoskopi dan bukan melalui
pemasanganshunt.

XIV. Hidrosefalus Pasca Perdarahan


Pada bayi baru lahir terutama yang lahir prematur dan dengan berat badan lahir
rendah,memiliki risiko mengalami perdarahan intraventrikel (IVH) spontan. Empat puluh
persen daribayi-bayi tersebut akan mengalami ventrikulomegali dikemudian hari dan insidens
ini meningkatmenjadi 70% pada bayi-bayi yang mengalami IVH grade IV. Pada bayi-bayi ini
tidak mudahuntuk dilakukan pemasangan VP-shunt dan seringkali terjadi komplikasi.
Tindakan lumbalpungksi serial atau pengobatan dengan furosemid (Lasix) dan asetazolamid
(Diamox) digunakanuntuk menunda tindakan operasi pemasangan shunt, tetapi tidak ada
satupun dari modalitaspengobatan tersebut terbukti mengurangi insidens terjadinya

22
hidrosefalus dikemudian hari. Olehsebab itu, beberapa pusat pelayanan bedah saraf diluar
negeri melakukan pemasangan subgalealshunt atau ventricular reservoir sebagai pengganti
VP-shunt hingga berat anak mencapai 1500 hingga 2000 g. Teknik lain seperti drainase dan
irigasi denganobat-obat fibrinolitik sudah tidakdigunakan lagi karena menimbulkan
komplikasi perdarahan ulang.

XV. Hidrosefalus dan Tumor Otak


Tumor otak pada anak memiliki predileksi di garis tengah dan fossa posterior sering
menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Pemasangan VP-shunt sebelum tindakan pengangkatan
tumor sudah tidak dianut lagi. Kini para ahli bedah saraf lebih memilih untuk melakukan
pengangkatan tumor terlebih dahulu dan melakukan pemantauan lebih lanjut akan terjadinya
gejala-gejala hidrosefalus. Akhir-akhir ini tindakan endoscopic third ventriculostomy (ETV)
lebih banyak dilakukan sebelum tindakan pengangkatan tumor. Dengan cara seperti ini risiko
terjadinya hidrosefalus pasca operasi dilaporkan lebih rendah. Tindakan ETV menjelang
operasipengangkatan tumor masih mengundang kontroversi. Bertolak dari kontroversi ini,
makadiciptakan sistem skoring untuk menilai kemungkinan terjadinya hidrosefalus pasca
operasi.Sistem skoring ini menggunakan variabel usia, edema papil pada pemeriksaan
funduskopi, beratringannya hidrosefalus, adanya bukti-bukti metastasis, sangkaan jenis tumor
pre-operasi, danpeluang untuk terjadinya hidrosefalus. Pemasangan external ventricular
drainage (EVD) padawaktu dilakukan pengangkatan tumor juga sering dilakukan oleh ahli
bedah saraf, khususnyapada tumor yang berada didalam ventrikel IV. Tetapi tindakan
pemasangan EVD ini harusdihindari pada tumor yang berlokasi di dalam serebelum.

XVI. Hidrosefalus dan Meningitis


Hidrosefalus dapat terjadi akibat proses infeksi atau inflamasi. Efek inflamasi kronis
menyebabkan organisasi eksudat inflamasi untuk membentuk jaringan fibrotik dan
gliosis.Fibrosis dan gliosis ini menyebabkan obstruksi dari perjalanan cairan serebrospinal di
dalam sistem ventrikel dan di ruang subarachnoid (misalnya di sisterna basal) dan ruang
subarachnoid di permukaan korteks. Infeksi bakteri, parasit, dan infeksi granulomatosa lebih
sering menyebabkan hidrosefalus dibandingkan infeksi virus.

23
XVII. Arrested Hydrocephalus
Hidrosefalus dapat berkembang menjadi kondisi kronis, dimana dilatasi ventrikel tetap ada,
tetapi tekanan cairan serebrospinal kembali normal. Kondisi seperti ini lebih cocok
disebutcompensated hydrocephalus. Karena tekanan intrakranial pada kasus ini normal,
tindakan pemasangan shunt justru mengundang bahaya, karena tekanan akan menjadi rendah
dan terjadinya perdarahan subdural.

