Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
berkembang yang kemudian terbawa oleh air (banjir), kemudian terendapkan
di delta-delta sungai atau didalam danau purba sehingga pembusukan
tumbuhan tersebut tidak sempurna dan akhirnya membentuk fossil tumbuhan
yang kemudian menjadi batubara dengan teori drift.
Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran
tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena
banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses
pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang
terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara delta
Mahakam purba, Kalimantan Timur.
2. Igneous Intrusion
Adalah kontak antara lelehan magma dengan batubara sebagai akibat dari
aktifitas vulkanik. Intrusi ini dapat mencapai temperature lebih dari 1000 oC.
Apabila contak langsung dengan batubara, dapat menyebabkan perubahan
bentuk yang signifikan, namun biasanya intrusi tersebut tidak langsung
kontak dengan batubara. Apabila batuan penghalang antara magma dengan
batubara merupakan penghantar panas yang cukup baik, maka batubara
tersebut masih dapat terpengaruhi oleh intrusi tersebut. Intrusi yang
memotong atau menyilang dengan arah vertikal terhadap coal seam disebut
dyke. Sedangkanintrusi yang menyilang dengan arah horisontal terhadap coal
seam baik dari bawah maupun dari atas seam disebut Sill.
berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam
lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur
yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah
yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam
dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis
material yang membentuk batubara, yaitu:
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah
kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O,
K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan
membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material
ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Prosesnya :
5C6H10O5 C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulose Lignit Gas Metana
Dengan P ( Tekanan) dan T (Suhu)
6C6H10O5 C22H20O3 + 5CH4 + 10H20 + 8CO2 +CO
Cellulose Bituminus Gas Metana
Jadi, proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada,
mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi
berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalification,
yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat
menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain
melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan
waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan.
Kenaikan kandungan Carbon dalam basis d.a.f. (dry ash free) mencapai
40-50% sampai 55-60% terjadi pada ketinggian50m dari atas.
Pada transisi dari Peat ke Lignite adalah disebabkan oleh perubahan
diagenetikdan perubahan selanjutnya merupakan metamorfosis atau
perubahan bentuk yang disebabkan oleh perubahan fisika dan perubahan
kimia akibat terjadinya pengaruh tekanan dan panas terhadap endapan
tersebut.
Pada transisi dari Peat ke Lignite dan selanjutnya ke sub-bituminous,
terjadi penurunan porositas secara drastis. Penurunan porositas ini
disebabkan oleh terjadinya kompresi lapisan batubara tersebut oleh berat dari
overburden. Penurunan porositas menyebabkan penurunan pula pada
kandungan moisture, (baik moisture holding capacity, total moisture,
maupun air dried moisture). Pada Lignite,moisture berkurang sampai 4 %
untuk setiap kedalaman 100m. Sedangkan pada transisi dari Lignite ke
sub-bituminous terjadi penurunan moisture 1 % untuk setiap kedalaman
100-200 m. Penurunan moisture tersebut diikuti dengan naiknya nilai kalori
pada basis dry ash free.
Selama transisi dari Lignite ke sub-bituminous menghasilakan produk
dari reaksi coalification yaitu; moisture,carbon dioksida, dan gas methan
dalam jumlah yang kecil yang merupakan hasil pembusukan sisa-sisa lignin.
Pada batubara high volatile bituminous kelanjutan tahap coalification
ditunjukan dengan terus berkurangnya oxygen dan moisture yang
menghasilkan naiknya nilai kalori.
Perubahan transisi dari biuminous ke antrasit, diikuti dengan menurunya
nilai volatile matteryang cukup drastis. Penurunan volatile matter (daf) pada
transisi ini mencapai lebih dari 14 % - 40 %. Sedangkan kenaikan carbon
(daf) nya adalah dari 85% sampai 90%. Perubahan ini disebabkan oleh
terjadinya perubahan kimia dalam molekul batubara.
