You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan


keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan
sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek
kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan
terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni
(orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada
pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling
dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara
terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya
alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara
lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya
malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu
penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya.
Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya
tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya
moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi.

Masalah korupsi politik di Indonesia terus menjadi berita utama


(headline) hampir setiap hari di media Indonesia dan menimbulkan banyak
perdebatan panas dan diskusi sengit. Di kalangan akademik para
cendekiawan telah secara terus-menerus mencari jawaban atas pertanyaan
apakah korupsi ini sudah memiliki akarnya di masyarakat tradisional pra-
kolonial, zaman penjajahan Belanda, pendudukan Jepang yang relatif
singkat (1942-1945) atau pemerintah Indonesia yang merdeka berikutnya.

1
Permasalahan korupsi merupakan permasalahan serius dalam suatu
bangsa dan merupakan kejahatan yang luar biasa serta dapat
menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak
tahun 1998, masalah pemberantasan dan pencegahan korupsi telah
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sebagai salah satu agenda reformasi, tetapi hasil yang dicapai belum sesuai
dengan yang diharapkan. Hal ini berdampak semakin melemahkan citra
Pemerintah dimata masyarakat, yang tercermin dalam bentuk
ketidakpercayaan masyarakat, ketidakpatuhan masyarakat terhadap
hukum, dan bertambahnya jumlah angka kemiskinan absolut. Apabila
tidak ada perbaikan yang berarti, maka kondisi tersebut akan sangat
membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa.

Cukup banyaknya peraturan perundang-undangan mengenai


korupsi yang dibuat sejak tahun 1957, sebenarnya memperlihatkan
besarnya niat bangsa Indonesia untuk memberantas korupsi hingga saat
ini, baik dari sisi hukum pidana material maupun hukum pidana formal
(hukum acara pidana). Namun demikian, masih ditemui kelemahan yang
dapat disalahgunakan oleh pelaku korupsi untuk melepaskan diri dari jerat
hukum.

Terlepas dari kuantitas peraturan perundang-undangan yang


dihasilkan, permasalahan utama pemberantasan korupsi juga berhubungan
erat dengan sikap dan perilaku. Struktur dan sistem politik yang korup
telah melahirkan apatisme dan sikap yang cenderung toleran terhadap
perilaku korupsi. Akibatnya sistem sosial yang terbentuk dalam
masyarakat telah melahirkan sikap dan perilaku yang permisif dan
menganggap korupsi sebagai suatu hal yang wajar dan normal.

Akan tetapi, yang tak kalah memprihatinkan adalah dampak


korupsi bagi pembentukan sikap pandang masyarakat sehari-hari.
Ditengarai, masyarakat dewasa ini cenderung tidak berkeberatan atau
setidaknya abai tentang perilaku korupsi. Akibatnya, kondisi yang serba

2
abai ini akan dapat menjelma menjadi serba mengijinkan (permisif).
Lama-kelamaan kondisi sosial ini akan berpotensi memberi ruang
pembenaran bahkan kesempatan bagi pelaksanaan korupsi. Karena,
bukannya menjadi sumber nilai-nilai yang benar, baik dan pantas, kondisi
sosial yang serba mengijinkan ini justru akan dapat menimbulkan
kekaburan patokan nilai-nilai. Akibatnya korupsi pun menjadi hal yang
biasa

Masalah suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama
terjadi dalam masyakat. Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang
berpengaruh atau pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang berhubungan dengan jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya
memberikan suap agar keinginannya tercapai untuk mendapatkan

keuntungan dan agar terbebas dari suatu hukuman atau proses


hukum. Orang yang paling banyak di suap adalah pejabat di lingkungan
birokrasi pemerintah yang mempunyai peranan penting untuk memutuskan
sesuatu umpamanya dalampemberian izin ataupun pemberian proyek
pemerintah.Suap sering diberikan kepada para penegak hukum seperti
polisi, jaksa, dan hakim. Suap juga ditemukan dalam penerimaan pegawai,
promosimaupun mutasi, bahkan saat ini suap disinyalir telah merambah ke
dunia pendidikan baik dalam tahap peneriman mahasiswa/siswi baru,
kenaikan kelas, kelulusan bahkan untuk mendapatkan nilai tertentu dalam
ujian mata pelajaran atau mata kuliah.

