You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang berazas dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat. Indonesia sendiri telah memilih demokrasi sebagai

penyelenggaraan Negara dan pemilihan umum (pemilu) sebagai sarana pelaksaan

demokrasi tersebut.

Pemilu dilaksanakan di Negara Indonesia dalam rangka untuk

mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai

demokrasi, dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat agar ikut

berpartisipasi aktif dalam pemilu demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang

demokratis. Pemilu merupakan salah satu mekanisme demokratis untuk

melakukan pergantian pemimpin. Pemilu sendiri harus dilaksanakan dengan

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilu bila diartikan secara

sederhana merupakan cara individu warga negara dalam melakukan aktivitas

politik ataupun kontrak politik dengan orang lain atau partai politik yang

diberikan wewenang untuk melaksanakan sebagian kekuasaan rakyat atau

pemilih. Di berbagai Negara pemilu merupakan salah satu wadah yang bertujuan

untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menentukan siapa yang akan

mewakili mereka dalam lembaga legislatif maupun yang memipin mereka dalam

lembaga eksekutif. Pemilu juga dapat menjadi sarana bagi orang-orang yang

benar-benar bisa dan mampu untuk masuk kedalam lingkaran elit politik, baik

ditingkat daerah maupun nasional.

1
Salah satu tolak ukur pemilu yang demokratis adalah dengan adanya

komponen pemilih yang semakin plural seiring dengan pemilu yang semakin

kompleks. Hal ini dapat diartikan bahwa pemilih adalah pendukung utama yang

sangat penting dalam pemilu yang demokratis, sesuai dengan kedaulatan rakyat.

Setiap pemilih dalam suatu pemilu tidak terlepas dari latar belakang politis

maupun sosiologis pada saat itu, sehingga hal tersebut sangat berpengaruh pada

pilihan mereka, inilah yang disebut sebagai perilaku pemilih.

Pemilihan Gubernur Sumatera Utara yang dilaksanakan pada tanggal 7

Maret 2013 adalah manifestasi dari kekuasaan rakyat. Pada pemilihan ini

rakyatlah yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan siapa yang akan

menjadi Gubernur Sumatera Utara. Dan berdasarkan hasil perolehan suara yang

diumumkan KPU pada tanggal 15 Maret 2013 maka diketahui bahwa Gatot Pujo

Nugroho-Erry Nuradi meraih suara terbanyak dengan meraih 1.604.337 suara atau

33%, Effendi Simbolon-Jumiran Abdi dengan 1.183.187 suara atau 24,34%, Gus

Irawan-Soekirman yang meraih 1.027.433 suara atau 21,13%, Amri Tambunan-

RE Nainggolan yang mendapatkan 594.414 suara atau 12,23%, dan Chairuman

Harahap-Fadly Nurzal meraih 452.096 suara atau 9,30%.

Berdasarkan UU No. 10 tahun 2008 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2

serta pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah

warga Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah warga

negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih atau

sudah/pernah kawin yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum termasuk

pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu. Pemilih pemula sebagai

bagian dari seluruh pemilih di Indonesia yang memiliki peran besar bagi

2
kemajuan bangsa tidak boleh menganggap remeh dunia politik, khususnya

partisipasi mereka dalam pemilihan umum. Layaknya sebagai pemilih pemula,

mereka selalu dianggap tidak memiliki pengalaman memilih (voting) pada pemilu

sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti mencerminkan

keterbatasan menyalurkan aspirasi politik, mereka tetap melaksanakan hak

pilihnya di tempat pemungutan suara.

Pemilih pemula mayoritas memiliki rentang usia 17-21 tahun, mayoritas

pemilih pemula adalah pelajar (SMA), mahasiswa dan perkerja muda. Pemilih

pemula merupakan pemilih yang sangat potensial dalam perolehan suara pada

Pemilu. Perilaku pemilih pemula memiliki karakteristik yang biasanya masih labil

dan apatis, pengetahuan politiknya kurang, cenderung mengikuti kelompok

sepermainan dan mereka baru belajar politik khususnya dalam pemilihan umum.