18
Gambar 4. Antrasit
(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Anthracite)
2. Bituminus
Bituminous batubara yang mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan
berkadar air 8-10% dari beratnya. Batubara jenis Bituminus ini terdapat
pada zaman Palaezoikum dan lapisan Mesozoikumdan merupakan kelas
batubara yang paling banyak ditambang di Australia. Batubara ini masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. batubara ketel uap atau batubara termalatau yang disebut steam
coal, banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik,
pembakaran umum seperti pada industri bata atau genteng, dan industry
21
semen.
b. batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking coal) digunakan
untuk keperluan industri besi dan baja serta industri kimia. Terbentuk
pada periode geologi carboniferous dari tumbuh-tumbuhan yang
mengalami karbonisasi. Nilai kalor 7000-8000 kkal/kg. Kandungan
abu dan airnya rendah (5-10%). Batubara yang berwarna hitam tidak
bersifat higroskopis.
Gambar 5. Bituminus
(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Bituminus)
3. Sub-bituminus
Gambar 6. Sub-bituminus
(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Sub-Bituminous)
22
Gambar 7. Lignit
(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Lignite)
5. Gambut
Gambut merupakan batubara berpori dan memiliki kadar air di atas 75%
serta nilai kalori yang paling rendah.
Gambar 8. Gambut
(sumber : en.wikipedia.org/wiki/peatcoal)
1. Standar Nasional
Dalam pembahasan mengenai standar nasional ini, pembicaraan akan
dibatasi hanya pada tiga standar dari tiga negara penghasil batubara yang besar,
yaitu Amerika, Inggris, dan Australia. Dipilih Amerika dan Inggris
American National Standards diterbitkan oleh The American Society for
Testing and Materials (ASTM). Standar ASTM ini dipakai untuk semua rank
batubara, mulai dari lignit sampai dengan antrasit.
British Standards (BS) untuk analisis batubara mempunyai reputasi yang
tinggi dan masih banyak yang menggunakannya
Australian Standards (AS) lebih modern dari BS dan banyak menaruh
perhatian pada berbagai masalah analisis batubara yang mempunyai rank lebih
rendah. Australian Standard mengeluarkan pula standar khusus untuk batubara
muda atau brown coal.
2. Standar Internasional
Standar Internasional dikeluarkan oleh International Organization for
Standardization (ISO), yang tujuannya menggantikan standar nasional yang
26
ada. Dalam standar ISO sudah tercantum prosedur penentuan standar tersebut,
apakah untuk hard coal, coal, brown coals, dan lignites, atau bahan bakar
secara umum (fuel).
b. Nitrogen
Nitrogen dalam batubara hanya terdapat sebagai senyawa organik. Tidak
dikenal adanya mineral pembawa nitrogen dalam batubara, hanya ada
beberapa senyawa nitrogen dalam air kapiler, terutama dalam batubara muda.
Pada pembakaran batubara, nitrogen akan berubah menjadi nitrogen oksida
yang bersama gas buangan akan bercampur dengan udara. Senyawa ini
merupakan pencemar udara sehingga batubara dengan kadar nitrogen rendah
28
lebih disukai.
Prinsip penentuan nitrogen dalam batubara semuanya dengan cara
mengubah nitrogen menjadi amonium sulfat melalui destruksi terhadap zat
organik pembawa nitrogen dalam batubara. Dalam metode ini, digunakan
asam sulfat dan katalisator. Banyaknya amonium sulfat yang terbentuk
ditentukan dengan cara titrimetri.
Selain itu, seperti juga pada penentuan kadar karbon dan hidrogen,
dalam metode ASTM D 5373-02 kadar nitrogen dapat diketahui dengan
menggunakan Thermal Conductivity (TC) pada alat yang sama dengan
penentuan kadar karbon dan hidrogen di atas. TC inilah yang akan
menangkap kadar nitrogen dalam nitrogen oksida.
c. Sulfur
Dalam proses pembakaran, sulfur dalam batubara akan membentuk
oksida yang kemudian terlepas ke atmosfir sebagai emisi. Ada tiga jenis
sulfur yang terikat dalam batubara, yaitu :
1. Sulfur organik, dimana satu sama lain terikat ke dalam senyawa
hidrogen sebagai substansi dari batubara.
