You are on page 1of 20

PESTISIDA ORGANOKLORIN

MATA KULIAH TOKSIKOLOGI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 10
RIFKI RIPALDI 1513353030
CITA AMANDA RIANI 1513353008
ICHA CITA ANTANA 1513353015
KIKI KURNIAWATI 1513353018
LIDYA YULISA 1513353019
NIA RISKI AMBARWATI 1513353020
HIMMA RIDHAYATI 1513353014
NUGRAHENI SETIA N. 1513353023
YULINAR 1513353039
ANDRI WIDARA 1513353006

POLTEKKES TANJUNGKARANG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan ke khadirat Allah swt atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Pestisida Organoklorin “.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari pengajar mata kuliah Toksikologi.
Dalam Penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan -
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini, Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga besar DIV
Analis Kesehatan tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta
pengertian yang besar kepada penyusun.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Sumedang, 14 Desember 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................2
Daftar Isi.......................................................3

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...............................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................4
1.3 Tujuan.......................................................5

BAB II Tinjauan Pustaka


2.1 Deskipsi.....................................................6
2.2 Klasifikasi Pestisida Organoklorin...................................................................8
2.3 Sifat dan Cara kerja pestisida organoklorin.....................................................9
2.4 Mekanisme Keracunan.....................................................................................9
2.5 Metode dan Sampel pemeriksaan...................................................................13

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan..................................................18

Dafta Pustaka...................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan sektor pertanian telah mengakibatkan peningkatan
pencemaran lingkungan oleh bahan kimia buatan manusia. Di antara polutan-
polutan tersebut, terdapat polutan organik yang disebut organoklorin.
Organoklorin merupakan polutan yang bersifat persisten dan dapat
terbioakumulasi di alam serta bersifat toksik terhadap manusia dan makhluk hidup
lainnya. Organoklorin tidak reaktif, stabil, memiliki kelarutan yang sangat tinggi
di dalam lemak, dan memiliki kemampuan degradasi yang rendah (Ebichon dalam
Soemirat, 2005).
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti
pembunuh,jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau
mengendalikanberbagai hama. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat
yangdapatbersifatracun,menghambatpertumbuhan/perkembangan,tingkahlaku,per
kembangbiakan,kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat
mandul, sebagai pengikat,penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT.
Sedangkan menurut The United State Federal Environmental Pestiade Control
Act, Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk
memberantas atau mencegah gangguan serangga,binatang pengerat, nematoda,
cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus,
bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya.Atau
semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengaturpertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman. Terdapat berbagai jenis pestisida salah satunya
adalah Hidrokarbon Berklor. Kelompok senyawa ini sering sisebut sebagai
organoklorin walaupun penamaannya kurang tepat karena didalamnya termasuk
fosfatorganik yang mengandung klor.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang yang dimaksud dengan pestisida organoklorin?

4
2. Bagaimana klasifikasi pestisida organoklorin ?
3. Bagamana sifat dan cara kerja pestisida organoklorin ?
4. Bagaimana mekanisme keracunan pestisida organoklorin ?
5. Bagaimana metode pemeriksaan pestisida organoklorin ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi pestisida organoklorin.
2. Mengetahui klasifikasi pestisida organoklorin.
3. Mengetahui sifat dan cara kera pestisida organoklorin.
4. Mengetahui mekanisme keracunan pestisida organoklorin.
5. Mengetahui sampel yang digunakan pada pemeriksaan pestisida
organoklorin
6. Mengetahui metode pemeriksaan pestisida organoklorin

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi

Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk
mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang
mengerat, nematode, gulma, virus, mikroorganisme lainnya yang dianggap hama
kecuali virus, bakteri atau mikroorganisme lainnya yang terdapat pada manusia
dan hewan. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk
membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Disamping itu pestisida dalam
budidaya pertanian dapat memperbaiki tampilan produk pertanian. Akan tetapi
disis lain pestisida dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan. Sehingga dapat meningkatkan polutan di lingkungan,
diantara polutan-polutan tersebut terdapat polutan organik yang disebut
organoklorin.

