You are on page 1of 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toxocara sp


Cacing Toxocara terbagi menjadi dua macam yaitu Toxocara canis dan
Toxocara cati yang merupakan penyebab penyakit toxocariasis pada manusia.
Toxocara canis adalah cacing Toxocara yang ditemukan pada hospes anjing
(hospes=jasad tempat hidup parasite). Sedangkan cacing Toxocara cati adalah
cacing Toxocara yang ditemukan pada kucing. Tidak pemah ditemukan infeksi
campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing Toxocara ini dapat
hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara atau disebut "erratic
parasite" yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia yang disebut
toxocariasis atau"visceral larva migrans”.
2.2 Klasifikasi
 Klasifikasi Toxocara canis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Toxocara
Species : Toxocara canis
 Klasifikasi Toxocara cati
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Toxocara
Species : Toxocara cati
2.3 Morfologi
Toxocara canis berjenis kelamin jantan mempunyai ukuran panjang yang
bervariasi antara 3,6 – 8,5 cm, sedangkan Toxocara canis betina mempunyai
ukuran antara 5,6 – 10 cm. Toxocara cati berjenis kelamin jantan berukuran
antara 2,5 – 7,8 cm, sedangkan Toxocara cati betina berukuran 2,5 – 14 cm, dan
Toxocara vitulorum jantan berukuran ± 25 cm, sedangkan yang betina berukuran
± 30 cm. Bentuk hewan ini menyerupai Ascaris Lumbricoides muda. Pada
Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan
pada Toxocara cati berbentuk sayap yang lebih lebar, sehingga kepalanya
menyerupai kepala ular kobra. Bentuk ekor Toxocara canis dan Toxocara cati
hampir sama, untuk yang berjenis kelamin jantan ekornya berbentuk seperti
tangan dan dengan jari yang sedang menunjuk ( digitiform ), sedangkan untuk
yang berjenis kelamin betina bentuk ekornya bulat meruncing.
Telurnya mirip A. lumbricoides, tetapi bentuknya bulat, telur berukuran65
– 75 mikron. Cacing ini terdapat pada usus halus. Manusia terinfeksi secara
kebetulan dangan menelan telur infektif. Apabila telur menetas, larva dalam usus
tidak bisa menjadi dewasa dan larva mengembara pada alat – alat viseral. (
Jangkung, 2002 ).

Telur Toxocara canis Telur Toxocara cati Telur Toxocara


vitulorum
Gambar 1. Telur Toxocara sp
2.4 Etiologi
 Texocara canis
Toxocara canis (juga dikenal sebagai cacing gelang pada anjing ) yang
didistribusikan di seluruh dunia cacing parasit anjing dan lainnya Canidae . T.
canis adalah gonochorists , dewasa cacing ukuran 9-18 cm, berwarna kuning-
putih dalam satu warna, dan predileksi terjadi dalam usus dari tuan rumah
definitif. Pada anjing dewasa, infeksi biasanya tanpa gejala. Sebaliknya,
infeksi besar dengan T. canis dapat berakibat fatal pada anak anjing. Sebagai
paratenic host, sejumlah berbagai vertebrata , termasuk manusia, dan beberapa
invertebrata dapat terinfeksi. Manusia dapat terinfeksi, seperti host paratenic
lainnya, dengan menelan T. berembrio canis eggs. Penyakit yang dapat
disebabkan oleh T. canis larva ( toxocariasis ) memiliki bentuk dalam dua
sindrom yaitu migrans larva visceralis dan migrans larva Ocularis .
 Texocara cati
Toxocara cati berpledeleksi di dalam usus halus kucing. Cacing
jantan panjangnya 3 – 7 cm, spikulumnya tidak sama besar dan bersayap.
Cacing betina panjangnya 4 – 12 cm. Telur berukuran 65 – 75 mikron.
Kucing jantan dan anak kucing bertindak sebagai hospes definitif dari
Toxocara cati. ( hubner et al., 2001 ). Telur infektif di keluarkan bersama
feses. Feses yang mengandung Toxocara sp jatuh di tanah dengan
temperatur 10 – 35 ºC dan kelembaban 85 % serta kondisi yang optimal maka
dalam waktu paling sedikit 5 hari akan berkembang menjadi telur infektif
yang mengandung embrio ( Levine, 1994 ).

