Professional Documents
Culture Documents
Seperti hari ini, dengan semangat ’45, aku pergi ke sekolah. Aku
selalu tertinggal pelajaran, karena aku tidak mempunyai buku paket,
namun aku tidak pernah bolos sekolah. Aku tergolong anak yang
pintar di sekolah. Aku tergolong anak yang pintar disekolah. Sepulang
sekolah, aku langsung ganti baju. Aku mulai menyusuri jalan-jalan
raya , naik turun mobil sambil sambil bernyanyi, sudah biasa bagiku.
hari ini aku Cuma dapat Rp 5.000,00. Aku pulang ke rumah, dan di
rumah adik kecilku sedang menangis.
“Ini kakak dapat uang,gih sana beli roti. Setelah beli roti, kau
jangan minta lagi jajan. Kamu makan aja, yang kenyang.”
“Ibu kan sakit, sebaiknya Ibu istirahat. Kalau Ibu terus mencuci,
nanti sakit Ibu makin parah.”
“Tidak kok, nak. Ibu sudah sembuh. Sudah seminggu kamu yang
mencari uang, sekarang giliran Ibu. Uang yang kamu dapat, kamu
celengin biar nanti bisa beli buku.”
Hari sudah sore, besok aku harus bangun pagi-pagi sekali karena
besok aku akan membantu pakhalim mengantarkan Koran pada
langganannya. Dan aku akan menjualnya di dalam pasar, aku tak
peduli walaupun teman-temanku selalu mengejekku. Kata mereka, aku
adalah si gembel penjual Koran. Tapi kata Ibuku, aku adalah mutiara
yang selalu berkilau walaupun hidupku ditempat-tempat kotor. Dan
menurutku, menjadi penjual Koran itu tak buruk kok, malah banyak
keuntungannya, selain kita punya uang sendiri, kita pun lebih
berpengetahuan karena Koran adalah sumber informasi. Asal kita
tidak mengabaikan sekolah, karena berjualan di dalam pasar itu bisa
aku lakukan hanya malam minggu saja.
Dirumah kakek itu, aku mandi dan diberi pakaian yang masih
bagus, dan ternyata kakek itu mempunyai cucu perempuan seumur
dengan ku. Aku senang berada di rumah kakek itu karena disana
banyak sekali buku-buku.
“ya, kakek ingin memiliki cucu sebaik kamu.” Ucap sang kakek.