XVIII. Hidrosefalus dan Ventrikulomegali


Istilah hidrosefalus sebaiknya digunakan untuk menyampaikan suatu kondisi dimana
terjadi gangguan pada produksi, absorpsi cairan serebrospinal beserta kelainan disepanjang
perjalanan cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel. Peningkatan ukuran ventrikel lebih
cocok disebut ventrikulomegali yang tidak lagimemerlukan tindakan operatif.

XIX. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis hidrosefalus pada anak tergantung dari usia. Pada bayi yang
suturanya belum menutup, manifestasi klinis yang menonjol adalah lingkar kepala yang
membesar. Pada anak yang suturanya telah menutup, manifestasi klinis yang muncul
disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial8.
Adapun gejala pada orang dewasa yaitu pusing, muntah, penglihatan berkunang-
kunang,kepala terasa berat, lelah. Tanda yang dapat dijumpai yaitu papiledem, pembesaran
titik buta pada lapangan pandang yang menyebabkan berkurangnya tajam penglihatan,
lenggang dyspraxia,pembesaran kepala, dan perasaan canggung.Sedangkan gejala pada orang
tua yaitu perlambatan mental, sering jatuh,inkontinensia, pandangan berkabut, dispraksia
(lambat berjalan, lenggang mengayun), dementia,dan terkadang papiledem8,24.\

Tabel 2. Ukuran rata-rata lingkar kepala4. Dikutip dari: Neurosurgery 62 [SHC Suppl 2]: SHC 643-
SHC660, 2008
Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
Umur 18 bulan 48,5 cm

24
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan umur penderita17. Gejala yang tampak berupa
gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi15. Pada pasien hidrosefalus berusia dibawah
2tahun gejala yang paling umum tampak adalah pembesaran abnormal yang progresif dari
ukuran kepala. Makrokrani mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standart di atas ukuran normal, atau persentil 98 dari kelompok
usianya8,17.Selain itu menentukan telah terjadinya makrokrania juga dapat dipastikan dengan
mengukur lingkaran kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan dengan lingkaran dada
dan angka normal pada usia yang sama. Lebih penting lagi ialah pengukuran berkala
lingkaran kepala yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari
normal15.
Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa gangguan
kesadaran,motoris atau kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital, bergantung kepada
kemampuan kepala untuk membesar dalam mengatasi tekanan intracranial yang meninggi.
Bila proses berlangsung lambat, maka mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun
telah terdapat pelebaran ventrikel yang belum begitu melebar15.
Gejala lainnya yang dapat terjadi ialah spastisistas yang biasanya melibatkan
ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus pyramidal sekitar ventrikel
lateral yangdilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan endoktrin (karena
distraksi hipotalamus dan ‘pituitari stalk’ oleh dilatasi ventrikel III)17.

XX. Pemeriksaan Fisis


Pengukuran dan pemantauan lingkar kepala anak dapat diukur melalui grafik lingkar
kepala standar pada anak. Grafik lingkar kepala khusus telah tersedia untuk mengukur lingkar
kepala pada anak yang prematur dan yang menderita achondroplasia. Penilaian lingkar kepala
pada grafik tersebut menggunakan satuan persentil.Disamping lingkar kepala, keluhan yang
sering dikatakan oleh orang tua adalah anaknyamenjadi lebih rewel (irritable), matanya
cenderung melirik kebawah (sunsetting) atau menjadijuling (akibat paresis nervus abdusens).
Pada anak-anak yang suturanya telah menyatu, lingkar kepala yang terukur bisa saja
normal, tetapi keluhan yang menonjol berupa nyeri kepala, mual dan muntah. Bila proses
peningkatan tekanan intrakranial terus berlanjut, maka akan dijumpai edema papil pada
pemeriksaan funduskopi24. Edema papil ini mungkin tidak terdeteksi pada anak yang
suturanya masih terbuka, kecuali telah mencapai lingkar kepala yang sangat besar. Keluhan-
keluhantersebut yang terjadi pada beberapa tahun pertama dari anak yang mengalami

