Professional Documents
Culture Documents
STEP 1
Kata Sulit
Kata Kunci
STEP 2
Rumusan Masalah
STEP 3
Jawaban Rumusan Masalah
Hipotesis
Faktor pencetus
Gangguan korteks
atau eksitasi
batang otak
Migren
Asesmen migren
Tatalaksana
migren
STEP 5
Learning Objective
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
Hasil Belajar Mandiri
Nyeri
Sifat nyeri Lokasi Lama nyeri Intensitas Gejala
kepala
Aura (fonofobia,
fotofobia, tidak suka rasa
dan bau, numbness,pins
dan needle)
Nyeri kepala
intensitas bertambah
dengan aktivitas fisik,
dapat memjadi bilateral
Resolusi
Kelelahan, washout,
irritable, restless, sulit
berkonsentrasi, scalp
tenderness, perubahan
mood, malaise
Tipe kronik
≥15
hari/bulan
selama >3
bulan
NKK Nyeri hebat Unilateral 15-180 Berat- Gejala ipsilateral
menit sangat (conjunctival injection,
berat lakrimasi nasal kongesti,
rinorea, berkeringat di
bagian muka dan
belakang kepala meiosis
mitosis oedema mata)
1. Migrain tanpa aura (common migraine)- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa
terapi. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan. Pada anak-anak kurang dari 15
tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam (Sadeli, 2009).
Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:
Lokasi unilateral
Kuafitas berdenyut
Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
Mual dan atau muntah
Fotofobia dan fonofobia- Minimal terdapat satu dari berikut:
Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis:
MRI atau CT Scan kepala) (Sadeli, 2009).
Epidemiologi Migrain
Migrain biasanya menyerang 6% alki-laki dan 18% perempuan pada populasi
umum. Puncak prevalensi sekitar usia 40 tahun (Munir, 2017).
Patofisiologi Migren
Migren umum adalah proses sentral yang melibatkan baik kortikal melalui
cortical spreading depression atau proses di batang otak. Proses sentral dibangkitkan
melalui inflamasi neurogenik di meningen dan vasodilatasi, yang dalam hal ini
disebut sebagai mekanisme nyeri perifer, kemudian nosiseptif aferen teraktivasi
membawa sinyal nyeri ini melalui kompleks trigeminoservikal. Dari sistem
trigeminoservikal ini sinyal nyeri secara ascending melalui talamus diteruskan ke
korteks. Terjadi pelepasan calcitonin gene-related peptide (CGRP) sebagai
vasodilator endogen yang menimbulkan kaskade asam arakhidonat. Nukleus batang
otak dan periaquaductal gray matter (PAG) dianggap berperan sentral dalam patofi
siologi migren. Disfungsi primer terletak pada nukleus batang otak yang terlibat
dalam proses antinosisepsi. Nukleus raphe dorsalis pada PAG merupakan penghasil
65% 5HT otak dan locus cereleus menghasilkan sekitar 96% norepinefrin di otak
(Mathew, 2005 dan International headache society, 2004).
Mekanisme Nyeri pada Migren
Proses nyeri pada migren idiopatik, karena tidak ditemukan kerusakan jaringan
seperti pada nyeri nosiseptif dan juga tidak ditemukan kelainan patologis.
Mekanisme nyeri pada migren berbeda dengan nyeri neuropatik maupun nyeri
nosiseptif pada umumnya sehingga respons terapi farmakologi juga berbeda. Nyeri
kepala pada migren terjadi karena saraf trigeminus bagian anterior dan saraf spinalis
C2 dan C3 yang telah teraktivasi mengirim sensasi nyeri menuju kepala, wajah dan
bagian atas leher sehingga hampir 75% penderita migren saat serangan mengeluh
nyeri leher, saraf trigeminus tidak hanya mensuplai jaringan ekstrakranial tetapi juga
struktur intrakranial, khususnya pembuluh darah di dura dan piamater, pembuluh
darah besar otak, sinus-sinus dorsalis, dan duramater. Pembuluh darah di dura dan
piamater banyak sekali disuplai saraf trigeminus, sebagai akhiran dari saraf simpatis
dan parasimpatis. Khusus pembuluh darah intrakranial mengandung reseptor 5-
HT1B di post sinaps dan reseptor 5-HT1D di pre-sinaps. Reseptor 5-HT1B juga
ditemukan di sistem trigeminal sentral; aktivasi sistem vaskuler trigeminal inilah
yang menjadi dasar timbulnya nyeri kepala pada migren Mathew,2005., International
headache society,2004 dan Sheftell,2006).
