You are on page 1of 18

SKENARIO 2

Seorang perempuan usia 22 tahun dating ke poliklinik neurologi dengan


keluhan nyeri kepala separuh. Nyeri kepala separuh sebelah kanan sejak 2 tahun
yang lalu, berdenyut, kumat-kumatan, kadang nyeri kepala berpundah sisi kiri.
Pasien selama satu bulan ini mengalami 5 kali serangan nyeri kepala separuh yang
sangat mengganggu aktivitas padahal pasien saat ini akan menjalani ujian skripsi.
Nyeri kepala separuh didahului sengan mata seperti melihat kilatan cahaya, setengah
jam kemudian terjadi nyeri kepala separuh yag diikuti dengan muntah dan pasien
menjadi sensitive terhadap cahaya dan bunyi. Nyeri kepala berlangsung empat jam
apabila tidak diobati, memberat dengan aktivitas biasa dan membaik setelah tidur.
Skor nyeri dengan Visual Analog Score saat terjadi nyeri kepala separuh:4-7,
sebelum dating ke poliklinik neurologi, pasien menggunakan obat warung seperti
Paramex untuk mengobati nyeri kepalanya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran baik, tidak didapatkan


kelemahan separuh tubuh, sulit komunikasi maupun gangguan sensoris.TD 120/80
mmHg, N 90x/m, t 36, RR 18x/m, pupil bulat isokor, motorik dalam batas normal.
Tidak didapatkan reflek patologis.

STEP 1
Kata Sulit

1. Visual Analog Score : Alat untuk memeriksa intensitas nyeri /


mengimplementasikan derajat nyeri
2. Paramex : Obat sakit kepala dengan komposisi Propipenazon &
Paracetamol.

Kata Kunci

1. Nyeri kepala berdenyut


2. Nyeri kepala separuh 2 tahun yang lalu, kambuh 1 bulan 5 kali
3. Skor VAS:4-7
4. Sebelum nyeri diikuti kilatan cahaya
5. Nyeri berlangsung 4 jam jika tidak diobati
6. Nyeri berpindah kadang kiri kadang kanan
7. Memberat dengan aktivitas dan membaik setelah tidur

STEP 2
Rumusan Masalah

1. Apa ada hubungan jenis kelamin dengan nyeri kepala separuh?


2. Apa DD dan DX sementara pada skenario?
3. Mengapa pasien bisa seperti melihat kilatan cahaya?
4. Mengapa nyeri bisa berindah kadang kiri kadang kanan?

STEP 3
Jawaban Rumusan Masalah

1. Didapatkan nyeri berdenyut (migren) didapatkan 18% pada wanita dan 6%


pada laki-laki, diduga terdapat hubungan antara migren dengan jenis kelamin.
Hal ini diperkuat dengan adanya faktor hormon esterogen dan kontrasepsi
dan didukung oleh keadaan stress, depresi, dan diet.
2. Pasien nyeri kepala dibagi menjadi:
Primer: Migren, nyeri kepala primer, tipe tegang
Sekunder : kelainan vascular, trauma, infeksi
Dari tanda dan gejala yang didapatkan diduga pasien mengalami migren.
3. Dikarenakan adanya aura migren atau suau gelombang eksitasineuron pada
titik cortical grey mater dengan kecepatan 2-6 mm/menit pembuluh darah
berdilatasi dan kemudian kontriksi. Proses ini akan melepaskan lebih banyak
neurotransmitter yang akan mencetuskan CDS (Cortical Spreading
Depression)
4. Karena aura visual sering timbul, adanya spectrum, adanya spectrum
fortifikasi seperti gambaran zig-zag menyebabkan nyeri berpindah.

Hipotesis

Seorang perempuan 22 tahun mengalami gejala nyeri kepala separuh dan


didahului kilatan cahaya diduga mengalami migren dengan aura.
STEP 4
Mind Mapping

Faktor pencetus

Gangguan korteks
atau eksitasi
batang otak

Gelombang korteks Aktivitas batang otak

↑ Permeabilitas BBB Aktivasi nociceptor Sensitivitas sensoris

Migren

Asesmen migren

Ringan ke sedang Berhubungan Berat


dengan nausea

Triptans DHE nasal


Analgesik + Antiemesis
spray

Analgesik + kafein Belum Adekuat Analgesic opioid

Belum adekuat kortikosteroid

Tatalaksana
migren
STEP 5
Learning Objective

1. Mampu mengetahui dan menjelaskan DD dan DX pada skenario


2. Mampu mengetahui dan menjelaskan kriteria diagnosis pada migren
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi dan epidemiologi pada migren
4. Mampu mengetahui dan menjelaskan patofisiologi pada migren
5. Mampu mengetahui dan menjelaskan manifestasi klinis pada migren
6. Mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang pada
migren
7. Mampu mengetahui dan menjelaskan tatalaksana pada migren
8. Mampu mengetahui dan menjelaskan komplikasi dan prognosis pada migren