2. Mineral sulfida, seperti pirit dalam fraksi organic (pyritic sulfur).
3. Mineral sulfat, seperti kalsium sulfat atau hidrous iron.
Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua
(setelah ash) dalam batubara, karena :
1. Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya
korosif dan sumber polusi udara.
2. Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang
terjadinya pembakaran spontan.
3. Semua bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah
dalam pemanfaatannya. Bila batubara itu dibakar, sulfur akan menyebabkan
korosi dalam ketel dan membentuk endapan isolasi pada tabung ketel uap
(yang disebut slagging). Disamping itu juga menimbulkan pencemaran udara.
Sebagian sulfur akan terbawa dalam hasil pencairan batubara, gasifikasi, dan
pembuatan kokas. Jadi harus dihilangkan dulu sebelum dilakukan
proses-proses tersebut.
d. Oksigen
Oksigen merupakan komponen pada beberapa senyawa organik dalam
batubara. Oksigen ini didapatkan pula dalam moisture, lempung, karbonat,
dan sebagainya. Oksigen juga memiliki peranan penting sebagai penunjuk
sifat-sifat kimia dengan derajat pembentukan batubara.
30
a. Kandungan Air
Total Moisture (TM) yang disebut pula sebagai as received moisture.
Bentuk air dalam batubara dapat dibedakan menjadi:
standar ASTM air ini disebut moisture permukaan (surface moisture). Air
yang terbentuk dari penguraian fraksi organik batubara atau zat mineral secara
termis bukan merupakan bagian dari moisture dalam batubara.
Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut
atau terkena hujan selama penyimpanan disebutfree moisture (standar
ISO) atau air-dry loss (standar ASTM).Moisture jenis ini dapat dihilangkan
dari batubara dengan cara dianginkan atau dikering-udarakan. Moisture in
air-dried sample(ISO) atau residual moisture (ASTM) ialah moisture yang
hanya dapat dihilangkan bila sampel batubara kering-udara yang berukuran
lebih kecil dari 3 mm (-3 mm) dipanaskan hingga 105°C. Penjumlahan antara
free moisture dan residual moisture disebut total moisture.
Data moisture dalam batubara kering-udara ini digunakan untuk menghitung
besaran lainnya dari basis kering-udara (adb), bebas- ash (daf) dan basis
kering, bebas-mineralmatter (dmmf).
Kandungan air total merupakan dasar penilaian yang sangat penting.
Secara umum, tinggi rendahnya kandungan air berpengaruh pada beberapa
aspek teknologi penggunaan batubara terutama dalam penggunaan untuk
tenaga uap. Dalam penggerusan, kelebihan kandungan air akan berakibat pada
komponen mesin penggerus karena abrasi. Parameter lain yang terpengaruh
oleh kandungan air adalah nilai kalor. Semakin besar kadar air yang
terkandung oleh batubara maka akan semakin besar pula nilai kalor dalam
pembakaran.
Penentuan kandungan air didalam batubara bisa dilakukan melalui proses
satu tahap atau proses dua tahap. Proses dilakukan dengan cara pemanasan
sampel sampai terjadi kesetimbangan kandungan air didalam batubara dan
udara. Penentuan kandungan air dengan cara tersebut dilakukan pada
temperatur diatas titik didih air (ASTM 104-110o C).
32
oleh kadar moisture). Suhunya adalah 900°C, dnegan waktu pemanasan tujuh
menit tepat.
Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah
terbakar, seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, serta sebagian kecil
uap yang dapat mengembun seperti tar, hasil pemecahan termis seperti karbon
dioksida dari karbonat, sulfur, dan pirit, dan air dari lempung.
Prosedur penentuan VM untuk hard coal menurut ISO 1562-1981(E)
adalah 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan silika dengan tutup yang
rapat. Cawan diletakkan pada stand terbuat daeri kawat nikelkrom dan
kemudian dimasukkan ke dalam muffle furnace bersuhu 900°C. Pemanasan
tanpa udara ini dilakukan selama tujuh menit tepat.
Standar ASTM D 3175-2004 memberikan prosedur yang berbeda sekali.
Bila dalam standar ISO digunakan tungku pembakar horizontal, dalam
standar ASTM digunakan tungku pembakar vertikal. Cawan yang digunakan
adalah cawan platina dan suhu pemanasannya sebesar 950°C.