2.5 Siklus hidup


 Toxocara cati
Toxocara cati memiliki siklus hidup yang kompleks dan sangat efektif.
a. Ingesti telur (infeksi langsung)
Setelah kucing memakan telurnya infektif yang mengandung larva
stadium kedua, telur menetas dan larva stadium ketiga memasuki dinding
usus halus. Larva bermigrasi melalui sistema sirkulasi dan dapat menuju
ke sistema respirasi atau organ dan jaringan lain dalam tubuh. Jika
memasuki jaringan tubuh, mereka dapat mengkista (dilapisi dinding dan
inaktif). Larva tersebut dapat tetap mengkista dalam jaringan berbulan-
bulan atau bertahun-tahun. Ini adalah pola migrasi yang lebih umum
terlihat pada kucing dewasa. Pada kucing yang sangat muda, larva
bergerak dari sirkulasi ke sistema respirasi, dibatukkan dan memasuki
saluran digesti lagi. Larva kemudian menjadi cacing dewasa. Cacing
betina dewasa bertelur, telur dikeluarkan lewat feses. Telur tetap ada di
lingkungan dalam waktu 10 – 14 hari sampai menjadi infektif.
b. Ingesti hospes paratenik
Jika kucing menelan hospes paratenik seperti tikus, cacing tanah
atau kumbang yang memiliki larva yang mengkista, migrasi mirip dengan
ingesti telur berlarva. Larva dilepaskan dari hospes paratenik saat
termakan dan dicerna. Larva memasuki sirkulasi, mengadakan migrasi ke
organ, misalnya system respirasi.
c. Larva melalui air susu
Selama periode perinatal, larva dormant (stadium 1) yang ada di
tubuh induk dapat mulai bermigrasi ke glandula mammae, berubah
menjadi larva stadium lalu ke dalam air susu. Anak kucing dapat
terinfeksi melalui air susu. Larva yang tertelan menjadi larva stadium
ketiga dan keempat, dan selanjutnya menjadi dewasa dalam usus anak
kucing. Jika larva dikeluarkan melalui feses anak kucing sebelum larva
tersebut dewasa, larva tersebut dapat menginfeksi induk saat menjilati
anaknya. Sekitar 4 minggu setelah kucing memakan telur infektif, cacing
telah dewasa dalam usus, dan telur dikeluarkan lagi.
Gambar 2. Siklus Hidup Toxocara sp
 Toxicara canis
Toxocara canis menyelesaikan siklus hidupnya pada anjing, dengan manusia
memperoleh infeksi sebagai tuan rumah disengaja. Telur Unembryonated
adalah gudang dalam tinja tuan rumah definitif. Telur embryonate dan
menjadi infektif di lingkungan. Setelah konsumsi oleh anjing, infeksi telur
menetas dan larva menembus dinding usus. Pada anjing muda, larva
bermigrasi melalui paru-paru, pohon bronkial, dan esofagus, cacing dewasa
mengembangkan dan menelur dalam usus kecil. Pada anjing tua, infeksi
paten juga dapat terjadi, namun encystment larva dalam jaringan yang lebih
umum. Tahap encysted yang diaktifkan kembali pada anjing betina selama
kehamilan akhir dan menginfeksi dengan rute transplasenta dan
transmammary anak-anak anjing, yang dalam usus kecil cacing dewasa
menjadi mapan. Puppies merupakan sumber utama pencemaran telur
lingkungan. Toxocara canis juga dapat ditularkan melalui konsumsi host
paratenic: telur tertelan oleh mamalia kecil (misalnya kelinci) menetas dan
larva menembus dinding usus dan bermigrasi ke berbagai jaringan di mana
mereka encyst. Siklus hidup selesai ketika anjing itu makan host ini dan
larva berkembang menjadi bertelur cacing dewasa di usus kecil. Manusia
adalah host disengaja yang terinfeksi dengan menelan telur infektif di tanah
yang terkontaminasi atau host paratenic terinfeksi. Setelah konsumsi, telur
menetas dan larva menembus dinding usus dan dibawa oleh sirkulasi ke
berbagai jaringan (hati, jantung, paru-paru, otak, otot, mata). Sementara
larva tidak menjalani segala perkembangan lebih lanjut di situs ini, mereka
dapat menyebabkan reaksi lokal yang parah yang merupakan dasar dari
toxocariasis. Dua presentasi klinis utama toxocariasis adalah larva migrans
visceral dan migrans okular larva. Diagnosis biasanya dibuat oleh serologi
atau temuan dari larva di biopsi atau spesimen otopsi. Jenis Penyakit Gejala
Mekanisme Infeksi Toxocara canis Toxocarosis Visceral larva migrans
(VLM) Eosinophilia, leukocytosis, fever, cough, asthmatic attacks,
lymphadenopathie, hepatomegaly, gastrointestinal disorders, cardial
symptoms, urticarial skin changes Eosinofilia, leukositosis, demam, batuk,
serangan asma, lymphadenopathie, hepatomegali, gangguan pencernaan,
gejala cardial, perubahan kulit urtikaria Pada manusia, visceral larva migrans
secara umum menyebabkan demam, eosinofilia, dan hepatomegali.

