You are on page 1of 5

KASUS : IBU MELAHIRKAN MENINGGAL, BIDAN DAPAT UANG

Splitting Fee Pada Bidan

TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR


SURYA.co.id | TULUNGAGUNG - Selain masalah susu formula, bidan di Tulungagung kerap
melanggar SOP dalam penanganan ibu melahirkan. Sebagai contoh, ibu yang akan
melahirkan,seharusnya ditunggu 24 jam hingga bukaan maksimal. Jika ada masalah medis atau
faktor penyulit lain, baru kemudian pasien dirujuk ke rumah sakit.
Namun, yang terjadi, para bidan kerap merujuk pasien yang sebenarnya tidak pantas dirujuk.
Rujukannya pun tidak ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), melainkan ke rumah sakit bersalin
(RSB) tertentu. Ternyata mereka juga punya motif ekonomi di balik rujukan itu.

“Sering kami dapatkan rekam medik ibu-ibu hamil yang tidak seharusnya dirujuk, nyatanya tetap
dirujuk. Dugaan kami, ada fee yang diterima bidan dari RSB rujukan. Lagi-lagi ini bicara masalah
uang,” keluh Edy.

Rujukan ke RSUD dr Iskak Tulungagung banyak dihindari, karena bidan tidak mendapat apa-apa
jika merujuk pasien ke sini. Meski Forum Peduli KIA menganggap penanganan ibu melahirkan di
RSUD masih yang terbaik.

Temuan lainnya, mayoritas ibu yang dirujuk berakhir di meja operasi. Padahal, secara medik, tidak
ada alasan untuk operasi. Semua temuan itu sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan.

DEPOK, JAWA BARAT


POJOKJABAR.com, DEPOK – Di dunia kesehatan dewasa ini soal memberikan fee ke bidan saat
rujukan ke rumah sakit (RS) ketika melahirkan, sudah tidak awam. Praktek bisnis laten seperti itu
sudah menjadi persaingan tiap rumah sakit swasta, tak terkecuali di Kota Depok. Di dunia
kesehatan dewasa ini soal memberikan fee ke bidan saat rujukan ke rumah sakit (RS) ketika
melahirkan, sudah tidak awam. Praktek bisnis laten seperti itu sudah menjadi persaingan tiap
rumah sakit swasta, tak terkecuali di Kota Depok.

Berdasarkan investigasi Harian Radar Depok, tiap rumah sakit dalam memberikan fee kepada
bidan beragam. Mulai dari Rp1,2 juta hingga Rp2 juta setiap ibu yang ingin dilakukan caesar.
Makin besar fee yang diberikan, makin banyak bidan yang merujuk ke rumah sakit tersebut.

“Ini bisnis. Karena saat ini setiap rumah sakit swasta ingin mendapatkan pelayanan operasi caesar
yang memang umumnya dirujuk dari bidan,” ungkap sales marketing di salah satu rumah sakit
swasta, SL kepada Radar Depok.

Menurut SL, setiap rumah sakit sudah memiliki langganan bidan yang dirujuk, saat tidak sanggup
melakukan persalinan (Harus diceasar). Pemberian imbalan tersebut semata-mata hanya ingin
bidan tidak berpaling saat memberikan rujukan caesar.

Hal seperti ini sudah tidak awam kalau di dunia kesehatan, khususnya bidan dan rumah sakit.
“Biasanya setiap mendapatkan pasien melahirkan secara caesar. Bidan, kata dia mendapatkan fee
sebesar Rp1,2-Rp2 juta,” bebernya.

Jangan heran adanya praktek ini, menurut pria berambut kelimis ini malah rumah sakit besar bisa
lebih dari itu. Rumah sakit itu, sambungnya memiliki grade standar pelayanan: A, B dan C. Kalau
grade A bisa lebih dari Rp.2 juta malah.

“Malah sampai ada yang sampi Rp3 juta,” tegas pria bekulit sawo itu.

Salah satu Pemilik Rumah Sakit, (YT) membenarkan, adanya kerjasama antara bidan dengan
dokter tersebut. Namun, pembayaran itu tidak masuk ke rumah sakit. Pasalnya, memang setiap
pasien yang dirujuk oleh bidan menggunakan BPJS Kesehatan.