Organoklorin termasuk ke dalam golongan pestisida yang bagus dan


ampuh, namun memiliki banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai
pestisida, sifat persistensinya sangat menguntungkan untuk mengontrol hama.
Terdapat pula kemungkinan terjadinya bioakumulasi dan biomagnifikasi.
Dikarenakan karakteristiknya yang sulit terbiodegradasi dan kelarutannya yang
tinggi dalam lemak, organoklorin dapat terakumulasi dalam jaringan hewan yang
prosesnya disebut biokonsentrasi. Biomagnifikasi dapat terjadi pada hewan yang
terlibat dalam rantai makanan. Pestisida jenis ini masih digunakan di negara-
negara berkembang, terutama di daerah khatulistiwa. Hal ini dikarenakan
harganya yang sangat murah, keefektifannya, dan persistensinya. Kebanyakan
negara berkembang terletak di daerah yang beriklim tropis dimana pada umumnya

6
memiliki temperatur dan curah hujan yang tinggi. Iklim yang seperti itu dapat
membuat perpindahan residu melalui udara dan air secara cepat dan akhirnya
berkonstribusi terhadap kontaminasi global. Organoklorin merupakan polutan
yang bersifat persisten dan dapat terbioakumulasi di alam serta bersifat toksisk
terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Organoklorin tidak reaktif, stabil,
memiliki kelarutan yang sangat tinggi di dalam lemak, dan memiliki kemampuan
degradasi yang rendah (Ebichon dalam Soemirat, 2005). Organoklorin termasuk
ke dalam golongan pestisida yang bagus dan ampuh, namun memiliki banyak
dampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai pestisida, sifat persistensinya sangat
menguntungkan untuk mengontrol hama. Terdapat pula kemungkinan terjadinya
bioakumulasi dan biomagnifikasi. Dikarenakan karakteristiknya yang sulit
terbiodegradasi dan kelarutannya yang tinggi dalam lemak, organoklorin dapat
terakumulasi dalam jaringan hewan yang prosesnya disebut biokonsentrasi.
Biomagnifikasi dapat terjadi pada hewan yang terlibat dalam rantai makanan.
Pestisida jenis ini masih digunakan di negara-negara berkembang, terutama di
daerah khatulistiwa. Hal ini dikarenakan harganya yang sangat murah,
keefektifannya, dan persistensinya. Kebanyakan negara berkembang terletak di
daerah yang beriklim tropis dimana pada umumnya memiliki temperatur dan
curah hujan yang tinggi. Iklim yang seperti itu dapat membuat perpindahan residu
melalui udara dan air secara cepat dan akhirnya berkonstribusi terhadap
kontaminasi global. Proporsi pestisida yang akan mencapai target, seperti hama,
ditemukan tidak lebih dari 0,3% dari yang diaplikasikan, sedangkan 99% lainnya
akan berada di lingkungan.

Salah satu jenis Pestisida yang umum digunakan di Indonesia adalah


golongan organoklorin (Tarumingkeng, 1992). Kelompok Pestisida organoklorin
mulai diperkenalkan pemerintah pada pertanian sejak awal 1950 (Untung dalam
Sudaryanto et al., 2007). DDT digunakan selama program pemberantasan
penyakit malaria sebanyak 2600 ton/tahun selama tahun 1974 – 1982 khususnya
di Pulau Jawa (UNIDO, 1984). Organoklorin dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
diklorodifenil etan (contoh : DDT, DDD, portan, metosiklor, dan metioklor),
siklodin (contoh : aldrin, dieldrin, heptaklor, klordan, dan endosulfan), dan
sikloheksan benzene terklorinasi (contoh : HCB, HCH, dan lindan). Organoklorin

7
merupakan pencemar utama dalam golongan Persistent Organic Pollutant yang
sedang dipermasalahkan di dunia akibat sifatnya yang toksik kronis, persisten dan
bioakumulatif (Zhou et al., 2006). Dalam jangka waktu 40 tahun, organoklorin
masih ditemukan di lingkungan dan biota, dan terdistribusi secara global bahkan
ke daerah terpencil di mana organoklorin tidak pernah digunakan.