Ruang-ruang tempat di mana mereka belajar politik biasanya tidak jauh dari ruang

yang dianggap memberikan rasa kenyamanan dalam diri mereka.

Pengetahuan politik pemilih pemula sebenarnya tidak jauh berbeda dengan

kelompok pemilih lainnya. Perilaku pemilih masih erat dengan faktor sosiologis

dan psikologis dalam menjatuhkan pilihan politiknya jika ditinjau dari studi

perilaku politik. Namun yang membedakan pemilih pemula dan kelompok lainnya

adalah soal pengalaman politik dalam menghadapi pemilu. Preferensi yang

dijadikan sandaran dalam melakukan pemilihan cenderung tidak stabil atau

mudah berubah ubah sesuai dengan informasi atau preferensi yang melingkarinya.

Pemilih pemula dalam kategori politik adalah kelompok yang baru pertama kali

menggunakan hak pilihnya. Dalam menggunakan hak pilih politiknya itu,

3
mengikuti tipologi model Almond dan Verba (1990: 16) maka orientasi politik

pemula ini dikategorikan menjadi,

1) orientasi kognitif, yaitu pengetahuan tentang dan kepercayaan pada

kandidat,

2) orientasi politik afektif, yaitu perasaan terhadap pemilu, pengaruh

teman terhadap penentuan pilihan, dan

3) orientasi politik evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat pemilih

pemula terhadap parpol/kandidat pilihannya. Orientasi politik

pemilih pemula ini selalu dinamis dan akan berubah-ubah

mengikuti kondisi yang ada dan faktorfaktor yang

mempengaruhinya.

Orientasi politik sebenarnya merupakan suatu cara pandang dari suatu

golongan masyarakat dalam suatu struktur masyarakat. Timbulnya orientasi itu

dilatarbelakangi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat maupun dari luar

masyarakat yang kemudian membentuk sikap dan menjadi pola mereka untuk

memandang suatu obyek politik. Orientasi politik itulah yang kemudian

membentuk tatanan dimana interaksi-interaksi yang muncul tersebut akhirnya

mempengaruhi perilaku politik yang dilakukan seseorang. Orientasi politik

tersebut dapat dipengaruhi oleh orientasi individu dalam memandang obyek-

obyek politik. Objek orientasi politik meliputi keterlibatan seseorang terhadap:

1) sistem yaitu sebagai suatu keseluruhan dan termasuk berbagai

perasaan tertentu seperti patriotisme dan alienansi, kognisi dan

evaluasi suatu bangsa, dan

4
2) pribadi sebagai aktor politik, isi dan kualitas, norma-norma

kewajiban politik seseorang. Orientasi politik yang dimiliki

seseorang akan mendorong terjadinya partisipasi politik.

Memahami kesadaran politik pemilih pemula dalam pemilihan Gubernur

Sumatera Utara tahun 2013 maka peneliti tertarik untuk meneliti perilaku politik

pemilih pemula. Alasan lain yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih

dalam tentang perilaku politik pemilih pemula adalah karena banyak hal yang

dapat mempengaruhi pemilih pemula dalam memilih pasangan Gubernur

Sumatera Utara tahun 2013.

Dalam penelitian ini ada alasan yang melatarbelakangi peneliti untuk

melakukan penelitian yaitu karena peneliti melihat bahwa tingkat pemilihan

khususnya pemilih pemula sangat signifikan. Karena hal tersebut peneliti menjadi

tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang perilaku politik pemilih pemula itu

sendiri. Selain itu peneliti memilih Kota Medan sebagai tempat penelitian karena

jumlah pemilih pemula yang ada di Kota Medan cukup banyak dan lokasi

penelitian terjangkau oleh peneliti.

