You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS

“KOLESISTITIS”

Disusun oleh :

Dwi Suci Hariyati

Pembimbing :

Dr. Adri Rivai, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA

RSIJ CEMPAKA PUTIH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


2018

LAPORAN KASUS
1
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. D
 Umur : 36 tahun
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Cempaka putih
 Kebangsaan : Indonesia
 Agama : Islam

ANAMNESIS

 KELUHAN UTAMA : Nyeri perut di daerah bagian kanan atas.


 RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT : Kisaran 2 bulan yang lalu pasien merasakan
nyeri di perut kanan atas. Dialami sejak ± 2 bulan yang lalu dan memberat sejak ± 2
minggu sebelum masuk RS, nyeri menjalar ke bahu sampai tembus ke belakang . Nyeri
ulu hati (+),mual (+), muntah(+), frekuensi 10x isi cairan dan sisa makanan. Demam
(+),menggigil (+), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+) sejak
sakit, riwayat penurunan berat badan (+) tidak diketahui berapa banyak. BAK lancar,
warna kuning. BAB biasa, warna coklat, konsistensi lunak. Riwayat pernah mengalami
penyakit ini sebelumnya(-). Riwayat keluarga memiliki penyakit seperti ini (-). 1 Minggu
yang lalu pasien berobat ke dokter dan didiagnosa cholelitiasis lalu di rujuk ke RSMH.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA

 Riwayat penyakit kuning sebelumnya (-),


 Riwayat HT (-),
 Riwayat DM(-),
 Riwayat penyakit jantung (-),
 Riwayat sakit maag (-).

PEMERIKSAN FISIK

2
 UMUM

- TD : 130/80 mmHg.
- Nadi : 92x/menit.
- Pernapasan : 22x/mnt, tipe thorakoabdominal.
- Suhu : 37.6 oC (axilla).
- BB: 44 kg
- TB : 161 Cm
- IMT : 20,54 kg/cm2

KHUSUS

 Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-).


 Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5 -2cmH₂O.
 Thorax :

Bentuk dada: normochest.

- I: simetris ki=ka, ikut gerak napas.


- P : MT(-), NT(-), vokal fremitus ki=ka.
- P : sonor ki=ka , batas paru hepar ICS VI anterior dextra.
- A : BP : vesikuler (+) N, BT : Rh -/-, Wh -/-.

 Cor :

- I: Ictus cordis tidak tampak.


- P : Ictus cordis tidak teraba.
- P : Pekak, batas jantung dalam batas normal.
- A : BJ I/II murni, reguler. BT (-).

 Abdomen.

- I: cembung

3
- P : Nyeri Tekan (+) epigastrium. Murphy sign (+-) regio hipokondrium dextra. Hepar dan
lien tidak teraba.
- P : Timpani (+).
- A : Bsising Usus (+).

Ext : edema (-).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM.

 Darah rutin

- WBC : 9,3x10³/ul
- HB : 11,1 g/dl
- Trombosit : 288.000 g/dl

 Kimia darah.

- BSS : 96mg/dl.
- SGOT : 20 u/l
- SGPT : 29 u/l
- Bilirubin Total : 0,8 g/dl
- Bilirubin Direct : 0,4 mg/dl
- Bilirubin Indirect: 0,4 mg/dl

 USG Abdomen

- GB : dinding menebal, irregular dengan bayangan double layer.

- Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi vaskuler,
bile duct intra maupun extra tampak nodul metastasis.

- Pancreas : bentuk, ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
mass/cyst/ lesi fokal patologik lainnya.

4
- Lien : bentuk, ukuran dan echo parenkim dalam batas normal . Tidak tampak
mass/cyst/lesi fokal patologik lainnya.

- Kedua ginjal : bentuk ukuran, dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
echo batu maupu tanda-tanda bendungan. Tidak tampak mass/cyst maupun lesi fokal
patologik lainnya.

- Vesica urinaria : dinding tidak menebal mukosa licin, tidak tampak batu maupun massa
didalamnya.
- Kesan : kolesistitis et causa kolelitiasis

DIAGNOSIS

Kolesistitis

PENATALAKSANAAN

 Diet rendah lemak


 IVFD NaCl 0,9% 28 tpm
 Cefotaxime 1 amp/12j/IV
 Omeprazole 20 mg 1x1
 Ketorolac 1 amp/IV
 Pro cholisectomy

5
TINJAUAN PUSTAKA

KOLELITIASIS dan KOLESISTITIS

A. Anatomi dan Fisiologi


Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak
tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati
masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil
tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah
hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.


Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu
yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus

6
hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh
limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung
empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat
daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke
dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi.
Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam
dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk
menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.

Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan
batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul
sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan.

B. Definisi
Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu Sedangkan kolesistitis adalah peradangan dari
kandung empedu.

7
C. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.
Etiologi kolelitiasis masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu.

Sedangkan etiologi kolesistitis kebanyakan adalah disebabkan oleh batu empedu.


Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan
gangguan aliran darah darah dan limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak.
Penyebab lain adalah kuman E. Coli, salmonella typhosa, cacing askaris, atau karena
pengaruh enzim – enzim pankreas.

D. Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)


2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
8
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)

E. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu
dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. Kandung empedu
memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu
yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah
cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir
ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu
dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan
9
konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu,
dapat menyebabkan infeksi kandung empedu

F. Klasifikasi Kolelitiasis dan Kolesistitis

 Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan


atas 3 (tiga) golongan:

1. Batu kolesterol
a. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%
kolesterol).

2. Batu pigmen

10
a. Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung <20%
kolesterol.

3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

 Sedangkan kolesistitis diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :


1. Kolesistitis Akut
adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

2. Kolesistitis Kronis
adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

G. Diagnosis

a. Anamnesis, ditemukannya gejala seperti :


11
- Gangguan pencernaan, mual muntah
- Nyeri perut kanan atas atau kadang tidak enak diepigastrium
- Nyeri menjalar kebahu atau skapula
- Demam dan ikterus (bila terdapat batu diduktus koledokus sistikus)
- Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak
- Diam karena menahan nyeri

b. Pemeriksaan Fisik
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan
dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium :
.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan
akut.
 Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.

12
 Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun
sebab lain.

 Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.

13
G. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat
gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi

14
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut.
Keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien juga dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.

3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

4. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

15
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung
dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui
sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar
sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus.

H. Komplikasi

16

You might also like