Sejak akhir 1990, semua jenis Pestisida organoklorin sudah dilarang


penggunaannya di Indonesia. Namun karena harganya yang murah, mudah
digunakan, dan efektif membasmi hama, maka beberapa jenis organoklorin seperti
DDT masih digunakan di Indonesia, selain karena kurangnya ketegasan peraturan
dan hukum yang berlaku.

2.2 Klasifikasi Pestisida Organoklorin

Organoklorin Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif


rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat
mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada
tahun 1874 ditemukan DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang
sarjana kimia dari Jerman. Pada tahun 1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata
sangat membahayakan bagi kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan
residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai
makanan. DDT sangat stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan
hewan. DDT merupakan racun non sistemik, racun kontak dan racun perut serta
sangat persisten di lingkungan. Organokhlorin atau disebut “Chlorinated
hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk
kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-
diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.

Kelompok Komponen
Cyclodienes Aldrin, Chlordan, Dieldrin, Heptachlor,
endrin, Toxaphen, Kepon, Mirex.
Hexachlorocyclohexan Lindane
Derivat Chlorinated-ethan DDT

8
Aldrin, dieldrin dan endrin ditemukan pada tahun 1949 dan dikenal
dengan julukan “The Drins” ketiganya termasuk siklodien organoklorin yang
tidak banyak atau tidak digunakan. Dikofol ditemukan pada tahun 1956
merupakan akarisida kontak , non sistemik dan digunakan untuk mengendalikan
tungau dari genus-genus panonychus, tetranychus dan brevipalpus pada berbagai
tanaman.LD50 oral (tikus) sebesar 578 mg/kg – 595 mg/kg; LD50 dermal >
5.000mg/kg;LC50 inhalasi >5 mg/l udara;NOEL 5 mg/kg/hari; ADI 0,002 mg/kg
bb dan DT50 selama 60-100 hari.Endosulfan ditemukan pada tahun 1956 bersifat
non sistemik serta bertindak sebagai racun kontak dan racun perut. Efektif
mengendalikan serangga dan tungau. LD50 oral sebesar 70 mg/kg; LD50 dermal
> 4000 mg/kg; LC50 inhalasi 0,0345 mg/l udara; NOEL 15 mg/kg diet; ADI
0,006 mg/kb bb. Gamma HCH ditemukan pada tahun 1942, dengan nama
kimianya hexachlorocyclohexane atau biasa disebut lindan. LD50 oral (tikus) 88-
270 mg/kg LD50 dermal 900-1000 mg/kg;LC inhalasi >1,56 mg/l udara ; NOEL
(tikus) 25 mg/kg/hari; ADI 0,001 mg/kg/bb. (Panut,2008;Sartono,2002).

2.3 Sifat dan cara kerja Pestisida Organoklorin


Pada aplikasinya organoklorin bersifat non sistemik yaitu tidak diserap
oleh jaringan tanaman tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman disebut
dengan insektisida kontak. Disamping itu organoklorin juga sebagai racun kontak,
insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga lewat kulit dan ditranformasikan
ke bagian tubuh serangga tempat insektisida aktif bekerja (susunan saraf). Racun
lambung atau racun perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran
jika termakan serta masuk kedalam organ pencernaannya. Racun inhalasi
merupakan insektisida yang bekerja lewat sistem pernapasan.Racun pernapasan
adalah insektisida yang mematikan serangga karena mengganggu kerja organ
pernapasan (misalnya menghentikan kerja otot yang mengatur
pernapasan)sehingga serangga mati akibat tidak bisa bernapas.

