You are on page 1of 24

TUTORIAL KLINIK

“ERITRODERMA”

Dosen Pembimbing:

dr. Gabriel Erny Widyanti, M.Kes Sp. KK (K)

Disusun Oleh:

Ryan Sagan (42170195)

Salomo Galih Nugroho (42170196)

Made Ngurah Bagus Sapta Nurgita (42170197)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2018
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Marwanto
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 51 tahun
Alamat : Lempuyangan DN III/270 RT 12/04
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM : 01143***
Tanggal periksa : 30 April 2018

II. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Gatal dan kulit terkelupas pada tangan kanan dan kiri dan punggung kaki bagian
kanan dan kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh bercak putih, dengan penebalan disertai kulit terkelupas dan
gatal. Lokasi bercak berada pada telapak jari kanan dan kiri dan bagian tungkai
kaki kanan dan kiri, serta bagian wajah yang disertai nyeri. Gatal bertambah jika
berkeringat dan gejala kambuh setelah kerja memupuk di sawah
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengeluh bercak putih, dengan penebalan disertai kulit terkelupas dan
gatal. Lokasi bercak berada pada telapak jari kanan dan kiri dan bagian tungkai
kaki kanan dan kiri, serta bagian wajah yang disertai nyeri. Gatal bertambah jika
berkeringat dan gejala kambuh setelah kerja memupuk di sawah
Hipertensi : (-)
Asma : (-)
TBC : (-)
DM : (-)

D. Riwayat Operasi : Tidak ada


E. Riwayat Alergi : Pasien dan keluarga pasien
menyangkal adanya riwayat alergi baik makanan,
obat-obatan maupun perubahan suhu yang ekstrim
F. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga
pasien tidak ada yang mengalami keluhan kulit
serupa. Dan pada riwayat keluarga pasien tidak
mempunyai riwayat Hipertensi dan Diabetes
Milltus
G. Riwayat Pengobatan : Sudah pernah
berobat ke dokter kulit diberikan salep dan obat
minum ada perbaikan.
H. Life Style : Pola kebersihan pasien mandi 2 kali
sehari, selalu mengganti pakaian bersih setelah
mandi, mencuci handuk dan sprei secara rutin. Pola
makan pasien teratur 3 kali sehari dengan makanan
bergizi, mengurangi makanan asin dan manis.
Pasien mempunyai aktivitas sebagai pekerja
bangunan dan sering bekerja di sawah. Pada saat
bekerja, pasien sering tidak memakai sarung
tangan, dan berkontak langsung dengan pupuk di
sawah.
III. PEMERIKSAAN FISIK:

Status Generalis :
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis,
Gizi : Kesan cukup
Kepala : Terdapat UKK
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstrimitas : Terdapat UKK

Status Lokalis :
Ditemukan eritema tertutup skuama universal di seluruh tubuh batasnya tegas, bentuk
lesi tidak teratur disertai gatal dan nyeri di seluruh tubuh.
IV. DIAGNOSA BANDING:
 Eritroderma
 Dermatitis Seboroik
 Psoriasis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
VI. DIAGNOSA:
 Eritroderma et causa DKA
VII. TATALAKSANA
 Eritroderma karena perluasan penyakit kulit : prednison 4x10 mg – 4x15 mg/ hari.
Jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika tidak ada perbaikan
dosis dapat dinaikkan.
 Ranitidin
Dosis yang diberikan 150 mg dua kali sehari atau 300 mg yang dikonsumsi
sebelum tidur selama 8-12 minggu.
 Cetirizin
Dosis yang diberikan 1x10 mg/hari.

 Cream Topikal
Cream ini dapat berisi emolien. Bertujuan untuk menjaga kelembapan kulit dan
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritem, misalnya dengan salep lanolin
10% atau krim urea 10%.

VIII. EDUKASI
 Edukasi tentang penyakit eritroderma, pencetus dan perjalanannya yang kronik,
residif, dan pengobatannya.
 Anjuran untuk tidak menggaruk atau mengelupas kulit.
 Menghindari faktor pencetus.
 Menjelaskan pasien agar teratur dalam mengkonsumsi obat dan pemakaian obat
salep.
IX. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : dubia ad bonam
 Quo ad Sanam : dubia ad bonam
 Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
 Quo ad Cosmeticam : dubia ad bonam

ERITRODERMA

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan
dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat menyebabkan fungsi kulit adalah
eritroderma.(1)
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema
yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan
eritroderma.(2,3) Bagaimanapun, itu tidak dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik
dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan
kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis alergi), cutaneous T-cell
lymphoma(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi
pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai
menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.(4)
Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur dengan
hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya
eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian
timbul pada stadium penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan pre-
eritroderma..(5)

