You are on page 1of 18

Anatomi Fisiologi

untuk Mahasiswa
Kedokteran dan
Keperawatan
Kamis, 02 Mei 2013

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM


MUSKULOSKELETAL
I. TULANG
A. Fungsi
Menurut Phipps, et al (1991), tulang mempunyai tiga fungsi mekanik
yaitu : mendukung jaringan tubuh, melindungi organ tubuh seperti
tulang tengkorak melindungi otak dan pergerakan dimana dipengaruhi
oleh kontraksi otot-otot pada tulang memungkinkan untuk bergerak.
Tulang juga mempunyai dua fungsi tambahan yaitu menyimpan
kalsium dan sumsum tulangnya menghasilkan sel darah merah
(hematopoiesis).
B. Komposisi dan perkembangan
Tulang terdiri dari sel-sel hidup (living cells) dan material intraseluler
tidak hidup. Sel –sel hidup yaitu osteoblast yang merupakan sel
pembentuk tulang, osteoclast yang merupakan sel penghancur tulang
dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang sudah
tua dan osteosit yaitu osteoblas yang berada pada matriks. Material
intraseluler tidak hidup atau matriks tulang terdiri dari
mukopolisakarida dan kolagen. Tulang berasal dari kartilago hialin
embrionik yang prosesnya dikenal sebagai osteogenesis atau osifikasi
endokondrial. Proses ini selesai melalui sintesis mukopolisakarida dan
kolagen oleh osteoblas (sel pembentuk tulang). Garam kalsium
disimpan di matriks tulang, memberikan kekuatan pada tulang.
C. Tipe, struktur dan pertumbuhan tulang
Tulang terdiri atas empat type, tergantung pada ukurannya :
1. Tulang panjang (femur, humerus).
2. Tulang pendek (karpal)
3. Tulang pipih (tengkorak)
4. Tulang tidak teratur (vertebrae).
Setiap tulang tersusun atas tulang kankelous (spongy) dan
compact (dense). Pada tulang panjang bagian kankelous ditemukan
pada ujung tulang dan compact pada bagian tengah. Pada tulang
pendek dan tidak teratur mempunyai suatu inti bagian dalam pada
kankelous dan suatu lapisan luar pada compact. Tulang datar
mempunyai dua lapisan luar tulang compact dengan satu lapisan
bagian dalam pada kankelous.
Tulang kankelous dan tulang compact dibedakan dari yang lainnya
dengan adanya susunan lamelae yaitu lapisan silindris kosentrik yang
terletak di antaranya. Pada pusat susunan cincin kosentrik ini ada
suatu saluran yang disebut saluran haversian.Saluran ini
mengandung suatu pembuluh darah kapiler. Beberapa saluran juga
mengandung arteriola, venula dan limfatik. Ruang kecil antara cincing
lamelae disebut lakuna yang diisi oleh sel tulang (osteosit). Lacuna
dihubungkan dengan saluran haversian dan selanjutnya zat gizi
disuplay oleh saluran yang sangat kecil yang disebut kanalikuli.
Lamellae dengan saluran haversian, lacuna dan kanalikuli disebut unit
haversian. Unit haversian merapat secara bersamaan pada tulang
compact. Pada tulang kankelous banyak ruang yang terbuka yang
kokoh diantara penghubung tulang yang disebut trabekulae.
Salah satu type tulang panjang adalah dibungkus/dilapisi kecuali
pada permukaan artikular oleh suatu membrane fibrous warna putih
yang disebut periosteum.Permukaan artikular dibungkus/dilapisi
dengan kartilago hialin. Periosteum memberikan tempat bagi serat-
serat otot dan lapisan bagian dalamnya mengandung osteoblast.
Karena adanya osteoblast periosteum maka periosteum bertanggung
jawab untuk pertumbuhan dan perbaikan. Endosteum membran juga
mengandung beberapa osteoblast, batas rongga medulary yang
berisikan sumsum tulang dan saluran haversian. Ujung tulang disebut
epifisis dan bagian batang disebut diafisis.
Pertumbuhan longitudinal tulang panjang berasal dari kartilago
epifisial yang terlektak diantara diafisial dan pusat epifisial osifikasi.
Kartilago epifisial tebal karena proliferasi yang cepat dari sel kartilago.
Pertumbuhan pada diameter tulang dilakukan oleh osteklast (sel yang
merusakan tulang) yang membesar pada rongga medulary selama
osteoblast pada periosteum yang menghasilkan tulang baru pada
bagian luarnya (osifikasi membran). Pada orang yang lebih tua dan
inaktif, degenerasi dan reabsorbsi tulang terjadi lebih cepat daripada
pertumbuhan tulang baru. Hal ini menyebabkan osteoporosis yaitu
suatu kondisi dimana tulang keropos dan fragil.