Dengan memperhatikan latarbelakang tersebut peneliti dalam hal ini

tergerak untuk mengkaji lebih dalam dan memfokuskan pada perilaku politik

pemilih pemula pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota

Medan. Untuk itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “ Perilaku Politik

Pemilih Pemula di Kota Medan (Studi Kasus Pemilihan Gubernur Sumatera

Utara Tahun 2013)”

5
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan judul dan uraian latar belakang di atas yang telah penulis

jabarkan, maka permasalahan yang akan penulis teliti adalah melihat dan

menganalisis bagaimana perilaku politik pemilih pemula dikota Medan pada

pemilihan gubernur Sumatera Utara Tahun 2013?

1.3. Batasan Masalah

Dalam penulisan penelitian ini, penulis memiliki batasan-batasan masalah

agar dalam penjelasannya nanti lebih mudah dan tidak membuat pembahasan

menjadi melebar. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah

penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan responden yang berusia 17-21

tahun pada pemilihan gubernur Sumatera Utara tahun 2013.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui bagaimana perilaku politik pemilih pemula di kota Medan pada

pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan

pengetahuan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama

perkuliahan pada permasalahan dan kondisi masayarakat.

2) Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

pembedaharaan referensi dan sebagai tambahan literatur atau bahan kajian

dalam studi ilmu politik. Serta sabagai media informasi bagi pembacanya.

6
3) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pendidikan politik kepada masyarakat dan menambah ilmu pengetahuan

tentang pentingnya perilaku politik pemilih pemula. Serta bagi pemilih

pemula agar mengetahui pentingnya partisiasi mereka dalam pemilu yang

demokratis.

1.6. Kerangka Teori

1.6.1 Perilaku Politik

Menurut Ramlan Surbakti (2010: 20), interaksi antara pemerintah dan

masyarakat di antara lembaga-lembaga pemerintah dan di antara kelompok dan

individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan pelaksanaan, dan

penegakan keputusan politik, pada dasarnya merupakan perilaku politik. Di

tengah masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi. Sebagian dari perilaku

dan interaksi dapat dicermati akan berupa perilaku politik, yaitu perilaku yang

bersangkut paut dengan proses politik.

Ramlan Surbakti juga mengatakan, perilaku politik adalah interaksi antara

pemerintah dan masyarakat, diantara lembaga-lembaga pemerintah dan diantara

kelompok dan individu dalam masyarakat, dalam rangka proses pembuatan

pelaksanaan dan penegakan keputusan politik.

Perlu diketahui tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat

mengerjakan kegiatan politik. Ada pihak yang memerintah, ada pula yang

menaati pemerintah. Yang satu mempengaruhi, yang lain menentang, dan

hasilnya berkompromi. Yang satu menjanjikan, yang lain kecewa karena janji

tidak dipenuhi. Berunding dan tawar-menawar. Yang satu memaksakan putusan

berhadapan dengan pihak lain yang mewakili kepentingan rakyat yang berusaha

7
membebaskan. Yang satu menutupi kenyataan yang sebenarnya (yang merugikan

masyarakat atau yang akan mempermalukan), pihak lain berupaya memaparkan

kenyataan sesungguhnya, dan mengajukan tuntutan, memperjuangkan

kepentingan, mencemaskan apa yang akan terjadi. Semua ini merupakan perilaku

politik.

Yang selalu melakukan kegiatan politik ialah pemerintah (lembaga dan

peranannya) dan partai politik karena fungsi mereka dalam bidang politik. Oleh

karena itu, prilaku politik dibagi dua, yakni:

1) Perilaku politk lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah.

2) Perilaku politik warga Negara biasa (baik individu maupun kelompok)

Yang pertama bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan

menegakkan keputusan politik, sedangkan yang kedua berhak

mempengaruhi pihak yang pertama dalam melaksanakan fungsinya

karena apa yang dilakukan pihak pertama menyangkut kehidupan

pihak kedua. Kegiatan politik yang dilakukan oleh warga Negara biasa

(individu maupun kelompok) disebut partisipasi politik.

