Professional Documents
Culture Documents
Factor psikis
Relative penting :
Luasnya penyakit
Penting :
Jenis,jumlah dan dosis obat yang cukup
Keteraturan berobat.
Mengapa harus melakukan pemeriksaan rutin?
Memantau kemajuan pengobatan
Mengetahui ada/tidaknya efek samping obat
Memeriksa kesehatan dan memberikan informasi
Memberikan obat-obatan
Resiko penularan :
Penularan melalui udara :
Anggota keluarga
Sahabat
Rekan sekerja
Penderita TBC dengan BTA Negative umumnya tidak menular
Penderita dengan BTA positive sangat menular
Penderita dengan BTA positive setelah diobati beberapa minggu, risiko penularan
kecil
Orang dengan infeksi HIV , imunitas rendah atau penyakit lainnya
Stop rokok,hindari minum alcohol,obat bius
Berobat teratur
Jangan stop obat sendiri
Anggota keluarga ikut aktif memperhatikan penderita minum obat teratur dan
benar (DOTS)
Bila batuk mulut ditutup
Sebaiknya minum obat dalam keadaan perut kosong ( pagi )
Makan-makanan yang bergizi dan cukup istirahat.
Mencegah TBC?
Hidup sehat
Makan yang bergizi
Istirahat cukup
Olahraga teratur
Hindari stress
Bila batuk ditutup mulutnya
Jangan meludah sembarangan
Lingkungan sehat
Vaksinasi pada bayi dan anak
A. TEORI
Definisi :
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang
Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman Tuberkulosis :
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam
pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA),
kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Cara Penularan :
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Resiko Penularan :
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah
dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10
(sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak
akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah
dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus)
penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atauHIV/AIDS.
Infeksi Primer :
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan
ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
Dahak bercampur darah.
Batuk darah.
Sesak napas dan rasa nyeri dada.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto
rontgen dada.
ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
Di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam
menentukan diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat
sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis Karena tingginya prevalensi
TB. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan
pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis . Dilain pihak, hasil uji
tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis.
Misalnya pada penderita HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili.
Pembunuh massal
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis
yang menyebabkan TBC adalah bekteri pembunuh massal. WHO memperkirakan
bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara tahun 2002-2020
diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata lain
pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen
di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di antara yang
berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian.
Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6
juta setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC.
Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan
perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi
setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini.
Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan
penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat.
Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika
Serikat, hampir 40 persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar
negeri. Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber penyebaran TBC.
Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan
lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC.
Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi
TBC.
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org) menunjukan
bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari
kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara
dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada
di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita
terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua.
Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh
nomor satu di kawasan ini, di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang
disebabkan oleh HIV/AIDS yang berada di peringkat kedua. Sementara itu,
penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD) tidak sampai
sepersepuluhnya. Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini.
Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat
perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium
tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk
atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa
menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
Berdasarkan data Rumah Sakit "Prof DR Sulianti Saroso"
(http:www.infeksi.com), di Indonesia tiap tahun terdapat 583 ribu kasus dan 140
ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung, setiap hari 425 orang meninggal
akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa menularkan ke 10 orang, pada
tahun berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8 juta orang. Karena itu, jelaslah
bahwa TBC adalah pembunuh massal yang harus diberantas.
Terapi TBC
Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri,
pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang
tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan
imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC
jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada
tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan
melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi
akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih
dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa
dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa
yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X
kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain
Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat
dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat
TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide,
streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang
resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta
perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien
berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC
biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian,
untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat
minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat
adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan
kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini,
dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak
tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di
Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat
kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi
target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus
baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001,
tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena
itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
Imunisasi
Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan
kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama
BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG).
Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini
dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live
vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa
mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak
berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup.
Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat
efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah
menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena
efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang
imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika
Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi
BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko
tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan
langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi
kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya
70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC.
Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya
imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG
terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang
dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi
kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan
diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak
tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak
perlu lagi dilaksanakan.
Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan
jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi
BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected
cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien
TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi.
Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas
TBC dari bumi Indonesia.