Vm yang ditentukan dengan cara-cara ini dapat digunakan untuk
menentukan rank suatu batubara, klasifikasi, dan proporsinya dalam blending.
Volatile matter juga penting dalam pemilihan peralatan pembakaran dan
kondisi efisiensi pembakaran. Dalam gasifikasi dan likuifaksi, VM juga
digunakan untuk memilih proses dan kondisikedua proses tersebut.
FC = 100% - %M - %A - %VM
karena ada tambahan latent heat yang keluar karena proses kondensasi. Energi
yang diukur dengan cara ini disebut gross calorific value. Panas yang
dibebaskan per satuan berat batubara dalam kondisi terbuka disebut net
calorific value.
PRA-EKSPLORASI
Penelitian (research)
EKSPLORASI REGIONAL
Struktur geologi, sifat-sifat lapisan batubara
PERENCANAAN TAMBANG
Penambangan di bawah tanah : Pemboran tegak
lurus lapisan batubara, pengujian inti bornya.
b. Penambangan Pengupasan
Secara umum untuk memperoleh batubara dengan cara penambangan
terbuka terdapat tahapan yang harus dilakukan sebagai berikut (ACA, 1982).
1. Pengupasan tanah penutup atau top soil dengan bantuan peralatan
yang bergerak (earth-moving equipment), kemudian ditimbun untuk
reklamasi atau langsung dipindahkan ke bekas penambangan yang
sedang dikerjakan reklamasinya.
2. Pengupasan-awal dengan face shovel and truck untuk membentuk
suatu lahan terbuka dimana dragline ditempatkan.
3. Pengeboran dan peledakan batuan penutup yang lebih dalam
4. Penggunaan dragline untuk menyingkirkan batuan penutup yang
lebih dalam guna menyingkap lapisan batubara.
5. Peledakan untuk melonggarkan lapisan batubara
6. Pemecahan lapisan batubara yang tersingkap dengan peledakan dan
kemudian memuatnya ke dalam haulage truck dengan face shovel
atau front-end loader. Lalu batubara diangkut ke tempat penggerusan
atau ke pusat pencucian.
7. Penyiraman jalan-jalan dengan tanker khusus secara teratur untuk
49
diselang-seling oleh strata lain yang tipis, akan tidak ekonomis menggunakan
dragline. Sistem yang lebih fleksibel untuk menambang batubara demikian
ialah gabungan antara power shovel berkapasitas besar, pengikis, dan dump
truck yang bila perlu dibantu dengan sistem peledakan.
Suatu cara yang telah banyak digunakan diseluruh dunia untuk mengupas
batuan penutup yang lunak adalah bucket wheel excavator (BWE). Di
Indonesia, BWE digunakan hampir di semua tambang batubara, antara lain:
oleh PTBA di tambang batubara Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Alat ini
sanggup untuk memotong lahan terbuka dengan lebar 40 meter dan kedalaman
25 meter dengan arah horizontal, memotong batuan penutup yang lunak, dan
memotong dalam deretan setengah lingkaran. Kemudian hasil kerja BWE
diteruskan oleh dragline yang akan menyingkirkan batuan penutup 45 meter
lagi, sehingga dapat bekerja sampai kedalaman 70 meter dengan sekali putaran
masig-masing mesin.
52
Ada dua cara penambangan bawah tanah yang sampai saat ini banyak
dilakukan orang, yaitu cara Bord and Pillar dan cara Longwall. Cara ketiga
yang merupakan gabungan unsur-unsur dari kedua cara tadi ialah cara
shortwall.
dijadikan sebagai pilar atau penyangga turut pula diekstrasi dengan cara
penambangan mundur (retreat mine) sehingga recovery cadangan lebih
banyak lagi presentasinya dibandingkan jumlah seluruh cadangan yang
terdapat pada lokasi tersebut.