2.4 Mekanisme Keracunan


Toksisitas/daya racun adalah sifat bawaan pestisida yang menggambarkan
potensi pestisida untuk menimbulkan kematian langsung pada hewan dan

9
manusia.Pada serangga organoklorin membuka saluran ion natrium di neuron,
menyebabkan serangga akan secara spontan mengalami kejang dan akhirnya
kematian. Adapun cara kerja organoklorin lainnya adalah dengan terjadinya
gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan terjadinya hiperaktivitas,
gemetaran, kejang-kejang dan akhirnya terjadi kerusakan syaraf dan otot serta
kematian. Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan
ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia
beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit
yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita
keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau
bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti,karena efek
racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada
tubuh),mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan
teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).Apabila organoklorin
menginhibisi enzim kholinesterase pada sistem syaraf pusatreseptor muskarinik
dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer, hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Berdasarkan Toksisitasnya dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Sangat toksik ,aldrin, endosulfan, dieldrin.
2. Toksik sederhana,Clordane, DDT,lindane, heptaklor.
3. Kurang toksik Benzane hexacloride (BHC).
Bahan pencemar senyawa organoklorin jenis PCBs
Polikhorobiphenil (PCB) adalah suatu senyawa suatu senyawa
organoklorin yang mempunyai sifat racun yang sama dengan peptisida dan
mempunyai sifat yang persisten atau sukar di pecah dialam di alam. Seperti halnya
peptisida dan PCB , poliaromatik hidrokarbon merupakan polusi yang dapat
memberikan efek yang negative terhadap suatu perairan dengan kata lain akan
mempengaruhi kualitas air suatu perairan. Ciri-ciri PCBs sebagai berikut; dapat
berbentuk cairan atau padat, tidak berwarna dan kuning muda.Disamping itu
PCBs mudah menguap dan mungkin hadir sebagai uap air di udara dan tidak
diketahui bau maupun rasanya. PCBs yang masuk ke lingkungan adalah dalam

10
bentuk gabungan komponen individu chlorinated biphenyl, yang dikenal sebagai
congenercongener artinya sama dengan tidak murni.
1). Kategori toksisitas
Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal
dan besar yang berfungsi sebagi informasi
a. Kategori I
Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak
dengan gambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang
sangat beracun. Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai
LD 50 yang aktif dengan kisaran antara 0-50 mg perkg berat badan.
b. Kategori II
Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa
pestisida mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral
yang akut mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.
c. Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini
ialah semua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui
mulut berkisar antara 500-5000 mg per kg berat badan.(Anshari,2010; Panut
2008,Priyanto,2007;A.Adiwisastra,1985)
Keracunan DDT tidak saja disebabkan oleh daya toksis DDT itu sendiri tetapi
larutan yang dipakai seperti minyak tanah dapat menyebabkan lebih beratnya
tingkat keracunan. Tandatanda keracunan organoklorin: keracunan pada dosis
rendah, si penderita merasa pusingpusing,mual, sakit kepala, tidak dapat
berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-
kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.
2).Toksisitas terhadap susunan saraf
Organoklorin merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia, peka
terhadap perangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor, dan
kejang-kejang. Beberapa zat kimia ini menginduksi fasilitasi dan hipereksitasi
pada taut sinaps dan taut neuromuskuler yang mengakibatkan pelucutan berulang
pada neuron pusat, neuron sensorik, dan neuron motorik. Organofosfat dan
karbamat menghambat AChE. Biasanya neurotransmiter ACh dilepaskan pada

