You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirih Hijau (Piper betle L.)

2.1.1 Deksripsi Tanaman

Sirih adalah salah satu jenis tumbuhan yang berasal dari family

Piperaceae, tumbuh merambat atau menjalar. Tinggi tanaman sirih bisa mencapai

5-15 meter tergantung pertumbuhan dan tempat rambatnya. Sirih memiliki batang

berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut dan beruas yang merupakan

tempat keluarnya akar. Tanaman ini memiliki daun berbentuk jantung, berujung

runcing, tumbuh berselang seling, bertangkai, teksturnya kasar jika diraba, dan

mengeluarkan bau yang aromatis. Panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm.

Warna daun sirih bervariasi, kuning, hijau sampai hijau tua. Sirih dapat tumbuh

subur didaerah tropis dengan ketinggian 300-1.000 meter diatas permukaan laut,

terutama di tanah yang banyak mengandung bahan organik dan cukup air

(Damayanti, 2003).

Gambar 2.1 Sirih hijau (Piper betle L.) (Dwivedi dan shalini, 2014)

7
8

2.1.2 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle L.

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

2.1.3 Kandungan Kimia

Kandungan kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah

minyak atsiri. Selain minyak atsiri, senyawa lain yang menentukan mutu daun

sirih adalah vitamin, asam organik, asam amino, gula, tannin, lemak, pati, dan

karbohidrat. Komposisi minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol dan turunan fenol

propenil (sampai 60%). Komponen utamanya eugenol (sampai 42,5%), karvakrol,

chavikol, kavibetol, alilpirokatekol, kavibetol asetat, alilpirokatekol asetat, sineol,

estragol, metileter, p-simen, karyofilen, kadinen, dan senyawa seskuiterpen

(Darwis, 1991). Daun sirih juga mengandung flavonoid, dimana flavonoid

merupakan senyawa polifenol yang bersifat polar sehingga mudah larut dalam

pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, dan aseton. Tannin merupakan

senyawa polifenol dari kelompok flavonoid (Alfares, 2013). Tannin berwarna

putih kekuning–kuningan sampai cokelat, bila teroksidasi akan berubah warna

menjadi cokelat atau hitam. Tannin mempunyai berat molekul antara 500 – 3000
9

g/mol. Tannin larut dalam alkohol, aseton dan air. Pada pemanasan suhu tinggi

(210 – 215ºC) akan terurai menjadi pirogallol dan CO2. Identifikasi tannin dapat

dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1% dan hasil positif akan terdapat

endapan (Elvriani, 2010).

2.1.4 Khasiat

Pada pengobatan tradisional india, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik

yang menghangatkan dan bersifat antiseptik. Kandungan eugenol pada daun sirih

mampu membunuh jamur Candida albicans, mencegah ejakulasi dini dan bersifat

analgesik. Daun sirih juga sering digunakan oleh masyarakat untuk

menghilangkan bau mulut, mengobati luka, menghentikan gusi berdarah dan

menghilangkan bau badan (Inayatullah, 2012). Flavonoid yang terkandung dalam

daun sirih hijau berfungsi sebagai antialergi, antikanker, dan antiinflamasi. Tannin

juga dikenal sebagai zat samak untuk pengawetan kulit, dimana efek tannin yang

utama yaitu sebagai astringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit

dalam kosmetika atau estetika (Alfares. 2013). Daun sirih juga memiliki khasiat

secara ilmiah sebagai antioksidan, antiulkus, antimikroba dan spasmogenik

(Shukla et al., 2015).

2.2 Kandidiasis

Keberadaan Candida sp. di dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan

patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Kandidiasis

dapat terjadi karena infeksi endogen maupun eksogen. Infeksi endogen

disebabkan oleh Candida sp. yang terdapat dalam tubuh sebagai flora normal,
10

sedangkan infeksi eksogen disebabkan oleh Candida sp. yang masuk ke dalam

tubuh dari lingkungan (Mc.Ginnis, 1998). Kandidiasis dapat dibagi menjadi

kandidiasis superfisialis, kandidiasis lokal invasif dan kandidiasis sistemik.

Kandidiasis superfisialis adalah bentuk infeksi Candida sp. yang paling sering

terjadi. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan infeksi yang terjadi terbatas di

permukaan kulit atau mukosa. Kandidiasis yang bersifat lokal dan invasif ditandai

dengan adanya ulkus pada mukosa. Ulkus ini terlihat jelas serta dasarnya tampak

granuler. Seluruh atau sebagian ulkus diselubungi oleh lapisan eksudat yang

berwarna kuning. Kandidiasis sistemik adalah infeksi Candida sp. yang mengenai

parenkim beberapa organ dalam, seperti jantung, ginjal, hepar, limpa, paru-paru,

mata dan otak. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan terbentuknya abses di

parenkim organ (Smith, 1985).