2.6 Zoonosis pada manusia


Yang beresiko terhadap toxocariasis adalah anak-anak dan pemilik hewan
peliharaan.
 Ocular Larva Migrans (OLM)
OLM terjadi saat larva memasuki mata, menyebabkan inflamasi dan
pembentukan jaringan ikat pada retina. Setiap tahunnya lebih dari 700
orang terinfeksi toxocara mengalami penglihatan permanen karena OLM.
Kelukaan pada mata karena migrasi larva kedalam posterior chamber bola
mata, menyebabkan granulomatous renitis, perlekatan retina, kehilangan daya
lihat, atau pada kasus berat kebutaan permanen. (http://dr-
agna.livejourenal.com/3275.html).
 Visceral Larva Migrans (VLM)
Infeksi berat atau berulang, meskipun jarang dapat menyebabkan
VLM, pembengkakan organ tubuh atau sistem syaraf pusat. Organ yang dapat
terserang antara lain hati, paru-paru, ginjal, dan otak. Gejala VLM yang
disebabkan perpindahan larva cacaing dalam tubuh antara lain: demam,
batuk, asma, atau pneumonia. (Levine, Norman D. 1994)

Pada banyak kasus, infeksi toxocara tidak serius, dan banyak orang, terutama
orang dewasa yang terinfeksi larva dalam jumlah sedikit, dapat tidak
menimbulkan gejala. Kasus parah yang jarang tetapi lebih dapat terjadi pada
anak-anak, yang selalu bermain di tempat kotor atau memakan tanah yang
terkontaminasi kotoran kucing. Cara masuknya melalui telur toxsocara dalam
tanah yang terkontaminasi. OLM biasanya terjadi pad anak-anak umur 7 – 8
tahun, dan VLM pada anak umur 1 – 4 tahun. Alasan perbedaan umur ini
belum diketahui.
Toksokariasis (Visceral Larva Migrans) adalah suatu infeksi yang terjadi
akibat penyerbuan larva cacing gelang ke organ tubuh manusia. Toksokariosis
bisa disebabkan oleh Toxocara canis ataupun Toxocara cati. Telur parasit
berkembang di dalam tanah yang terkontaminasi oleh kotoran anjing dan kucing
yang terinfeksi . Telur bisa ditularkan secara langsung ke dalam mulut jika anak-
anak bermain di atas tanah tersebut. Setelah tertelan, telur menetas di dalam usus.
Larva menembus dinding usus dan menyebar melalui pembuluh darah. Hampir
setiap jaringan tubuh bisa terkena , terutama otak, mata, hati, paru-paru, dan
jantung. Larva bertahan hidup selama beebrapa bulan, menyebabkan kerusakan
dengan cara berpindah ke dalam jaringan dan menimbulkan peradangan di
sekitarnya.

2.7 Diagnosa
Untuk diagnosa dengan cara pemeriksaan tinja adalah yang paling umum,
dapat juga diikuti pemeriksaan patologi anatomi dan klinik. Diagnosa
cacingan kadang-kadang tidak selalu didasarkan ditemukannya telur atau larva
cacing didalam pemeriksaan tinja, baik secara visual, natif, metode apung atau
pemeriksaan endapan. Riwayat cattery tempat penderita tumbuh sering
dapat digunakan sebagai pegangan dalam penentuan diagnosis antara lain
batuk, pilek, anoreksia, kadang-kadang diare, perut membesar dan
menggantung, dan bahkan konvulsi merupakan petunjuk kuat dalam
menentukan diagnosa. Diagnosa pascamati penting untuk menegakkan
diagnosis. Cacing toxocara yang belum dewasa dapat ditemukan didalam mukosa
usus. Untuk hewan dewasa diagnosisnya lebih mudah. Pemeriksaan feses untuk
menemukan telur Toxocara cati pada feses menggunakan prosedur
pengapungan telur.
Pemeriksaan patologi anatomi Dalam pemeriksaan pasca mati jaringan
tampak anemis dan hidramis. Hati tampak pucat, membesar dengan
beberapa bagian mengalami pendarahan titik atau ecchymosae. Paru-paru
tampak pucat, jantung membesar, pucat, dengan kemungkinan terjadinya
hidropericardium. Saluran pencernaan pucat dengan beberapa tempat terjadi
pendarahan titik. Rongga perut berisi cairan transudat.
Cacing dewasa ditemukan dalam lumen usus. Mukosa usus mengalami
radang eosinofilik bersifat lokal.Pemeriksaan patologi klinik Perubahan patologi
klinik yang ditemukan meliputi lekositosis, eosinofilia, hipoalbuminemia, kadar
β- globulin yang sangat meningkat serta adanya kenaikan serum glutamic piruvic
transminase (SGPT).
Cara diagnosis toksokariasis sulit karena cacing ini tidak menjadi dewasa,
maka dari itu harus dilakukan tes immunologis atau biopsi jaringan. Serologi
dengan penentuan antibodi spesifik berdasarkan teknik ELISA. Toxocara canis
IgG ELISA ditujukan untuk penentuan kualitatif IgG-kelas antibodi terhadap
Toxocara canis pada manusia serum atau plasma (sitrat).