25
hidrosefalus,merupakan petunjuk bahwa hidrosefalus tersebut diakibatkan oleh proses
patologi sekunderseperti akibat tumor, cedera kepala atau meningitis.Keputusan untuk
memasang shunt pada anak yang menunjukan gambaranventrikulomegali sangat sulit. Sekali
alat shunt dipasang pada anak tersebut, akan sangat sulituntuk memutuskan kapan shunt
tersebut dapat dilepas.
Dibeberapa pusat pelayanan bedah sarafdiluar negeri digunakan alat bantu berupa ICP
monitoring3, MR Spectroscopy4 dan magneticresonance measurement of cerebral blood flow5
pada beberapa kasus yang dinilai sulit apakahperlu dipasang shunt atau tidak. Pada
umumnya, keputusan untuk mengambil intervensi padapenderita hidrosefalus didasarkan
pada kecenderungan pertambahan lingkar kepala dari waktu kewaktu, ventrikel yang
melebar, dan perburukan dari gejala klinis4.

XXI. Gejala Klinis


1. Gejala pada bayi
a. Kepala makin membesar dan vena-vena kepala prominen
b. Ubun-ubun melebar dan tegang
c. Sutura melebar
d. Cracked-pot sign
e. Perkembangan motorik dan mental terlambat
f. Cerebral cry yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
g. Nistagmus horizontal
h. Sunset phenomenon yaitu bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan
tulang-tulang supraorbita, sklera tampak diatas iris, sehingga iris seakan-akan seperti
matahari terbenam
2. Gejala pada anak
a. Muntah proyektil
b. Nyeri di kepala
c. Kejang
d. Kesadaran menurun
e. Papil edem
3. Gejala pada dewasa
a. Gangguan kognitif
b. Sakit kepala

26
c. Nyeri leher
d. Nausea, vomiting
e. Penglihatan kabur
f. Diplopia akibat gangguan nervus VI
g. Kesulitan berjalan
h. Inkontinensia

XXII. Pemeriksaan Penunjang


CT atau MRI dapat memperlihatkan suatu hidrosefalus, ada beberapa keriteria pada
CT atau MRI yang menunjukkan adanya gambaran hidrosefalus. Yang pertama ukuran dari
setiaptemporal horn dari ujung ke ujung (TH) ≥ 2 mm (jika tidak ada hidrosefalus maka
temporal hornsulit terlihat). Atau TH ≥ 2 mm, dan ratio dari (FH/ID) > 0,5 (FH adalah jarak
antara pinggiranterlebar dari frontal horn dan ID adalah jarak antara tabula interna pada level
FH). Dapat juga dijumpai frontal horn dari ventrikel lateral balooning, disebut dengan
‘Mickey Mouse Ventrikel’.Gambaran periventrikular yang hiperintens yang tampak pada T2
menandakan transependymalabsorption dari cairan serebrospinal.Evans ratio juga dapat
menentukan gambaran hidrosefalus.
Evans Ratio adalah perbandingandari FH dengan jarak maksimal dari diameter
biparietal. Dikatakan hidosefalus jika evans ratio >30%.perbandingan (FH/ID) saja juga dapat
menetukan gambaran hidrosefus. Ada beberapa kriteria, yaitu jika (FH/ID) < 40 % maka
disebut normal, jika 40-50% disebut borderline, danjika > 50% disangkakan hidrosefalus8,9.
Pada foto Rontgen kepala polos lateral, tampak kepala yang membesar dengan
disproporsi kraniofasial, tulang yang menipis dan sutura melebar3. Yang menjadi alat
diagnostik terpilih pada kasus ini adalah CT scan kepala dimana sistem ventrikel dan seluruh
isi intrakranialdapat tampak lebih terperinci, serta dalam memperkirakan prognosa kasus.
MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus kasus yang
efektif. Namun, mengingatwaktu pemeriksaan yang cukup lama sehingga pada bayi perlu
dilakukan pembiusan17.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan punksi ventrikel melalui fontanela mayor,
dapat menunjukkan tanda peradangan, dan perdarahan baru atau lama. Punksi juga dilakukan
untukmenentukan tekanan ventrikel11,14. Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan
penunjang yang mempunyai peran pentingdalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada

27
periode perinatal dantidak menutup sehingga dapat ditentukan adanya pelebaran
ventrikelventrikel17.
CT-scan/MRI kriteria untuk akut hidrosefalus berupa11,12:
Ukuran kedua temporal horns lebih besar dari 2 mm, jelas terlihat. Dengan tidak
adanya hydrocephalus, temporal horns nyaris tak terlihat, rasio terlebar dari frontal horns
untuk diameter biparietal maksimal (yaitu, Evans ratio) lebih besar dari 30% pada
hidrosefalus, Eksudat Transependymal yang diterjemahkan pada gambarsebagai
hypoattenuationperiventricular (CT) atau hyperintensity (MRI T2-weighted and fluid-
attenuated inversionrecovery [FLAIR] sequences), Tanda pada frontal horn dari ventrikel
lateral dan ventrikel ketiga(misalnya, "Mickey mouse"ventrikel) dapat mengindikasikan
obstruksi aqueductal.
CT-scan/MRI kriteria untuk kronik hidrosefalus berupa11,12:
Temporal horns tidak begitu menonjol dari pada kasus akut, ventrikel ketiga dapat
mengalami herniasi ke dalam sella tursica, macrocrania (misalnya, occipitofrontal
circumference>98th percentile) dapat di jumpai, corpus callosum dapat mengalami atrofi
(tampilan terbaikpada potongan sagittal MRI).

XII. Diagnostik
1) Pemeriksaan funduskopi - Evaluasi funduskopi dapat mengungkapkan papilledema
bilateral ketika tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan mungkin normal, namun,
dengan hidrosefalus akut dapat memberikan penilaian palsu.
2) Foto polos kepala lateral – tampak kepala membesar dengan disproporsi kraniofasial,
tulang menipis dan sutura melebar.
3) Pemeriksaan cairan serebrospinal – dilakukan pungsi ventrikel melalui foramen frontanel
mayor. Dapat menunjukkan tanda peradangan dan perdarahan baru atau lama. Juga dapat
menentukan tekanan ventrikel.
4) CT scan kepala - Meskipun tidak selalu mudah untuk mendeteksi penyebab dengan
modalitas ini, ukuran ventrikel ditentukan dengan mudah. CT scan kepala dapat memberi
gambaran hidrosefalus, edema serebral, atau lesi massa seperti kista koloid dari ventrikel
ketiga atau thalamic atau pontine tumor.CT scan wajib bila ada kecurigaan proses neurologis
akut.

28
XXIII. Diagnosis Banding
Berdasarkan gambaran radiologi, hidrosefalus memiliki gambaran yang hampir sama dengan
holoprosencephaly, hydraencephaly dan atrofi cerebri.
1) Holoprosencephaly - Holoprosencephaly muncul karena kegagalan proliferasi dari
jaringan otak untuk membentuk dua hemisfer. Salah satu tipe terberat dari holoprosencephaly
adalah bentuk alobaris karena biasa diikuti oleh kelainan wajah, ventrikel lateralis, septum
pelusida dan atrofi nervus optikus. Bentuk lain dari holoprosencephaly adalah semilobaris
holoprosencephaly dimana otak cenderung untuk berproliferasi menjadi dua hemisfer. Karena
terdapat hubungan antara pembentukan wajah dan proliferasi saraf, maka kelainan pada
wajah biasanya ditemukan pada pasien holoprosencephaly.
2) Hydranencephaly - Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi arteri
karotis interna setelah struktur utama sudah terbentuk. Oleh karena itu, sebagian besar dari
hemisfer otak digantikan oleh CSS. Adanya falx cerebri membedakan antara
hydranencephaly dengan holoprosencephaly. Jika kejadian ini muncul lebih dini pada masa
kehamilan maka hilangnya jaringan otak juga semakin besar. Biasanya korteks serebri tidak
terbentuk, dan diharapkan ukuran kepala kecil tetapi karena CSS terus di produksi dan tidak
diabsorbsi sempurna maka terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan ukuran kepala
bertambah dan terjadi ruptur dari falx serebri.
3) Atrofi Serebri - Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan
dilatasi ventrikel karena penuaan. Tetapi Atrofi didefinisikan sebagai hilangnya sel atau
jaringan, jadi atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai hilangnya jaringan otak (neuron dan
sambungan antarneuron). Biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti
multiple sklerosis, korea huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul tergantung pada
bagian otak yang mengalami atrofi. Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan
ruang kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.