STEP 6
Belajar Mandiri

STEP 7
Hasil Belajar Mandiri

LO 1. Menjelaskan DD dan DX pada skenario

Nyeri
Sifat nyeri Lokasi Lama nyeri Intensitas Gejala
kepala

Migrain Berdenyut Unilateral 4-72 jam Sedang- Prodromal (Iritabilitas


berat eksitabilitas hiperaktif
atau depresi)

Aura (fonofobia,
fotofobia, tidak suka rasa
dan bau, numbness,pins
dan needle)

Nyeri kepala

intensitas bertambah
dengan aktivitas fisik,
dapat memjadi bilateral

Resolusi

Kelelahan, washout,
irritable, restless, sulit
berkonsentrasi, scalp
tenderness, perubahan
mood, malaise

TTH Nyeri dalam, Bilateral Tipe Ringan- Nyeri di kepala depan,


tertekan frequent sedang temporal, belakang
berat atau kepala, leher, punggung
30 menit-7
terikat erat atas;
hari, 10
episode Tipe kronik disertai
serangan dengan gangguan tidur
dalam 1-15
hari/bulan
selama 3
bulan

Tipe kronik

≥15
hari/bulan
selama >3
bulan
NKK Nyeri hebat Unilateral 15-180 Berat- Gejala ipsilateral
menit sangat (conjunctival injection,
berat lakrimasi nasal kongesti,
rinorea, berkeringat di
bagian muka dan
belakang kepala meiosis
mitosis oedema mata)

Trigeminal Nyeri Unilateral; Tidak lebih Berat Diantara masa


neuralgia seperti 3%bilatera dari 2 menit paroksisimal penderita
tersengat l asimptomatik
listrik,
mendadak,
tajam,
stabbing,
intense,
seperti
terbakar

Arteritis Nyeri Unilateral 4-6 minggu Nyeri Jaw claudication, saat


temporalis Intensif, bisa dalam serangan a. Temporalis
berdenyut, bilateral superfisialis teraba keras
menetap Daerah seperti tali dan dapat
sepanjang terbentuk thrombus,
arteri gangguan tajam
temporalis pengelihatan, debris,
malaise, kecemasan,
depresi, lemas

(sumber: Machfoed, dkk, 2011)


LO 2. Menjelaskan kriteria diagnosis pada migren
Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS):

1. Migrain tanpa aura (common migraine)- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa
terapi. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan. Pada anak-anak kurang dari 15
tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam (Sadeli, 2009).
 Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:
 Lokasi unilateral
 Kuafitas berdenyut
 Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
 Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
 Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
 Mual dan atau muntah
 Fotofobia dan fonofobia- Minimal terdapat satu dari berikut:
 Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
 Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis:
MRI atau CT Scan kepala) (Sadeli, 2009).

2. Migrain dengan aura (classic migraine)


 Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala
dan fase postdromal.
 Aura dengan minimal 2 serangan
 Terdapat minimal 3 dari 4 karakteristik sebagai berikut :
 Satu gejala aura atau lebih mengindikasikan disfungsi CNS fokal
(mis: vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual
pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis,
penurunan kesadaran)
 Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau
lebih gejala aura terjadi bersama-sama
 Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih
dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama
 Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri
kurang dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum
aura.
 Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini :
 Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
 Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis:
MRI atau CT Scan kepala) (Sadeli, 2009).

3. Migraine with prolonged aura


 Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih
dari 60 menit dan kurang dari 7 hari (Sadeli, 2009).

4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)


 Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura
sebagai berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala
visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral,
paresis bilateralda penurunan derajat kesadaran (Sadeli, 2009).

5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau


achepalic migraine)
 Memenuhi kriteria migren dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala
(Sadeli, 2009).

6. Benign paroxysmal vertigo of childhood- Episode disekuilibrium, cemas,


seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara sporadis dalam waktu
singkat (Sadeli, 2009).
 Pemeriksaan neurologis normal.
 Pemeriksaan EEG normal

7. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)


 Telah memenuhi kriteria migren dengan aura.
 Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya,
akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan
atau pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di
daerah yang sesuai
 Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang
memadai (Sadeli, 2009).