11
sinaps itu. Sekali impuls saraf disalurkan, ACh yang dilepas dihidrolisis oleh
AChE menjadi asam asetat dan kolin di tempat itu. Sewaktu terpajan OP dan
karbamat, AChE dihambat sehingga terjadi akumulasi ACh. ACh yang ditimbun
dalam SSP akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang, dll. Dalam
sistem saraf autonom akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinasi tanpa sadar,
bronkokonstriksi,miosis, dll. Akumulasinya pada taut neuromuskuler akan
mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleks,
dan paralisis. Penghambatan AChE yang diinduksi oleh karbamat dapat pulih
dengan mudah, sedangkan pajanan berikutnya terhadap senyawa OP biasanya
lebih sulit pulih.
3). Karsinogenisitas
Organofosfat umumnya tidak bersifat karsinogenik, kecuali senyawa yang
mengandung halogen, misalnya tetraklorinvos. Karbamat sendiri juga tidak
bersifat karsinogenik. Tetapi bila ada asam nitrit, karbaril terbukti dapat
membentuk nitrosokarbaril yang bersifat karsinogenik.Organoklorin yang diuji
semuanya telah terbukti menginduksi hepatoma pada mencit.
4). Teratogenisitas dan Efek pada Fungsi Reproduksi
Pada akhir tahun 1960-an, muncul berbagai artikel yang melaporkan
berbagai jenis efek teratogen dan efek reproduksi akibat karbaril pada anjing.
Penelitian pada tikus yang diberi karbaril tidak membuktikan adanya efek pada
berbagai fungsi reproduksi dan tidak ada teratogen.Pestisida lain yang dilaporkan
mempunyai efek teratogen ialah fungisida ditiokarbamat.
5). Efek buruk lain
Efek khusus karbaril pada ginjal dilaporkan terjadi pada sekelompok
sukarelawan manusia yang diberi karbaril dengan dosis 0,12 mg/kg setiap hari
selama 6 minggu. Parakuat menyebabkan edema paru-paru, perdarahan, dan
fibrosis setelah penghirupan atau termakan, tetapi herbisida yang berkaitan erat,
yaitu dikuat, tidak menunjukkan efek tersebut.Reaksi hipersensitivitas terhadap
piretrum telah dilaporkan. Bentuk yang paling umum adalah dermatitis kontak.
Asma juga telah dilaporkan. Organoklorin bersifat hepatotoksik, menginduksi
pembesaran hati dan nekrosis sentrolobuler. Zat ini juga merupakan penginduksi
monooksigenase mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia

12
lain. Beberapa organofosfat, karbamat, organoklorin, fungisid ditiokarbamat, dan
herbisid mengubah berbagai fungsi imun. Contohnya malation, metilparation,
karbaril, DDT, parakuat,dan dikuat telah terbukti dapat menekan pembentukan
antibodi, mengganggu fagositosis leukosit, dan mengurangi pusat germinal pada
limpa, timus dan kelenjar limfa.

6). Bioakumulasi dan Biomagnifikasi


Pestisida organoklorin umumnya lebih mampu bertahan di lingkungan dan
cenderung disimpan dalam timbunan lemak. Tetapi bioakumulasi lebih nyata pada
beberapa zat kimia dibanding dengan zat lainnya. Contohnya DDT jauh lebih
lama tersimpan dalam lemak tubuh dibanding metoksiklor. Kemampuannya
bertahan dalam lingkungan dapat menimbulkan masalah ekologis. DDT dan zat
kimia yang berkaitan dengan lingkungan meningkatkan metabolisme estrogen
pada burung. Dalam siklus bertelur dan bersarang pada burung tertentu, gangguan
hormon ini berpengaruh buruk pada reproduksi dan kelangsungan hidup anak
burung itu. Biomagnifikasi dapat terjadi akibat bioakumulasi dalam organisme itu
saja atau kemampuannya bertahan di lingkungan. Contohnya DDT bersifat
lipofilik dan karenanya terdapat pada cairan tubuh yang berlemak termasuk susu.
Meskipun asupan DDT per hari pada ibu 0,5 mg/kg, bayi yang disusuinya
mungkin mendapat asupan sebesar 11,2 mg/kg.Pembesaran ini berasal dari fakta
bahwa DDT tersimpan dalam tubuh manusia pada tingkat asupan harian kronik
10-20 kali lipat dan bayi itu pada dasarnya hanya mengkonsumsi susu saja.
Biomagnifikasi bahkan lebih jelas pada hewan karnivora. DDT dan metil merkuri
dapat terakumulasi melalui rangkaian palnkton, ikan kecil, ikan besar, dan burung
yang mengakibatkan pembesaran konsentrasi beberapa ratus kali.(Fadhil,2010;Sri
Sutarmi,2007).
2.5 Metode dan Sampel Pemeriksaan
Sebagai bahan pemeriksaan residu pestisida dalam penelitian ini yaitu berupa
daging sapi dan susu sapi segar. Sampel susu dan daging yang dipergunakan
berasal dari beberapa peternakan di daerah Jawa Timur dan sebagian sampel
daging berasal pula dari beberapa pasar tradisional di daerah Jawa Barat.
Pemeriksaan ini dilakukan dalam dua tahap.

