You are on page 1of 39

ASKEP TUBERCULOSIS (TBC )

Apakah tuberculosis itu?


Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mikobacterium tuberculosis.

Bahaya TBC Paru?


 Penyebab kematian ke-3 di Indonesia (SKRT Depkes 1995)
 Menyerang SDM usia 15-54th(usia produktif)
 Di Indonesia penderita TBC menular 0,5 juta.
 Penderita TB menularkan kepada 10 orang perorang pertahun dan yang diserang
kebanyakan golongan ekonomi lemah.

Akibat TBC pada Masyarakat?


 Mempengaruhi ekonomi keluarga/umum
 Menambah banyaknya anak yatim/piatu atau yatim piatu
 Putus sekolah
 Kasus gagal
 Pengobatan meningkat karena biaya pengobatan tinggi.

Apa Tanda –tanda TBC Paru?


 Batuk lama lebih dari 3 minggu
 Demam
 Berat badan menurun
 Keringat malam
 Mudah lelah
 Nafsu makan hilang
 Nyeri dada
 Batuk darah

Apakah TBC menular?


TB dapat menular terutama bila dalam dahaknya ditemukan kuman TBC.

Apa saja yang diperiksa untuk penyakit TBC?


 Anamnesis
 Tes mantoux
 Pemeriksaan dahak mikroskopik
 Pemeriksaan foto rontgen paru

Bagaimana merawat penderita TBC hingga sembuh?


 Minum obat teratur dan benar sesuai anjuran dokter selama enam bulan
 Melibatkan anggota keluarga untuk mengawasi dan memastikan penderita TBC,
minum obat dengan teratur dan benar (DOTS).
Dasar pelaksanaan :
 Pendidikan keluarga dan peran serta keluarga :
 Jelaskan bahwa TBC dapat sembuh
 Minum obat secara teratur dan benar selama 6 bulan / lebih terus-menerus
 Makan yang baik dengan menu gizi seimbang
 Istirahat yang cukup

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan :


Relative tidak penting :
 Istirahat
 Perumahan
 Diet
 Perawatan
 Iklim
 Sanatorium

Factor psikis
 Relative penting :
 Luasnya penyakit

Penting :
 Jenis,jumlah dan dosis obat yang cukup
 Keteraturan berobat.
 Mengapa harus melakukan pemeriksaan rutin?
 Memantau kemajuan pengobatan
 Mengetahui ada/tidaknya efek samping obat
 Memeriksa kesehatan dan memberikan informasi
 Memberikan obat-obatan

Resiko penularan :
Penularan melalui udara :
 Anggota keluarga
 Sahabat
 Rekan sekerja
 Penderita TBC dengan BTA Negative umumnya tidak menular
 Penderita dengan BTA positive sangat menular
 Penderita dengan BTA positive setelah diobati beberapa minggu, risiko penularan
kecil
 Orang dengan infeksi HIV , imunitas rendah atau penyakit lainnya
 Stop rokok,hindari minum alcohol,obat bius
 Berobat teratur
 Jangan stop obat sendiri
 Anggota keluarga ikut aktif memperhatikan penderita minum obat teratur dan
benar (DOTS)
 Bila batuk mulut ditutup
 Sebaiknya minum obat dalam keadaan perut kosong ( pagi )
 Makan-makanan yang bergizi dan cukup istirahat.

Mencegah TBC?
 Hidup sehat
 Makan yang bergizi
 Istirahat cukup
 Olahraga teratur
 Hindari stress
 Bila batuk ditutup mulutnya
 Jangan meludah sembarangan
 Lingkungan sehat
 Vaksinasi pada bayi dan anak

A. TEORI

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia,


menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta
orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan
25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan.
Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan
munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat.
Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk
penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman TB.
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah
penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada
semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 ?
1982 telah dilakukansurvey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400
penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik
pemerintahd an swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit
pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per
tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita
TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan
penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum
strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan
yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan
kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul
kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau
multi drug resistance (MDR).