8. Migren oftalmoplegik dengan ciri-ciri:


 Migren yang dicirikan oleh serangan berulang-ulang yang berhubungan
dengan paresis
 Tidak ada kelainan organik.
 Paresis pada saraf otak ke III, IV, VI (Sadeli, 2009).

9. Migren hemiplegic familial


 Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang
sama seperti migren aura dan sekurang-kurangnya seorang keluarga
terdekat memiliki riwayat migren yang sama (Sadeli, 2009).

10. Migren retinal dengan ciri-ciri:


 Terjadi berulang kali dalam bentuk buta tidak lebih dari 1 jam.•
Gangguan okuler dan vaskuler tidak dijumpai (Sadeli, 2009).

11. Migren yang berhubungan dengan intrakranial dengan ciri-ciri:


 Gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal.
 Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan jenis lesi
intracranial. Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat
timbul sebelum, pada saat atau setelah serangan nyeri kepala (Sadeli,
2009).

LO 3. Menjelaskan etiologi dan epidemiologi pada migren


Etiologi Migrain
Penyebab terjadinya migrain masih belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migraine (Price,
2004).
 Riwayat penyakit migren dalam keluarga.
70-80% penderita migraine memiliki anggota keluarga dekat dengan
riwayat migraine juga.
 Perubahan hormone (esterogen dan progesterone) pada wanita,
khususnya pada fase luteal siklus menstruasi.
 Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat)
vasokonstriktor (keju, coklat) serta zat tambahan pada makanan.
 Stres
 Faktor fisik, tidur tidak teratur
 Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)
 Alkohol dan Merokok

Epidemiologi Migrain
Migrain biasanya menyerang 6% alki-laki dan 18% perempuan pada populasi
umum. Puncak prevalensi sekitar usia 40 tahun (Munir, 2017).

LO 4. Menjelaskan patofisiologi pada migren

Patofisiologi Migren
Migren umum adalah proses sentral yang melibatkan baik kortikal melalui
cortical spreading depression atau proses di batang otak. Proses sentral dibangkitkan
melalui inflamasi neurogenik di meningen dan vasodilatasi, yang dalam hal ini
disebut sebagai mekanisme nyeri perifer, kemudian nosiseptif aferen teraktivasi
membawa sinyal nyeri ini melalui kompleks trigeminoservikal. Dari sistem
trigeminoservikal ini sinyal nyeri secara ascending melalui talamus diteruskan ke
korteks. Terjadi pelepasan calcitonin gene-related peptide (CGRP) sebagai
vasodilator endogen yang menimbulkan kaskade asam arakhidonat. Nukleus batang
otak dan periaquaductal gray matter (PAG) dianggap berperan sentral dalam patofi
siologi migren. Disfungsi primer terletak pada nukleus batang otak yang terlibat
dalam proses antinosisepsi. Nukleus raphe dorsalis pada PAG merupakan penghasil
65% 5HT otak dan locus cereleus menghasilkan sekitar 96% norepinefrin di otak
(Mathew, 2005 dan International headache society, 2004).
Mekanisme Nyeri pada Migren
Proses nyeri pada migren idiopatik, karena tidak ditemukan kerusakan jaringan
seperti pada nyeri nosiseptif dan juga tidak ditemukan kelainan patologis.
Mekanisme nyeri pada migren berbeda dengan nyeri neuropatik maupun nyeri
nosiseptif pada umumnya sehingga respons terapi farmakologi juga berbeda. Nyeri
kepala pada migren terjadi karena saraf trigeminus bagian anterior dan saraf spinalis
C2 dan C3 yang telah teraktivasi mengirim sensasi nyeri menuju kepala, wajah dan
bagian atas leher sehingga hampir 75% penderita migren saat serangan mengeluh
nyeri leher, saraf trigeminus tidak hanya mensuplai jaringan ekstrakranial tetapi juga
struktur intrakranial, khususnya pembuluh darah di dura dan piamater, pembuluh
darah besar otak, sinus-sinus dorsalis, dan duramater. Pembuluh darah di dura dan
piamater banyak sekali disuplai saraf trigeminus, sebagai akhiran dari saraf simpatis
dan parasimpatis. Khusus pembuluh darah intrakranial mengandung reseptor 5-
HT1B di post sinaps dan reseptor 5-HT1D di pre-sinaps. Reseptor 5-HT1B juga
ditemukan di sistem trigeminal sentral; aktivasi sistem vaskuler trigeminal inilah
yang menjadi dasar timbulnya nyeri kepala pada migren Mathew,2005., International
headache society,2004 dan Sheftell,2006).
Fase dan Gambaran Klinis Migren
Migren adalah gangguan neurologis kronis yang ditandai dengan episode nyeri
kepala paroksismal dan gejala penyerta yang berlangsung 4-72 jam. Migren dapat
digambarkan sebagai kejadian neurologis akibat kerentanan otak terhadap serangan
dan berbagai pemicu dari lingkungan. Penderita migren bereaksi terhadap stimuli
normal, yang terjadi akibat keadaan neuronal yang hipereksitabel. Dapat terjadi
tumpang tindih fase migren yang terdiri dari: fase prodromal, aura, nyeri kepala dan
postdromal. Serangan migren dapat dipicu adanya faktor pencetus baik eksogen
maupun endogen. Mekanisme pencetus serangan ini belum jelas diketahui, sebagian
besar diduga berdasarkan fenomena kortikal. Faktor pencetus eksogen adalah cuaca,
sinar, gerakan, suara bising, makanan, minuman (alkohol), atau hal lain yang dapat
mengaktivasi substansi-substansi di otak. Faktor pencetus endogen, antara lain,
adalah gangguan tidur, turunnya kadar estrogen pada wanita, stres mental, dan
ketakutan (Sheftell,2006 dan lance,2005).