Tulang mempunyai kemampuan untuk remodel atau membentuk
kembali ukurannya sendiri dengan berespon pada terganggunya
fungsi mekaniknya. Respon ini sesuai dengan hukum Wolff (Julius
Wolff, ahli anatomi Jerman) yaitu setiap perubahan pada bentuk dan
fungsi tulang atau hanya fungsinya diikuti dengan perubahan yang
nyata pada konfigurasi eksternalnya sesuai dengan hukum
matematika (Phips, et al, 1991). Atau hukum Wolff yaitu tulang akan
mengembangkan struktur yang paling cocok untuk menahan gaya
yang bekerja padanya (Dorland, 1997). Trabekula pada tulang
berkembang dan membangun dirinya sendiri dan akan terjadi
osteogenesis sesuai stres yang ada. Jika tulang tidak ditekan makan
terjadi resorbsi tulang. Dengan demikian individu yang memulai
program berlari dapat memperoleh hipertropi (meningkatnya massa
tulang) pada tulang ekstremitas bawah, mengingat individu yang
menetap akan terjadi atropi (kehilangan substansi tulang).
D. Suplay sirkulasi dan inervasi
Sirkulasi darah yang cukup pada tulang perlu untuk suplay oksigen
dan zat gizi. Darah disuplai ke tulang melalui tiga jalur, yaitu (Phips, et
al, 1991).
1. Arteriola pada saluran haversian.
2. Pembuluh darah yang berada pada periosteum dimana masuk ke
tulang melalui struktur yang dikenal saluran Volkmann
3. Pembuluh darah pada sumsum tulang dan ujung tulang.
Untuk itu jika ada gangguan pada arteri, periosteum atau tulang
sendiri maka mengakibatkan suplay darah akan terganggu juga.
Selanjutnya tulang disediakan dengan ujung saraf sensori pada
periosteum yang menghubungkan dengan sistem saraf pusat.
Konsekuensinya, nyeri akan dirasakan jika tulang terganggu misalnya
fraktur, infeksi atau lesi lainnya.
E. Fisiologi penyembuhan tulang
Penyembuhan tulang melalui suatu proses yang dikenal dengan
pembentukan kalus (callus formation). Pertumbuhan tulang baru
disebut kalus. Pembentukan kalus melalui lima tahap umum, yaitu
(Phipps, et al, 1991)
1. Hematom formation (pembentukan hematom).
Karena tulang vaskularisasi tinggi, perdarahan bisa terjadi pada ujung
kedua tulang yang mengalami fraktur. Permiabilitas kapiler meningkat
menyebabkan ekstravasasi darah ke dalam area yang injury. Darah
berkumpul pada periosteal atau jaringan sekitarnya.
2. Fibrin meshwork formation
Fibroblast (sel jaringan ikat) dirusak oleh hematom, menyebabkan
fibroblast terorganisir ke dalam fibrin meshwork (jaringan
fibrin). Dinding sel darah putih rusak, maka terjadi peradangan local.
Sel darah membentuk fibrin dan berlangsung selama 24 – 48 jam dan
perdarahan akan berhenti (Black, J. M, et al, 1993 dan Apley, A. G,
1993).
3. Invasion by osteoblast
Osteoblast invasi ke fibrous (serabut sel) menyebabkan fibrous
lembek/lunak, pembuluh darah berkembang dari ujung-ujung kapiler,
dengan demikian membentuk suatu sumber suplay bagi zat gizi untuk
membentuk kolagen. Kolagen menjadi lebih panjang dan terjadi
penumpukan kalsium.
4. Callus formation
Osteoblast secara terus menerus membentuk tulang sedangkan
osteoklast menghancurkan tulang yang mati dan membantu
mensintesa tulang baru. Kekuatan kolagen bertambah dan lebih padat
dengan kalsium. Berlangsung dari 4 minggu hingga beberapa bulan
hingga tulang mampu membawa beban yang normal.
5. Remodeling
Kalus yang berlebihan direabsorbsi dan tulang trabekula menutupi
garis sepanjang stres atau fraktur sesuai dengan hukum Wolff.
Lamellae yang tebal menempati tekanan yang lebih tinggi, dinding
yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum tulang dan
akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya (Black, J. M,
et al, 1993 dan Apley, A. G, 1993).
Factor yang menghambat pembentukan callus yang baik adalah (1)
tidak adekuatnya reduksi fraktur, (2) edema yang berlebihan pada
tempat fraktur yang menghambat suplay zat gizi ke area, (3) terlalu
banyak tulang yang hilang pada waktu terjadinya injury, (4) imobilisasi
yang tidak efektif, (5) infeksi pada tempat injury, (6) nekrosis tulang,
(7) anemia atau kondisi sistemik lainnya, (8) tidak seimbangnya
endokrin dan (9) intake diet yang kurang. Jika pembentukan kalus
tidak terjadi secara normal dan efisien mengakibatkan kurangnya
perbaikan yang disebut fraktur non union atau ununited.
II. OTOT
A. Type – type otot
Otot dibagi atas 3 kelompok besar yaitu skeletal (volunter, bergaris),
viseral (polos, involuter) dan kardiak atau jantung. Otot-otot viseral
seperti pada usus besar dan halus, dipersarafi sistem saraf otonom
sehingga tidak bisa dikontrol oleh kemauan. Otot skeletal dipersarafi
oleh serat saraf dari sistem serebrospinal dan bisa dikontrol oleh
kemauan. Otot skeletal mengontrol pergerakan, mempertahankan
postur dan menghasilkan panas.