Sehingga, semua tindakan dicover dan tidak mengeluarkan biaya apapun. Jika pasien
menginginkan naik kelas dan obat-obatan paten, barulah dikenakan charge sesuai dengan kelas
ruangan dan tindakan serta obatnya.

“Kalau pasien BPJS tidak bayar kok kerumah sakit, tapi kalau soal pasien bayar diawal itu
urusannya dengan bidan,” ujarnya.

YT mengungkapkan, bahkan kondisi pasien yang akan melahirkan dibuat seakan-akan dramatis.
Pernah suatu ketika, pasien masuk ke rs dengan BPJS Kesehatan. Si bidan memberikan
diagnosanya ke dokter yang ada dirumah sakit. Kebetulan tidak diperiksa lagi dan langsung
dicaesar.

Pas dikeluarin bayinya prematur, karena masih tujuh bulan dan belum saatnya dilahirkan.
Semenjak itu setiap pasien yang dirujuk dari bidan, semua dokter harus mengecek ulang. Agar
kondisi bayi yang dilahirkan bisa selamat dan ibunya juga selamat.

“Oknum bidan yang seperti ini maunya uang pasien tapi tidak memikirkan kondisi pasien,”
tuturnya kesal. (pojokjabar.com)

PURWAKARTA, JAWA TENGAH


Permasalah muncul dari bidan-bidan nakal itu, diantaranya dalam melayani pasien yang akan
melakukan persalinan, bidan desa kerap kali langsung memberi surat rujukan ke salah satu Rumah
Sakit Ibu dan Anak di Purwakarta agar dilakukan operasi caesar. Padahal menurut laporan warga,
sebenarnya persalinan dapat dilakukan secara normal.

"Rujukan untuk operasi caesar disinyalir karena bidan desa dijanjikan fee sebesar 30 persen per
pasien jika merujuk pasien bersalin ke Rumah Sakit tersebut," ujar Dedi di Bale Nagari
Purwakarta, Rabu (11/5). Selain izin praktik Bidan, sanksi serupa juga akan dilakukan terhadap
Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran kode etik tersebut.

"Pertama, kita harus membuktikan dahulu kebenaran kelakuan bidan desa tersebut. Kalau benar
terjadi maka saya cabut izin praktik kebidanannya sekarang juga," ujar Dedi geram.
Dedi menambahkan, pekerjaan bidan adalah yang istimewa apalagi jika statusnya sudah PNS,
karena bidan juga mendapat penghasilan tambahan dari praktiknya diluar jam kerja.

"Mereka itu diperbolehkan untuk melakukan praktik diwilayahnya. Artinya ada penghasilan
tambahan. Kalau masih berharap fee dari hasil merujuk pasien. Kalau mereka terbukti maka telah
melakukan gratifikasi dan bisa dibawa ke ranah hukum," tambah Dedi.

Saat ditanya warga mana yang mengeluhkan praktik nakal yang dilakukan oleh Bidan Desa. Dedi
mengatakan dia menerima SMS Center dari salah seorang warga Maracang bernama Teruna
Purwadestian (27). Dalam laporan tersebut Teruna merasa aneh saat bidan desa langsung merujuk
istrinya ke salah satu Rumah Sakit Ibu dan Anak tanpa diperiksa sendiri oleh bidan tersebut.

"Tiba-tiba ada Ambulance, lalu bidan meminta istri saya naik ke Ambulance karena harus dirujuk
ke Rumah Sakit untuk menjalani operasi caesar. Padahal istri saya melahirkan secara normal," ujar
Teruna Purwadestian, saat dihubungi.

Sementara menurut Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Purwakarta Yeyet atau akrab
disapa 'Mamih' pihaknya masih menelusuri kebenaran kabar yang menyatakan bidan mendapatkan
fee dari Rumah Sakit tertentu. Kalau pun ada, dirinya berdalih bahwa perbuatan tidak terpuji
tersebut dilakukan oleh oknum bidan nakal. Secara Institusi dia meyakinkan semua pihak bahwa
tidak semua bidan melakukan tindakan yang merupakan pelanggaran kode etik itu.

1. Kasus Rujukan Ibu Melahirkan


Tak ada seorang pun ibu yang ingin melahirkan anaknya berakhir dengan kematian
si bayi. Yang lebih menyedihkan, kematian itu karena kelalaian bidan yang menangani
persalinan.

Kasus itu terjadi di Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Kala itu, Chori
Hariyani, yang sedang hamil tua, mendatangi Klinik Fitria pada 3 Januari 2009.