: Andi Utama (Peneliti Puslit Bioteknologi-LIPI dan Pemerhati Masalah
Kesehatan)
PERANGI TBC :
Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit
menular lainnya.
Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun.
Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari.
Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.
Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit
TBC.
Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC
(walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ?
15 orang dalam jangka waktu 1 tahun.
Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang
menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara.
Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.
TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh
kaum perempuan.
Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta
diantaranya akan meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut
pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC ini berusia antara 15 ? 44 tahun.
TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan
muda usia.
TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan
penyebab kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3
% ).
Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin
terjangkit oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.
Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap
penuaran HIV.
Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar
dibandingkan jumlah penderita pria.
TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan
kematian akibat melahirkan.
Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan
terjadinya isolasi, pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita.
Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan
adanya upaya lebih baik penanggulangan penyakit TBC.
A. PATHWAYS
B. ANALISA DATA
TGL /
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
JAM
Berisi data masalah yang sedang
Etiologi
Diisi pada subjektif dan data dialami pasien seperti
berisi tentang
saat objektif yang gangguan pola nafas,
1 penyakit
tanggal didapat dari gangguan keseimbangan
yang diderita
pengkajian pengkajian suhu tubuh, gangguan
pasien
keperawatan pola aktiviatas,dll
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
o
o Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
o Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
o Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
o Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
o Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
DIAGNOSA
NO TUJUAN PERENCANAAN
KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan Kebersihan jalan 1. Jelaskan klien
napas tak efektif napas efektif. tentang kegunaan
berhubungan batuk yang efektif
dengan sekresi yang Dengan Kriteria dan mengapa terdapat
kental/darah. Hasil : penumpukan sekret
di sal. pernapasan.
? Mencari posisi 2. Ajarkan klien tentang
yang nyaman yang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
3. Napas dalam dan
perlahan saat duduk
setegak mungkin.
4. Lakukan pernapasan
diafragma.
5. Tahan napas selama 3
- 5 detik kemudian
secara perlahan-
lahan, keluarkan
sebanyak mungkin
memudahkan melalui mulut.
peningkatan 6. Auskultasi paru
pertukaran udara. sebelum dan sesudah
? klien batuk.
Mendemontrasikan 7. Ajarkan klien
batuk efektif. tindakan untuk
? Menyatakan menurunkan
strategi untuk viskositas sekresi :
menurunkan mempertahankan
kekentalan sekresi. hidrasi yang adekuat;
meningkatkan
masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari
bila tidak
kontraindikasi.
8. Dorong atau
berikan perawatan
mulut yang baik
setelah batuk.
2 Kerusakan Pertukaran gas 9. Berikan posisi
pertukaran gas efektif. yang nyaman,
berhubungan biasanya dengan
dengan kerusakan Kriteria Hasil : peninggian kepala
membran alveolar- tempat tidur. Balik ke
kapiler. ? Memperlihatkan sisi yang sakit.
frekuensi Dorong klien untuk
pernapasan yang duduk sebanyak
efektif. mungkin.
? Mengalami 10. Observasi
perbaikan fungsi pernapasan,
pertukaran gas-gas catat frekuensi
pada paru. pernapasan, dispnea
? Adaptive atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress
pernapasan dan
perubahan pada tanda
vital dapat terjadi
sebagai akibat stress
fisiologi dan nyeri
atau dapat
menunjukkan
terjadinya syock
sehubungan dengan
hipoksia.
11. Jelaskan pada
klien bahwa tindakan
tersebut dilakukan
mengatasi faktor- untuk menjamin
faktor penyebab. keamanan.
12. Jelaskan pada
klien tentang
etiologi/faktor
pencetus adanya
sesak atau kolaps
paru-paru.
13. Pertahankan
perilaku tenang,
bantu pasien untuk
kontrol diri dnegan
menggunakan
pernapasan lebih
lambat dan dalam.
3 Perubahan nutrisi : Kebutuhan nutrisi 14. Diskusikan
kurang dari adekuat penyebab anoreksia,
kebutuhan tubuh dispnea dan mual.
berhubungan Kriteria Hasil : 15. Ajarkan dan
dengan peningkatan bantu klien untuk
produksi ? Menyebutkan istirahat sebelum
spuntum/batuk, makanan mana makan.
dyspnea atau yang tinggi protein 16. Tawarkan
anoreksia dan kalori makan sedikit tapi
? Menu makanan sering (enam kali
yang disajikan sehari plus
habis tambahan).