Hal itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu,


sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung.
Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain
kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak
berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada
titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu
mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi

3
sebuah negara yang maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang
cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, rumusan masalah yang kami


angkat yaitu :

1. Apa definisi korupsi?

2. Bagaimana ciri – ciri dan jenis – jenis korupsi?

3. Bagaiaman tentang Korupsi dalam berbagai perspektif?

4. Apa hakekat suap menyuap dan korupsi?

5. Apa tinjaun historis pemberian suap sebagai kejahatan jabatan?

6. Bagaimana bisa timbul korupsi?

7. Apa saja upaya – upaya pemberantasan suap dalam korupsi

8. Bagaiaman kondisi korupsi di indonesia saat ini?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui tentang suap menyuap dalam korupsi

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui definisi korupsi

b. Untuk mengetahui ciri – ciri dan jenis – jenis korupsi

c. Untuk mengetahui Korupsi dalam berbagai perspektif

d. Untuk mengetahui hakekat suap menyuap dan korupsi

4
e. Untuk mengetahui tinjaun historis pemberian suap sebagai
kejahatan jabatan

f. Untuk mengetahui sebab akibat korupsi

g. Untuk mengetahui upaya – upaya pemberantasan suap dalam


korupsi

h. Untuk mengetahui kondisi korupsi di indonesia saat ini

D. Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang definisi korupsi.

2. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang . ciri – ciri dan jenis –


jenis korupsi

3. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang Korupsi dalam


berbagai perspektif

4. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang hakekat suap menyuap


dan korupsi

5. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang tinjaun historis


pemberian suap sebagai kejahatan jabatan

6. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang sebab akibat korupsi

7. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang upaya – upaya


pemberantasan suap dalam korupsi

8. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang kondisi korupsi di


indonesia saat ini

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KORUPSI

Korupsi merupakan perbuatan tidak jujur atau penyelewengan


yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Korupsi berasal dari kata
latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut
adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral,
kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidak jujuran atau kecurangan. Dengan
demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah
atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi
kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption;
Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa
Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.

Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah


penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual
korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih
lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai
karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-
violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile),
ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan
(concealment).Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang
lebih merujuk kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah
penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk
maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang
diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah
tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah
penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang
menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri

6
sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih
mahal.Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan
Negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari
berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau
pelanggaran Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma etika
pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang
buruk.

B. CIRI – CIRI DAN JENIS – JENIS KORUPSI

1. Ciri – Ciri Korupsi

a. Selalu melibatkan lebih dari satu orang. Inilah yang membedakan


antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
b. Pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang
melatarbelakangi perbuatan korupsi tersebut.
c. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
d. Berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan
atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
f. Pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan
publik atau pada masyarakat umum.
g. Setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
mereka yang melakukan tindakan tersebut.
h. Dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan
kepentingan umum dibawah kepentingan pribadi.
i. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
j. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam masyarakat.

2. Jenis Korupsi

7
Menurut buku KPK (KPK, 2006:19), tindak pidana korupsi
dikelompokkan menjadi 7 macam. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut :
a. Perbuatan yang Merugikan Negara
Perbuatan yang merugikan negara, dapat dibagi lagi menjadi 2
bagian yaitu :
1) Mencari keuntungan dengan cara melawan Hukum dan merugikan
negara. Korupsi jenis ini telah dirumuskan dalam Pasal Undang –
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang –
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU PTPK) :
(1) ”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan yang paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
(2) ”Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang di
maksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu,
pidana mati dapat dijatuhkan.”
2) Menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan
merugikan negara. Penjelasan dari jenis korupsi ini hampir sama
dengan penjelasan jenis korupsi pada bagian pertama, bedanya hanya
terletak pada unsur penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau
sarana yang dimiliki karena jabatan atau kedudukan. Korupsi jenis
ini telah diatur dalam Pasal 3 UU PTPK sebagai berikut ;
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

8
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, di pidana dengan pidan penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
tahun dan denda paling sedikit 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
b. Suap – Menyuap
Suap – menyuap yaitu suatu tindakan pemberian uang atau
menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya. Contoh ; menyuap pegawai negei yang karena
jabatannya bisa menguntungkan orang yang memberikan suap,
menyuap hakim, pengacara, atau advokat. Korupsi jenis ini telah
diatur dalam UU PTPK :
a. Pasal 5 ayat (1) UU PTPK;
b. Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PTPK;
c. Pasal 5 ayat (2) UU PTPK;
d. Pasal 13 UU PTPK;
e. Pasal 12 huruf a PTPK;
f. Pasal 12 huruf b UU PTPK;
g. Pasal 11 UU PTPK;
h. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK;
i. Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PTPK;
j. Pasal 6 ayat (2) UU PTPK;
k. Pasal 12 huruf c UU PTPK;
l. Pasal 12 huruf d UU PTPK.
c. Penyalahgunaan Jabatan
Dalam hal ini yang dimaksud dengan penyalahgunaan jabatan adalah
seorang pejabat pemerintah yang dengan kekuasaan yang
dimilikinya melakukan penggelapan laporan keuangan,
menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain
menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan

9
diri sendiri dengan jalan merugikan negara hal ini sebagaiamana
rumusan Pasal 8 UU PTPK.
Selain undang-undang tersebut diatas terdapat juga ketentuan pasal –
pasal lain yang mengatur tentang penyalahgunaan jabatan, antara
lain:
a. Pasal 9 UU PTPK;
b. Pasal 10 huruf a UU PTPK;
c. Pasal 10 huruf b UU PTPK;
d. Pasal 10 huruf c UU PTPK.
d. Pemerasan
Berdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi
menjadi 2 yaitu :
1) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang
lain atau kepada masyarakat. Pemerasan ini dapat dibagi lagi
menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan dasar hukum dan definisinya
yaitu :
a) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah
karena mempunyai kekuasaan dan dengan kekuasaannya itu
memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan
sesuatu yang menguntungkan dirinya. Hal ini sesuai dengan
Pasal 12 huruf e UU PTPK;
b) Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada
seseorang atau masyarakat dengan alasan uang atau
pemberian ilegal itu adalah bagian dari peraturan atau
haknya padahal kenyataannya tidak demikian. Pasal yang
mengatur tentang kasus ini adalah Pasal 12 huruf e UU
PTPK.
2) Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai
negeri yang lain. Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK.

e. Korupsi yang berhubungan dengan Kecurangan

10
Yang dimaksud dalam tipe korupsi ini yaitu kecurangan yang
dilakukan oleh pemborong, pengawas proyek, rekanan TNI / Polri,
pengawas rekanan TNI / Polri, yang melakukan kecurangan dalam
pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian
bagi orang lain atau terhadap keuangan negara atau yang dapat
membahayakan keselamatan negara pada saat perang. Selain itu
pegawai negeri yang menyerobot tanah negara yang mendatangkan
kerugian bagi orang lain juga termasuk dalam jenis korupsi ini.
Adapun ketentuan yang mengatur tentang korupsi ini yaitu :
a. Pasal 7 ayat 1 huruf a UU PTPK;
b. Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PTPK;
c. Pasal 7 ayat (1) huruf c UU PTPK;
d. Pasal 7 ayat (2) UU PTPK;
e. Pasal 12 huruf h UU PTPK;
f. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan
barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau
perusahaan. Orang atau badan yang ditunjuk untuk pengadaan
barang atau jasa ini dipilih setelah melalui proses seleksi yang
disebut dengan tender.
Pada dasarnya proses tender ini berjalan dengan bersih dan jujur.
Instansi atau kontraktor yang rapornya paling bagus dan penawaran
biayanya paling kompetitif, maka instansi atau kontraktor tersebut
yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang menyeleksi tidak boleh
ikut sebagai peserta. Kalau ada instansi yang bertindak sebagai
penyeleksi sekaligus sebagai peserta tender maka itu dapat
dikategorikan sebagai korupsi. Hal ini diatur dalam Pasal 12 huruf i
UU PTPK sebagai berikut ;
”Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,

11
seluruh atau sebagian di tugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.”
g. Korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi (Hadiah)
Yang dimaksud dengan korupsi jenis ini adalah pemberian hadiah
yang diterima oleh pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dan
tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak
diterimanya gratifikasi. Gratifikasi dapat berupa uang, barang,
diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya
pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK dan Pasal 12C
UU PTPK, yang menentukan :
“Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut di dugabahwa hadiah, tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
jabatannya.”