B. Struktur otot rangka
Otot-otot di atas panjang dan sempit. Strukturnya ini menyebabkan
mereka dibagi atas serat-serat yang terdiri atas sarkolema atau
membran sel, dan sarkoplasma atau sitoplasma. Ukurannya kecil,
seratnya terdapat sepanjang sarkoplasma disebut myofibril dengan
diameter 1-2 mikrometer dimana terdapat pita bergaris warna terang
dan gelap. Pita A (anisotropik) merupakan pita gelap bersifat bias
ganda pada cahaya terpolarisasi dan pita I (isotropic) merupakan pita
terang bersifat tidak merubah cahaya. Miofibril terdiri atas beberapa
bagian sarkomer yang merupakan sub unit terkecil dari susunan
kontraktil. Tiap sarkomer terdiri dari satu garis Z (terdapat antara pita
I). Sedangkan zone H yaitu pita terang yang terdapat antara pita A.
C. Fisiologi kontraksi otot
Miofibril mengandung sedikitnya 4 protein yaitu tropomyosin
(menghambat kontraksi otot pada pita I), troponin (terdapat pada pita
I), actin (bertanggung jawab atas kontraksi dan relaksasi otot) dan
myosin (bertanggung jawab kontraksi dan relaksasi otot yang
bersifata ensimatik dan ATP-ase terdapat pada pita A). Fungsi otot
adalah kontraksi. Ini dihasilkan oleh suatu proses yang kompleks yang
dipengaruhi oleh impuls saraf yang berasal dari serat otot. Ion kalsium
dilepaskan bila ada impuls, mengikat pada troponin (suatu inhibitor
pada interaksi myosin –actin). Sekali troponin diikat maka akan terjadi
interaksi myosin – actin dan sarkomer pada miofibril akan
berkontraksi. Energi untuk kontraksi otot disuplay melalui pemecahan
ATP, merupakan suatu susbstansi sel otot yang menghasilkan
gabungan ADP dengan kreatinin fosfat. Relaksasi otot terjadi bila
kalsium dipisahkan dari troponin. Berikut gambar tentang mekanisme
kontraksi otot :

D. Type kontraksi
Kontraksi otot skeletal terjadi jika mereka dirangsang. Ada beberapa
type kontraksi yaitu :
1. Tonik. Kontraksi parsial yang terus menerus untuk mempertahankan
postur
2. Isotonik. Kontraksi dimana tension (tegang) dari otot tidak diubah
tetapi panjang otot berubah (memendek)
3. Isometrik. Ketegangan otot yang meningkat tetapi otot tidak
memendek.
4. Twitch. Reaksi yang tersentak –sentak terhadap stimulus tunggal.
5. Tetanik. Seperti twitch tetapi dihasilkan oleh suatu seri stimulus yang
tepat.
6. Treppe. Kontraksi twitch yang lebih kuat.
7. Fibrilasi. Kontraksi yang tidak sinkron pada serat otot.
8. Konvulsi. Kontraksi tetanik abnormal yang tidak terkoordinasi yang
terjadi pada berbagai kelompok otot.
E. Mekanisme pergerakan tubuh
Pergerakan tubuh dihasilkan melalui otot-otot yang berada pada
tulang, dimana tulang sebagai penyelaras dan sendi sebagai titik
tumpu. Pergerakan tubuh umumnya tergantung pada beberapa otot
yang terkoordinasi.
F. Sirkulasi pada otot
Efisiensi kontraksi otot tergantung pada suplay darah yang adekuat ke
dan dari serat – serat otot dimana otot skeletal pembuluh darahnya
banyak. Produk sisa dari perubahan kimia yang terjadi selama
kontraksi otot harus ditransportasi ke penyelaras untuk disintesa
ulang. Bila sisa produk tidak dapat dikeluarkan maka otot menjadi
lelah dan terjadi nyeri. Oksigen harus ditranspor ke serat otot untuk
mendukung kerja kontraksi otot. Bila tidak adekuat maka kerja otot
menurun seperti pada kondisi anemia atau trauma dimana sirkulasi
serat otot terputus.
G. Inervasi otot (rangsangan pada otot)
Kontraksi otot yang adekuat juga tergantung pada efektifnya inervasi
otot. Serebelum merupakan penanggung jawab utama. Setiap sel otot
disuplay akson pada satu sel saraf. Sel saraf mentransmisikan impuls
ke otot skeletal yang dikenal dengan neuron motor somatik. Aktivitas
neuron dan sel otot disebut unit motor. Akson pada satu neuron motor
somatic terdiri atas beberapa branches dan kemudian inervasi ke
sejumlah sel-sel otot. Kontraksi otot merupakan suatu set dengan
pelepasan asetilkolin yaitu bahan kimia yang terkandung dalam
vesikel (gelembung) kecil yang berada pada terminal akson. Bila
asetilkolin kontak dengan sarkolema maka akan merangsang
terjadinya kontraksi. Reaksi ini dikenal dengan motor end-plate atau
neurmuscular junction, dimana otot dan saraf kontak. Gangguan pada
system saraf di tingkat serebrospinal atau pada beberapa tempat
lewatnya saraf akan menyebabkan disfungsinya muscular.