Menurut Sastroatmodjo (1995:14-15), faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku politik seseoarang pemilih adalah sebagai berikut.

1) Faktor lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik,

sistem ekonomi, sistem budaya dan sistem media masa.

2) Faktor lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan

membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama,

sekolah dan kelompok pergaulan. Lingkungan sosial politik

langsung ini memberikan bentuk-bentuk sosialisasi dan

8
internalisasi nilai dan norma masyarakat pada aktor politik serta

memberikan pengalaman-pengalaman hidup.

3) Faktor struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

Pada faktor ini ada tiga basis fungsional sikap untuk

memahamninya. Basis pertama adalah yang didasarkan pada

kepentingan yaitu penilaian seseorang terhadap suatu objek

didasarkan pada minat dan kebutuhan seseorang terhadap objek

tersebut. Basis yang kedua atas dasar penyesuaian diri yaitu

penilaian yang dipengaruhi oleh keinginan untuk menjaga

keharmonisan dengan subyek itu. Basis yang ketiga adalah sikap

didasarkan pada fungsi ekternalisasi diri dan pertahanan.

4) Faktor sosial politik langsung yang berupa situasi yaitu, keadaan

yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan

sesuatu kegiatan.

Keempat faktor tersebut saling mempengaruhi perilaku politik aktor

politik baik secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku politik seseorang

tidak hanya didasarkan pada pertimbangan politik saja tetapi juga dipengaruhi

oleh pertimbangan non politik. Hal ini dipertegas lagi oleh Alfian. Menurut Alfian

(1990:285) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik seseorang adalah:

1) Latar belakang historis,

2) Kondisi geografis (geo politik),

3) Budaya politik,

4) Agama dan keyakinan, dan

5) Sistem kultural yang melekat dan berlaku dalam masyarakat.

9
Selain lingkungan sosial politik tersebut, beberapa lingkungan sosial

politik yang mempengaruhi perilaku politik adalah keluarga, lingkungan sekolah,

agama dan kelompok permainan. Lingkungan sosial politik tersebut saling

mempengaruhi dan berhubungan antara satu dengan lainnya dan bukannya

sebagai faktor yang berdiri sendiri. Melalui proses, pengalaman, sosialisasi, dan

sebagainya terbentuklah sikap dan perilaku politik seseorang.

Terkait dengan hal tersebut, Nursal (2006:72) menyimpulkan beberapa

faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih.

1) Social Imagery atau Citra Sosial (Pengelompokan Sosial) Social

imagery adalah citra kandidat atau partai dalam pikiran pemilih

mengenai “berada” di dalam kelompok sosial mana atau tergolong

sebagai apa sebuah partai atau kandidat politik.

2) Identifikasi Partai Identifikasi partai yakni proses panjang

sosialisasi kemudian membentuk ikatan yang kuat dengan partai

politik atau organisasi kemasyarakatan yang lainnya. Dengan

identifikasi partai, seolaholah semua pemilih relatif mempunyai

pilihan yang tetap. Dari Pemilu ke Pemilu, seseorang selalu

memilih partai atau kandidat yang sama.

3) Emotional Feeling (Perasaan Emosional) Emotional feeling adalah

dimensi emosional yang terpancar dari sebuah kontestan atau

kandidat yang ditunjukkan oleh policy politik yang ditawarkan.

4) Candidate Personality (Citra Kandidat) Candidat personality

mengacu pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap

sebagai karakter kandidat. Beberapa sifat yang merupakan

10
candidate personality adalah artikulatif, welas asih, stabil, energik,

jujur, tegar, dan sebagainya.

5) Issues and Policies (Isu dan Kebijakan Politik) Komponen issues

and policies mempresentasikan kebijakan atau program yang di

janjikan oleh partai atau kandidat politik jika menang Pemilu.