Definisi :
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang
Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman Tuberkulosis :
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam
pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA),
kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Cara Penularan :

Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko Penularan :
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah
dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10
(sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak
akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah
dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus)
penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atauHIV/AIDS.

Riwayat terjadinya Tuberkulosis

Infeksi Primer :
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan
ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis :
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA
negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan
dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak
diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat,
penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati :
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal,
25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai ?
kasus Kronik? yang tetap menular (WHO 1996).

Pengaruh Infeksi HIV :


Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.

Gejala - gejala Tuberkulosis Gejala Umum :

Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
Dahak bercampur darah.
Batuk darah.
Sesak napas dan rasa nyeri dada.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan.

Penemuan pederita Tuberkulosis (TB)


Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.
Penemuan penderita TB dilakukan secara Pasif, artinya penjaringan tersangka
penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara
aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan
Passive Promotive Case Finding
Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama,
harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan
tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit
menular yang dapat mengakibatkan kematian.Semua tersangka penderita harus
diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu ?
pagi ? sewaktu (SPS).
Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Anak.
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian
besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran
radiologis dan uji tuberkulin.

Diagnosis Tuberkulosis (TB)


Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu
foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita
TB BTA positif.
Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya
biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain,
misalnya biakan.
Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 ? 2 minggu. Bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif.
- Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto
rontgen dada.
ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
Di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam
menentukan diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat
sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis Karena tingginya prevalensi
TB. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan
pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis . Dilain pihak, hasil uji
tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis.
Misalnya pada penderita HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili.

Refleksi Hari TBC Sedunia


Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Tuberkulosis (TBC) sedunia.
Tahun ini peringatan hari TBC sedunia bertemakan "Every Breath Counts, Stop
TB Now!". Tema ini menekankan pada kata "breath" yang tidak hanya berarti
pernapasan, tetapi juga merupakan pusat dari segala aktivitas manusia. Sehingga,
rusaknya "breath" karena TBC akan mengakibatkan rusaknya segala aktivitas
manusia. Tema ini sekali lagi mengingatkan kita akan bahaya TBC dan urgensi
pemberantasannya. Dalam rangka memperingati hari TBC ini juga dilakukan "2nd
Stop TBC Partners", forum dan kampanye Stop TBC untuk 2004-2005 yang
diselenggarakan di New Delhi.

Pembunuh massal
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis
yang menyebabkan TBC adalah bekteri pembunuh massal. WHO memperkirakan
bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara tahun 2002-2020
diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata lain
pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen
di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di antara yang
berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian.
Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6
juta setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC.
Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan
perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi
setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini.
Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan
penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat.
Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika
Serikat, hampir 40 persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar
negeri. Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber penyebaran TBC.
Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan
lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC.
Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi
TBC.
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org) menunjukan
bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari
kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara
dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada
di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita
terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua.
Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh
nomor satu di kawasan ini, di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang
disebabkan oleh HIV/AIDS yang berada di peringkat kedua. Sementara itu,
penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD) tidak sampai
sepersepuluhnya. Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini.
Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat
perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium
tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk
atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa
menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
Berdasarkan data Rumah Sakit "Prof DR Sulianti Saroso"
(http:www.infeksi.com), di Indonesia tiap tahun terdapat 583 ribu kasus dan 140
ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung, setiap hari 425 orang meninggal
akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa menularkan ke 10 orang, pada
tahun berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8 juta orang. Karena itu, jelaslah
bahwa TBC adalah pembunuh massal yang harus diberantas.
Terapi TBC

Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri,
pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang
tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan
imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC
jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada
tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan
melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi
akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih
dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa
dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa
yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X
kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain
Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat
dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat
TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide,
streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang
resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta
perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien
berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC
biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian,
untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat
minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat
adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan
kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini,
dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak
tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di
Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat
kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi
target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus
baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001,
tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena
itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.