C. KORUPSI DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF

Dalam perspektif agama korupsi dipandang sebagai suatu


perbuatan yang sangat tercela. Dalam perspektif ajaran islam, korupsi
termasuk perbuatan fasad atau perbuatan yang merusak kemslahatan,
kemanfaatan hidup, dan tatanan kehidupan. Pelakunya dikategorikan
melakukan jinayah kubro (dosa besar). Dalam konteks ajaran islam yang
lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip
keadilan (al-‘adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab.
Dalam agama Buddha korupsi didasari oleh keserakahan dan
berakar pada kebodohan batin. Jika seseorang memiliki pandangan benar
tidak mungkin ia bertindak bodoh. Ia akan menyadari semua itu tidak

12
kekal. Kemudian juga karena faktor lingkungan pergaula yang kurang
bagus sehingga mendukung munculnya perilaku korup. Korupsi juga
dianggap melanggar Pancasila Buddhis sila ke 2 yaitu mengambil barang
yang tidak di berikan yang dapat dicontohkan mencuri, merampok,
termasuk pula korupsi karena memenuhi syarat pelanggaran sila ke 2 yaitu
adanya subjek (pelaku), keinginan mencuri, objek (Negara, perusahaan,
masyarakat, dsb) dan kejadian nyata perpindahan kepemilikan (hasil yang
diambil).
Menurut agama hindu mengenai Korupsi, baik yang dilakukan
sendiri-sendiri apalagi dilakukan kolektif secara terang-terangan atau
terselubung adalah perbuatan dosa yang dalam filsafat Hindu melanggar
Trikaya Parisudha. Seorang koruptor, paling tidak sudah melanggar empat
dari sepuluh larangan Hyang Widhi (Tuhan) yaitu: Tan Mamandung, Tan
Ujar Ahala, Satya Wacana dan Mamituhwa ri hananing karma-phala.
Seorang koruptor dikatakan mamandung, karena mengambil atau
menerima sesuatu yang bukan hak; dikatakan ujar ahala, karena
berbohong; dikatakan tidak satya wacana, karena melanggar sumpah
jabatan. Para koruptor adalah orang-orang yang pada hakikatnya tidak
percaya pada hukum Hyang Widhi, karma-phala. Korupsi tidak hanya
melanggar Dharma Agama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi juga
melanggar Dharma Negara, kesetiaan dan bakti kepada negara, nusa-
bangsa.
Menurut agama Kristen, Tuhan Yesus sudah memberi teladan bagi
kita bagaimana hidup yang berarti bagi orang lain yaitu melalui jalan salib.
Sekarang, kita pun diundang mengikutiNya. Yesus Kristus dalam
pengajaranNya, menyatakan “Berbahagialah orang yang menderita oleh
sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.”
(Matius 5:10). “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah
dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman:”Aku
sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan
meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5). Sumbangan agama Kristen yang

13
paling berharga bagi moral anti-suap adalah memproyeksikan Tuhan
sebagai contoh hakim yang adil. Tuhan tak akan korupsi atau terpengaruh
oleh hadiah atau kedudukan seorang terdakwa. Seorang hakim yang adil
dan tak berpihak, tidak akan memperoleh berkat (baca: materi) dari si
pemberi suap di dunia fana, melainkan dari Tuhan.
Dalam perspektif sosial korupsi dipandang suatu perbuatan yang
dapat meningkatkan angka kemiskinan, perusakan moral bangsa,
hilangnya rasa percaya terhadap pemerintah, akan timbul kesenjangan
dalam pelayanan umum dan menurunnya kepercayaan pemerintah dalam
pandangan masyarakat. Dalam sistem ini, menerima sesuatu dari rakyat,
walaupun untuk rakyat itu sendiri harus berkorban dan menderita, tanpa
diketahui oleh rakyat itu sendiri mereka telah diperlakukan tidak adil oleh
oknum-oknum korupsi yang tidak bertanggung jawab, merupakan
perbuatan tercela dan penerimaan itu jelas dapat dimasukkan sebagai
perbuatan korupsi.
Dalam perspektif budaya korupsi dipandang suatu perbuatan yang
akan membentuk pandangan buruk terhadap reputasi negara, dan secara
perlahan akan memutus budaya luhur bangsa. Almarhum Dr. Mohammad
Hatta yang ahli ekonomi pernah mengatakan bahwa korupsi adalah
masalah budaya. Pernyataan bung Hatta tersebut dapat diartikan bahwa
korupsi di Indonesia tidak mungkin diberantas kalau masyarakat secara
keseluruhan tidak bertekad untuk memberantasnya.
Masalah hukum dapat ditangani dengan hukum, sedangkan
masalah budaya tentu saja ditangani dengan tindakan – tindakan dibidang
kebudayaan juga. Inilah hal yang tidak mudah. Berbeda kalau masyarakat
secara keseluruhan sudah menganut ukuran yang sama dalam hal rasa
keadilan, maka usaha pengenalan dan pengendalian korupsi akan jauh
lebih mudah.
Dalam perspektif teknologi korupsi dipandang sebagai sesuatu
yang dapat menghambat perkembangan teknologi yang ada,