III. KARTILAGO
Kartilago merupakan suatu material yang terdiri dari serat-serat yang
kuat tapi fleksibel dan avaskuler. Zat mencapai kartilago melalui difusi
dari kapiler yang berada di perikondrium (jaringan fibrous yang
menutupi kartilago) atau melalui cairan sinovial. Yang membentuk
kartilago adalah fibrous, hyaline dan elastic. Fibrokartilago ditemukan
pada intervertebral disk, artikular atau hyaline lembut, putih yang
menutupi permukaan tulang. Elastic kartilago bias ditemukan pada
telinga luar.
IV. LIGAMEN
Ligament merupakan ikatan jaringan konektif fibrous yang lentur dan
keras. Mereka menghubungkan ujung artikular dan memberikan
kestabilan. Misalnya ligamen kolateral medial dan lateral lutut
memberikan kestabilan mediolateral terhadap sendi lutut. Ligamen
bisa berhubungan dengan jaringan lunak untuk menopangnya
misalnya ligamen ovary yang menghubungkan ujung tuba ovary
dengan peritoneum.
V. TENDON
Tendon merupakan ikatan jaringan fibrous yang membentuk akhir dari
suatu otot dan menempel pada tulang.
VI. BURSA
Bursa adalah suatu kantong kecil dari jaringan konektif lokal yang
mempunyai tekanan dimana membantu dalam pergerakan. Bursa
dibatasi dengan membran sinovial dan mengandung cairan sinovial.
VII. SENDI
Pergerakan tidak akan terjadi kecuali ada beberapa framework dari
skeletal yang memberikan fleksibel atau kelenturan. Fleksibilitas ini
dilakukan oleh sendi atau menempati dimana tulang bertemu.
Sendi diklasifikasikan berdasarkan kemungkinan terjadinya
pergerakan yaitu :
1. Sinartrosis atau sendi fibrous, dimana tidak memungkinkan terjadinya
pergerakan, seperti pada sutura di kepala
2. Amfiartrosis atau sendi kartilaginous, dimana memungkinkan
terjadinya pergerakan yang sedikit misalnya sendi intervertebral disk.
3. Diartrosis atau sendi sinovial, dimana memungkinkan terjadinya
pergerakan misalnya lutut, pinggul, bahu dan siku.
Sendi memungkinkan terjadinya fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi,
rotasi, pronasi, supinasi.
VIII. PERUBAHAN FISIOLOGIS DENGAN MENUA
Perubahan fisiologis terjadi pada sistem muskuloskeletal dimana anak
dan adolesens terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat.
Namun demikian, pada saat matur atau matang dan memasuki usia
lebih tua, jaringan yang kuat dan integritas mulai mengalami
penurunan seperti terjadi penurunan jumlah total sel tubuh. Jaringan
konektif kehilangan beberapa elastisitas dan daya pegas terutama
kartilago artikular sendi dan intervertebral pada spina. Reabsorbsi
terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan tulang dan
terutama pada wanita postmenopaus, kehilangan kalsium dari tulang,
membuat tulang mudah rapuh dan kehilangan resistennya terhadap
fraktur. Bahu bisa menjadi bungkuk dan terbatas. Lutut dan panggul
mungkin menjadi nampak fleksi saat berdiri atau berjalan, dan sering
nyeri akibat degenerasi sendi. Postur tubuh membungkuk sebagai
usaha tubuh untuk kompensasi terhadap perubahan pada pusat
gravitasi yang diakibatkan oleh sendi ekstremitas bawah fleksi dan
dorongan ke depan dari kepala, leher dan bahu. Dengan perubahan
ini tinggi badan menurun 6 – 10 cm, gaya berjalan menjadi goyah
karena kehilangan kekuatan otot dan koordinasi, serta individual
mungkin mudah jatuh.
Sifat kondisi patologis pada sistem muskuloskeletal.
Seperti yang dijelaskan di atas otot, tulang, sendi, struktur suportif dan
saraf sensori dan motorik bekerja secara bersama untuk mengontrol
pergerakan dan mempertahankan postur. Namun demikian, beberapa
masalah yang mengakibatkan interferensi atau gangguan pada
berbagai tingkat seperti inervasi, kontraktilitas, artikulasi, atau
penyokong. Masalah dapat terjadi sebagai akibat putusnya suplay
darah ke struktur, penyakit yang mempengaruhi kontur/bentuk tulang
atau sendi, penyakit yang mempengaruhi saraf, trauma.
IX. PENGKAJIAN
A. Data subyektif
Perencanaan untuk perawatan setiap individu dengan masalah
muskuloskeletal didasarkan pada pengkajian yang sistematik,
kapabilitas dan dari berbagai sumber. Melalui pengkajian subyektif,
data diperoleh dari interview dengan pasien dan keluarganya.