Imunisasi

Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan
kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama
BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG).
Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini
dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live
vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa
mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak
berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup.
Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat
efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah
menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena
efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang
imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika
Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi
BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko
tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan
langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi
kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya
70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC.
Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya
imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG
terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang
dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi
kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan
diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak
tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak
perlu lagi dilaksanakan.
Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan
jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi
BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected
cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien
TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi.
Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas
TBC dari bumi Indonesia.
: Andi Utama (Peneliti Puslit Bioteknologi-LIPI dan Pemerhati Masalah
Kesehatan)

PERANGI TBC :

10 HAL TENTANG TBC DAN PENANGGULANGANNYA.


10 FAKTA PENTING MENGENAI SITUASI TBC DI INDONESIA
Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia
Secara nasional, TBC ?membunuh? kira-kira 140.000 orang setiap tahun
Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
Indonesia merupakan ?penyumbang? kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan
India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % - 4,4 %
( menurut data 1972-1987 ).
Sekitar ¾ pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif.
Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly
Observed Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC.
Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas diberikan dalam bentuk Kombipak.
Tahun 1999 merupakan dimulainya era penting dalam penanggulangan TBC di
Indonesia, karena dibentuknya GERDUNAS-TBC (Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulangan TBC) yang merupakan wujut nyata kemitraan dengan berbagai
sektor yang terkait dalam penanggulangan TBC di Indoensia.
Penelitian ekonomi kesehatan di Indonesia menemukan bahwa jika pengobatan
dapat diterapkan secara dini, setiap US$ 1 yang untuk program penanggulangan
TBC, maka akan dapat menghemat US$ 55 dalam waktu 20 tahun.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC

Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit
menular lainnya.
Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun.
Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari.
Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.
Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit
TBC.
Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC
(walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ?
15 orang dalam jangka waktu 1 tahun.
Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang
menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara.
Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PERPINDAHAN PENDUDUK

Sekitar 50 % dari jumlah pengungsi di seluruh dunia kemungkinan telah tertular


TBC, Setiap tahunnya, lebih dari 17.000 orang pengungsi menderita sakit akibat
TBC.
Populasi pengungsi menghadapi peningkatan masalah akibat TBC; jumlah
pengungsi dan pelarian di seluruh dunia telah berlipat 9 kali selama 20 tahun
terakhir.
Penderita TBC yang tidak dirawat dapat menyebarkan penyakitnya secara cepat,
terutama di lingkungan penampungan dan kamp pengungsi, Amatlah sulit
memberikan perawatan TBC bagi penduduk yang berpindah-pindah.
WHO merekomendasikan bahwa TBC harus menjadi prioritas utama, sesegera
mungkin setelah fase darurat bagi para pengungsi itu berlalu.
Turisme, perjalanan antar-negara dan migrasi menunjang terjadinya penyebaran
kuman TBC.
Di banyak negara industri maju, paling tidak setengah dari jumlah kasus TBC,
ditemukan pada orang-orang yang lahir di negara lain.
Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang yang
tempat kelahirannya bukan di AS
Jumlah kasus TBC di AS diantara orang-orang yanglahirnya bukan di AS,
senantiasa meningkat setiap tahun.
Kaum gelandangan di negara maju merupakan golongan yang resiko tertular
TBC-nya semakin meningkat.
Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa hampir 30 % dari populasi gelandangan di
San Francisco (AS) dan sekitar 25 % dari populasi gelandangan di London
(Inggris) telah tertular oleh kuman TBC ? jauh lebih tinggi daripada rata-rata
nasional di kedua negara tersebut.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN

TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh
kaum perempuan.
Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta
diantaranya akan meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut
pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC ini berusia antara 15 ? 44 tahun.
TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan
muda usia.
TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan
penyebab kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3
% ).
Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin
terjangkit oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.
Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap
penuaran HIV.
Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar
dibandingkan jumlah penderita pria.
TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan
kematian akibat melahirkan.
Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan
terjadinya isolasi, pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita.
Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan
adanya upaya lebih baik penanggulangan penyakit TBC.

APAKAH DOTS ITU ?


DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah
strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat
secara cepat.
DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar
menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %.
Startegi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi
TBC.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangi TBC.
o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.

