You are on page 1of 8

ANALISIS KEBIJAKAN KEAMANAN PANGAN

TUGAS MATA KULIAH


ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

Dosen Pengampu : Dr. drg. Rosihan Adhani, MS

Disusun Oleh :
ALI SODIKIN
NIM : 1720930310003

MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2017
ANALISIS KEBIJAKAN KEAMANAN PANGAN

A. Latar Belakang

Keamanan pangan (food safety) merupakan salah satu masalah pangan

dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia. Keamanan pangan

diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat atau bahan yang dapat

membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu secara alami

terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara sengaja atau

tidak sengaja kedalam bahan makanan atau makanan jadi (Moehyi, 2000).

Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin meningkat,

terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam

mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah

diperoleh. Penambahan bahan tambahan/zat aditif ke makanan merupakan hal yang

dipandang perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing

di pasaran. Bahan tambahan tersebut diantaranya pewarna, penyedap rasa dan aroma,

antioksidan, pengawet, pemanis, dan pengental (Winarno, 1994)

B. Analisis Segitiga Kebijakan tentang keamanan pangan

1. Aktor/pelaku

Adapun aktor/pelaku yang terlibat dalam kebijakan tentang keamanan pangan

adalah:

a. Pemerintah

b. Pelaku Usaha Makanan dan Minuman ( Industri)

c. Masyarakat sebagai konsumen

2
2. Konteks

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan

pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai

komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan

konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada

tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata. Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan telah di revisi dalam UU Nomor 18

tahun 2012 tentang pangan , karena sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika

perkembangan kondisi eksternal dan internal, demokratisasi, desentralisasi,

globalisasi, penegakan hukum, dan beberapa peraturan perundang-undangan lain

yang dihasilkan kemudian

3. Isi/Konten

Adapun susunan peraturan perundang-undangan yang menjadi isi dari

kebijakan tentang keamanan pangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang Republik Indonesia yang membahas tentang pangan

 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan (pasal 109,110,111,dan 112)

 UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan (Pasal 67,69,73,74,75, dan 76)

Undang-Undang ini memuat antara lain pokok-pokok persyaratan

tentang keamanan, mutu dan gizi pangan serta ketentuan label dan iklan

pangan sebagai suatu sitem standarisasi pangan yang bersifat menyeluruh

serta tanggung jawab orang yang memproduksi, menyimpan, mengangkut

3
dan atau mengedarkan pangan serta sangsi hukum yang sesuai agar

mendorong pemenuhan atas ketentuan-ketentuan yang ditetapkan.

b. Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi

Pangan (pasal 21,22,42, dan 45)

PP ini menyatakan bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya

yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,

kimiawi, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia. Ini adalah bagian rinci dari dua UU

sebelumnya.

c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan

Makanan (pasal 3, 5 dan 7)

Permenkes ini membahas tentang ketentuan bahan tambahan makanan

yang diizinkan serta batas jumlah penggunaannya dan bahan tambahan

makanan yang dilarang. Ini adalah bagian rinci dari peraturan sebelumnya

diatas.

d. Peraturan daerah provinsi Kalimantan Selatan No 18 tahun 2012 tentang

pengawasan bahan tambahan pangan dan peredaran bahan berbahaya yang

disalahgunakan dalam pangan (Pasal 2,3,4,11,dan 12)

4. Proses

Awalnya, dengan diberlakukannya UU No. 7 tentang Pangan tahun 1996

sebuah langkah maju telah dicapai pemerintah untuk memberi perlindungan

kepada konsumen dan produsen akan pangan yang sehat, aman dan halal. Dalam

upaya penjabaran UU tersebut, telah disusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang

keamanan pangan serta label dan iklan pangan. Demikian juga PP tentang mutu

4
dan gizi pangan serta ketahanan pangan. Tetapi, karena dianggap sudah tidak

sesuai lagi dengan dinamika perkembangan kondisi eksternal dan internal,

demokratisasi, desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum, dan beberapa

peraturan perundang-undangan lain yang dihasilkan kemudian, maka dilakukan

revisi sehingga dibentuklah UU Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan, walaupun

sebenarnya isi dari UU Nomor 18 tahun 2012 masih mencakup pokok isi UU

Nomor 7 tahun 1996 hanya saja disesuaikan dengan dinamika perkembangan era

globalisasi.

Penyusunan UU tentang pangan ini bertolak dari keadaan keamanan pangan

di Indonesia secara umum, seperti: (1) Masih dtiemukan beredarnya produk

pangan yang tidak memenuhi persyaratan; (2) Masih banyak dijumpai kasus

keracunan makanan; (3) Masih rendahnya tanggung jawab dan kesadaran

produsen serta distributor tentang keamanan pangan yang

diproduksi/diperdagangkannya; dan (4) Masih kurangnya kepedulian dan

pengetahuan konsumen terhadap keamanan pangan.

