You are on page 1of 12

REFLEKSI KASUS STASE KULIT KELAMIN

“ONIKOMIKOSIS”

Dosen Pembimbing:

Dr. Fajar Waskito, M.kes, Sp.KK

Disusun Oleh:

Ryan Sagan
(42170195)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
BAB I

STATUS PASIEN KULIT

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. BK
Usia : 28 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Yogyakarta
Kunjungan ke klinik : 23/04/18

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 april
2018 di poliklinik kulit kelamin RSB

A. Keluhan Utama
ada bagian putih pada kuku ujung jari tangan telunjuk kanan dan pada bagian
tepi kuku, tidak gatal dan tidak perih

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Ada bersisik dan menebal di kuku jari 2 tangan kiri, sdh dikerok ada
trichophyton sp. Kontrol ada keluhan muncul ambeien tapi Tn. BK belum mau
ke sp.B, dan juga kontrol kuku jari 2 tangan kiri ada penonjolan sering di
potong-potong

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah terdapat riwayat jamur kuku pada lokasi yang sama 1 tahun lalu tetapi
pengobatan tidak tuntas
Keluhan Serupa : (+) Riwayat atopik : (-)
Hipertensi : (-) Penyakit Jantung : (-)
Asma : (-) Diabetes Melitus : (-)
D. Riwayat Operasi
Pasien riwayat pernah eksisi nervus sebaceus di daerah kepala

E. Riwayat Alergi
Tidak ada

F. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang sama.

G. Riwayat Pengobatan
Pernah memakai salep 1 tahun lalu dan pengobatan tidak tuntas

H. Gaya Hidup
Aktivitas pasien sehari-hari sebagai mahasiswa, mandi teratur rutin 2x sehari,
mengganti sprei 2x/bulan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 23 April 2018 di poliklinik kulit kelamin
RSB
Status Generalis :
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
Gizi : Baik
Ekstremitas : kuku jari 2 tangan kiri menjadi rusak dan rapuh serta suram
warnannya, permukaan kuku menebal, dibawah kuku tampak detritus yang
mengandung elemen-elemen jamur. Kuku yang rusak dimulai dari distal.
IV. DIAGNOSIS BANDING
Paronikia, Liken planus, Psoriasis kuku

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kerokan kuku dengan KOH 40% ditemukan Trichopyton.sp

VI. DIAGNOSIS KERJA


Onikomikosis (Tinea Unguinum)

VII. TATALAKSANA
Non Farmaka: Menghentikan antibiotik
Farmaka :
R/ Cr miconazole 2% 10gr Tube NO I
S 2 dd ue

VIII. EDUKASI
1. Kontrol 1 minggu
2. Bagian menonjol kalau bisa jangan di gunting pake gunting kuku
IX. PROGNOSIS
Quo Vitam : dubia ad Bonam
Quo Sanam : dubia ad Bonam
Quo Kosmeticam : dubia ad Bonam
BAB II

ONIKOMIKOSIS
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan
Onikomikosis merupakan infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita (tinea unguium), kapang nondermatofita, dan ragi. Penyakit ini dapat terjadi
pada matriks, nail bed, atau nail plate. Onikomikosis dapat mengakibatkan rasa nyeri, tidak
nyaman, dan terutama tampilan kurang baik.1 Kejadian onikomikosis meningkat seiring
bertambahnya usia, dikaitkan dengan menurunnya sirkulasi perifer, diabetes, trauma
berulang pada kuku, pajanan lebih lama terhadap jamur, imunitas yang menurun, serta
menurunnya kemampuan merawat kuku.1

II. Definisi
Onikomikosis merupakan infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita (tinea unguium), kapang nondermatofita, dan ragi.1
III. Epidemologi
Insidens onikomikosis pada populasi umum di Amerika Serikat sekitar 2-8% dan
meningkat menjadi 14-28% pada usia di atas 60 tahun.3 Di Kanada, prevalensinya

diperkirakan 6,5%.3 Prevalensi di Inggris, Spanyol, dan Finlandia berkisar 3 – 8 %.3