14
penyalahgunaan tindakan yang merugikan negara, dan terorisme yang
terus merajalela.
Dalam perspektif hukum korupsi menimbulkan pandangan ketidak
konsistenan terhadap hukum yang berlaku, timbul pandangan bahwa
hukum bisa diperjual belikan, kepercayaan masyarakat terhadap hukum
menurun, timbul gambaran orang-orang yang berkuasa dan kaya sebagai
pemilik hukum, timbul pemikiran bahwa hukum terlalu bobrok, dan
timbul rasa ketidakadilan didalam diri masyarakat.
Dalam perspektif politik korupsi dapat mempersulit demokrasi dan
tata cara pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses
formal, sistem politik akan terganggu cenderung tidak dipercaya oleh
masyarakat, akan timbul aklamasi-aklamasi untuk menguatkan kekuatan
politik (menjaga keberlangsungan korupsi) dan akan timbul
ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga politik.
Dalam perspektif ekonomi korupsi berdampak pada pembangunan
infrastruktur yang tidak merata, tidak sesuai dengan yang dianggarkan
sebelumnya. Pemerataan pendapatan yang buruk, membuat pengusaha
asing takut untuk berinvestasi di Indonesia, pendapatan negara mengalami
penurunan dan membuat beban lebih berat pada masyarakat.
Korupsi dalam perspektif pancasila
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dalam hal ini jelas perilaku tindak pidana korupsi ini tidak
mencerminkan perilaku tersebut karena perilaku tindak pidana korupsi
adalah perilaku yang tidak percaya dan taqwa kepada Tuhan. Dia
menafikan bahwa Tuhan itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar.
b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam sila ini perilaku tindak pidana korupsi sangat melanggar bahkan
sama sekali tidak mencerminkan perilaku ini, seperti mengakui
persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, gemar

15
melakukan kegiatan kemanusiaan serta membela kebenaran dan
keadilan.
c. Sila persatuan indonesia
Tindak pidana dan tipikor bila dilihat dalam sila ini, pelakunya itu
hanya mementingkan pribadi, tidak ada rasa rela berkorban untuk
bangsa dan Negara, bahkan bisa dibilang tidak cinta tanah air karena
perilakunya cenderung mementingkan nafsu, kepentingan pribadi atau
kasarnya kepentingan perutnya saja.
d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyarawatan perwakilan
Dalam sila ini perilaku yang mencerminkannya seperti, mengutamakan
kepentingan Negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak,
keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat martabat manusia dan
keadilannya. Sangat jelaslah bahwa tindak pidana korupsi tidak pernah
ada rasa dalam sila ini.
e. Keadilan sosial bagi seluruh bangsa indonesia
Rata-rata bahkan sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi itu, tidak
ada perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
gotong royong, adil, menghormati hak-hak orang lain, suka memberi
pertolongan, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak
melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, serta tidak
ada rasa bersama-sama untuk berusaha mewujudkan kemajuan yang
merata dan keadilan sosial.
Jadi semua perilaku korupsi itu semuanya melanggar dan tidak
mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya ideologi
bangsa ini. Selain bersifat mengutamakan kepentingan pribadi, juga tidak
adanya rasa kemanusiaan, keadilan, saling menghormati, saling mencintai
sesama manusia, dan yang paling riskan adalah tidak ada rasa ‘percaya dan
taqwa’ kepada Tuhan Yang Maha Esa.

16
D. HAKEKAT SUAP MENYUAP DAN KORUPSI

Seseorang yang terlibat dalam perbuatan suap-menyuap


sebenarnya harus malu apabila menghayati makna dari kata suap yang
sangat tercela dan bahkan sangat merendahkan martabat kemanusiaan,
terutama bagi si penerima suap.
Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang
artinya adalah “begging” (mengemis) atau “vagrancy” (penggelandangan).
Dalam bahasa Latin disebut briba, yang artinya “a piece of bread given to
beggar” (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam
perkembangannya bribe bermakna “sedekah” (alms), “blackmail”, atau
“extortion” (pemerasan) dalam kaitannya dengan “gifts received or given
in order to influence corruptly” (pemberian atau hadiah yang diterima atau
diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau korup).
Suap-menyuap bersama- sama dengan penggelapan dana-dana
publik (embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau
bentuk dasar dari tindak pidana korupsi. Korupsi sendiri secara universal
diartikan sebagai bejat moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda
(depravity, perversion, or taint); suatu perusakan integritas, kebajikan, atau
asas-asas moral (an impairment of integrity, virtue, or moral principles).
Kriminalisasi terhadap tindak pidana korupsi, termasuk suap-
menyuap, mempunyai alasan yang sangat kuat sebab kejahatan tersebut
tidak lagi dipandang sebagai kejahatan konvensional, melainkan sebagai
kejahatan luar biasa (extraordinary crime), karena karakter korupsi yang
sangat kriminogin (dapat menjadi sumber kejahatan lain) dan viktimogin
(secara potensial dapat merugikan pelbagai dimensi kepentingan).