1. Deskripsi/gambaran adanya masalah atau disfungsi
a. Onset dan lamanya masalah
Pertanyaan dihubungkan dengan riwayat masalah meliputi terjadinya
masalah, lamanya masalah, persepsi pasien mengenai masalah yang
dihadapi.
b. Nyeri atau ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan masalah
Bisa menggunakan PQRST (provokatif/paliatif, kualitas atau kuantitas,
radiation, severe, timing).
c. Pengobatan sekarang.
Banyak pasein dengan masalah muskuloskeletal menggunakan obat
sehingga perlu ditanya mengenai semua obat yang digunakan
sekarang, pengobatan sebelumnya dan efektifitasnya dan
kemungkinan alergi terhadap obat dan sifat alergi.
d. Efek masalah atau disfungsi pada aktivitas setiap hari.
Pertanyaan ditujukan mengenai ADL (kegiatan harian) seperti makan,
mandi, berpakaian, transfer, ambulasi dan tidur.
2. Persepsi individu terhadap masalah atau disfungsi.
Pertanyaan ditujukan mengenai efek masalah pada kehidupan,
membuat modifikasi terhadap ADL, perasaan tentang perubahan dan
bagaimana melaksanakan program pengobatan termasuk persepsi
tentang rencana pengobatan terhadap pasien.
3. Persepsi keluarga terhadap masalah individu.
Masalah seseorang umumnya mempunyai efek pada orang lain
terutama yang akrab (keluarga atau orang terdekat) sehingga penting
menentukan efek masalah pasien seperti perasaan mereka akan
kemampuannya dalam memberikan support, kemampuan dalam
menerima perubahan peran dan kesadarannya dalam memberikan
dukungan di masyarakat saat pulang.
B. Data obyektif
Data obyektif yang dapat diobservasi adalah
1. Behavior.
Status mental (orientasi terhadap waktu, orang dan tempat,
kemampuan untuk memahami perintah), kemampuan untuk
menghubungkan sesuatu dengan hal lain yang positif.
2. Penampilan umum
Usia, jenis kelamin, postur, status nutrisi.
3. Kulit
Turgor, tekstur (penebalan pada kulit), integritas (lecet, kemerahan,
luka, gangguan sirkulasi ke ekstremitas), temperatur (hangat pada
sendi yang nyeri), eritema di atas sendi yang meradang, perubahan
warna, pembengkakan pada ekstremitas atau sendi (adanya serous,
purulent atau darah pada kapsul sendi), kebersihan general (indikasi
ketidakmampuan melakukan ADL).
4. Kuku dan rambut
Kurang perawatan kuku dan rambut.
Data tambahan yang harus dikumpulkan adalah deformitas, kekuatan
dan ROM, kemampuan untuk transfer dan bergerak dan kemampuan
untuk melakukan ADL lainnya.
1. Deformitas
Dapat ditentukan berdasarkan perubahan pada ukuran, atau posisi
dari bagian tubuh. Beberapa contoh deformitas :
- Deformitas leher angsa. Kontraktur fleksi sendi metakarpofalangeal
bagian proksimal yang ditemukan pada rhematoid arthritis lanjut.
- Skoliosis. Lengkung lateral dari spinal
- Kifosis. Lengkung spinal thorakik.
- Atropi. Menurunnya ukuran suatu ekstremitas atau bagian tubuh.
- Hipertropi. Pembesaran yang abnormal dari suatu organ atau bagian
tubuh.
2. Kekuatan dan range of motion (rentang gerak).
Pengkajian kekuatan dan rentang gerak, menentukan kemampuan
fungsional seseorang. Beberapa istilah berikut yang perlu diketahui :
- Kekuatan. Kemampuan untuk melakukan pekerjaan
- Rentang gerak. Normal pergerakan sesuai dengan struktur suatu
sendi.
- Rentang gerak pasif. Pergerakan suatu sendi dalam rentang normal
oleh orang lain atau alat bantu mekanik.
- Rentang gerak aktif. Pergerakan suatu sendi yang dapat dilakukan
tanpa bantuan.
- Rentang gerak aktif dengan bantuan. Pergerakan aktif suatu sendi
oleh seseorang tapi dengan bantuan dari orang lain atau alat bantu
untuk melengkapi pergerakan.
- Ketangkasan (dexterity). Koordinasi dan ketepatan dalam melakukan
pergerakan.
Beberapa istilah yang dihubungkan dengan kekuatan dan gerak, yaitu
:
- Paralisis. Kehilangan fungsi terutama kehilangan fungsi motorik
akibat lesi pada saraf atau otot dan fungsi sensorik.
- Kelemahan. Tidak adanya tonus otot.
- Plegia. Akhiran yang menjelaskan paralysis.
- Paresis. Akhiran yang menjelaskan paralysis parsial (tidak lengkap)
atau agak lumpuh.
- Hemi. Awalan yang menjelaskan kedua ekstremitas pada satu sisi
(sisi yang sama) dari tubuh. Misalnya hemiplegia.
- Mono. Awan yang menjelaskan satu ekstremitas,
misalnya monoplegia.
- Para. Awalan yang menjelaskan kedua ekstremitas bawah.
- Quadri. Awalan yang menjelaskan keempat ekstremitas.