Infeksi jamur ini lebih sering terjadi pada kuku kaki dibandingkan kuku tangan. Sebanyak
30% pasien infeksi jamur pada kulit, juga mengalami infeksi jamur pada kuku. Prevalensi
onikomikosis berkisar2,6% pada anak di bawah usia 18 tahun, mencapai 90% pada usia
lanjut. Sebanyak 70% infeksi jamur pada kuku disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan
20% oleh Trichophyton mentagrophytes.2
IV. Etiologi
Dermatophyta adalah jamur yang paling sering menyebabkan onikomikosis di
negara negara barat beriklim. Dermatophita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum,
Epidermophyton, dan Trichophyton. Trichophyton Rubrum menyebabkan sekitar 70%
kasus dan Trichophyton mentagrophytes 20% dari semua kasus.
Non dermatophyta seperti Fusarium spesies, Scopulariopsis Brevicaulis,
aspergilus spesies, dengan insidensi hingga 15% kasus di beberapa negara. Bisa juga
disebabkan oleh candida spesies.

V. Gambaran Klinis
Jenis Onikomikosis
1. Onikomikosis sublingual distal 2. Onikomikosis superfisial putih

3. Onikomikosis sublingual proksimal 4. Onikomikosis Kandida


Gambaran Klinis Patogen Patogen Lain
Tersering
OSD(Onikomikosis Onikolisis dan penebalan Trichophyton T. Mentagrophytes
sublingual Distal) sublingual. Diskolorisasi Rumbrum
kuning kecoklatan
OSPT(Onikomikosis Warna keputihan pada Trichophyton Aspergilus Terreus
Superfisial Putih) lempeng kuku (white mentagrophytes Acremonium Protonii
island) Fusarium Oxysprium
OSP(onikomikosis Onikolisis proksimal Trichophyton
Sublingual Leukonikia Rumbrum
Proksimal)
Onikomikosis Candida sp
Kandida
Tabel 1. Manifestasi Klinis Onikomikosis 3

VI. Diferential Diagnosis


1. Onikomikosis
Distrofi dan debris pada kuku sublingual distal atau proksimal

2. Psoriasis kuku
Nail pitting dan tanda onikolisis berupa tetesan minyak
Warna coklat kemerahan yang tidak ada pada onikomikosis

3. Liken planus
Area lunula lebih terangkat dibandingkan yang distal
VII. Pemeriksaan Penunjang
Dermatofitosis Kandida

Hifa panjang dan spora didalam hifa Spora bulat atau lonjong (blastospora)
pseudohifa

VIII. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pasien yang khas dan data
pasien dan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan
mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10%

IX. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur penyebab, jumlah kuku yang terinfeksi,
dan tingkat keparahan keterlibatan kuku.Pengobatan sistemik selalu diperlukan pada
pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal) dan subtipe OSD
(Onikomikosis Subungual Distal) yang melibatkan daerah lunula. OSPT (Onikomikosis
Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang terbatas pada distal
kuku dapat diobati dengan agen topikal.Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal akan
meningkatkan kesembuhan. Tingkat kekambuhan tetap tinggi, bahkan dengan obat-obat
baru, sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.4
A. Penggunaan Anti Jamur Topikal dan Anti Jamur Sistemik
Struktur keras keratin dan kompak kuku menghalangi difusi obat topikal ke dalam dan
melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat topikal dapat berkurang 1000 kali dari luar ke
dalam.5 Penggunaan agen topikal harus dibatasi pada kasus-kasus yang melibatkan
kurang dari setengah lempeng kuku distal atau jika tidak dapat mentoleransi pengobatan
sistemik.

a. Azol
Generasi pertama antijamur ini adalah imidazol (ketokonazol,
mikonazol, klotrimazol). Generasi berikutnya berupa triazol (flukonazol,
itrakonazol), serta derivat triazol yang paling baru (varikonazol, ravukonazol,
posakonazol, dan albakonazol).
- Ketokonazol
Dosis dewasa 200 mg/hari bersama makanan untuk 14 hari. Dosis anak
3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal
resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari. Sediaan
pada formularium nasional tablet 200 mg, krim 2%, dan scalp solution 2%
yang tersedia pada fasilitas kesehatan tingkat 1,2 dan 3.