ETIOLOGI

Eritroderma dapat dibedakan menjadi 3 golongan sesuai etiologinya yaitu:

1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik

Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan
eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat. Pada beberapa
masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara
tradisional.(2) Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat
segera sampai 2 minggu. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh
diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.(5)
*Dikutip dari pustaka 7

2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit


Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak
ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan
psoriasis yang terlalu kuat.(5)
Dermatitis seboroik menyebabkan eritroderma yang juga dikenal penyakit Leiner.
Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu. (6)Ptyriasis rubra
pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu
yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken
planus.(7)
Dermatitis kontak alergi juga dapat menyebabkan eritroderma, yang terjadi setelah
adanya kontak dengan suatu bahan, secara imunologis.

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik (keganasan)


Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat memberi
kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat
alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu
pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk
melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat
leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang
tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati. (5)

EPIDEMIOLOGI

Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000
populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan
rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat
terjadi pada semua usia.(7) Insiden eritroderma makin bertambah. eritroderma dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit kulit yang telah diderita sebelumnya. Faktor penyebab dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu perluasan penyakit kulit sebelumnya (dermatosis
primer), reaksi obat, dan keganasan,. Pemeriksaan histopatologi dapat mengidentifikasi kausa
eritroderma hingga 50% kasus, khususnya jika menggunakan biopsi multipel (Vasconcellos dkk,
1995; Karakayli dkk, 1999).

Pola etiologi dari eritroderma bervariasi di berbagai negara. Dermatosis primer


merupakan penyebab tersering eritroderma pada dewasa (Pal dan Haroon, 1998; Jowkar dkk,
2006; Yuan dkk, 2010; Li dan Zheng, 2012). Kalsy dan Puri (2013) melaporkan bahwa erupsi
obat merupakan penyebab tersering eritroderma pada anak. Erupsi obat, keganasan (cutaneous T-
cell lymphoma/CTCL) memiliki frekuensi bervariasi di beberapa laporan (Rym dkk, 2005;
Jowkar dkk, 2006; Earlia dkk, 2009; Hulmani dkk, 2014). Studi pendahuluan di RSUP Dr.
Sardjito menyebutkan bahwa etiologi yang mendasari kasus-kasus eritroderma periode 2008-
2012 yaitu psoriasis vulgaris (43.48%), dermatitis kontak alergi (19.57%), erupsi obat (13.04%),
psoriasis pustular generalisata (5.43%), dermatitis seboroik (9.78%), mycoses fungoides (3.26%),
dermatitis kontak iritan (2.17%), dan dermatitis atopik (1.08%) (Damayanti dkk, 2013).

PATOFISIOLOGI

 Pada kasus ini didapatkan pasien mengalami DKA sebagai penyakit yang
mendasarinya. Adapun mekaniseme patofisiologi DKA:
Mekanisme
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yarng
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu
hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA. Sentisisasi
terjadi dalam beberapa minggu setelah kontak dengan allergen (referensi lain mengatakan terjadi
dalam 5 hari atau lebih), tetapi belum terjadi perubahan pada kulit. Perubahan pada kulit terjadi
setelah adanya kontak yang berikutnya terhadap allergen, walaupun dalam jumlah yang sangat
sedikit. Sensitifitas tersebut akan bertahan selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan
seumur hidup.
Fase Sensitisasi
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya
kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat dengan protein,
membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini,
sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit
menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama
2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu,
sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai
fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan
bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.
Fase Elisitasi
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa
sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

• PATOFISIOLOGI ERITRODERMA
Secara umum patofisiologi eritroderma didasari oleh patofisiologi penyakit yang
mendasarinya. Namun belum sepenuhnya diketahui mekanisme bagaimana penyakit yang
mendasari tersebut dapat berkembang menjadi eritroderma.
Proses imunologi (reaksi hipersensitivitas tipe 4) merupakan sistem normal dalam
respons terhadap antigen dan lingkungan, namun terjadinya abnormalitas fungsi sel T pada
penyakit kulit, termasuk eritroderma masih belum diketahui sebabnya (Robert, 2000). Pada
berbagai penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sel T helper 1.
Sel T pada limfenodi menstimulasi pengeluaran sitokin. Sitokin ini diduga berperan
dalam pelebaran pembuluh darah dan peningkatan proliferasi epidermal, peningkatan laju
mitosis, sehingga sel matur hanya dalam waktu yang singkat berada dalam epidermis. Hal ini
menyebabkan hilangnya material epidermis secara cepat bersama dengan hilangnya protein dan
folat (Sehgal, 2004).
Penelitian terbaru mendapatkan interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul
adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor
necrosis faktor, dan interferon-γ yang mencetus peningkatan proliferasi epidermal.