Fase Prodromal
Fase prodromal dapat ditemukan sekitar 10-80% penderita migren, fase ini
mendahului timbulnya fase nyeri kepala yang berlangsung 1-24 jam dengan
gambaran klinis berupa iritabilitas, eksitabilitas, hiperaktif, atau depresi. Gejala awal
ini juga termasuk hipoaktif, keinginan makan, menguap berulang-ulang, kaku leher,
dan lain-lain. Gejala-gejala prodromal ini menunjukkan sistem saraf sentral yang
terlibat dalam serangan migren (Kalra,2007).
Fase Aura
Aura didapatkan pada 15-20% penderita migren. Fase ini kontradiktif dengan
fase prodromal; merupakan fenomena fokal bisa berupa gejala “positif” (kelebihan
sensasi) dan “negatif” (sedikit sensasi). Aura tipikal berlangsung 5-60 menit, 90%
berupa aura visual, yang lain bisa berupa gangguan sensoris maupun gangguan
bicara (disfasia). Aura tersering adalah berupa kilatan visual scotomadengan
pandangan kabur sebagian (Mathew,2005 dan silberstein,2001).

Fase Nyeri Kepala


Nyeri kepala pada penderita migren 60% unilateral, dapat berpindah-pindah,
mungkin berbeda sisi pada serangan yang berbeda. Karakteristik nyeri kepala pada
migren adalah unilateral atau bilateral, bisa di frontal, oksipital atau suboksipital
dengan intensitas sedang sampai berat, berdenyut, dan diperberat dengan aktivitas fi
sik atau batuk, bersin, dan turun atau naik tangga. Gejala penyerta yang penting saat
serangan migren adalah anoreksia, mual dan atau muntah. Mual terjadi pada 90%
penderita sedangkan muntah terjadi pada sepertiga penderita. Dibedakan dari mual
muntah pada meningitis yang mungkin hanya sekali sedangkan penderita migren
berulang-ulang. Gejala lain adalah gangguan persepsi visual berlebihan berupa
fotofobia, fonofobia, dan ketidaksukaan akan bau-bauan. Penderita lebih suka di
ruangan gelap dan tenang. Selain itu, dapat juga disertai hipertensi ortostatik,
dizziness, gangguan behavior, seperti irritable, gangguan memori, dan sulit
berkonsentrasi (Silberstein,2001).

Fase Postdromal
Setelah fase nyeri kepala penderita biasanya terganggu konsentrasinya dan
merasa lelah, kehabisan tenaga, iritabel. Kemudian penderita merasa lemah,
kesakitan, dan lapar (Lance,2005).

LO 5. Menjelaskan manifestasi klinis pada migren


Secara keseluruhan manifestasi klinis pemderita migraine bervariasi tiap
individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migraine. Tetapi tidak
semuanya harus dialami oleh tiap individu (Suhartanji, 2013).
1. Fase Prodormal. Fase ini dialami sekitar 40-60% penderita migren.
Gejalanyaberupa perubahan mood, irritable, depresi atau euphoria, perasaan
lemah, tidur berlebihan dan menginginkan jenis makanan tertentu. Gejala ini
muncul beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala.
2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang
mendahuluiatau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama
5-20 menit. Aura dapat berupa sensasi motoric, sensorik, visual atau
gabungan diantaranya. Aura visual 64% muncul pada pasien dan merupakan
gejala neurologis yang paling umum. Aura pada migren biasanya hilang
beberapa menit dan kemudian muncul nyeri kepala.
3. Fase Nyeri Kepala
Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan
biasanyaberawal di daerah frontotemporalis dan ocular. Kemudian setelah 1-2
jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-
72 jam pada orang dewasa dan pada anak-anak biasanya 1-48 jam. Intensitas
nyeri sedang sampai berat dan menggangu aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdormal atau Pemulihan
Pasien merasa lelah, irritable, konsentrasi
menurun dan terjadiperubahan mood. Pasien dapat tertidur dalam jangka
waktu panjang.