Di klinik itu, Chori ditangani oleh bidan Desi Sarli, apoteker Siska Malasari, dan bidan
Cici Kamiarsih. Dalam pemeriksaan itu, bidan Desi memberikan dua obat gastrul untuk
merangsang Chori melahirkan. Obat itu didapati dari Cici.

Keesokan harinya, Chori datang lagi ke klinik itu karena merasa akan melahirkan. Bidan
Desi dan Siska lalu menyiapkan persalinan. Tidak berapa lama, kepala jabang bayi keluar
dari mulut rahim, tapi seluruh badan bayi tidak kunjung keluar.

Mendapati hal itu, bidan Desi melapor ke dokter jaga. Proses melahirkan itu kemudian
dirujuk ke RS Marnaini Asri. Di rumah sakit itu, si bayi bisa dilahirkan, tapi meninggal
tidak berapa lama kemudian.
Atas kematian itu, keluarga Chori tidak terima dan memproses kejadian itu ke jalur hukum.
Kasus pun bergulir ke pengadilan.

Hakim Agung Prof Dr Surya Jaya Beberkan Kesalahan dr Ayu Dkk

Pada 30 Maret 2011, Pengadilan Negeri (PN) Padang menjatuhkan hukuman kepada bidan
Desi selama 1 tahun penjara dan Siska selama 8 bulan penjara. Adapun Cici dibebaskan.

Vonis itu kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Padang pada 10 Agustus 2011. Atas
bebasnya terdakwa, jaksa lalu mengajukan kasasi dan dikabulkan.

"Mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum terhadap terdakwa Desi dan
Siska. Menyatakan keduanya melakukan kelalaian hingga menyebabkan kematian dan
menjatuhkan hukuman penjara masing-masing selama 1 tahun bagi Desi dan 8 bulan bagi
Siska," ujar majelis hakim sebagaimana dilansir website MA, Kamis (29/12/2016).

Duduk sebagai ketua majelis Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Surya Jaya dan Sri
Murwahyuni. Dalam kasus itu, Cici dibebaskan.

Menurut majelis, kesalahan Desi adalah memberikan obat gastrul sebanyak 2 butir.
Padahal, sebagai bidan, ia tidak berhak membuat resep obat keras. Kesalahan kedua adalah
Desi dan Siska mengulur-ulur waktu proses melahirkan. Sang jabang bayi dibiarkan macet
di mulut rahim hingga 6 jam lamanya.

"Desi mengatakan kepada keluarga Chori, 'Tunggu saja, sebentar lagi akan lahir karena
kepala bayi sudah keluar dan rambutnya terlihat tebal'. Padahal kenyatannya tidak
demikian. Justru stamina dan kesehatan Chori dan calon bayinya berada dalam keadaan
genting dan sekarat," ucap majelis dengan suara bulat.

Kesalahan lainnya adalah obat gastrul mengakibatkan ketuban pecah, sehingga air ketuban
habis, dan bayi mengalami masalah serius.
"Sangat jelas kelalaian dan ketidakprofesionalan para terdakwa dalam melakukan proses
persalinan sehingga menyebabkan Chori berada dalam keadaan berbahaya dan
menyebabkan meninggalnya bayi," putus majelis ada 17 Juni 2015.
(adf/asp)

Analisis

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa bidan telah melakukan pelanggaran wewenang
penanganan rujukan yang harus diberikan kepada pasien, bidan memberikan obat yang seharusnya
tidak diberikan karena proses kelahiran terjadi dengan alamiah bukan memberikan obat-obatan
yang merangsang untuk melakukan persalinan secara cepat.
Sumber : https://news.detik.com/berita/d-3383095/petaka-persalinan-yang-antar-bidan-
ke-bui ( diakses pada tanggal 19/10/2017 pukul 20.30)

Analisis

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa bidan telah melakukan pelanggaran wewenang
penanganan rujukan yang harus diberikan kepada pasien, bidan memberikan obat yang seharusnya
tidak diberikan karena proses kelahiran terjadi dengan alamiah bukan memberikan obat-obatan
yang merangsang untuk melakukan persalinan secara cepat.

Kasus Tindak Pindana dalam UU 36 tahun 2009 tentang kesehatan.


1. Dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaaan gawat darurat, pasal 190
2.

You might also like