Kandidiasis dapat terjadi dari infeksi oportunistik Candida sp. dan terjadi

pada individu yang immunocompromised. Infeksi ini biasanya merupakan infeksi

nosokomial, yaitu infeksi yang berhubungan dengan atau berasal dari rumah sakit.

Infeksi oportunistik oleh Candida sp. biasanya bersifat progresif, parah dan sulit

untuk didiagnosis maupun diterapi. Di Indonesia sendiri jumlah wanita yang

mengalami kandidiasis ini sangat besar, yaitu sebanyak 70% wanita Indonesia

pernah mengalami kandidiasis paling tidak satu kali dalam hidupnya, hal ini

berkaitan erat dengan kondisi cuaca lembab yang mempermudah wanita Indonesia

mengalami kandidiasis (Sugiarto, 2012).


11

2.3 Candida albicans

2.3.1 Deskripsi Candida albicans

Candida sp. dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada

saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian atas dan mukosa genital pada

mamalia (Brown et al., 2005). Candida yang dikenal banyak menimbulkan

penyakit baik pada manusia maupun hewan adalah Candida albicans (Kumamoto

dan vinces, 2004). Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37ºC dalam kondisi

aerob atau anaerob. Pada kondisi anaerob, Candida albicans mempunyai waktu

generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi

pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Walaupun Candida albicans tumbuh

baik pada media padat namun kecepatan pertumbuhan lebih cepat pada media cair

dengan pada suhu 37ºC. Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam

dibandingkan dengan pH normal atau alkali (Biswas dan Chaffin, 2005).

Pada media Sabaroud dextrose agar atau lucose-yeast extract-peptone

water. Candida albicans berbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan

bentuk khamir dengan ukuran (3,5-6) x (6-10) µm. Koloni berwarna krem, agak

mengkilat dan halus (Lodder, 1970). Candida albicans meragikan glukosa dan

maltosa, menghasilkan asam dan gas, asam dari sukrosa dan tidak bereaksi dengan

laktosa. Peragian karbohidrat ini, bersama dengan sifat-sifat koloni dan morfologi

yang membedakan Candida albicans dari spesies Candida lainnya (Simatupang,

2009).
12

2.3.2 Klasifikasi Candida albicans

Kingdom : Fungi

Division : Thallophyta

Subdivision : Fungi

Class : Deuteromycetes

Order : Moniliales

Family : Cryptococcaceae

Genus : Candida

Species : Candida albicans (Waluyo, 2004)

Gambar 2.2 Morfologi Candida albicans (Simatupang, 2009)

Keterangan:

a. Candida albicans berbentuk oval (yeast).

b. Pertumbuhan Pseudohifa sel Candida albicans.

2.3.3 Patogensis dan Patologi Candida albicans

Sumber utama infeksi Candida adalah flora normal dalam tubuh pada

pasien dengan sistem imun yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh,

contohnya pada bayi baru lahir mendapat Candida dari vagina ibunya (pada waktu
13

lahir atau masa hamil) atau dari staf rumah sakit, dimana angka terbawanya

candida sampai dengan 58%, meskipun masa hidup spesies Candida di kulit

sangat pendek. Transmisi Candida antara staf rumah sakit dengan pasien, pasien

dengan pasien biasanya muncul pada unit khusus, contohnya unit luka bakar, unit

geriatri, unit hematologi, unit bedah, Intensive Care Unit dewasa dan neonatus

dan unit transplantasi. Infeksi Candida dapat terjadi apabila terdapat faktor

predisposisi baik endogen maupun eksogen (Simatupang, 2009). Faktor endogen

meliputi perubahan fisiologik, umur, imunologik (imunodefisiensi), sedangkan

faktor eksogen meliputi iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit, kebiasaan

berendam kaki dalam air yang terlalu lama memudahkan masuknya jamur

(Simatupang, 2009).

Pada penyuntikan intravena terhadap tikus atau kelinci, suspensi padat

Candida albicans menyebabkan abses yang tersebar luas, khususnya di ginjal, dan

menyebabkan kematian kurang dari satu minggu. Secara histologik, berbagai lesi

kulit pada manusia menunjukkan peradangan. Beberapa menyerupai pembentukan

abses sedangkan yang lainnya menyerupai granuloma menahun. Kadang-kadang

ditemukan sejumlah besar Candida dalam saluran pencernaan setelah pemberian

antibiotika oral, misalnya tetrasiklin, tetapi hal ini biasanya tidak menyebabkan

gejala. Candida dapat dibawa oleh aliran darah ke organ lainnya termasuk selaput

otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap disini dan menyebabkan abses-abses

kecuali bila inang lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita

dengan imunitas seluler yang lemah, misalnya mereka yang menerima kemoterapi
14

kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau keadaan-keadaan lain (Simatupang,

2009).