? Peningkatan berat 17. Pembatasan
badan tanpa cairan pada makanan
dan menghindari
cairan 1 jam sebelum
dan sesudah makan.
18. Atur makanan
dengan protein/kalori
tinggi yang disajikan
pada waktu klien
merasa paling suka
peningkatan edema
untuk memakannya.
19. Konsul
dengan dokter/shli
gizi bila klien tidak
mengkonsumsi
nutrien yang cukup.
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinik
E. Komplikasi
Malnutrisi
F. Pemeriksaan Diagnostik
AGD
G. Penatalaksanaan
Patofisiologi
Inhalasi basil TB
Pirogen endogen prostaglandin
alveolus
Reaksi inflamasi(fagositosis)
Destruksi makrofag
Pembentukan kompleks ghon
Destruksi basil TB
Pengkijuan
Pecah
Mempengaruhi hipotalamus
Hipertermi
Menyebar ke bronkus&trakea
Kerusakan pd membran alvolar
Gangguan
pertukaran gas
Produksi mukus
meningkat
Penumpukan sekresi mukus pd jalan napas
Ketdkpatuhan thdp teknik pencegahan
Penyebaran infeksi
Pemaparan trhdp lingkungan sekitar
Resiko tinggi penyebaran infeksi
Batuk
Kurang nafsu makan
Intake nutrisi inadekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Bersihan jalan napas tidak efektif
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Fokus
Hemoptisis
Takikardi
2. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
Klien mengeluh demam Hemoptisis
3. Analisa Data
No Simptom Etiologi Problem
1 DS : Penyebaran reaksi paru ke Bersihan jalan
napas tidak
Klien mengungkapkan Bronkus&trakea efektif
nyeri dada saat batuk
Produksi mukus
Klien mengeluh sesak meningkat
Klien mengatakan batuk
yang menetap
Klien mengungkapkan
kadang batuk disertai
Penumpukan sekresi
darah
mukus pada jalan napas
DO :
Batuk dengan
menghasilkan sputum
mukoid dan
mukopurulen.
Hemoptisis
Pemaparan
trhdp lingkungan sekitar
Nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
B. Diagnosa Keperawatan
DS :
DO :
Hemoptisis
DS :
DO :
C. Intervensi Keperawatan
Tujuan:
Intervensi :
Rasional:
Rasional:
Rasional:
Rasional:
Rasional:
Tujuan :
Intervensi :
Rasional:
Rasional:
Rasional :
Rasional:
Tujuan :
Intervensi :
Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.
Rasional:
Rasional:
Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang muntah.
Rasional:
Rasional:
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei
dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam,
tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari
bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel
pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru
sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil
berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang
tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah
membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka
klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam
jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-
lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat
penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah
(hemaptoe).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TBC dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TBC ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TBC. GDA
dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TBC).
F. Penatalaksanaan
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
Gejala :
o Kelelahan umum dan kelemahan.
o Nafas pendek karena bekerja.
o Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari,
menggigil dan atau berkeringat.
o Mimpi buruk.
Tanda :
2. Integritas Ego.
Gejala :
o Adanya faktor stres lama.
o Masalah keuanagan, rumah.
o Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
o Populasi budaya.
Tanda :
3. Makanan / cairan.
Gejala :
o Anorexia.
o Tidak dapat mencerna makanan.
o Penurunan BB.
Tanda :
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
o Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda :
5. Pernafasan.
Gejala :
o Batuk produktif atau tidak produktif.
o Nafas pendek.
o Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.
Tanda :
6. Keamanan.
Gejala :
o Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV
positif (+)
Tanda :
7. Interaksi sosial.
Gejala :
o Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
o Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan
kapasitas fisik untuk melaksankan peran.
8. Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala :
o Riwayat keluarga TB.
o Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
o Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
o Tidak berpartisipasi dalam therapy.
Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran
udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua ,
tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian
expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian
antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka
kapita selekta kedokteran edisi III, media aesculapius, jakarta, 2000
www.handoko.net