A. PATHWAYS

Pathways dapat dilihat disini

B. ANALISA DATA
TGL /
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
JAM
Berisi data masalah yang sedang
Etiologi
Diisi pada subjektif dan data dialami pasien seperti
berisi tentang
saat objektif yang gangguan pola nafas,
1 penyakit
tanggal didapat dari gangguan keseimbangan
yang diderita
pengkajian pengkajian suhu tubuh, gangguan
pasien
keperawatan pola aktiviatas,dll
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

o
o Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
o Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
o Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
o Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
o Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN PERENCANAAN
KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan Kebersihan jalan 1. Jelaskan klien
napas tak efektif napas efektif. tentang kegunaan
berhubungan batuk yang efektif
dengan sekresi yang Dengan Kriteria dan mengapa terdapat
kental/darah. Hasil : penumpukan sekret
di sal. pernapasan.
? Mencari posisi 2. Ajarkan klien tentang
yang nyaman yang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
3. Napas dalam dan
perlahan saat duduk
setegak mungkin.
4. Lakukan pernapasan
diafragma.
5. Tahan napas selama 3
- 5 detik kemudian
secara perlahan-
lahan, keluarkan
sebanyak mungkin
memudahkan melalui mulut.
peningkatan 6. Auskultasi paru
pertukaran udara. sebelum dan sesudah
? klien batuk.
Mendemontrasikan 7. Ajarkan klien
batuk efektif. tindakan untuk
? Menyatakan menurunkan
strategi untuk viskositas sekresi :
menurunkan mempertahankan
kekentalan sekresi. hidrasi yang adekuat;
meningkatkan
masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari
bila tidak
kontraindikasi.

8. Dorong atau
berikan perawatan
mulut yang baik
setelah batuk.
2 Kerusakan Pertukaran gas 9. Berikan posisi
pertukaran gas efektif. yang nyaman,
berhubungan biasanya dengan
dengan kerusakan Kriteria Hasil : peninggian kepala
membran alveolar- tempat tidur. Balik ke
kapiler. ? Memperlihatkan sisi yang sakit.
frekuensi Dorong klien untuk
pernapasan yang duduk sebanyak
efektif. mungkin.
? Mengalami 10. Observasi
perbaikan fungsi pernapasan,
pertukaran gas-gas catat frekuensi
pada paru. pernapasan, dispnea
? Adaptive atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress
pernapasan dan
perubahan pada tanda
vital dapat terjadi
sebagai akibat stress
fisiologi dan nyeri
atau dapat
menunjukkan
terjadinya syock
sehubungan dengan
hipoksia.
11. Jelaskan pada
klien bahwa tindakan
tersebut dilakukan
mengatasi faktor- untuk menjamin
faktor penyebab. keamanan.
12. Jelaskan pada
klien tentang
etiologi/faktor
pencetus adanya
sesak atau kolaps
paru-paru.

13. Pertahankan
perilaku tenang,
bantu pasien untuk
kontrol diri dnegan
menggunakan
pernapasan lebih
lambat dan dalam.
3 Perubahan nutrisi : Kebutuhan nutrisi 14. Diskusikan
kurang dari adekuat penyebab anoreksia,
kebutuhan tubuh dispnea dan mual.
berhubungan Kriteria Hasil : 15. Ajarkan dan
dengan peningkatan bantu klien untuk
produksi ? Menyebutkan istirahat sebelum
spuntum/batuk, makanan mana makan.
dyspnea atau yang tinggi protein 16. Tawarkan
anoreksia dan kalori makan sedikit tapi
? Menu makanan sering (enam kali
yang disajikan sehari plus
habis tambahan).
? Peningkatan berat 17. Pembatasan
badan tanpa cairan pada makanan
dan menghindari
cairan 1 jam sebelum
dan sesudah makan.
18. Atur makanan
dengan protein/kalori
tinggi yang disajikan
pada waktu klien
merasa paling suka
peningkatan edema
untuk memakannya.

19. Konsul
dengan dokter/shli
gizi bila klien tidak
mengkonsumsi
nutrien yang cukup.

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang


jaringan parenkim paru.

B. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh mikro organisme Mycobacterium


Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus dan alveolus.
Kuman juga bisa masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan,
melalui ingesti susu yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang
melalui lesi kulit.

C. Patofisiologi

Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan diteruskan


ke alveoli melalui jalan napas. Sistem imun tubuh bereaksi dengan
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan
banyak bakteri ; limfosit melisis basil dan jaringan normal. Reaksi ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli.

Gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati


dikelilingi oleh makrofag dan membentuk tuberkel ghon. Tuberkel
akhirnya mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks ghon. Sebelum
ingesti bakteri selesai, bahan mengalami perkijuan. Pada saat ini
mikroorganisme hidup mempunyai akses ke sistem trakeo bronkus dan
menyebar melalui udara ke orang lain.

D. Manifestasi Klinik

Sebagian besar pasien Tuberkulosis menunjukan demam,


keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri
dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif
tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen
dengan hemoptisis.

E. Komplikasi

 Tuberkulosis dapat menyebabkan penyakit pernapasan lainnya


seperti pleuritis eksudatif, TB larings, Pneumotoraks, Abses paru,
Cor Pulmonale.

 Malnutrisi

 Efek samping terapi obat-obatan; hepatitis, perubahan neurologis


(ketulian atau neuritis), gangguan GI.

 Resistensi banyak obat

 Penyebaran infeksi TB (TB miliaris)

F. Pemeriksaan Diagnostik

Deteksi dan diagnosis TB dicapai dengan tes objektif dan temuan


pengkajian subjektif. Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan :
 Kultur sputum ; positif untuk M. Tuberculosis tahap aktif penyakit.

 Ziehl-Neelsen (pewarnaan tahan asam) ; positif untuk basil tahan


asam.

 Tes kulit mantoux (PPD, OT) ; reaksi yang signifikan pada


individu yang sehat biasanya menunjukan TB dorman atau
infeksi yang disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.

 Ronsen dada ; menunjukan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang


atas paru, deposit kalsium dari lesi primer yang telah
menyembuh, atau cairan dari suatu efusi.

 Biopsi jarum jaringan paru

 AGD

 Pemeriksaan fungsi pulmonal.

G. Penatalaksanaan

Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi


(agens antituberkulosis) selama 6-12 bulan. Medikasi yang digunakan
untuk TB dibagi menjadi preparat primer (Isoniazid, Rifampin,
Ethambutol, pirasinamid, Streptomisin) dan preparat baris kedua
(Capreomisin, Kanamisin, Asam paraamino salisiklat, sikloserin).
Preparat primer hampir selalu diresepkan pertama kali sampai laporan
hasil kultur dan laboratorium memberikan data yang pasti.

Patofisiologi

Inhalasi basil TB
Pirogen endogen prostaglandin
alveolus
Reaksi inflamasi(fagositosis)
Destruksi makrofag
Pembentukan kompleks ghon
Destruksi basil TB
Pengkijuan
Pecah
Mempengaruhi hipotalamus
Hipertermi

Nekrosis jaringan paru

Menyebar ke bronkus&trakea
Kerusakan pd membran alvolar

Gangguan
pertukaran gas

Produksi mukus
meningkat
Penumpukan sekresi mukus pd jalan napas
Ketdkpatuhan thdp teknik pencegahan
Penyebaran infeksi
Pemaparan trhdp lingkungan sekitar
Resiko tinggi penyebaran infeksi
Batuk
Kurang nafsu makan
Intake nutrisi inadekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Bersihan jalan napas tidak efektif
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Data Fokus

 Klien mengeluh demam

 Klien mengeluh lemah

 Klien mengatakan kurang nafsu makan

 Penurunan berat badan

 Klien mengeluh berkeringat pada malam hari

 Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk

 Peningkatan suhu tubuh

 Klien mengatakan batuk yang menetap

 Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah

 Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.


 Klien mengeluh sesak

 Hemoptisis

 Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.

 Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal

 Takikardi

 Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi

2. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
 Klien mengeluh demam  Hemoptisis

 Klien mengeluh lemah  Terdapat bakteri M. Tuberculosis


pada pemeriksaan sputum.
 Klien mengatakan kurang nafsu
makan  Frekuensi, irama dan kedalaman
pernapasan yang abnormal
 Klien mengeluh berkeringat
pada malam hari  Takikardi

 Klien mengungkapkan nyeri  Penurunan berat badan


dada saat batuk
 Peningkatan suhu tubuh
 Klien mengeluh sesak
 Batuk dengan menghasilkan
 Klien mengungkapkan kadang sputum mukoid dan
batuk disertai darah mukopurulen.

 Klien mengatakan batuk yang  Terdengar bunyi napas Ronchi


menetap saat auskultasi

3. Analisa Data
No Simptom Etiologi Problem
1 DS : Penyebaran reaksi paru ke Bersihan jalan
napas tidak
 Klien mengungkapkan Bronkus&trakea efektif
nyeri dada saat batuk
Produksi mukus
 Klien mengeluh sesak meningkat
 Klien mengatakan batuk
yang menetap

 Klien mengungkapkan
kadang batuk disertai
Penumpukan sekresi
darah
mukus pada jalan napas
DO :

 Terdapat bakteri M. Bersihan


Tuberculosis pada jalan napas
pemeriksaan sputum. tidak efektif

 Frekuensi, irama dan


kedalaman pernapasan
yang abnormal

 Batuk dengan
menghasilkan sputum
mukoid dan
mukopurulen.

 Hemoptisis

 Terdengar bunyi napas


Ronchi saat auskultasi
2. DS : - Batuk Resiko tinggi
DO : - penyebaran
Ketidak patuhan trhdp infeksi
teknik pencegahan
penyebaran infeksi

Pemaparan
trhdp lingkungan sekitar

Resiko tinggi penyebaran


infeksi
3. DS : Penumpukan sekresi Nutrisi kurang
mukus dari
 Klien mengatakan kurang kebutuhan
nafsu makan tubuh
Nafsu makan berkurang
 Klien mengeluh lemah
Intake nutrisi inadekua
DO :
t
 Penurunan berat badan

Nutrisi
kurang dari kebutuhan

tubuh

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan


penumpukan sekret pada jalan napas yang ditandai dengan :

DS :

 Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk

 Klien mengeluh sesak

 Klien mengatakan batuk yang menetap


 Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah

DO :

 Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.

 Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal

 Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan


mukopurulen.

 Hemoptisis

 Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi

2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan


ketidakpatuhan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi..

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu


makan berkurang, yang ditandai dengan :

DS :

 Klien mengatakan kurang nafsu makan

 Klien mengeluh lemah

DO :

 Penurunan berat badan

C. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan


penumpukan sekret pada jalan napas.

Tujuan:

Klien dapat menunjukan perilaku memperbaiki/mempertahankan


bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria :
 Dyspnea berkurang/hilang

 Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan normal

 Bunyi napas normal

Intervensi :

1. Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama,


dan kedalaman pernapasan.

Rasional:

Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya

2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret. Catat karakter,


jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional:

Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal, memerlukan


intervensi lebih lanjut.

3. Ajarkan pasien napas dalam dan batuk efektif.

Rasional:

Ventilasi maksimal membuka are atelektasis dan


meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk
dikeluarkan.

4. Lakukan penghisapan lendir.

Rasional:

Penghisapan diperlukan jika pasien tidak mampu


mengeluarkan sekret sendiri.

5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari


Rasional:

Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan


sekret, memudahkan mengeluarkan sekret.

6. Beri obat-obatan (Agen mukolitik, bronkhodilator) sesuai


indikasi.

Rasional:

Agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret dan


bronkhodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan
trakeobronkial.

2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan


ketidakpatuahan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi

Tujuan :

Klien mampu mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi,


dengan kriteria :

 Klien mempraktekkan teknik mencegah/mengurangi resiko


penyebaran infeksi dalam melakukan ADLnya.

 Penyebaran infeksi pada orang terdekat tidak terjadi

Intervensi :

1. Kaji dan jelaskan pada pasien tentang patologi penyakit dan


potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama
batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.