Kehilangan kekuatan atau keterbatasan gerak sendi diakibatkan oleh
gangguan saraf, skeletal, otot atau traumatik. Beberapa alat yang
digunakan untuk mengukur kekuatan dan rentang gerak
adalahh dynamometer yaitu mengukur kekuatan genggaman tangan
dan goniometer yaitu mengukur rentang gerak sendi. Untuk mengkaji
kemampuan ekstremitas atas perawat menekan lengan atas dan
menganjurkan pasien untuk fleksi, ekstensi dan abduksi. Berikan
gerakan berlawanan saat pasien fleksi dan ekstensi pergelangan
tangannya. Koordinasi ekstremitas atas dapat diuji dengan
menganjurkan pasien untuk menyentuh ujung jari pemeriksan
kemudian menyentuh ujung hidungnya dan dilakukan beberapa kali.
3. Transfer
4. Ambulasi
5. Pengkajian ADL lainnya
PEMERIKSAAN FISIK
1. Postur
Pemeriksaan dapat dilakukan saat pasien duduk, berdiri atau tidur
telentang. Pertama-tama observasi body alignment dan stature.
Kemudian observasi deformitas, kurvatura spinal dan hipertropi atau
atropi iga, ukuran tubuh dan tinggi tubuh dihubungkan dengan umur
dan adanya skar, massa, kulit terbuka atau drainase. Catat gaya
berjalan, postur, tinggi dan motorik yang abnormal. Yang ditemukan
adalah potur tegap, bahu dan panggul searah, kaki menginjak dengan
mudah di lantai. Spinal servikal dan lumbal konkaf sedangkan spinal
thorak konveks. Kedua sisi tubuh nampak simetris. Observasi variasi
yang ditemukan adalah lordosis lumbal akibat penyakit pada disk
lumbal, pasien nampak lebih pendek atau lebih rendah dari yang
sebenarnya, gaya berjalan mungkin abnormal seperti tertatih-tatih,
ataksia (hilang keseimbangan).
2. Kepala dan muka
Inspeksi bentuk kepala, telinga, dagu, pipi, distribusi rambut, warna
dan ketebalannya, leher bagian depan dan belakang. Normalnya
kepala nampak simetris, telinga berada pada area midtemporal
tengkorak, pinae dekat tengkorak, pada palpasi tidak teraba benjolan
pada kepala, rambut tebal. Variasi yang ditemukan adalah tumor
menyebabkan kepala atau leher asimetris, nampak double chin atau
leher dan dagu struktur tidak jelas. Mungkin ada tophi akibat gout
pada pinae, kebotakan akibat penyakit endokrin atau penggunaan
obat (steroid menyebabkan perubahan warna dan kehilangan
rambut).
3. Leher dan spina servikal
Untuk mengkaji rentang gerak dan sendi maka anjurkan pasien untuk
meletakan dagu pada dada untuk mengetahui fleksi (45 o), miring ke
kiri atau kanan (40o) dan hiperekstensi (55o). Pada variasi, dapat
ditemukan hiperekstensi dan fleksi yang terbatas karena perubahan
pada disk vertebral servikal atau osteoarthritis, bila pergerakan sendi
lebih dari 4 mm kemungkinan kelemahan ligament dan kurang dari 3
mm indikasi kekakuan sendi akibat injury atau arthritis. Palpasi leher
untuk menentukan kemungkinan adanya massa, perubahan suhu,
pembesaran limfe node (kelenjar getah bening) seperti
supraklavikular, oksipital, submandibular, submental, preuaurikular,
dan postaurikular. Selain itu menentukan kelembaban kulit dan
perubahan sensasi. Normalnya jaringan pada leher lembut dan lunak,
mudah digerakan, suhu seperti wajah dan kepala, limfe node tidak
dapat diraba, tidak ada sensasi spasme, anasthesi. Bila ditemukan
pembesaran limfe node, kemungkinan penyakit limfoma Hodgkin, non
Hodgkin, leukemia atau kanker lainnya, dan bila mati rasa atau
kesemutan kemungkinan radikulopati (kelainan pada akar saraf)
servikal.
4. Spina torakal dan lumbal
Pasien sebaiknya berdiri jika memungkinkan dengan membelakangi
pemeriksa. Perhatikan bagian belakang kepala dan leher dalam
hubungan dengan kolumna spinal dan anjurkan pasien untuk
menyentuh ujung jari kaki dengan cara membungkuk (untuk
menentukan fleksi, normal 75o–90o), cek hiperekstensi (normal 30o),
miring ke kiri dan kanan (normal 35o) dan rotasi ke depan dan ke
belakang (normal 30o). pada inspeksi ini normalnya tidak ada laterality
(penyimpangan ke samping), otot sepanjang kolumna vertebra
simetris, tidak ada kulit yang terbuka. Namun dapat ditemukan
kurvatura lateral (scoliosis), kurvatura torakal yang berlebihan
(kiposis) atau lordosis. Otot paraspinal asimetris (salah satu sisi lebih
menonjol). Pasien mungkin mengeluh nyeri punggung akibat ankilosis
spondilitis.