E. TINJAUN HISTORIS PEMBERIAN SUAP SEBAGAI KEJAHATAN


JABATAN

17
Pemberian suap bagi kalangan Pegawai Negeri berdasarkan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk dalam kategori
kejahatan jabatan. Menurut Victor M. Situmorang adalah kejahatan yang
dilakukan oleh pegawai negeri/pejabat dalam pekerjaannya dan kejahatan
mana termasuk salah satu perbuatan pidana yang tercantum dalam Bab
XXVIII Buku Kedua KUHP. Kejahatan jabatan yang berkaitan dengan
suap hanya 3 (tiga) pasal saja yang diatur dalam KUHP.
Tabel 1
Pemberian suap
No. Pasal Pemberi Rupa Suap Penerima Suap Maksud Suap
Suap
1. Pasal Barang siapamemberi atau kepada seorang dengan maksud
209 menjanjikan pejabat menggerakkannya
KUHP sesuatu untuk berbuat atau
tidak berbuat
sesuatu dalam
jabatannya yang
bertentangan dengan
kewajibannya
Barang memberi kepada seorang karena atau
siapa sesuatu pejabat berhubung dengan
sesuatu yang
bertentangan dengan
kewajiban,
dilakukan atau tidak
dilakukan dalam
jabatannya

18
2. Pasal Barang siapamemberi atau Kepada seorang dengan maksud
210 menjanjikan hakim untuk
KUHP sesuatu mempengaruhi
putusan tentang
perkara yang
diserahkan
kepadanya
untuk diadil
Barang memberi atau kepada seorang dengan maksud
siapa menjanjikan yang menurut untuk
sesuatu ketentuan mempengaruhi
undangundang nasihat atau
ditentukan pendapat yang akan
menjadi penasihat diherikan
atau adviseur berhubung dengan
untuk menghadiri perkara yang
sidang atau diserahkan kepada
pengadilan pengadilan untuk
diadili.

Tabel 2
Penerima suap
No Pasal Penerima suap Perbuatan
1 Pasal 419 Seorang pejabat menerima hadiah atau janji padahal
KUHP diketahui atau sepatutnya harus
diduganya., hahwa hadiah atau
janji itu diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya,
atau yang menurut pikiran orang
yang memberi hadiah atau janji itu

19
ada hubungandengan jabatannya
2 Pasal 419 pegawai negeri menerima hadiah atau janji padahal
KUHP diketahuinya bahwa hadiah atau
janji itu diberikan untuk
menggerakkannya supaya
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
pegawai negeri yang menerima hadiah mengetahui
bahwa hadiah itu diberikan sebagai
akibat. atau oleh karena si
penerima telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya

F. SEBAB AKIBAT KORUPSI

Di lingkungan masyarakat Asia, selain mekarnya kegiatan


pemerintah yang dikelola oleh birokrasi, terdapat pula ciri spesifik dalam
birokrasi itu sendiri yang menjadi penyebab meluasnya korupsi.
Kebanyakan model birokrasi yang terdapat di Negara-Negara Asia
termasuk Indonesia adalah birokrasi patrimonial. Adapun kelemahan yang
melekat pada birokrasi seperti ini antara lain tidak mengenal perbedaan
antara lingkup “pribadi” dan lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan
timbulnya ketidakmampuan membedakan antara kewajiban perorangan
dan kewajiban kemasyarakatan atau perbedaan antara sumber milik
pribadi dan sumber milik pemerintah.Selain itu, yang patut diperhatikan
ialah korupsi yang bermula dari adanya konflik loyalitas diantara para
pejabat publik. Pandangan-pandangan feodal yang masih mewarnai pola
perilaku para birokrat di Indonesia mengakibatkan efek konflik loyalitas.