13
Tahap 1 Pemeriksaan Pestisida Organoklorin jenis Lindan Pada Daging
Pengembangan metode residu pestisida lindan dalam daging dengan cara
modifikasi metode menurut SCHENCK dan WAGNER (1995), yaitu sebagai
berikut: ditimbang 2,50 g sampel daging dan diekstraksi dengan cara penambahan
25 ml asetonitril dan dihomogenkan dengan mempergunakan alat homogeniser
selama 0,5 menit dengan kecepatan 11.000 putaran/menit. Kemudian disentrifuse
selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil supernatan disaring dan filtrat
diukur volumenya. Kemudian diambil 5 ml filtrat dan diencerkan dengan akuades
sampai volume mencapai 10 ml, dan masukkan ke dalam cartridge C18 (Sep-Pak
C18) yang sebelumnya telah dikondisikan dengan 6 ml petroleum ether, 6 ml
aseton, 2 x 6 ml metanol dan 2 x 6 ml akuades (kecepatan 3 tetes/detik). Setelah
masuk sampel, cartridge dicuci dengan 2 x 5 ml akuades dan dibiarkan selama 5
menit. Untuk tahap pemurnian, disiapkan kolom florisil yaitu berupa kolom
ukuran kecil dengan menggunakan siring plastik (10 ml) yang lubangnya (ujung
siring) ditutup dengan glass wol dan diisi dengan 4 g florisil yang telah diaktifkan,
kemudian di atasnya diisi sodium sulfat anhidrat setinggi 2 cm. Kondisikan kolom
florisil tersebut dengan 5 ml petroleum eter. Cartridge dihubungkan dengan kolom
florisil (posisi di bawah), kemudian cartridge dielusi dengan 2% eter-petroleum
eter sebanyak 2 x 6 ml. Hasil elusi (eluat) ditampung ke dalam labu florentin (labu
penguap) dan dievaporasi dengan alat rotary-evaporator sampai kering. Hasil
evaporasi dilarutkan dengan heksan (for trace analysis) dan siap diinjeksikan pada
alat khromatografi gas. Untuk uji validasi metode, dilakukan uji recovery, yaitu
dengan penambahan larutan standar pestisida lindan ke dalam sampel daging
dengan 3 macam konsentrasi yaitu 0,50; 1,00 dan 2,00 µg yang masingmasing
konsentrasi dilakukan pemeriksaan 3 ulangan dan juga untuk blanko (tanpa
penambahan standar). JITV Vol. 10 No. 1 Th. 2005 81 Kemudian dilanjutkan
ekstraksi seperti metode residu pestisida dalam daging tersebut

Tahap 2 Pemeriksaan Pestisida Organoklorin (Lindan) Pada Susu Segar


Pengembangan metode residu pestisida lindan dalam susu dengan cara
modifikasi metode menurut SCHENCK et al. (1996b), yaitu masukkan 5 ml susu