XXIV. Terapi
Non Bedah
Terapi obat-obatan pada hidrosefalus digunakan untuk menunda intervensi bedah.
Terapi obat-obatan dapat digunakan pada hidrosefalus paska perdarahan (tanpa adanya
hidrosefalus akut). Terapi obat-obatan tidaklah efektif untuk pengobatan jangka panjang dari
hidrosefalus kronis. Terapi ini dapat memicu perubahan metabolik dan dengan demikian
penggunaannya hanya sebagai usaha sementara saja.

29
Obat-obatan dapat mempengaruhi dinamika dari cairan serebrospinal dengan
beberapa mekanisme. Obat-obatan seperti asetazolamide dan furosemid mempengaruhi
cairan serebrospinal dengan cara menurunkan sekresi cairan serebrospinal oleh pleksus
koroideus.

Bedah
Tindakan pembedahan adalah pilhan terapi yang lebih disukai. Salah satu tindakan intervensi
yang dapat dilakukan adalah lumbal pungsi. Lumbal pungsi serial dapat dilakukan untuk
kasus hidrosefalus setelah perdarahan intraventrikuler, karena pada kondisi seperti ini
hidrosefalus dapat hilang dengan spontan. Jika reabsorpsi tidak terjadi ketika kandungan
protein di dalam cairan serebrospinal dibawah 100 mg/dL, reabsorpsi spontan tidak mungkin
terjadi. Lumbal pungsi serial hanya dapat dilakukan pada kasus hidrosefalus komunikan.
Kebanyakan pasien diterapi dengan shunt. Hanya sekitar 25% dari pasien dengan
hidrosefalus yang berhasil diterapi tanpa pemasangan shunt. Prinsip dari shunting adalah
untuk membentuk suatu hubungan antara cairan serebrospnal (ventrikel atau lumbal) dan
rongga tempat drainase (peritoneum, atrium kanan, pleura).
Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter proksimal, katub
(dengan/tanpa reservior), dan kateter distal19. Komponen bahan dasarnya adalah
elastomersilicon. Pemilihan pemakaian didasarkan atas pertimbangan mengenai
penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badan, ketebalan
kulit dan ukuran kepala. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi,
sedang dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien
(vegetative, normal) pathogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakit11,17.
Berikut ini adalah beberapa pilihan dari pemasangan shunt :
a. Ventrikulo peritoneal (VP) Shunt adalah yang paling sering digunakan.
Keuntungan dari shunt ini adalah tidak terganggunya fungsi dari shunt akibat
pertambahan dari panjang badan pasien, hal ini dapat dihindari dengan
penggunaan kateter peritoneal yang panjang
b. Ventriculoatrial (VA) shunt yang juga disebut sebagai “vascular shunt”.Dari
ventrikel serebri melewati vena jugularis dan vena cava superior memasuki atrium
kanan. Pilihan terapi ini dilakukan jika pasien memiliki kelainan abdominal
(misalnya peritonitis,morbid obesity, atau setelah operasi abdomen yang luas).
Shunt jenis ini memerlukan pengulangan akibat pertumbuhan dari anak

30
c. Lumboperitoneal shunt digunakan hanya untuk hidrosefalus komunikan, cairan
serebrospinal fistula, atau pseudotumor serebri
d. Ventriculopleural shunt dianggap sebagai terapi lini kedua. Shunt ini hanya
digunakan jika terdapat kontraindikasi pada shunt tipe lainnya