5. Bahu
Pasien berdiri dan membelakangi pemeriksa. Inspeksi keseimbangan
dari tinggi bahu, bentuk dan tonjolan tulang pada sendi bahu, skapula,
dan klavikula. Observasi ukuran dan ketajamam otot trapezius dan
keadaannya dalam menghubungkan leher dan bahu secara
bersamaan. Perhatikan juga otot bisep, trisep dan deltoid. Pada
variasi ditemukan perubahan sendi bahu akibat trauma atau arthritis,
kehilangan sensori akibat arthropati servikal atau sekunder terhadap
CVA. Kehilangan fungsi bahu dan ekstremitas dihubungkan dengan
atropi otot. Untuk mengkaji rentang gerak (ROM) anjurkan pasien
untuk angkat bahu (melihat simetri). Angkat keduaa lengan ke depan
dan kemudian di atas kepala untuk melihat fleksi (180 o), tekuk dan
putar tangan ke belakang untuk melihat hiperekstensi (50o).
6. Siku
Inspeksi area kulit lengan atas sekitar siku, kemudian inspeksi lengan
saat fleksi dan ekstensi akan adanya massa, edema pada sendi. Bila
ditemukan adanya nodul subkutaneus pada sendi siku kemungkinan
rheumatoid arthritis, bila ada tenderness atau meningkatnya nyeri saat
supinasi atau pronasi siku dan lengan dihubungkan dengan tendenitis
atau epikondilitis (siku tennis). Sudut angkut (carrying angle) adalah
sudut yang dibentuk melalui siku antara lengan dan lengan bawah.
Untuk mengkaji maka lakukan ekstensi pasif kemudian cek
kemungkinan adanya dislokasi atau parsial dislokasi (subluksasi) siku
dengan melaporkan adanya ketidaknyaman atau nyeri, fleksi siku
yang sebagian, pronasi dan tidak bisa menggunakan lengannya.
Normalnya sudut yang dibentuk adalah 5-15o. Untuk menentukan
rentang gerak dan kekuatan otot anjurkan pasien untuk fleksi siku
(160o), ekstensi siku (180o), supinasi dan pronasi (90o). bila ditemukan
kehilangan fleksi dan ekstensi, pronasi dan supinasi indikasi
kemungkinan rheumatoid arthritis, osteoarthritis, atau atropi post CVA,
serebral palsy, atau distropi otot.
7. Pergelangan, tangan dan jari tangan.
Inspeksi dan palpasi semua area tangan dan jari tangan seperti
pergelangan tangan, sendi interfalangeal, sendi metakarpofalangeal.
Normalnya tidak ada edem, nyeri, nodul, perubahan warna dan sendi
yang meregang, tidak kemerahan, deformitas, serta nampak
pembuluh darah pada dorsal tangan. Untuk mengkaji rentang gerak
(ROM) maka anjurkan pasien untuk menekuk sendi
metakarpofalangeal kemudian luruskan. Palpasi juga arteri radial dan
ulnari akan pulsasinya. Normalnya kekuatan dan jumlah sama pada
kedua pergelangan.
8. Ekstremitas bawah dan panggul
Inspeksi dimulai pada ekstremitas bawah dengan melihat gaya
berjalan pasien, dari depan, belakang dan dari samping. Observasi
karakteristik ekstremitas termasuk bengkak (edema) pada lutut,
pergelangan kaki. Normal koordinasi ekstremitas bawah saat berdiri
dengan lebar kaki 2-4 inci dan jauh langkah adalah 15-18 inci
(tergantung tinggi seseorang). Setelah itu observasi dan inspeksi
pelvis dari belakang seperti sakral, otot gluteal (kesimetrisan), sendi
panggul di atas trokanter mungkin ada nyeri akibat bursitis, panggul
yang tidak stabil indikasi fraktur pelvis, miring pada panggul
kemungkinan skoliosis, kaki yang tidak sama panjang, atau
kelemahan atau gangguan pada kaki. Deviasi pada gluteal mungkin
akibat atropi otot, trauma, tumor atau kaki yang tidak panjang.
Pada inspeksi dari depan pinggul dapat dilihat ujung iliaka yang
sejajar dengan iliaka sebelahnya saat berdiri, palpasi pinggul akan
kestabilannya dimana tidak ditemukan nassa terutama pembesaran
limfe node dan massa yang dapat dilihat. Bila ditemukan pembesaran
limfe node kemungkinan infeksi ekstremitas bawah atau penyakit
keganasan. Untuk menentukan rentang gerak (ROM) anjurkan pasien
untuk tidur telentang kemudian angkat kaki dengan lutut ekstensi
(pinggul fleksi dengan normalnya 90 o), angkat kaki dengan lutut ke
dada (pinggul fleksi dengan normal 120o), anjurkan untuk melakukan
abduksi dan adduksi dengan beberapa derajat sesuai kemampuan
pasien dan tidur tengkurap, anjurkan untuk angkat kaki lurus melewati
badan (normalnya 25-30o). Bila pasien tidak dapat melakukan secara
penuh maka kemungkinan osteoporosis, arthritis, trauma.