14
ke dalam cartridge C18 yang sebelumnya telah dikondisikan dengan 5 ml
petroleum benzene, 5 ml aseton dan 2 x 5 ml metanol dan setelah itu dibiarkan 15
menit. Tambahkan 50 µl asetonitril ke dalam cartridge untuk menghomogenkan
susu dalam cartridge dan biarkan 20 menit. Cartridge dicuci dengan aquades
sebanyak 2 ml. Siapkan kolom florisil yaitu kolom yang isinya sama dengan yang
dilakukan pada analisis residu dalam sampel daging. Kondisikan kolom florisil
dengan 10 ml petroleum benzene dan 10 ml asetonitril. Cartridge C18
dihubungkan dengan kolom florisil (posisi di bawah) dan elusi dengan 2 x 10 ml
asetonitril. Eluat ditampung dalam labu florentin dan evaporasi dengan alat rotary-
evaporator sampai kering. Hasil evaporasi dilarutkan dalam heksan (for trace
analysis) dan siap diinjeksikan pada alat kromatografi gas. Kondisi khromatografi
gas: suhu kolom: 200o C; suhu detektor: 300o C; suhu injektor: 220o C;
kecepatan alir gas: 30 ml/menit; detektor: electron capture detector; isi kolom:
campuran 1,5% OV 17, 1,95% OV 210 dan chromosorb WHP. Untuk
pemeriksaan validasi metode, dilakukan uji recovery, yaitu dengan penambahan
larutan standar pestisida lindan ke dalam sampel susu dengan 3 macam
konsentrasi yaitu 0,50; 1,00 dan 1,50 µg yang masingmasing konsentrasi
dilakukan pemeriksaan 3 ulangan dan hal yang sama dilakukan pula untuk blanko
(tanpa penambahan standar), untuk selanjutnya diikuti dengan ekstraksi metode
residu pestisida dalam susu sebagaimana yang diuraikan sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji validasi dari modifikasi metode analisis residu pestisida lindan dalam
daging dan susu, yaitu berupa uji recovery, dengan cara penambahan 3 macam
konsentrasi standar pestisida lindan yang masingmasing konsentrasi dilakukan 2
ulangan untuk daging dan 3 ulangan untuk susu. Sementara itu, blanko 1 ulangan,
hasilnya (Tabel 1 dan 2). Hasil uji validasi dari metode residu pestisida lindan
dalam daging, menunjukkan bahwa rata-rata nilai recovery dengan penambahan
konsentrasi standar lindan 0,50 dan 1,00 µg adalah 89,10 dan 103,00%. Hal ini
sesuai dengan ketentuan menurut FAO/IAEA, (1999) dengan kisaran uji validasi
aantara 70-110%. Pada penambahan 2,00 µg tidak bisa dipergunakan sebagai uji
recovery, karena nilai rata-ratanya adalah 61,74% yang berada di bawah ketentuan

15
kisaran uji validasi (70-110%). Hal ini disebabkan sifat dan ukuran C18 catridge
yang dipergunakan mempunyai batas daya pengikatan antara larutan standar
pestisida lindan yang bersifat polar dengan C18-catridge yang bersifat non polar.
Begitu juga ada ketentuan bahwa ketepatan hasil nilai kisaran uji validasi
tergantung pada konsentrasi larutan standar yang ditambahkan. Sebagai contoh
nilai ketepatan dari recovery dengan penambahan larutan standar di bawah atau
sama dengan 1 µg/kg mempunyai kisaran recovery antara 50-120%. Sementara
itu, penambahan di atas konsentrasi 10 µg/kg lindan (100 µl) atau 1,0 µg,
ketepatan hasil recovery mempunyai kisaran 70-120% (FAO/IAEA, 1999). Pada
penelitian pengembangan metode ini masuk ke dalam kisaran 70- 110% yang
berarti layak untuk diterapkan.