LO 6. Menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang pada migren


Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis migren :
1. Anamnesis
Anamnesis yang dimaksud berupa:
a. Anamnesis khusus, meliputi:
 Lamanya menderita sakit, bersifat akut, subakut, atau kronis.
 Frekuensi nyeri kepala
 Lamanya serangan nyeri kepala
 Lokasi nyeri kepala
 Kualitas nyeri
 Kuantitas nyeri kepala
 Intensitas nyeri kepala
 Waktu timbulnya nyeri kepala
 Gejala yang mendahului
 Faktor pencetus
 Gejala yang menyertai
 Faktor yang memperberat
 Faktor yang memperingan (Twaddle, et al., 2006)
b. Anamnesis umum
 Kesehatan umum pasien
 Tinjauan sistemik
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat keluarga (Twaddle, et al., 2006)

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Takikardi atau bradikardi
b. Hipertensi atau hipotensi
c. Injeksi konjungtiva
d. Reaksi pupil yang kurang baik terhadap cahaya
e. Defisit hemisensorik atau hemiparesis (ditemukan pada migren
kompleks) (Mayza, 2017)

3. Pemeriksaan fisik neurologis


a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya, dan reaksinya terhadap
cahaya
b. Pemeriksaan nervus kranialis
c. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tonus, trofi, refleks
fisiologis, refleks patologis, klonus
d. Pemeriksaan sensibilitas (Twaddle, et al., 2006)

4. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk mendiagnosis, tetapi
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
lain. Pemeriksaan lanjutan tersebut ialah:
a. MRI atau CT scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan tumor
atau perdarahan otak
b. Pungsi lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau
perdarahan otak (Liporace, 2006).

LO.7 Menjelaskan Tatalaksana pada Migren


Pemberiaan obat pada migren bisa diberikan secara oral namun, bila ada gejala
mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan, atau intra vena (Machfoed M.
Hasan., dkk. 2011).
Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi menjadi 3 kategori:

1. Terapi Umum
Menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,
stress, dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip, perubahan cuaca,
berada di tempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara (Machfoed
M. Hasan., dkk. 2011).

2. Terapi Abortif
 Abortif non-spesifik : untuk serangan ringan sampai sedang atau
serangan berat atau berespon baik terhadap obat yang sama dapat dipakai
: analgetik OTCs (Over The Counters), analgesic nonspesifik,
NSAIDs(oral) (Machfoed M. Hasan., dkk. 2011).
 Abortif spesifik : bila tidak berespon terhadap analgetik/NSAIDs, dipakai
obat spesifik seperti : Triptans (naratripants, rizatripan, sumatripan,
zolmitripan). Dihydro ergotamin (DHE), obat golongan ergotamin
(Machfoed M. Hasan., dkk. 2011).

3. Terapi Preventif
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka
pendek (subaut) atau jangka panjang (kronik). Terapi episodik diberikan
apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat
diberikan analgetik sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna
apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka
wkatu tertentu seperti pada migren menstrual. Terapi preventif kronik akan
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergnatung respon pasien.
Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan (Machfoed M.
Hasan., dkk. 2011).

LO 8. Menjelaskan komplikasi dan prognosis pada migren


Pada umumnya migren dapat sembuh sempurna jika dapatmengurangi paparan
atau menghindari faktor pencetus,dan meminum obat yang teratur. Tetapi
berdasarkan penelitian dalam beberapa studi, terjadi peningkatan resiko untuk
menderita stroke pada pasien riwayat migren, terutama pada perempuan. Namun,
hingga saat ini masih kontroversial dan diperdebatkan (Price, 2015).
Komplikasi dari migrain yaitu meningkatnya resiko untuk terserang stroke.
Didapatkan bahwa pasien migrain baik perempuan maupun laki-laki beresiko 2-5
kali untuk mendapatkan stroke subklinis serebellum, terutama yang mengalami
migrain dengan aura. Selain itu, migrain juga dapat memicu timbulnya komplikasi
penyakit metabolik pada seseorang seperti diabetes melitus dan hipertensi,
dyslipidemia, dan penyakit jantung iskemik (Anurogo, 2012).

You might also like