Professional Documents
Culture Documents
Bab 2
Tinjauan Materi
3. Abortus
Aborsi secara bahasa adalah pengguguran kandungan janin. Aborsi juga bisa diartikan
dengan penghentian kehamilan secara spontan atau rekayasa.
a. Pihak yang pro menyatakan bahwa aborsi adalah menghentikan kehamilan yang tidak
diinginkan.
b. Pihak yang anti aborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang
tidak bersalah.
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Ada 3 pandangan dalam menanggapi abortus: pandangan koservatif, moderat, dan liberal.
1. Pandangan Koservatif
Dalam situasi apapun abortus tidak boleh dilakukan ,termasuk dengan alasan penyelamatan,
misal bila kehamilan dilanjutkan maka menyebabkan ibu meninggal dunia.
2. Pandangan Moderat
Merupakan suatu prima facia kesalahan moral, dan penentangan abortus dapat diabaikan
dengan suatu pertimbangan moral yang kuat. Contoh bila abortus dilakukan selama tahap
pre-sentience (sebelum fetus mempunyai kemampuan merasakan), abortus pada hasil
pemerkosaan , kegagalan kontrasepsi.
3. Pandangan Liberal
Secara moral diperbolehkan atas dasar permintaan. Ini mengganggap bahwa fetus belum
menjadi manusia. Fetus hanyalah sekelompok sel-sel yang menempel di dinding rahim
wanita. Secara genetic fetus dapat diangap sbg bakal manusia, tetapi secara moral fetus bukan
manusia.
Di Indonesia tind abortus dilarang sejak tahun 1918 menurut KUHP dlm pasal 346-349
dinyatakan bahwa : barang siapa melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan
keguguran atau matinya kandungan dapat dikenai penjara.
4. Eutanasia
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos" (maut,
kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Hippokrates pertama kali
menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-
300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang
mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu".
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri"
ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan.
Eutanasia dalam dunia modern
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di
wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai
diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan
pula oleh beberapa negara bagian.
Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung
dilakukannya eutanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan
di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia
agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan
di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang
bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang
sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan
eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu
"program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita
keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup
mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak
diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.
Eutanasia dalam ajaran Islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak
seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada
manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS
22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak
ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati
demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS
2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS
4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan
demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien)
disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
6. Transplantasi organ
Pelaksanaan transplantasi organ di Indonesia diatur dalam peraturan pemerintah No.18 tahun
1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi alat dan atau
jaringan tubuh, merupakan pemindahan alat/jar tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
Tindakan transplantasi tdk menyalahi semua agama dan kepercayaan asalkan penentuan saat
mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan.
2. Evaluasi Kelompok
Tujuan evaluasi kelompok untuk mempertahankan konsistensi kualitas asuhan keperawatan
yg baik, yg merupakan tanggung jawab etis. Evaluasi kelompok dapat dilakukan secara
formal dan informal. Evaluasi secara informal contoh dg observasi langsung saat tindakan
atau mengamati perilaku sesama rekan. Masalah etika muncul saat perawat mengamati rekan
kerjanya yg berperilaku tidak sesuai standar. Evaluasi kelompok secara formal merupakan
tanggung jawab etis perawat dan organisasi profesi Dasar untuk melakukan evaluasi asuhan
keperawatan adalah standar praktek keperawatan yg digunakan untuk mengevaluasi proses
Dasar untuk evaluasi perawatan klien digunakan kriteria hasil. Secara Formal metode
evaluasi kelompok meliputi konfrensi yang membahas berbagai hal yang diamati, wawancara
dg klien atau staf, observasi langsung pada klien dan audit keperawatan berdasarkan catatan
klien.
2. Deontologi
Kata ini deontologi berasal dari kata Yunani untuk tugas (Deon) dan ilmu (atau
studi) (logo). Dalam filsafat moral kontemporer, deontologi adalah salah satu jenis teori
normatif tentang yang pilihan secara moral diperlukan, dilarang, atau diperbolehkan. Dengan
kata lain, deontologi jatuh dalam domain teori moral yang membimbing dan menilai pilihan
kita tentang apa yang harus kita lakukan (teori deontic), berbeda dengan (aretaic [kebajikan]
teori) yang - fundamental, setidaknya - membimbing dan menilai apa jenis orang (dalam hal
karakter) kita dan harus. Dan dalam domain tersebut, deontologists - orang yang
berlangganan teori deontologi moralitas - berdiri dalam oposisi terhadap consequentialists.
Berbeda dengan teori konsekuensialis, teori deontologi menilai moralitas dari pilihan dengan
kriteria yang berbeda dari negara urusan pilihan-pilihan membawa. Secara kasar,
deontologists dari semua garis berpendapat bahwa beberapa pilihan tidak bisa dibenarkan
oleh efek mereka - bahwa tidak peduli seberapa baik secara moral konsekuensi mereka,
beberapa pilihan secara moral dilarang. Pada rekening deontologis moralitas, agen tidak bisa
membuat pilihan yang salah tertentu, bahkan jika dengan melakukan sehingga jumlah pilihan
yang salah akan diminimalkan (karena agen lain akan dilarang untuk berkecimpung dalam
pilihan yang salah yang serupa). Untuk deontologists, apa yang membuat pilihan yang tepat
adalah sesuai dengan norma moral. Norma-norma tersebut harus ditaati oleh masing-masing
hanya agen moral; seperti norma-keepings tidak dimaksimalkan oleh agen masing-masing.
Dalam hal ini, untuk deontologists, Kanan memiliki prioritas di atas yang Baik. Jika suatu
tindakan yang tidak sesuai dengan Hak, tidak dapat dilakukan, tidak peduli baik itu mungkin
menghasilkan (termasuk bahkan Baik yang terdiri dari bertindak sesuai dengan Kanan). Fry,
1991. Deontologi ada 5 prinsip:
a) Kemurahan hati
b) Keadilan
c) Otonomi
d) Kejujuran
e) Ketaatan
3. Intiuotiosom
Pendekatan ini menyatakan pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal yang benar
dan salah. Hal tersebut terlepas dari pemikiran rasional atau irasionalnya suatu keadaan.
Contoh: seorang perawat sudah tentu mengtahui bahwa menyakiti pasien merupakan tindakan
yang tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi kepada perawat karena sudah
mengacu pada etika dari seorang perawat yang diyakini dapat membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk untuk dilakukan.
2. Mengidentifikasi konflik
Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri
yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta
penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga
mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri.
Konflik yang terjadi adalah :
a. Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien.
b. Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-
masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu
dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau
meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun
apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas
kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.
Bab 3
Kasus Etika Kesehatan
3.1 Kasus Abortus
Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun,
Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan.
Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.
Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter
merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan
telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya
diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya.
Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang
dapat dilakukan. Dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya,
sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya
yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada
perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu:
“apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya
anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa
diundur dulu suster”
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,
“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi”
“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”
“yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…”
“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.”
Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan
operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu
suster”, perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa
penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M.
Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi
dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi.
Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu
tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha”
dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan
pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak
untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan
dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A
menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh
menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja”
dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan
operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa
hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi
ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit
(pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang
tejadi pada Ny.M dan akan mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam
pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit.
Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full,
yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak
individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting
juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan
memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting
adalah perlu dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita
sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun
keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan.
5. Tinjauan dari standar praktek dan SOP
Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus
dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan
dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi
harus dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang
akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi
dan memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan
baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus
dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di
ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui.
Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk
dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter
akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif
pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat
primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat
membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat
memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang
dilakukan.
Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi
dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan
informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak
dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap
sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik
pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.