Rasional:

Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi


program/teknik pencegahan penyebaran infeksi.
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan tisu saat batuk/bersin,
membuang tisu sekali pakai, menghindari meludah dan
mencuci tangan dengan baik.

Rasional:

Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.

3. Tekankan pentingnya mematuhi program pengobatan.

Rasional :

Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal,


tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

4. Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi.

Rasional:

Membantu mencegah/mengurangi resiko penyebaran infeksi.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu


makan berkurang

Tujuan :

Klien menunjukan pemasukan nutrisi yang adekuat, dengan


kriteria :

 Nafsu makan bertambah

 Berat badan normal

Intervensi :

1. Catat status nutrisi pasien dan berat badan pasien.

Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.

2. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tak disukai.

Rasional:

Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien.


Pertimbangan keinginan individu dapat meningkatkan
masukan diet.

3. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan


pernapasan.

Rasional:

Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang muntah.

4. Anjurkan pasien makan sedikit dan sering dengan makanan


tinggi protein dan karbohidrat.

Rasional:

Memaksimalkan masuakn nutrisi tanpa kelemahan yang tak


perlu/kebutuhan energi dari makan makanan yang banyak dan
menurunkan iritasi gaster.

5. Kolaborasi dengan gizi tentang program pelaksanaan diet.

Rasional:

Membantu dalam menentukan program diet pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC.


Jakarta

Doenges, Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi


Ketiga. EGC, Jakarta
Fakultas Kedokteran UI. 1982. Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius FKUI,Jakarta

J. Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC :


Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN TBC

A. Pengertian

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


Tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan
human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4
μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

B. Etiologi

Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan


ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 0,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram
positif serta tahan asam atau basil tahan asam.

C. Patofisiologi

Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei
dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam,
tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari
bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel
pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru
sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil
berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang
tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah
membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka
klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam
jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-
lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat
penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah
(hemaptoe).

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :


1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
berkeringat pada malam hari).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TBC dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TBC ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TBC. GDA
dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TBC).

F. Penatalaksanaan

Dalam pengobatan TBC dibagi 2 bagian :


1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya


adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :

o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan


kesembuhan menjadi 6-9 bulan.

2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan


dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TBC

A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
Gejala :
o Kelelahan umum dan kelemahan.
o Nafas pendek karena bekerja.
o Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari,
menggigil dan atau berkeringat.
o Mimpi buruk.

Tanda :

o Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.


o Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).

2. Integritas Ego.
Gejala :
o Adanya faktor stres lama.
o Masalah keuanagan, rumah.
o Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
o Populasi budaya.
Tanda :

o Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).


o Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.

3. Makanan / cairan.
Gejala :
o Anorexia.
o Tidak dapat mencerna makanan.
o Penurunan BB.

Tanda :

o Turgor kulit buruk.


o Kehilangan lemak subkutan pada otot.

4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
o Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda :

o Berhati-hati pada area yang sakit.


o Perilaku distraksi, gelisah.

5. Pernafasan.
Gejala :
o Batuk produktif atau tidak produktif.
o Nafas pendek.
o Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.

Tanda :

o Peningkatan frekuensi nafas.


o Pengembangan pernafasan tak simetris.
o Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak
secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi
nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels
tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekels – posttusic).
o Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur
darah.
o Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
o Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental
( tahap lanjut ).

6. Keamanan.
Gejala :
o Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV
positif (+)

Tanda :

o Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi sosial.
Gejala :
o Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
o Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan
kapasitas fisik untuk melaksankan peran.

8. Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala :
o Riwayat keluarga TB.
o Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
o Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
o Tidak berpartisipasi dalam therapy.

B. Diagnosa keperawatan Yang Muncul


1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran
udara.
 Mendemontrasikan batuk efektif.
 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Intervensi :
 Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
 Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
 Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
 Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua ,
tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
 Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
 Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
 Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian
expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :
 Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
 Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
 Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
 Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian
antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta.


Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta

Daftar Pustaka
 kapita selekta kedokteran edisi III, media aesculapius, jakarta, 2000
 www.handoko.net

You might also like