Platform dasar yang sering ditawarkan oleh kontestan Pemilu

kepada para pemilih adalah kebijakan ekonomi, kebijakan luar

negeri, kebijakan dalam negeri, kebijakan sosial, kebijakan politik

dan keamanan, kebijakan hukum, dan karakteristik kepemimpinan.

6) Current Events (Peristiwa Mutakhir) Current events mengacu pada

himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang

menjelang dan selama kampanye. Current events meliputi masalah

domestik dan masalah luar negeri. Masalah domestik misalnya

tingkat inflasi, prediksi ekonomi, gerakan separatis, ancaman

keamanan, merajalelanya korupsi, dan sebagainya. Masalah luar

negeri misalnya perang antar negaranegara tetangga, invasi ke

sebuah negara, dan sebagainya yang mempunyai pengaruh baik

langsung maupun tidak langsung kepada para pemilih.

7) Personal Events (Peristiwa Personal) Personal events mengacu

pada kehidupan pribadi dan peristiwa yang pernah dialami secara

pribadi oleh seorang kandidat, misalnya skandal seksual, skandal

bisnis, menjadi korban rezim tertentu, menjadi tokoh pada

perjuangan tertentu, ikut berperang mempertahankan tanah air, dan

sebagainya.

11
8) Epistemic Issues (Faktor-faktor Epistemik) Epistemic issues adalah

isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memicu keinginan para

pemilih mengenai hal-hal baru. Epistemic issues sangat mungkin

muncul di tengah-tengah ketidakpercayaan publik kepada institusi-

institusi politik yang menjadi bagian dari sistem yang berjalan.

Menurut Ramlan Surbakti (2010:186) terdapat beberapa pendekatan

mengapa pemilih memilih kontestan tertentu dan bukan kontestan lain. Terdapat

lima pendekatan yaitu:

1) Pendekatan Struktural melihat kegiatan memilih sebagai produk

dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem

partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang

ditonjolkan oleh setiap partai. Struktur sosial yang menjadi sumber

kemajemukan politik dapat berupa kelas sosial atau perbedaan-

perbedaan antara majikan dan pekerja, agama, perbedaan kota dan

desa, dan bahasa dan nasionalisme.

2) Pendekatan Sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih

dalam kaitan dengan konteks sosial. Konkretnya, pilihan seseorang

dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan

sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa),

pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan, dan agama.

3) Pendekatan Ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerah

pemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan

unit teritorial, seperti desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.

12
4) Pendekatan Psikologi Sosial, pada dasarnya pendekatan ini sama

dengan penjelasan yang diberikan dalam model perilaku politik,

sebagaimana dijelaskan diatas. Salah satu konsep psikologi sosial

yang digunakan untuk menjelaskan perilaku untuk memilih pada

pemilihan umum berupa identifikasi partai. Konsep ini merujuk

pada persepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau keterikatan

emosional pemilih terhadap partai tertentu. Konkretnya, partai

yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya

merupakan partai yang selalu dipilih tanpa terpengaruh oleh faktor-

faktor lain.

5) Pendekatan Pilihan Rasional melihat kegiatan memilih sebagai

produk kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak

hanya “ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat

mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi ini digunakan pemilih

dan kandidat yang hendak mencalonkan diri untuk terpilih sebagai

wakil rakyat atau pejabat pemerintah. Bagi pemilih, pertimbangan

untung dan rugi digunakan untuk membuat keputusan tentang

partai atau kandidat yang dipilih, terutama untuk membuat

keputusan apakah ikut memilih atau tidak ikut memilih.

1.6.2 Pemilih dan Pemilih Pemula

Pengertian pemilih dalam penelitian ini mengacu kepada Undang-

Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, dimana dijelaskan

bahwa pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah memiliki hak pilih/hak

bersuara dengan memilih wakil rakyat yang dipercayai untuk duduk di lembaga

13
pemerintahan. Syarat menjadi pemilih menurut UU No.12 Tahun 2003 Pasal 14

ayat 1-3 adalah :

1) WNI yang pada hari pemungutan suara telah berusia 17 tahun atau

sudah/pernah menikah.

2) Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.

3) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4) Terdaftar sebagai pemilih.

5) Perubahan status dari anggota TNI atau Polri menjadi sipil/purnatugas

sehingga punya hak pilih

6) Apabila telah terdaftar dalam Daftar Pemilih namun tidak lagi memenuhi

syarat, maka ia tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

7) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

8) Berdomisili di daerah tersebut sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan

sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan

Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Kategori pemilih pemula berdasarkan UU No. 10 tahun 2008 dalam

Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan pemilih pemula adalah warga Indonesia yang pada hari pemilihan atau

pemungutan suara adalah warga negara Indonesia yang sudah genap berusia 17

tahun dan atau lebih atau sudah/pernah kawin yang mempunyai hak pilih, dan

sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.

Rentang usia emilih pemula dikategorikan antara 17-21 tahun.

14
1.7. Metodologi Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif maka akan diperoleh

data-data empirik yang memungkinkan peneliti untuk melihat kecenderungan

umum yang melatarbelakangi pemilih pemula dalam pemilu melalui analisis data

dan angka. Penggunaan pendekatan kuantitatif ini mempermudah peneliti untuk

menganalisi korelasi antara berbagai variabel terukur, yang akan memudahkan

pelaksaan penelitian ini. Penelitian perilaku politik ini mewajibkan peneliti

mengukur perilaku yang sangat beragam sehingga peneliti harus mengambil

generalisasi dari perilaku-perilaku tersebut. Dan proses ini lebih cocok dengan

metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif.

1.7.2 Lokasi Penelitian

Guna memperoleh data-data dalam penelitian ini, peneliti mengambil

data-data di kantor KPUD Sumut. Dan beberapa warga yang tinggal di Kota

Medan sebagai sampel penelitian ini.

1.7.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sudaryono (2017:165) mengatakan populasi berkaitan dengan seluruh

kelompok orang, peristiwa, atau benda yang menjadi pusat perhatian penelitian

untuk diteliti. Populasi menurut Juliandi dan Irfan (2013:54) merupakan totalitas

dari seluruh unsur yang ada dalam sebuah wilayah penelitian. Populasi adalah

wilayah yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

15
kesimpulannya. Populasi sangat berkaitan dengan seluruh anggota kelompok

orang, peristiwa, atau benda yang menjadi pusat perhatian penelitian untuk

diteliti. Maka, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilih pemula pada

Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di daerah pemilihan Kota Medan.

Untuk menentukan apakah seorang pemilih dikategorikan sebagai pemilih pemula

atau tidak maka digunakan kriteria berikut ini :

1) WNI yang telah berusia 17 tahun atau telah pernah menikah.

2) Terdaftar sebagai pemilih.

3) Bertempat tinggal di Kota Medan.

Berdasarkan keterangan tersebut diketahui jumlah pemilih pemula di Kota

Medan berdasarkan dari KPUD Sumut sebanyak 1,45% dari DPT Kota Medan

sebanyak 2.121.841 jiwa. Maka pemilih pemula di Kota Medan berjumlah 30.767

jiwa. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah populasi dari penelitian ini adalah

sebanyak 30.767 jiwa.

2. Sampel

Sampel penelitian merupakan suatu faktor penting yang perlu diperhatikan

dalam penelitian yang akan dilakukan. Menurut Juliandi dan Irfan (2013) sampel

adalah bagian dari jumlah populasi tersebut.

