You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. MASALAH UTAMA
Ganguan persepsi sensori : halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo,
2014 : 129)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat

1
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4) Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam
hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkanketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi stress.
(Prabowo, 2014 : 133)
4) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata
dan tidak.
a) Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

2
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu
yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi
dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang
lain individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interkasi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya
terganggu.(Damaiyanti, 2012 : 57-58)
3. Jenis
3
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara
orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang
terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis,
dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
(Yosep Iyus, 2007: 130)
g. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering
merasa diringa terpecah dua.
2) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya
seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56)

4
4. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis
sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat,
emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang
meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan
sebagai berikut:
Rentang Respon Neurobiologist
Respon adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Kelainan pikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim Emosi
Hubungan sosial Mengalami ketidakteraturan Menarik diri
Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998)

a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon
adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :

5
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada pun
respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negative mengancam.(Damaiyanti,2012: 54)
5. Proses Terjadinya Masalah
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali
dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumberdipersepsikan.

6
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan tekanan
darah), asyik dengna pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan reaita.
c. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutamajika akan berhubungan
dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari
1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan. ( Prabowo, 2014: 130-131)
6. Tanda dan Gejala
Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat
c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang ain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
e. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
g. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan
takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. (Prabowo,
2014: 133-134)
7. Akibat

7
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan ingkungan. Ini
diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk
melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya.( Prabowo, 2014: 134)
8. Mekanisme Koping
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus internal.
(Prabowo, 2014 :134)
9. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh
pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang
menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek tiftinggi bermanfaat pada penderita
psikomotorik yang meningkat.
KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN
(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, 1-40 mg
Permit) 30-400 mg
Mesoridazin ( Serentil) 12-64 mg
Perfenazin (Trialon) 15-150 mg
Prokloperazin (Compazine) 40-1200 mg
Promazine (Sparine) 150-800 mg
Tiodazin (Mellani) 2-40 mg
Trifluopromazine 60-150 mg
(Stelazine)

8
Trifluopromazine (Vesprin)
Toksanten Kloproktisen (Tarctan) 75-600 mg
Tioktiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Didraindolon Molindone (Moban) 225-225 mg

b. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali
kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien
bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak
mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy
modalitas yang terdiridari :
d. Terapi aktivitas
1) Terapi music
Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. yaitu menikmati
dengan relaksasi music yang disukai pasien.
2) Terapi seni
Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa pekerjaan seni.
3) Terapi menari
Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok

9
Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan
partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
5) Terapi social
Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain
6) Terapi kelompok
a) Terapi group (kelompok terapeutik)
b) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)
c) TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat 14
e. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam keluarga( Home Like
Atmosphere).(Prabowo,2014: 134-136)
10. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi Cor Problem

Isolasi sosial : menarik diri Cause

11. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
10
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif :

- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif :

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi

11
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat
tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

12. Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
13. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi

Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :

1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik dengan cara :

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :

2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap


2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya

12
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :

3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :

4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi

13
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :

5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri

Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,


jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
1.2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
1.3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

14
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :

2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya

2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab


menarik diri atau mau bergaul

2.1. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul

2.1. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. 3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :

3.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan


dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :

4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

15
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
- K–P
- K – P – P lain
- K – P – P lain – K lain
- K – Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain
Tindakan :

5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan


dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :

6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :


- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

16
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga

17
STRATEGI PELAKSANAAN : PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

A. Kondisi Klien
Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar

Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri

Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak
jelas serta melihat setan-setan.

B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar

C. Tujuan
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya

3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

D. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi

ORIENTASI:

”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan dari UKSW yang akan merawat bapak
Nama Saya Agung Nugroho, biasa dipanggil Agung. Nama bapak siapa?Bapak Senang
dipanggil apa?”

18
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”

”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:

”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”

” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering bapak
dengar suara? Berapa kali sehari bapak mendengar suara-suara tersebut? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri atau saat bersama dengan orang lain?”

” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”

”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?

” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik atau membentak suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum
obat dengan teratur.”

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik membentak”.

”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba
lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”

TERMINASI:

”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan

19
latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa pak?Bagaimana
kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”

”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-


cakap dengan orang lain

Orientasi:

“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?

Kerja:

“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja
cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya
begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau
ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak
soalnya bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya
tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta
sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita

20
latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 08.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga
untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara?
Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit?
Baiklah.”

Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali
bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan
harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain
pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam)
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik
serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 ?Di ruang makan ya!
Sampai jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita

21
akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20
menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”

Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ?
(Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi,
jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih
(THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang
merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau
suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan
dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke
keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat
lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya
bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10
gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar).
Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan
sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang
telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

22
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika Aditama.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Sundeen, S. A. (1998). Keperawatan Jiwa Edisi III. Jakarta: EGC.
Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta
Timur: TIM.

23

You might also like