31
DAFTAR PUSTAKA

Albright AL, Pollack IF. Operative Techniques. in: Pediatric Neurosurgery, Thieme;
2001:p.3-14
Ambekar S, Dwarakanath S, Chandramouli B.A, et al. Does CSF Composition Predict
Shunt Malfunction In Tuberculous Meningitis. Indian J Tuberc 2011;58:77-81
De jong W, Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah edisi 2. Bab 24 Kepala dan Leher
Penerbit buku kedokteran EGC; 2005; 335-386
Espay A J, Murro A M, Talavera F, Caselli R J, Benbadis S R, Crysta H A.
Hydrocephalus. Medscape reference. 2010.
Fenichel, Gerald M. Clinical Pediatric Neurology : A Sign and Symptoms Approach.
United State of America: W.B. Saunders Company. 2001.
Fudge R. A Teacher Guide to Hydrocephalus. Hydrocephalus Association. San
Francisco,California. 2002
Fulkerson D. Interpretation of Cerebrospinal Fluid Parameters in Children with
Hydrocephalus. USA: Indiana.
Garton HJL, Piat JH. Hydrocephalus. Pediatr Clin N Am 2004;51:305-325.
Hamilton MG: Treatment of hydrocephalus in adults. Semin Pediatr Neurol
2009;16(1):34-41.
Harsono. 1996 Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-
publichealth/2152129-epidemiologi/#ixzz2C5b3sAhm
Hassan R dan Alatas H. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ilmu Kesehatan
Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. 2002
Hinojosa AQ. Operative Neurosurgical Techniques, Indication Methods and Result.
6th Ed 2012; 1127-1151.
Kestle JRW. Hydrocephalus in Children: Approach to the Patient. In: Youmans
Neurological Surgery. 6th ed, Vol 2, 2011. Elsevier Saunders: p1982
Lacy M, Oliveira M, Austria E, Frim MD. Neurocognitive outcome after endoscopic
third ventriculocisterostomy in patients with obstructive hydrocephalus. J Int Neuropsychol
Soc 2009;15(3):394-398.
Leliefeld PH, Gooskens RH, Vincken KL, Ramos LM, van der Grond J, Tulleken CA,
Kappelle LJ, Hanlo PW. Magnetic resonance imaging for quantitative flow measurement in
infants with hydrocephalus: a prospective study. J Neurosurg Pediatr. 2008;2(3):163-170

32
LeMay M, Hochberg FH. ventricular differences between hydrostatic hydrocephalus
and hydrocephalus ex vacuo by CT. Neuroradiology 1979;17:191-195
Listiono L D. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, edisi III; Cedera Kepala Bab 6. Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
McCullough DC. A critical evaluation of continuous intracranial pressure monitoring
in pediatric hydrocephalus. Childs Brain 1980;6(5):225-41
Miller JP, Fulop SC , Dashti SR, Robinson S, Cohen AR. Rethinking the indications
for the ventriculoperitoneal shunt. J Neurosurg Pediatrics 2008;1:435–438
Miller PD, Pollack IF, Pang D, Albright AL: Comparison of Simultaneous Versus
Delayed Ventriculoperitoneal Shunt Insertion in Children Undergoing
MyelomeningoceleRepair. J Child Neurol 1996;11:370-372
Pople KI. Hydrocephalus And Shunts:What The Neurologist Should Know. J Neurol
Neurosurg Psychiatry 2002;73(Suppl I):i17–i22
Rekate HL. A contemporary definition and classification of hydrocephalus.
SeminPediatr Neurol 2009;16(1):9-15.
Shiino A, Nishida Y, Yasuda H, Suzuki M, Matsuda M, Inubushi T. Magnetic
resonance spectroscopic determination of a neuronal and axonal marker in white matter
predicts reversibility of deficits in secondary normal pressure hydrocephalus. J Neurol
Neurosurg Psychiatry 2004:1141-1148
Thomson D, Moore JA, Newell DW: Classification of Hydrocephalus. In:
Hydrocephalus. Neurosurgery. Springer, 2009: p427
Tortora GJ, Derrickson BH. The brain and cranial nerves. In: Principles of anatomy
and physiology 12th edn. John Wiley & Sons. 2009
Weprin BE, Swift DM. Complications of Ventricular Shunts. Neurosurgeons for
Children. Childrens Medical Center of Dallas. Dallas, Texas, U.S.A.Techniques in
Neurosurgery.2002; 7(3):224–242.
Woodworth GF, McGirt MJ, Williams MA, Rigamonti D. Cerebrospinal fluid
drainage and dynamics in the diagnosis of normal pressure hydrocephalus. Neurosurgery
2009;64(5):919-925.
Piatt JH. Hydrocephalus. In : Pediatric Neurusurgery, Elseiver Saunders 2004; 305-
325.

33

You might also like