Penambangan batubara tersebut dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu
mechanical - conventional method, dimana alat gali muat dan alat angkut
bergerak dari satu tempat ke tempat lain, seperti coal cutting machine,
loading machine, dan shuttle car, serta continuous mining method, dimana
alat gali muat dan alat angkut tidak bergerak, menggunakan continuous miner
dan belt conveyor.
front kerja, panjang lorong yang dirawat terhadap jumlah produksi batubara
menjadi pendek. Menguntungkan dari segi keamanan, karena ventilasinya
mudah dan swabakar yang timbul juga sedikit. Karena dapat memanfaatkan
tekanan batuan, pemotongan batubara menjadi mudah. Apabila terjadi hal-hal
seperti ambrukan permukaan kerja dan kerusakan mesin, penurunan produksi
batubaranya besar.
2. Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat
pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak
mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan
kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat
kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak
bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat
berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan
PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada
diatasnya akan mati.
3. Udara
57
4. Hutan
Penambangan batubara dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan
rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan
oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang sehingga
mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa
menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya
menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh
buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.
5. Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan batubara terjadi pada saat
aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran
juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di
sekitar laut tersebut.
2. Pelaksanaan Reklamasi
Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam
merehabilitasi/reklamasi lahan bekas tambang yaitu dampak perubahan dari
59
Dari tiga hal diatas, kegiatan penambangan masih dalam tahap protektif.
Perusahaan-perusahaan tambang masih mengupayakan agar tidak terjadi erosi
tanah pada lahan bekas tambang dengan cara menanam tanaman cover crops.
Diharapkan untuk ke depannya perusahaan pertambangan dapat
meningkatkan kegiatan reklamasi untuk produktif dan konservatif.
solusi alternatif yang lebih baik bagi pembangkit listrik dapat dibuat secara
praktikal dan ekonomis.
Teknologi Batubara bersih antara lain:
1. Desulfurisasi
Sulfur dalam gasifikator terdiri dari abio-sulfur dan sulfur organik, dimana
hidrogen sulfurisasi (H2S) merupakan bagian yang dominan. Desulfurisasi gas
batubara bertujuan untuk menghilangkan hidrogen sulfurisasi yang merupakan
gas beracun. Gas batubara mengandung gas caustic seperti H2S, CO2 yang
cenderung mengikis dan merusak peralatan bersama-sama dengan air (H2O)
dan menyebabkan kebocoran gas batubara, menimbulkan pencemaran di
atmosfir atau bahkan menimbulkan ledakan yang merusak lingkungan dan
melukai pekerja. Karena itu, desulfurisasi sangat penting artinya.
Gas batubara mengandung H2S masuk ke menara desulfurisasi melalui
dasar dan di dalam lapisan paking bereaksi dengan cairan tandus desulfurisasi
yang disemprotkan dari puncak menara, yang menyerap H2S. Gas hasil
pemurnian dilepaskan dari puncak menara dan membuang air melalui alat
penangkap tetesan, dan kemudian dikirim ke perbengkelan untuk digunakan.
Cairan yang disemprotkan dari puncak yang menyerap hidrogen sulfurisasi
mengalir ke dalam saluran air yang kaya cairan melalui pompa regeneratif
untuk memisahkan sulfur dan dikirim ke saluran air semburan dan reneneratif
untuk bereaksi dengan udara. Setelah cairan teroksidasi dan mengalami
regenerasi, cairan mengalir ke dalam saluran air dengan cairan gundul melalui
alat pengatur posisi cairan dan digerakkan ke menara desulfurisasi melalui
pompa desulfurisasi, yang melanjutkan proses desulfurisasi. Dalam waktu
yang bersamaan, busa sulfur yang dihasilkan pada saluran air semburan dan
regenatif disaring dan cream sulfur dihasilkan.
Bahan gas berkontak dengan counter cairan desulfurisasi, H2S bereaksi
dengan cairan Na2CO3 dan terserap.
63
H2S+Na2CO3 NaHS+NaHCO3
Dalam saluran air reaksi, HS teroksidasi menjadi substansi sulfur
sederhana oleh ion logam berharga tinggi.
NaHS +NaHCO3 + 2 NaVO3 S + Na2V2O3 + H2O
Dalam saat itu, ion logam berharga rendah yang dihasilkan segera
dioksidasi substansi quinone menjadi ion logam berharga tinggi.