GAMBARAN KLINIS

Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-
48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga
mengenai membran mukosa, terutama yag disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena,
dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan
hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar
pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai
kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan. (8)
Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap
kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas
metabolik.(9) Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat sekarang semua
eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder.
Eritroderma dibagi menjadi 3 golonga menurut gejala klinisnya, yaitu :

1. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik

diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi
timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan
barulah timbul skuama.(6)

2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit

Dapat terjadi pada dermatitis kontak (alergi atau iritan), psoriasis, dermatitis seboroik
bayi, dermatitis atopi, ptyriasis rubra pilaris dan pemfigus foliaseus. Gejala awal sesuai dari
penyakit yang mendasarinya kemudian menjadi gejala eritroderma, gejala -gejala yang dapat
terjadi seperti berikut:

Dermatitis kontak alergi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Wujud
kelainan kulit bisa berupa eritem/edema/vesikel yang bergerombol atau vesikel yang
membasah, disertai rasa gatal. Bila kontak berjalan terus, maka dermatitis ini dapat menjalar
ke daerah sekitarnya dan keseluruh tubuh.
Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu : karena penyakitnya sendiri
atau karena pengobatan yang terlalu kuat.(6) Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya
akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan
oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi
fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi.(10)

Gambar 1. Eritroderma psoriasis (Dikutip dari pustaka 11)


Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). Usia penderita berkisar 4-20 minggu.
Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala. Eritema dapat pada seluruh tubuh
disertai skuama yang kasar.(6)

Gambar 2. Dermatitis Seboroik (dikutip dari pustaka 12)

Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi
eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala diikuti perluasan ke dahi
dan telinga; pada saat ini akan menyerupai gambaran dermatitis seboroik. Kemudian timbul
hyperkeratosis, palmo plantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis
disekeliling tangan dan menyebar ke kulit berambut.(6)

Gambar 3. Ptryasis rubra pilaris (dikutip dari pustaka 13)

Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel/ bula berukuran kecil, berdinding kendur
yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas adalah eritema menyeluruh
yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula kendur hanya sedikit. Penderita
mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.(6)

Gambar 4. Pemfifus Foliasius (dikutip dari pustaka 13)

Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papula, vesikel sampai erosi dan
likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.

Gambar 4. Dermatitis atopik (diambil dari pustaka 12)

Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau perlahan-lahan; dapat


berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh lagi. Kadang-
kadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan, puncak mengkilat,
poligonal. Papula mungkin terjadi pada bekas garukan (fenomena Koebner). Bila dilihat
dengan kaca pembesar, papul mempunyai pola garis garis berwarna putih ("Wickham's
striae") Lesi simetrik, biasanya pada permukaan fleksor pergelangan tangan, menyebar ke
punggungn dan tungkai. Mukosa mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin pula
mengenai glans penis dan mukosa vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku inenipis
dan berlubang-lubang. Anak-anak jarang terkena tetapi bila terdapat bercak kemerahan
mungkin tidak khas dan dapat keliru dengan psoriasis. Sering sangat gatal. Cenderung
menyembuh dengan sendirinya. (6)

Gambar 5. Liken Planus (dikutip dari pustaka 12)

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan

Berbagai penyakit dapat menyebabkan kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap
kasus eritroderma yang tidak termasuk dalam golongan 1 dan 2 harus dicari penyebabnya.

Sindrom sezary:

- Terjadi pada dewasa, pria rata-rata berumum 64 tahun, perempuan 53 tahun.

- Ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universar disertai skuama dan
rasa sangat gatal.

- Pada sepertiga hingga setengah pasien didapati splenomegali, limfadenopati superfisial,


alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantari serta kuku distrofik.

- Pemeriksaan laboratorium: leukositosis, terdapat limfosit atipik (sel sezary).

- Disebut sindrom sezary jika jumlah sel sezary yang beredar 1000/ mm3 atau lebih
melebihi 10% sel beredar. Bila jumlahnya di bwah 1000/ mm3 dinamakan sindrom pre
sezary.

Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa
dingin dan menggigil. Dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit.
Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan
meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan
panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme
basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal.

