You are on page 1of 7

Sepsis adalah adanya SIRS (Systemic Infalammatory Respondense syndrome) di tambah

dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut.
Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan respons systemic terhadap infeksi, adanya
SIRS ditambah dengan infeksi yang di buktikan (proven) atau dengan suspek infeksi secara klinis.
Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria :
Suhu >38 C atau <36
Denyut Jantung >90x/menit
Laju Respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 <32mmHg
Hitung Leukosit >12.000/mm3 atau >10 % sel imatur/band.

Penyebab respon sistemik dihipotesiskan sebagai infeksi local yang tidak


terkontrol,sehingga menyebabkan bakterimia atau toksemia (endotoksin/eksotoksin) yang
menstimulasi reaksi inflamasi di dalam pembuluh darah atau organ lain. Sepsis secara klinis dibagi
berdasarkan beratnya kondisi, yaitu sepsis,sepsis berat, dan syok septik. Sepsis berat adalah infeksi
dengan adanya bukti kegagalan organ akibat hipoperfusi. Syok septik adalah sepsis berat dengan
hipotensi yang persisten setelah diberikan resusitasi cairan dan menyebabkan hipoperfusi jaringan.
Pada 10% -30 % kasus syok septic didapatkan bakterimia kultur positif dengan mortalitas yang
tinggi.

Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting terhadap
sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari bakteri gram negatif.
LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan
humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang
pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan
polipeptida , yang disebut factor nekrosis tumor (Tumor Necrosis Factor/TNF) dan interleukin 1
(IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada
penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.

Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan presentase
yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dari semua kuman, dapat
menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara
langsung contohnya eksotosin yang dihasilkan oleh S.Aureus dan E. Coli

Patogenesis
Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi
dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF,
IL-1, interferon (IFN-γ) yang membantu sel mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin
antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi
ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian
bagi tubuh. Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab
(Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor
CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan
imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif
yang mempunyai LPS pada dindingnya. Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan
superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen
Presenting Cell (APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang
bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan
perantaraan TCR (T cell receptor). Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1
yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony
stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ
merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-α merupakan
sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL- 1β dan TNF-α dalam serum
penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel
pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator
utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2)
dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1
menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte- macrophage colony stimulating
factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari
3 langkah, yaitu:
a. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-
selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
b. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang
mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel
dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel
c. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding
endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi
oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan
rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan
organ multipel.

Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel
disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok
septik yang berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2
mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ,
TNF-α dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila
IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah.

Patofisiologi Syok Septik


Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang
melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai
mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi
keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan
homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses
inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai
organ. Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan
maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator
juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung. Lanjutan proses
inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal
organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk
difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai
faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi
(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan
pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.

Gejala Klinis Sepsis


Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah,
malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus,
tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada
penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan
granulositopenia. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:
 Sindrom distress pernapasan pada dewasa
 Koagulasi intravascular
 Gagal ginjal akut
 Perdarahan usus
 Gagal hati
 Disfungsi sistem saraf pusat
 Gagal jantung
 Kematian

Diagnosis
Riwayat
Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien
immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:
a. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi
b. Hipotensi, oliguria, atau anuria
c. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas
d. Perdarahan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi
yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan
genital.

Laboratorium
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea
darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri,
elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi
harus dilakukan. Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,
hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan
alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum
meningkat. Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin,
penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan
hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi
akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia
diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok septik merupakan dari penatalaksanaan sepsis yang komprehensif,
mencakup eliminasi pathogen penyebab infeksi, eliminasi sumber infeksi dengan tindakan
drainase atau bedah diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi jika terjadi kegagalan
organ atau renjatan, vasopressor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ ,
gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respon imun maladaptive pejamu terhadap
infeksi.
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan segera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai
sejak pasien tiba di UGD. Tindakan mecakup airway, breathing, dan circulation terapi cairan
(kristaloid/koloid), vasopressor dan transfuse jika diperlukan.pemantauan dengan kateter vena
sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan 8-12mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)
>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kg/jam.
Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian terapi
yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas dengan oxygen
delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml
tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-
rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90
mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %,
dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan hematokrit optimal
namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila MAP < 65 mmHg,
atau frekuensi jantung >120x/menit.

Algoritma early goal directed therapy


Stepwise approach to sepsis and septic shock

You might also like