Tabel 1. Hasil recovery analisis residu pestisida lindan dalam daging


Sampel Penambahan lindan Hasil Hasil Rata-rata
recovery (µg) recovery (%) recovery
1 0,50 0,448 89,60 89,10
2 0,50 0,443 88,60

1 1,00 1,16 116,00 103,00


2 1,00 0,94 90,00

1 2,00 1,17 58,48 61,74


2 2,00 1,36 65,00
Blanko - - - -

Hasil uji validasi dari metode analisis residu pestisida lindan dalam susu,
menunjukkan bahwa ratarata nilai recovery dengan penambahan standar pestisida
lindan 0,50; 1,00 dan 1,50 µg adalah 83,80; 88,69 dan 91,24%. Berdasarkan hasil
uji validasi ini, terbukti bahwa nilai recoverynya masuk dalam kisaran ketentuan
kriteria uji validasi analisis residu pestisida yang telah disebutkan diatas.

16
Tabel 2. Hasil recovery analisis residu pestisida lindan dalam susu segar
Sampel Penambahan lindan Hasil Hasil Rata-rata
recovery (µg) recovery (%) recovery
1 0,50 0,41 81,20 83,80
2 0,50 0,42 83,80
3 0,50 0,43 86,40

1 1,00 0,91 90,47 88,69


2 1,00 0,90 89,38
3 1,00 0,86 86,22

1 1,50 1,34 89,60 91,24


2 1,50 1,36 90,80
3 1,50 1,39 93,33
Blanko - - - -

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk
mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang
mengerat, nematode, gulma, virus, mikroorganisme lainnya yang dianggap hama
kecuali virus, bakteri atau mikroorganisme lainnya yang terdapat pada manusia
dan hewan. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk
membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Disamping itu pestisida dalam
budidaya pertanian dapat memperbaiki tampilan produk pertanian. Akan tetapi
disis lain pestisida dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan. Sehingga dapat meningkatkan polutan di lingkungan,
diantara polutan-polutan tersebut terdapat polutan organik yang disebut
organoklorin.

Organoklorin termasuk ke dalam golongan pestisida yang bagus dan ampuh,


namun memiliki banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai pestisida,
sifat persistensinya sangat menguntungkan untuk mengontrol hama. Terdapat pula
kemungkinan terjadinya bioakumulasi dan biomagnifikasi. Dikarenakan
karakteristiknya yang sulit terbiodegradasi dan kelarutannya yang tinggi dalam
lemak, organoklorin dapat terakumulasi dalam jaringan hewan yang prosesnya
disebut biokonsentrasi. Biomagnifikasi dapat terjadi pada hewan yang terlibat
dalam rantai makanan. Pestisida jenis ini masih digunakan di negara-negara
berkembang, terutama di daerah khatulistiwa. Hal ini dikarenakan harganya yang
sangat murah, keefektifannya, dan persistensinya. Kebanyakan negara
berkembang terletak di daerah yang beriklim tropis dimana pada umumnya
memiliki temperatur dan curah hujan yang tinggi. Iklim yang seperti itu dapat
membuat perpindahan residu melalui udara dan air secara cepat dan akhirnya
berkonstribusi terhadap kontaminasi global. Organoklorin merupakan polutan

18
yang bersifat persisten dan dapat terbioakumulasi di alam serta bersifat toksisk
terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan pengamatan hasil penelitian dari pengembangan modifikasi
metode residu pestisida lindan dalam daging dan susu, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil recovery berada dalam kisaran kriteria uji validasi. Oleh
karena itu, kedua pengembangan metode residu pestisida dalam susu dan daging
tersebut cukup baik dan dapat digunakan dalam pemeriksaan residu pestisida.

19
DAFTAR PUSTAKA
Fadil Hayat, Toksikologi Pestisida , Fadhil Hayat's Blog
http://fadhilhayat.wordpress.com/2010/12/06/toksikologi-pestisida. Diakses pada
tanggal 10 Desember 2017
Panut Djojosumarto, Pestisida & Aplikasinya; Penerbit PT.Agromedia Pustaka,
Jakarta, 2008
Sri Sutarmi, Sari Neurologi, Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta, 2007
https ://ORGANOKLORIN | Arif Hermanto's Blog

20

You might also like