Untuk mengukur kekuatan otot maka anjurkan pasien dengan
kaki berjuntai kemudian fleksi dan diangkat kemudian pemeriksa
menekan bagian atas lutut dan anjurkan pasien untuk tidur tengkurap
dan tangan diletakkan diatas panggul kemudian pemeriksan menekan
bawah gluteal dan anjurkan pasien untuk mengangkat pahanya.
Untuk menentukan kemungkinan congenital hip displasia
dilakukan tes Trendelenburg dimana anjurkan pasien untuk berdiri
kemudian salah satu kaki diangkat dan ditekuk. Normalnya pelvis
bagian kaki yang diangkat ikut naik sedangkan pada congenital hip
dysplasia pelvis tetap pada tingkat yang sama atau menurun.
9. Pinggul
10. Lutut
C. Tes Diagnostik
1. Sinar X. Sinar x standar akan menapakan perubahan struktural atau
fungsional pada tulang dan sendi yang secara umum yang digunakan
untuk menilai masala atau penyakit muskuloskeletal. Biasanya
setidak-tidaknya dua tampilan yaitu anteropoaterior (AP) dan lateral
(Lat).
2. Arthrography. Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik
setelah udara dan media kontras dimasukan ke sendi. hal ini biasanya
berguna untuk melihat ligament (ikatan sendi) dan kartilago (tulang
rawan) yang tidak bias tervisualisasikan dengan menggunakan sinar x
saja.
3. Myelography. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan
jaringan chorda spinalis dan ujung–ujung syaraf. tes ini mencakup
pemeriksaan fluoroskopi ruangan subarachnoid setelah dilakukan
injeksi dengan media kontras .
4. Scan tulang. Scan tulang memberikan tampilan gambar system
tulang setelah injeksi radioactive tracer. Tes ini akan membantu
pengidentifikasian pada titik langsung dimana terjadi peningkatan
metabolisme dan berguna juga untuk mendeteksi adanya penyakit
keganasan, trauma, masalah degeneratif dan osteomyelitis.
5. Scan computed tomography (CT). CT Scan dapat memberikan
gambar irisan melintang dari jaringan lunak dan tulang yang
mengalami ketidaknormalan. Dengan CT Scan terjaga paparan
radiasi sampai tingkat minimum pada pasien dan tidak membutuhkan
manipulasi tambahan pada pasien (yang merupakan bahan
pertimbangan terhadap korban trauma).
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI menyediakan ganbar-
ganbar yang sensitif yang dapat membedakan antara jaringan solid,
lemak, darah dan tulang. MRI ini digunakan khususnya mendiagnosa
lesi spinal yang mengalami demyelinasi, tumor, penyakit discus,dan
osteomyelitis.
7. Arthroscopi. akan memvisualisasikan sendi secara langsungdengan
menggunakan arthroscope yang dimasukkan kedalam sayatan. Alat
ini digunakan khususnya untuk mengevaluasi dan
memperbaikipenyakit di lutut.
8. Elektromyography.
Mengukur potensi kerja otot dalam menghasikan arus listrik.
Alat ini digunakan khusus untuk mendiagnosa distrofi otot dan
penyakit motor urneon.
9. Analisis Cairan Synovial . Sebagian dari synovial diambil dengan
jarum berlobang besar yang dimasukan kedalam kapsul sendi. Cairan
tersebut kemudian dianalisa terhadap penyakit-penyakit sendi yaitu
sepsis, perdarahan, inflamasi dan noninflammasi .
10. Biopsy. Pada biopsy, sebagian dari tulang atau jaringan diambil
untuk pemeriksaan histologis . hal ini biasanya dilakukan setelah
diperoleh hasil dari CT scan , bone scan atau sinar-x yang abnormal
atau yang tidak bisa disimpulkan .biopsi dapat membantu
membedakan antara lesi yang jinak dan yang ganas.
PERLUNAKAN JARINGAN LUNAK
1.Kontusio (Luka Memar )
Kontusio adalah luka pada jaringan lunak yang biasanya disebabkan
oleh beberapa jenis trauma tumpul yang mengakibatkan pecahan
pembuluh darah halus dan kemudian terjadi perdarahan ditempat itu.
-Manifestasi klinis., tanda dan gejala luka kontusio mencakup rasa
sakit, bengkak,dan perubahan warna ditempat trauma.Saat darah
terserat kembali, perubahan warna akan berubah dari warna ungu
kebiru-biruan menjadi coklat kemudian kuning dan kembali ke warna
normal.
2. Stain. Stain adalah luka pada otot atau tendo dikarenakan
penggunaan otot yang berlebihan , tekanan yang terlalu besar , atau
perenggangan yangberlebihan. Jaringan otot yang mengalami hal
tersebut sering terjadi perdarahan yang mesuk kedalam tempat luka
akibat robekan ototyang tidak komplit dan hanya kelihatan dengan
mikroskop.
-. Manifestasi klinis. Gejala dan tanda stain mencakup rasa sakit,
bengkak, dan spasmus pada otot.Penderita bisa atau tidak mengalami
gejala objektif langsung setelah stain. Gerakan berikutnya dari bagian
yangmengalami hal ini akan menghasilkan rasa sakit yang akan
mengakibatkan

You might also like