Na2V2O3+QNa2CO3+H2O 2NaVO3 + HQ
Pada saluran air pancar dan regeneratif, substansi phenol teroksidasi
menjadi substansi oleh udara.
2HQ + I/ 2O2 2Q + H2O
Proses reaksi terus berlangsung, dan karenanya gas terdesulfurisasi dan
termurnikan.
3. Pencucian Batubara
Sebelum batubara itu diangkut atau dimanfaatkan, kadang-kadang perlu
dicuci atau dibersihkan dulu untuk menaikkan nilai plusnya, umumnya
menurunkan persentase kandungan ash. Caranya ialah batubara yang baru
datang dari tambang atau run of mine coal (ROM) dipilih ukuran tertentu dan
dibersihkan untuk menghilangkan material yang dapat dibakar, terutama ash.
Pekerjaan ini disebut coal preparation atau coal benefication
Teknologi Pemanfaatan
Batubara
yang berupa padatan diubah menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya
dengan hidrogen pada temperatur dan tekanan tinggi.
Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir batubara,
kemudian mencampur batubara ini dengan pelarut, campuran ini dinamakan
slurry. Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi bersama
hidrogen dengan menggunakan pompa. Kemudian, slurry diberi tekanan
100-300 atm di dalam sebuah reaktor dan dipanaskan hingga suhu mencapai
400-480° C.
bakar kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk
menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan
menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan
uap. Uap dari HRSG digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan
menggerakkan generator.
Kelebihan teknologi IGCC ini adalah emisi SO2, NOX, CO2 serta debu
dapat dikurangi dengan mudah, limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan
tidak terlalu banyak, produk sampingan yang dihasilkan merupakan komoditi
yang mempunyai nilai jual, seperti sulfur dan tar.
Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini
lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Di samping
itu, Coal gasifier tidak mengeluarkan polutan sehingga ramah lingkungan.
Ada empat jenis gasifier, yaitu :
Fixed bed
karena gaya beratnya yang disebut dengan solid bed. Uap dan oksigen
(oksidan) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan masukan serbuk
batubara dengan residence time 1-5 jam yang akan bereaksi membentuk gas.
Fuidized Bed
Fluidized Bed Gasifikasi adalah teknologi pembakaran yang digunakan
dalam pembangkit tenaga listrik. Pada proses gasifikasi seperti ini, kehilangan
tekanan (pressure loss) sedemikian sehingga daya dorong dibagian bawah bed
membuat kesetimbangan dengan gravitasi sehingga batubara yang diinjeksi
dari atas dalam bentuk serbuk yang berukuran antara 0.1-5 mm berada dalam
keadaan melayang dan juga berakibat permukaan reaksi menjadi lebih luas
sehingga reaksi akan menjadi lebih cepat dengan residense time 15-50 detik.
bagian samping bawah reaktor, sedangkan sisa pembakarannya atau abu yang
dihasilkan akan keluar dari bawah reaktor. Proses gasifikasi ini terjadi pada
kondisi kecepatan gas pereaksi sangat tinggi sehingga membuat
partikel-partikel batubara terbawa oleh gas dan terjadilah turbulensi
menyebabkan partikel-partikel yang ukurannya 0,5 mm tersebut mengalami
pembakaran. Residence time untuk sistem ini antara 1-5 detik.
digunakan untuk mengubah air menjadi uap air, yang selanjutnya digunakan
untuk menggerakkan turbin uap dan memutar generator guna menghasilkan
energi listrik.
Mula-mula ukuran butiran batubara tersebut dikecilkan hingga berukuran
halus untuk menambah luas permukaannya agar lebih mudah terbakar.
Batubara tersebut kemudian disemburkan ke tungku pembakaran
bertemperatur tinggi. Gas dan energi panas yang dihasilkan mengubah air pada
tabung di sekeliling tungku tersebut menjadi uap. Uap bertekanan tunggi
memutar turbin dengan kecepatan tinggi guna menggerakkan generator. Saat
ini, penggunaan batubara sebagai sumber energi pembangkit listrik tercatat
lebih kurang 39% kebutuhan listrik dunia (Panduan bisnis PTBA, 2008).
e. Industri Semen
Batubara digunakan sebagai sumber energi panas pada industri
semen.Pada proses pembakaran dalam tungku (klin), batubara dibakar dalam
ukuran halus (bentuk bubuk) dengan setiap 450 gram (g) batubara akan
menghasilkan semen sekitar 900 g. Pada masa mendatang peran batubara
masih cukup besar dalam industri semen.
f. Briket Batubara
html)
Briket batubara adalah teknologi pembentukan bahan bakar berwujud
padat yang menyenangkan yakni mudah dinyalakan dan tidak berasap.