2.4 Uji Aktivitas Antifungi Candida albicans Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau

(Piper betle L.)

Keberadaan fungi Candida sp. di dalam tubuh dapat menyebabkan

keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Salah

satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antifungi adalah daun sirih hijau

(Piper belte L.). Penentuan aktivitas daun sirih hijau (Piper belte L.) sebagai

antifungi dapat dilakukan dengan metode difusi disk. Metode difusi disk

dilakukan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi

agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami

mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Zona bening

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen

antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Mani dan Boominathan (2011), fraksi etanol daun sirih hijau

memiliki zona hambat sebesar 7,2 mm terhadap jamur Candida albicans.

2.5 Ekstraksi Maserasi

2.5.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solute) antara dua

pelarut yang tidak saling bercampur dengan tujuan untuk memperoleh ekstrak

murni (Achmadi, 1992). Menurut Harborne (1987), ekstraksi merupakan proses


15

penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut

tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu

dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Prinsip ekstraksi

menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak dikontakkan

dengan pelarut selama selang waktu tertentu, sehingga komponen yang akan

diekstrak akan terlarut dalam pelarut. Terdapat dua jenis ekstraksi yang dikenal

yaitu dengan menggunakan panas dan tanpa pemanasan. Pembagian jenis

ekstraksi dapat juga dilakukan menurut pelarut yang digunakan. Pada pembagian

ini, ekstraksi dibagi menjadi ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi

tunggal adalah teknik ekstraksi pada bahan secara langsung menggunakan satu

jenis pelarut, sedangkan ekstraksi bertingkat adalah ekstraksi dengan beberapa

pelarut organik yang tingkat kepolarannya berbeda-beda (Malthaputri, 2007).

2.5.2 Maserasi

Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan merendam

serbuk simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan. Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana

yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup

rapat kemudian diaduk berulang–ulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke

seluruh permukaan simplisia (Ansel, 2008). Pada teknik maserasi, cairan penyari

akan masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan diluar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan

konsentrasi rendah melalui proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai


16

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel.

Selama proses maserasi, dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari

setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Gandjar

dan Rohman, 2007). Keuntungan metode ini adalah prosedur dan peralatan yang

digunakan sederhana, metode ekstraksi tidak dipanaskan sehingga bahan alam

tidak menjadi terurai. Ekstraksi dingin seperti maserasi memungkinkan banyak

senyawa terekstraksi, meskipun ada beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas

pada pelarut ekstraksi pada suhu ruang (Heinrich et al., 2004).

2.6 Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)

Salah satu media yang biasanya digunakan untuk pembiakan jamur in vitro

adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA). SDA memiliki banyak kegunaan, di

antaranya untuk menentukan apakah suatu kosmetik mengandung mikroba atau

suatu makanan mengandung jamur, sehingga dapat membantu mendiagnosa

infeksi jamur. Kandungan SDA terdiri dari 40 g dekstrosa, 15 g agar, 5 g cernaan

enzimatik kasein, serta 5 g cernaan enzimatik jaringan hewan. Kandungan

dekstrosa merupakan sumber energi, agar sebagai bahan pemadat, dan dua

kandungan terakhir berperan dalam menyediakan kebutuhan nitrogen serta

vitamin untuk pertumbuhan organisme. Kandungan dekstrosanya yang tinggi dan

pHnya yang asam juga menyebabkan SDA hanya dapat digunakan sebagai media

pembiakan jamur-jamur tertentu salah satunya Candida albicans. Pada media

SDA, jamur akan nampak sebagai koloni-koloni putih (Aslim, 2014).


17

2.7 Metode Difusi Disk

Metode difusi disk merupakan cara yang paling umum digunakan untuk

menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini

digunakan suatu cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat

menampung zat anti mikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada

lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu

dan waktu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Hasil

pengamatan yang diperoleh dengan menggunakan difusi disk akan memperoleh

ada atau tidaknya zona hambatan yang akan terbentuk di sekeliling zat

antimikroba pada waktu masa inkubasi tertentu (Heinrich et al., 2004). Pada

umumnya, hasil yang didapat bisa diamati setelah inkubasi 18-24 jam pada suhu

37ºC. Kelebihan dari metode difusi disk yaitu mudah dilakukan, tidak

memerlukan peralatan khusus, dan relatif murah (Pelczar, 1988). Metode difusi

disk juga dapat menafsirkan apakah agen antimikroba yang diujikan memiliki

kemampuan penghambatan yang mirip dengan kontrol positif yang digunakan.

Efektivitas suatu zat antimikroba dapat dilihat berdasarkan tabel berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan (Cockerill et al., 2012)

No Kode Zona hambat (mm)

1 (+++) Susceptible ≥20


2 (++) Intermediate 15-19
3 (+) Resistant ≤14

You might also like