2.8 Pengobatan
Sebelum tahun 1960-an, pengobatan cutaneous larva migrans menggunakan
Chlorethyl, obat anastesi semprot dingin (biasa juga dipakai di persepakbolaan).
Ternyata obat semprot tersebut hanya menghambat, tidak membunuh cacing.
Perlu diketahui, cacing Toxocara canis terhambat pada suhu di bawah 10 derajat
cecius, tetapi tidak mati, dan baru bisa mati pada suhu minus 15 derajat celcius.
Itulah mengapa disemprot Chlorethyl tak kunjung sembuh. Obat yang dianjurkan
antara lain: Obat cacing: Obat pilihan adalah: thiabendazole, ivermectin dan
albendazole, sedangkan obat lainnya Mebendazole.
 Thiabendazole Dosis: 25-50 mg/kg berat badan/hari, diberikan 2 kali sehari
selama 2-5 hari. Tidak diperkenankan melebihi 3 gram perhari. Dapat juga
diberikan secara topikal (obat luar) 10-15% dalam larutan.
 Albendazole. ( pilih yang ini ) Dosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 400 mg
perhari, dosis tunggal, selama 3 hari atau 200 mg dua kali sehari selama 5
hari. Dosis anak kurang dari 2 tahun: 200 mg perhari selama 3 hari. Atau 10-
15 mg per kg berat badan, 4 kali perhari selama 3-5 hari.
 Mebendazole Dosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 100-200 mg dua kali
sehari, selama 4 hari . Anak kurang dari 2 tahun: tidak dianjurkan Anti alergi,
untuk mengurangi alergi lokal, misalnya menggunakan hidrokortison cream
atau sejenisnya. Antibiotika, diberikan bila ada infeksi sekunder (bernanah).

2.9 Pencegahan
 Berikan penyuluhan kepada masyarakat, terutama kepada pemilik binatang
peliharaan tentang bahaya dari kebiasaan pica (menggigit, menjilat benda-
benda) yang terpajan daerah yang tercemar oleh kotoran hewan peliharaan.
Juga dijelaskan tentang bahaya mengkonsumsi hati mentah hewan yang
terpajan dengan anjing dan kucing. Orang tua dan anak-anak diberitahu
tentang risiko kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing dan kucing
dan bagaimana cara mengurangi risiko tersebut.
 Hindari terjadinya kontaminasi tanah dan pekarangan tempat anak-anak
bermain dari kotoran anjing dan kucing, terutama didaerah perkotaan
dikompleks perumahan. Ingatkan para pemilik anjing dan kucing agar
bertanggung jawab menjaga kesehatan binatang peliharaannya termasuk
membersihkan kotorannya dan membuang pada tempatnya dari tempat-tempat
umum. Lakukan pengawasan dan pemberantasan anjing dan kucing liar.
 Bersihkan tempat-tempat bermain anak-anak dari kotoran anjing dan kucing.
Sandboxes (kotak berisi pasir) tempat bermain anak-anak merupakan tempat
yang baik bagi kucing untuk membuang kotoran; tutuplah jika tidak
digunakan.
 Berikan obat cacing kepada anjing dan kucing mulai dari usia tiga minggu,
diulangi sebanyak tiga kali berturut-turut dengan interval 2 minggu dan
diulang setiap 6 bulan sekali. Begitu juga binatang piaraan yang sedang
menyusui anaknya diberikan obat cacing. Kotoran hewan baik yang diobati
maupun yang tidak hendaknya dibuang dengan cara yang saniter.
 Biasakan mencuci tangan dengan sabun setelah memegang tanah atau
sebelum makan.
 Ajarkan kepada anak-anak untuk tidak memasukan barang-barang kotor
kedalam mulut mereka.

You might also like