Fase dan Gambaran Klinis Migren
Migren adalah gangguan neurologis kronis yang ditandai dengan episode nyeri
kepala paroksismal dan gejala penyerta yang berlangsung 4-72 jam. Migren dapat
digambarkan sebagai kejadian neurologis akibat kerentanan otak terhadap serangan
dan berbagai pemicu dari lingkungan. Penderita migren bereaksi terhadap stimuli
normal, yang terjadi akibat keadaan neuronal yang hipereksitabel. Dapat terjadi
tumpang tindih fase migren yang terdiri dari: fase prodromal, aura, nyeri kepala dan
postdromal. Serangan migren dapat dipicu adanya faktor pencetus baik eksogen
maupun endogen. Mekanisme pencetus serangan ini belum jelas diketahui, sebagian
besar diduga berdasarkan fenomena kortikal. Faktor pencetus eksogen adalah cuaca,
sinar, gerakan, suara bising, makanan, minuman (alkohol), atau hal lain yang dapat
mengaktivasi substansi-substansi di otak. Faktor pencetus endogen, antara lain,
adalah gangguan tidur, turunnya kadar estrogen pada wanita, stres mental, dan
ketakutan (Sheftell,2006 dan lance,2005).
Fase Prodromal
Fase prodromal dapat ditemukan sekitar 10-80% penderita migren, fase ini
mendahului timbulnya fase nyeri kepala yang berlangsung 1-24 jam dengan
gambaran klinis berupa iritabilitas, eksitabilitas, hiperaktif, atau depresi. Gejala awal
ini juga termasuk hipoaktif, keinginan makan, menguap berulang-ulang, kaku leher,
dan lain-lain. Gejala-gejala prodromal ini menunjukkan sistem saraf sentral yang
terlibat dalam serangan migren (Kalra,2007).
Fase Aura
Aura didapatkan pada 15-20% penderita migren. Fase ini kontradiktif dengan
fase prodromal; merupakan fenomena fokal bisa berupa gejala “positif” (kelebihan
sensasi) dan “negatif” (sedikit sensasi). Aura tipikal berlangsung 5-60 menit, 90%
berupa aura visual, yang lain bisa berupa gangguan sensoris maupun gangguan
bicara (disfasia). Aura tersering adalah berupa kilatan visual scotomadengan
pandangan kabur sebagian (Mathew,2005 dan silberstein,2001).
Fase Postdromal
Setelah fase nyeri kepala penderita biasanya terganggu konsentrasinya dan
merasa lelah, kehabisan tenaga, iritabel. Kemudian penderita merasa lemah,
kesakitan, dan lapar (Lance,2005).
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Takikardi atau bradikardi
b. Hipertensi atau hipotensi
c. Injeksi konjungtiva
d. Reaksi pupil yang kurang baik terhadap cahaya
e. Defisit hemisensorik atau hemiparesis (ditemukan pada migren
kompleks) (Mayza, 2017)
4. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk mendiagnosis, tetapi
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
lain. Pemeriksaan lanjutan tersebut ialah:
a. MRI atau CT scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan tumor
atau perdarahan otak
b. Pungsi lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau
perdarahan otak (Liporace, 2006).
1. Terapi Umum
Menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,
stress, dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip, perubahan cuaca,
berada di tempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara (Machfoed
M. Hasan., dkk. 2011).
2. Terapi Abortif
Abortif non-spesifik : untuk serangan ringan sampai sedang atau
serangan berat atau berespon baik terhadap obat yang sama dapat dipakai
: analgetik OTCs (Over The Counters), analgesic nonspesifik,
NSAIDs(oral) (Machfoed M. Hasan., dkk. 2011).
Abortif spesifik : bila tidak berespon terhadap analgetik/NSAIDs, dipakai
obat spesifik seperti : Triptans (naratripants, rizatripan, sumatripan,
zolmitripan). Dihydro ergotamin (DHE), obat golongan ergotamin
(Machfoed M. Hasan., dkk. 2011).
3. Terapi Preventif
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka
pendek (subaut) atau jangka panjang (kronik). Terapi episodik diberikan
apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat
diberikan analgetik sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna
apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka
wkatu tertentu seperti pada migren menstrual. Terapi preventif kronik akan
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergnatung respon pasien.
Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan (Machfoed M.
Hasan., dkk. 2011).