Caranya adalah batubara/ arangnya dibubukkan kemudian dicampurkan
dengan bahan pengikat dan bahan penyulut lalu dicetak sesuai dengan bentuk
yang diinginkan. Teknologi ini pernah mendapat perhatian khusus dari
pemerintah tahun 1993, yakni dengan dikeluarkannya keputusan presiden
tentang program penggantian bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke
briket batubara untuk pulau Jawa.
Secara umum proses pembriketan dapat diklasifikasikan menjadi 2
kelompok besar yaitu:
Pembriketan Tidak Terkarbonisasi
Bahan bakunya adalah batubara 90% ditambah tanah liat 10%.
Selanjutnya bahan baku utama tersebut ditambah perekat sebesar 5% “tepung
tapioka”. Semua bahan tersebut dicampur hingga homogen dan dicetak
dengan tekanan tertentu dan dikeringkan.
Pembriketan Terkarbonisasi
Batubara yang digunakan terlebih dahulu dikarbonisasi melalui proses
pembakaran parsial menjadi semikokas. Proses selanjutnya sama dengan
pemberiketan tidak terkarbonisasi. Bahan baku batubara semikokas 90%
dicampur tanah liat 10% dan ditambahkan tapioka 5%, diaduk hingga
homogen selanjutnya sama dengan pembriketan tidak terkarbonisasi. Bahan
baku batubara semikokas 90% dicampur tanah liat 10% dan ditambahkan
tapioka 5%, diaduk hingga homogen dan selanjutnya dicetak dengan tekanan
tertentu dan dikeringkan. Pembriketan 1 ton batubaraa muda akan
menghasilkan ± 0,4 ton briket batubara dengan kandungan H2O < 5% dan
kandungan VM < 20-24% (PTBA, 2005).
77
a. Karbon Aktif
Sejarah karbon aktif dimulai dari tahun 1600 BC, dimana arang kayu pada
waktu itu telah digunakan dalam dunia pengobatan di Mesir. Karbon aktif
merupakan slaah satu adsorben yang paling sering digunakan pada proses
adsorpsi. Hal ini disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya adsorpsi
dan luas permukaan yang lebih baik dibandingkan adsorben lainnya (Walas
1990). Karbon aktif yang baik haruslah memiliki luas area permukaan yang
besar sehingga daya adsorpsinya juga akan besar (Sudibandiro et al, 2003).
Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya
dengan proses aktivasi. Pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan hidrogen,
gas-gas dan air dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada
permukaannya. Aktivasi ini terjadi karena terbentuknya gugus aktif akibat
adanya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan atom-atom
seperti oksigen dan nitrogen. Pada proses aktivasi juga terbentuk pori-pori
baru karena adanya pengikisan atom karbon melalui oksidasi ataupun
pemanasan.
Karbon aktif terdiri dari 87-97 % karbon dan sisanya berupa hidrogen,
oksigen, sulfur, dan nitrogen serta senyawa-senyawa lain yang terbentuk dari
proses pembuatan. Volume pori-pori karbon aktif biasanya lebih besar dari 0,2
cm3/gram dan bahkan terkadang melebihi 1 cm3/gram. Luas permukaan
78
internal karbon aktif yang telah diteliti umumnya lebih besar dari 500 m2/gram
dan bisa mencapai 1908 m2/gram.
sebagai bahan campuran pembuatan batako yang kuat dan ramah lingkungan..
Upaya ini dilakukan untuk menentukan karakteristik mekanik khususnya kuat
tekan dan karakteristik kimia berupa pH dan tingkat pelindian (leached)
terhadap batako yang dihasilkan.