20
Para birokrat kurang mampu mengidentifikasi kedudukannya sendiri
sehingga sulit membedakan antara loyalitas terhadap keluarga, golongan,
partai atau pemerintah.
Akibat yang paling nyata dari merajalelanya korupsi di tingkat
teknis operasional adalah berkembangnya suasana yang penuh tipu-
muslihat dalam setiap urusan administrasi. Seandainya saja kita meneliti
secara cermat, banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi,
seperti : munculnya pola-pola kejahatan terorganisasi, lambannya tingkat
pelayanan karena pelayanan harus ditembus oleh uang sogok atau
pengeruh personal, berbagai sektor pembangunan menjadi lumpuh karena
alat kontrol untuk mengawasinya tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Kelesuan juga menyelimuti dunia swasta karena mereka tidak lagi melihat
pembagian sumberdaya masyarakat secara adil. Hal ini sejalan dengan
pendapat Myrdal (1977 : 166-170), bahwa :
1. Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang
menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan
kurang tumbuhnya pasaran nasional.
2. Permasalahan masyarakat majemuk semakin dipertajam oleh korupsi
dan bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Juga
karena turunnya martabat pemerintah, tendensi-tendensi itu turut
membahayakan stabilitas politik.
3. Karena adanya kesenjangan diantara para pejabat untuk memancing
suap dengan menyalahgunakan kekuasaannya, maka disiplin sosial
menjadi kendur, dan efisiensi merosot.
Dengan demikian, akibat-akibat korupsi itu tidak hanya bisa
ditelaah secara teoritis tetapi memang banyak dialami oleh masyarakat
yang melemah oleh korupsi. Dan korupsi itu sendiri bisa menghancurkan
keberanian orang untuk berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang
tinggi. Bahkan kerusakan oleh korupsi yang sudah menjelma menjadi
kerusakan pikiran, perasaan, mental dan akhlak dapat membuahkan

21
kebijakan-kebijakan yang sangat tidak masuk akal. Sehingga terjadilah
ketidakadilan dan kesenjangan yang sangat besar.

G. UPAYA – UPAYA PEMBERANTASAN SUAP DALAM KORUPSI

Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab


korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya,
dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
menangkalnya, yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang
berlaku.
2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya
fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi
tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-
komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara
programatis dan sistematis.
4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur
politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga
lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat
ditutup.
5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas,
sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi
diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan)
harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap
penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap
tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-
prinsip keadilan.

22
7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-
khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan
hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika
memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai
kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan
dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas


tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :

1. Upaya pencegahan (preventif).

a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan


mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan
teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan
memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan
ada jaminan masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja
yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki
tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang
efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta
jawatan di bawahnya.
2. Upaya penindakan (kuratif).

23
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana.

3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa

a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan


kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.

b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.

c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari


pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.

d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang


penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek
hukumnya.

e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan


berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat luas.

4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah


yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di
Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen
untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat
untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21
Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki
pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.

Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang


bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh

24
TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia
yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004
menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul
Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada
2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia.
IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia,
Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya,
Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

H. KONDISI KORUPSI DI INDONESIA SAAT INI

Sudah berbulan-bulan media massa memberitakan tentang kasus


korupsi. Dari pemberitaan itu, terlihat jelas sangat banyak elit dan
pemimpim kita yang terlibat korupsi. Mulai elit di pusat pemerintahan
nasional hingga daerah. Demikian pula melibatkan elit politik DPR RI,
birokrat, dan pengusaha.
Berita yang sangat mengejutkan, bahkan Akil Mochtar (Ketua
Mahkamah Konstitusi) tertangkap tangan melakukan korupsi. Suatu
lembaga yang sangat terhormat dengan kekuasaan yang sangat besar,
justru terbukti melakukan tindakan Korupsi.
Sebagai mana diketahui, fungsi dan wewenang Mahkamah
Konstitusi adalah: Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang keputusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan lembaga
Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum. Berkewajiban memberi keputusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau
Wakil Presiden menurut UUD 1945.