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari
sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya
albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan
kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergesaran
cairan ke ruang ekstravaskuler.
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa
kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada
eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan dapat terjadi perburukan keadaan
umum yang progresif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji Tempel/Patch Test

Untuk mengetahui penyebab mengetahui penyebab alergi.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis,
maupun anemia ringan.(7)

Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu


mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat
menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada
tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis
dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.(2)
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan
mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di
dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses.
Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan
eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada
limfoma. (2)

Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan


permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang pada
eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan
papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada
eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang
dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. (2)

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan melalui
1. ANAMNESIS
Anamnesis yang lengkap merupakan hal terpenting dalam diagnosis eritroderma. Seperti
riwayat pemakaian obat atau medikasi lain. Pasien dengan penyakit kulit sebelumnya
(psoriasis, dermatitis) dapat berkembang menjadi eritroderma.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik awalnya menunjukan eritema yang general. Skuama timbul 2-6
hari setelah onset eritema. Dapat juga dijumpai pruritus yang menyebabkan ekskoriasi.
(Umar, 2011).

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji laboratorium, tidak spesifik pada eritroderma yang didapatkan seperti anemia,
limfositosis, eosinopilia, peningkatan IgE, penurunan albumin serum, kenaikan laju
endap darah dan peningkatan ureum kreatinin
Uji histologi, tidak spesifik yang terdiri dari ortokeratosis (hiperkeratosis,
parakeratosis), akantosis dan inflamatori infiltrat kronik perivaskular dengan atau tanpa
eosinofil.

Bila diperlukan dapat dilakukan uji tempel/patch test untuk mengetahui penyebab
alaergi pada dermatitis kontak alaergi.

DIAGNOSA BANDING
Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma :

1. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang
terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi
eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal. (2)
Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak
dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak
menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang
orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%.(5)
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz,
dan Kobner.(5)
Gambar 8. Dikutip dari pustaka 11

2. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak
eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar
sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung,
(16)
ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan
meningkat pada usia 40 tahun.(17) Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki
daripada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan
minum alkohol.(5)
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum ovale
yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan
skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan
skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. (5)DS
dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal
ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada
orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh
faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi imun. (2)
Dikutip dari pustaka 17

Dikutip dari pustaka 17

TERAPI

MEDIKAMENTOSA:
1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabakan terjadinya penyakit ini.(9)
2. Berikan steroid sistemik jangka pendek
3. Eritroderma diduga merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul
sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi
interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ yang merupakan sitokin
yang berperan dalam timbulmya eritroderma yang menyebabkan peningkatan proliferasi
epidermal dan produksi mediator inflamasi. Karena adanya inflamasi ini lah sehingga
diperlukan terapi kortikosteroid.
1. Eritroderma karena obat : prednison 4 x 10 mg
2. Eritroderma karena perluasan penyakit kulit : prednison 4x10 mg – 4x15 mg/ hari.
Jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika tidak ada perbaikan dosis
dapat dinaikkan.
3. Penyakit leiner : prednison 3x1-2 mg/hari
4. Sindrom sezary : prednison 30 mg/hari atau metilprednisolon ekuivalen dengan
sitistatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
4. Cetirizin
Cetirizine merupakan antihistmain generasi kedua, mempunyai efek sedasi yang lebih
rendah. Bekerja sebagai antagonis reseptor H1 periferal pada fase awal dan menghambat
perpindahaln sel radang atau inflamasi. Antihistamin pada penderita eritroderma
digunakan untuk mengurangi gejala pruritus. Dosis yang diberikan 1x10 mg/hari (Umar,
2011).
5. Ranitidin
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin
secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Pemerian
ranitidin diperlukan pada pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid. Hal ini
dikarenakan salah satu efek kortikosteroid yaitu meningkatkan kejadian ulkus peptikum
pada saluran penceranan. Dosis yang diberikan 150 mg dua kali sehari atau 300 mg yang
dikonsumsi sebelum tidur selama 8-12 minggu. (Narum, 2013).
6. Cream Topikal
Cream ini dapat berisi emolien. Bertujuan untuk menjaga kelembapan kulit dan
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritem, misalnya dengan salep lanolin 10%
atau krim urea 10%. (Earlia, 2009).
7. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya : dehidrasi, gagal
jantung, dan infeksi). (9)
8. Karena banyak kehilangan cairan, kita harus memperhatikan keseimbangan cairannya.
Diberikan cairan fisiologis IVFD Ringer Laktat.
Perlunya pemberian cairan pada pasien eritroderma dikarenakan panderita
eritroderma rawan terjadi dehidrasi. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat
menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat
sehingga pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme
kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal (Earlia,2009).
9. Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama
mengakibatkan kehilangan protein.
Transfusi albumin dan diet tinggi protein (4 butir telur/hari) diperlukan karena
penderita eritroderma disertai dengan hipoalbumin. Hal ini dikarenakan terlepasnya
skuama mengakibatkan sel yang matur berada dalam epidermis yang relatif singkat yang
mengakibatkan peningkatan kehilangan material epidermis bersama dengan hilangnya
protein dan folat (Sehgal, 2011).