Menurut Sugiono, sampel merupakan bagian dari jumlah karakteristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dari penelitian tidak

mungkin mempelajari semua yang ada. Sampel adalah sebagian dari populasi (a

portion of a population), Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

Stratified Random Sampling, yang mana berarti pengambilan sampel secara

probabilitas dimana setiap elemen dari satu atau lebih karakteristik

16
dikelompokkan, dan elemen tersebut dipilih dari setiap kelompok secara

proporsional dengan memperhatikan representasi setiap kelompok dari total

populasi (A Probability Sample in which elements sharing one or more

characteristics are grouped, and elements are selected from each group in

proportion to the group’s representation in the total population). Untuk

menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini digunakan rumus Frank Lynck,

sebagai berikut :

NZ2 . P (1 – P)
n=
Nd2 + Z2 (1 – P)

Dimana:

n = Jumlah Sampel

N = Populasi

Z = Nilai variable normal (1,96) untuk tingkat kepercayaan 95%

P = Harga patokan tertinggi (0,50)

D = Sampling Error = 0,10

Dari data pemilih tetap KPU bulan Juni 2013 diketahui bahwa untuk

jumlah pemilih pemula di Kota Medan adalah sebanyak 30.767 orang maka

banyaknya pemilih pemula yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini

adalah :

30767 (1,96)2 . 0,5 (1 – 0,5 )


n=
30767 (0,10)2 + 1,96 . 2 . 0,5 (1 – 0,5 )

30767 . 3,841 . 0,25


n=
30767 . 0,010 + 3,841 . 0,25

17
29544
n=
308,64

n = 95,723 (98 orang)

Maka jumlah sampel pada penelitian ini adalah 98 orang.

3. Teknik Penarikan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling). Menurut Arikunto (2006:

136), sampel bertujuan (purposive sampling) dilakukan dengan cara mengambil

subyek bukan didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya

dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya : alasan keterbatasan waktu,

tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.

Peneliti bisa menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, tetapi dengan

persyaratan sebagai berikut :

1) Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau

karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

2) Subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang

paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key

subjectis.

3) Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi

pendahuluan.

Kriteria yang harus dimiliki oleh responden sebagai pertimbangan dalam

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Responden masuk dalam kriteria para pemilih pemula.

18
2) Responden adalah pemilih pemula yang tinggal di Kecamatan

Tigabinanga.

3) Responden adalah pemilih pemula yang mempunyai kemampuan dan

pengetahuan untuk menjawab pertanyaan.

1.7.4Teknik Penumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik,

baik itu primer ataupun sekunder. Data primer didapatkan dengan menggunakan

angket (kuisioner). Angket (Kuisioner) adalah pertanyaan/pernyataan yang

disusun peneliti untuk mengetahui pendapat/persepsi responden penelitian tentang

suatu variabel yang diteliti. Angket atau kuisioner merupakan suatu teknik atau

cara pengumpulan data secara tidak langsung. Angket yang nantinya akan

dibagikan kepada pemilih pemula yang ada di Kota Medan akan dijawab dengan

menggunakan skala likert. Sedangkan untuk mengumpulkan data sekunder

peneliti mendapatkan dari pihak lain baik itu berupa dokumentasi, data demografi,

kondisi geografis, data-data tentang pemilu, dan data-data lain yang memberikan

informasi bagi peneliti.

1.8. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadikan penyusunan skripsi lebih terarah. Agar

mendapatkan gambaran yang lebih terperinci, peneliti membagi skripsi ini

kedalam 4 bab, yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan

metodologi penelitian.

19
BAB II : DESKRIPSI KOTA MEDAN

Bab ini akan membahas tentang gambaran umum lokasi penelitian yaitu deskripsi

Kota Medan dan kondisi pemilih pada daerah tersebut.

BAB III : ANALISIS DATA PERILAKU PEMILIH PEMULA

Bab ini akan membahas tentang penyajian data dan fakta yang penulis dapat dari

tempat penelitian selain itu juga melakukan pembahasan dan analisis dari data-

data tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya dan pemberian

saran peneliti terhadap permasalahan yang dibahas.

20

You might also like