25
Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam: Menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga
negara, berkewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus
pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu, dan
berbagai kekuasaan yang sangat urgen bagi kepentingan Nasional.
Dengan wewenangnya yang luar biasa, sudah seharusnya,
Mahkamah konstitusi bisa menjaga diri dari berbabagai kelemahan,
terlebih lagi terhadap korupsi. Tetapi kenyataannya, Mahkamah konstitusi
terlarut kedalam pusaran masalah korupsi. Sehingga korupsi telah meraja
lelah disemua sector kehidupan, baik di Yudikatif, Eksekutif, dan di
Legislatif. Sehingga tidak salah kalau dikatakan, bahwa Indonesia berada
dalam kondisi, “Darurat Korupsi”.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa hampir semua lini kehidupan
di Indonesia dewasa ini, harus diselesaikan dengan “Sogokan dan berbagai
uang pelican” lainnya. Mulai dari mengurus KTP (Kartu Tanda Penduduk)
di Kelurahan, mengurus SIM (Surat Izin Mengemudi), KK (Kartu
Keluarga), masuk sekolah, sampai urusan yang besar, seperti
memenangkan tender suatu proyek, ataupun untuk promosi; dan lain
sebagainya. Semuanya membutuhkan sogokan dan uang pelicin. Sehingga
tidak salah kalau para investor yang mau menanamkan modalnya ditanah
air harus melalui semua proses tadi. Akibatnya biaya investasi yang
tertulis tidak sebanding dengan real cost (biaya nyata) yang harus dibayar,
karena panjangnnya birokrasi dan semua tahap harus mengeluarkan uang.
Akhirnya, para investor malam untuk menanamkan modalnya di Tanah
Air, dan berpindah ke negara tetangga seperti Malaysia, misalnya kasus
pendirian RIM pabrik BlackBerry.
Untuk membasmi korupsi dan pungutan liar tersebut, sangat tidak
mudah bahkan mustahil, karena kondisi ini telah berurat berakar dan telah
menjadi budaya. Padahal untuk kemajuan suatu bangsa di zaman modern,
budaya korupsi dan pungutan liar menjadi penghambat yang sangat besar
untuk kemajuan.

26
27
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Korupsi merupakan perbuatan tidak jujur atau penyelewengan


yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. korupsi adalah
penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual
korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi

Ciri korupsi yaitu Selalu melibatkan lebih dari satu orang. Inilah
yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan dan
mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau
wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu serta perbuatan
korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam
masyarakat
Jenis Korupsi sebagai berikut ;

a. Perbuatan yang Merugikan Negara


b. Suap – Menyuap
c. Penyalahgunaan Jabatan
d. Pemerasan
e. Korupsi yang berhubungan dengan Kecurangan
f. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan
g. Korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi (Hadiah)
Semua perilaku korupsi itu semuanya melanggar dan tidak
mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya ideologi
bangsa ini. Selain bersifat mengutamakan kepentingan pribadi, juga tidak
adanya rasa kemanusiaan, keadilan, saling menghormati, saling mencintai
sesama manusia, dan yang paling riskan adalah tidak ada rasa ‘percaya dan
taqwa’ kepada Tuhan Yang Maha Esa.

28
Kriminalisasi terhadap tindak pidana korupsi, termasuk suap-
menyuap, mempunyai alasan yang sangat kuat sebab kejahatan tersebut
tidak lagi dipandang sebagai kejahatan konvensional, melainkan sebagai
kejahatan luar biasa (extraordinary crime)

Pemberian suap bagi kalangan Pegawai Negeri berdasarkan Kitab


Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk dalam kategori
kejahatan jabatan.

Kebanyakan model birokrasi yang terdapat di Negara-Negara Asia


termasuk Indonesia adalah birokrasi patrimonial. Adapun kelemahan yang
melekat pada birokrasi seperti ini antara lain tidak mengenal perbedaan
antara lingkup “pribadi” dan lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan
timbulnya ketidakmampuan membedakan antara kewajiban perorangan
dan kewajiban kemasyarakatan atau perbedaan antara sumber milik
pribadi dan sumber milik pemerintah.
kerusakan oleh korupsi yang sudah menjelma menjadi kerusakan
pikiran, perasaan, mental dan akhlak dapat membuahkan kebijakan-
kebijakan yang sangat tidak masuk akal. Sehingga terjadilah ketidakadilan
dan kesenjangan yang sangat besar.
Upaya-upaya untuk mengatasi korupsi yaitu ada upaya preventif,
penindakan, edukasi ke masyarakat/mahasiswa, dan edukasi LSM.

kondisi korupsi telah berurat berakar dan telah menjadi budaya.


Padahal untuk kemajuan suatu bangsa di zaman modern, budaya korupsi
dan pungutan liar menjadi penghambat yang sangat besar untuk
kemajuan.

B. Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak


dini. Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Dan sikap
yang di miliki seseorang itu bereda beda Untuk para pembrantas korupsi

29
lebih di pertegas dan untuk para korupsi, jangan harap nyaman duduk
menikmati hasil korupsi, tuhan pasti membalas semua kejahatan kita
trimakasih.

30

You might also like