Masih kurangnya tanggung jawab dan kesadaran produsen dan distributor

terhadap keamanan pangan tampak dari penerapan Good Agricultural Practice

(GAP) dan teknologi produksi berwawasan lingkungan yang belum sepenuhnya

oleh produsen primer, penerapan Good Handling Pratice (GHP) dan Good

Manufacturing Pratice (GMP) serta Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP) yang masih jauh dari standar oleh produsen/pengolah makanan berskala

kecil dan rumah tangga.

5
C. Saran

Dalam hal ini, penulis mengambil acuan pada Perda Kalimantan Selatan No.

18 tahun 2012 tentang pengawasan bahan tambahan pangan dan peredaran bahan

berbahaya yang disalahgunakan. Dimana dalam perda tersebut sudah dijelaskan

secara rinci mengenai bahan tambahan makanan dengan bertolak ukur pada

peraturan-peraturan sebelumnya.

Menurut penulis, dari urutan perundang-undangan sampai peraturan daerah

mengenai kebijakan keamanan pangan ini telah cukup sinkron. Semua peraturan

yang berkaitan dengan keamanan pangan baik peraturan pemerintah, permenkes,

maupun peraturan daerah telah mencakup rincian dari UU No.8 tentang pangan.

Hanya saja, yang perlu menjadi perhatian disini adalah implementasi dari kebijakan

tersebut. Pengalaman masih maraknya berbagai permasalahan keamanan pangan

seperti masih adanya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan, maupun

kasus keracunan akibat pangan yang sudak tak layak dikonsumsi (kadarluasa)

merupakan cerminan bahwa sistem keamanan pangan di negara kita belum sesuai

dengan harapan sesuai tujuan kebijakan dan peraturan yang ada. Diharapkan pihak

pemerintah lebih memperketat pengawasan terhadap bahan pangan yang akan

diedarkan di masyarakat dan ketentuan hukum yang berlaku benar-benar

ditegakkan.

Keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai

stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada

dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan

tanggungjawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder tersebut

(WHO, 1996). Dalam hal ini, masing-masing stakeholder mempunyai peranan

6
masing-masing yang strategis. Dalam hal ini; tanggung jawab pemerintah dalam

kebijakan mutu dan keamanan pangan adalah (i) menyusun legislasi dan peraturan

hukum di bidang pangan, (ii) memberikan masukan dan bimbingan pada industri

pangan, (iii) memberikan pendidikan bagi masyarakat konsumen tentang

pentingnya keamanan pangan, (iv) melakukan pengumpulan informasi dan

penelitian di bidang keamanan pangan, dan (v) menyediakan sarana dan prasarana

pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan. Sedangkan pihak industri

berperan untuk mengembangkan dan melakukan penjaminan (i) terlaksananya cara-

cara yang baik dalam pengolahan, penyimpanan dan distribusi pangan, (ii)

pengendalian dan jaminan mutu pangan olahan, (iii) teknologi dan pengolahan

pangan, (iv) tersedianya manager dan tenaga pengolah pangan yang terlatih, dan (v)

pelabelan yang informatif dan pendidikan konsumen.

Konsumen juga bertanggung jawab dalam hal (i) memperoleh pengetahuan

umum yang berhubungan dengan keamanan pangan, (ii) berperilaku selektif dalam

menentukan pilihan produk, (iii) melaksanakan praktek penanganan pangan di

rumah secara baik dan aman, (iv) membangun partisipasi masyarakat, dan (v)

membangun kelompok-kelompok konsumen yang aktif.

Mengingat permasalahan yang kompleks tersebut, maka perlu

dikembangkan suatu kerangka fikir penanganan keamanan pangan yang efektif.

Terutama dalam rangka mengantisipasi perkembangan isu keamanan pangan

global, maka pemerintah Indonesia bersama stakholders lainnya perlu

mengembangkan kelembagaan dan kerangka pikir analisis risiko, sehingga setiap

standar, keputusan, maupun kebijakan yang dibuat didasarkan pada kajian ilmiah

yang sahih.

7
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono,Budi.2000.Food safety dan implementasi Quality system industri pangan di

era pasar bebas.

http://beritabumi.or.id/undang-undang-pangan-mahkamah-konstitusi/

http://internasional.kompas.com/read/2011/02/21/0321541/Keamanan.Pangan.dan.Hak.

Konsumen

http://www.kebumenkab.go.id/index.php/public/article/detail/44

http://www.tatanusa.co.id/nonkuhp/2009UU18.pdf

https://adamsmile73.wordpress.com/2011/09/29/uu-n0-36-tahun-2009-tentang-

kesehatan/

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/19785/node/540/uu-no-28-tahun-2004

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi

Pangan

http://www.pom.go.id/pom/hukum_perundangan/pdf/BTP_033.pdf

http://www.banjarmasin.bpk.go.id/.../perda_prov_2012_18-ttg-pengawasan-bahan-

tambahan -makanan

http://www.keamananpangan.blogspot.com/.../undang-undang-nomor-7-tahun-1996

You might also like