EDUKASI:
• Edukasi tentang penyakit eritroderma, pencetus dan perjalanannya yang kronik, residif,
dan pengobatannya.
• Anjuran untuk tidak menggaruk atau mengelupas kulit.
• Menghindari faktor pencetus.
• Menjelaskan pasien agar teratur dalam mengkonsumsi obat dan pemakaian obat salep.
• Menjelaskan prognosis penyakit.
• Pemantauan efek samping obat.
• Diet tinggi protein (putih telur =12,8 gram) .Kebutuhan protein 1 gram /kgbb per hari.
• Kebutuhan protein = 53 x 1 gram = 53 gram/ hari setara dengan 4 butir telur/hari.

PROGNOSIS


Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.

Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan obat dihentikan
dan diberikan terapi yang sesuai.

Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti limfoma akan
tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan .

Eritroderma disebabkan oleh dermatosa akhirnya dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi
mungkin timbul kekambuhan.

Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga,dapat bertahan dalam waktu yang lama,
sering kali disertai dengan kondisi yang lemah.

Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan dengan
golongan lain.

Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dngan kortikosteroid
hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid. (18)

Sidrom sezary mempunyai prognosis buruk

KESIMPULAN

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/ hampir
seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada pria,
terutama pada usia rata rata 40-60 tahun. Penyebab sering eritroderma adalah akibat perluasan
penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat dan akibat penyakit sistemik termasuk
keganasan.
Gambaran klinik eritrodermi berupa pruritus, eritema dan skuama yang bersifat
generalisata. Penatalaksanaan eritroderma yaitu pemberian kortikosteroid dan pengobatan topical
dengan pemberian emolien serta pemberian cairan dan perawatan diruangan yang hangat.

Prognosis eritroderma yang disebabkan obat obatan relatif lebih baik, sedangkan
eritroderma yang disebabkan olehdermatitis dapat berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun
tahun dan cenderung untuk kambuh dam eritroderma yang disebabkan oleh penyakit sistemik
termasuk keganasan dengan sindrom sezary mempunyai prognosis buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 3.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In : Champion RH
eds. Rook’s, Textbook of dermatology, 5th ed. Washington ; Blackwell Scientific
Publications. 1992.p; 17.48-17.49.
3. Umar H sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis),( online )2010.
Available From www.emedicine.com
4. Sterry W, Assaf Chalid. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses. Erythroderma.
In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ,
Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-11.p;1.
5. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 189-190,197-200.
6. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Jakarta : EGC. 2004.p; 104,236.

7. Kels-Grant JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Chapter-23Exfoliative Dermatitis. Wollf K et


all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th eds. Newyork : Megraw-Hill. 2001.
Chapter-23.p; 225-8.
8. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates; 2000.p; 28.
9. Graham robin brown, Burn tony. Lecture notes Dermatologi. Jakarta. 2002.p; 64.
10. Habif TP. Clinical Dermatology A Colour Guide To Diagnosis and Therapy. Toronto.
2004.p; 213
11. Gawkrodger JD. Dermatology an Illustrated colour text. 3rd ed. 2002.p; 40
12. Ekm. Itraconazole oral untuk terapi dermatitis seboroik. (online)2010. Available from
www.kalbe.co.id.com.
13. Hierarchical. Pityriasis Rubra Pilaris. (online)2010. Available from
www.lookfordiagnosis.com.
14. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4 th
ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 138.
15. Kefei K et all. Atopic Dermatitis. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses.
Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH,
Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003.
Chapter-13.p; 1.
16. Cameli Norma, Picardo Mauro. Seborrheic Dermatitis. Evidence-based dermatology. 2 th
eds. Nottingham : Blackwell publishing. BMJ books; 2008. Chapter 20.p; 164.
17. Selden Samuel. Seboroik Dermatitis,(online)2010. Available From www.emedicine.com
18. Bandyopadhyay debabrata, Associate Professor and Head Departement of Dermatology,
(serial online) 2010 (cited 2010 december 20) : available from :
http://www.tripodIndonesia.com

(Djuanda, adhi.dr. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin hal:199-200. Jakarta: FK-UI)

You might also like