- Mikonazol
Mikonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Obat ini
diindikasikan secara topikal untuk dermatofitosis dan kandidiasis. Sediaan
pada formularium nasional serbuk 2% dan krim 2% yang tersedia pada
fasilitas tingkat 1,2 dan 3.

- Klotrimazol
Klotrimazol adalah obat antijamur azol yang digunakan hanya untuk
penggunaan topikal. Klotrimazol terdapat dalam bentuk sediaan krim atau
solution 1% dan tablet vagina 100 dan 500 mg. Sediaan pada formularium
nasional tablet vaginal 100 mg yang tersedia pada layanan kesehatan tingkat
2 dan 3.

- Flukonazol
Dosis 150-300mg/minggu selama 3-4 minggu. Flukonazol tersedia
dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan inj 2 mg/ml. Tersedia pada fasilitas
kesehatan tingkat 2 dan 3.

- Itrakonazol
Itrakonazol tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg. Dosis itrakonazol
200mg, 2xsehari selama 1 minggu.

b. Griseofulvin
Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah, bertindak menghambat
sintesis asam nukleat dan menghambat sintesis dinding sel jamur.Griseofulvin
menghambat jamur dari spesies Microsporum, Tricophyton, dan
Epidermophyton. Griseofulvin biasanya hanya digunakan untuk mengobati
infeksi dermatofit pada kulit, kuku atau rambut. Griseofulvin tersedia dalam
bentuk tablet 125, 250, dan 500 mg, dan suspensi 125 mg/ml. Sediaan pada
formularium nasional tablet 125 mg dan tablet 250 mg pada fasilitas kesehatan
tingkat 1,2 dan 3 serta tablet 500 mg pada fasilitas kesehatan tingkat 2 dan 3.
Dosis dewasa adalah 500-1000 mg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi. Untuk
anak, dosisnya adalah 10 mg/kg BB/hari.

c. Terbinafin
Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang
penting untuk biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel jamur Obat
ini diindikasikan pada jamur dan kuku. Sediaan pada formularium nasional
tablet 250 mg yang tersedia pada fasilitas kesehatan tingkat 2 dan 3. Dosis yang
diberikan 250 mg per hari selama 2-6 minggu untuk tinea pedis, 2-4 minggu
untuk tinea kruris, 4 minggu pada tinea korporis, 6 minggu - sampai 3 bulan
untuk infeksi kuku (kadang-kadang lebih lama pada infeksi toenail).

X. Prognosis
Meskipun diterapi dengan obat dosis optimal, 1 di antara 5 kasus onikomikosis
ternyata tidak memberi respon baik. Penyebab kegagalan diduga adalah diagnosis yang
tidak akurat, salah identifikasi penyebab, adanya penyakit yang lain. Pada beberapa kasus,
karakteristik kuku tertentu, yaitu pertumbuhan lambat serta sangat tebal juga merupakan
penyulit, selain faktor predisposisi terutama keadaan immunocompromised.
Daftar Pustaka

1. Onychomycosis: Practice essentials, background, pathophysiology [Internet]. 2015 Aug

11 [cited 2015 Aug 18]. Available from: http://emedicine.medscape.com/ article/1105828-

overview

2. Crawford F, Young P, Godfrey C, Bell-Syer SEM, Hart R, Brunt E, et al. Oral treatments

for toenail onychomycosis: A systematic review. Arch Dermatol. 2002;138(6):811–6.

3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Universitas

Indonesia; 1999.

4. Gupta AK, Drummond-Main C, Cooper EA, Brintnell W, Piraccini BM, Tosti A.

Systematic review of nondermatophyte mold onychomycosis: Diagnosis, clinical types,

epidemiology, and treatment. J Am Acad Dermatol. 2012;66(3):494–502.

5. Ameen M, Lear JT, Madan V, Mohd Mustapa MF, Richardson M. British Association of

Dermatologists’ guidelines for the management of onychomycosis 2014. Br J Dermatol.

2014;171(5):937–58.

You might also like