You are on page 1of 28

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan karena trauma oleh benda tajam, benda tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (de Jong dan Sjamsulhidayat,
2011).

B. Jenis – Jenis Luka


Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka
itu dan menunjukan derajat luka (Taylor,1997).
1. Berdasarkan waktu penyembuhan
a. Luka akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan
dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi.
Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai
dengan waktu yang diperkirakan. Contohnya adalah luka sayat, luka bakar,
luka tusuk.
b. Luka kronis
Luka akut adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren) atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka
gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap
terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus
tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus
dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus (Bryant, 2007).
2. Berdasarkan derajat kontaminasi
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan
orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak
menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar
3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi, dan
dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka
laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka
10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka
ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk
luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.
3. Berdasarkan penyebab
a. Vulnus ekskoriasi (luka lecet/gores) adalah cedera pada permukaan
epidermis akibat bergesekan dengan benda berpermukaan kasar atau
runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti
kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun
tumpul.
b. Vulnus scissum (luka sayat) atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa
garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas
sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ),
dimana bentuk luka teratur dan rata tepinya.
c. Vulnus laseratum (luka robek) adalah luka dengan tepi yang tidak
beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan
benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu
lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa
menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
d. Vulnus punctum (luka tusuk) adalah luka akibat tusukan benda runcing
yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan
pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam
lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan
permukaan luka tidak begitu lebar.
e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan
memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang
menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan
tersebut.
f. Vulnus combustio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas
maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang
tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang
menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan
mukosa.

C. Luka Bakar
Beberapa penyebab luka bakar menurut de Jong dan Sjamsulhidayat (2011)
adalah sebagai berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan thermal burn antara lain:
 Benda panas: padat, cair, uap
 Api
 Sengatan matahari/sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa kuat yang
biasa digunakan dalam industri, militer, laboratorium, danbahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.

c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)


Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah, dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan
sumber arus maupun ground.
d. Luka bakar radiasi (radiation injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan bahan radioaktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan dalam bidang industri.
Terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar
radiasi.

A. Patofisiologi
Secara umum berat ringannya luka bakar tergantung pada faktor, agent,
lamanya terpapar, area yang terkena, kedalamannya, bersamaan dengan trauma,
usia dan kondisi penyakit sebelumnya. Luka bakar disebabkan oleh perpindahan
energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui
konduksi atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dikategorikan sebagai luka
bakar termal, radiasi, atau luka bakar kimiawi.

Tabel 1. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan Tingkatan hipovolemik Tingkatan


( s/d 48-72 jam pertama) diuretik
(12 jam –
18/24 jam
pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak
dari
Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsentrasi Interstitial ke Hemodilusi.
cairan insterstitial. oedem pada vaskuler.
ekstraseluler. lokasi luka
bakar.
Fungsi renal. Aliran darah Oliguri. Peningkatan Diuresis.
renal aliran darah
berkurang renal karena
karena desakan
desakan darah darah
turun dan CO meningkat.
berkurang.
Kadar Na+ Defisit sodium. Kehilangan Defisit
sodium/natrium. direabsorbsi Na+ melalui sodium.
oleh ginjal, diuresis
tapi (normal
kehilangan kembali
Na+ melalui setelah 1
eksudat dan minggu).
tertahan dalam
cairan oedem.
Kadar K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi.
potassium. sebagai akibat kembali ke
cidera jarinagn dalam sel,
sel-sel darah K+ terbuang
merah, K+ melalui
berkurang diuresis
ekskresi
karena fungsi (mulai 4-5
renal hari

Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis
maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak
dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel.
Luka bakar tidak hanya mengakibatkan kerusakan kulit tapi juga mempengaruhi
seluruh sistem tubuh pasien. Seluruh tubuh menunjukan reaksi perubahan
fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar, dan pada pasien dengan
luka bakar mayor tubuh tidak mampu lagi untuk mengkonpensasi sehingga timbul
berbagi macam komplikasi.
Bagan 1. Bagan Patofisiologi Luka Bakar

Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi
kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena
hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang
dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit
tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit.
Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan
cairan. Kebocoran kapiler akan mengakibatkan kehilangan Na, air, protein dan
edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung dan hemokonsentrasi
sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor, respon renalis. Dengan
menurunnya volume intaravaskuler maka aliran plasma ke ginjal akan menurun
yang mengakibatkan penurunan keluaran urin (Gallagher et al., 2008).
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh
mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang
mana dapat terjadi ileus paralitik. Takikardia dan takipnea merupakan kompensasi
untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen
terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi
pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi
glomerulus dan oliguri. Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke
organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.
Jika resusitasi kebutuhan cairan tidak adekuat atau terlambat diberikan, maka
akan mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Respon imunologi, dibedakan
dalam dua kategori yaitu respon barier mekanik dan respon imun seluler. Sebagai
barier mekanik kulit berfungsi sebagai pertahanan diri yang penting dari
organisme yang mungkin merusak integritas kulit yang memungkinkan
mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme dimana terjadi
peningkatan temperatur dan metabolisme. Hiperglikemi karena meningkatnya
pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik, ketidakseimbangan nitrogen
oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.
Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang
kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.
Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus
pada penyembuhan jaringan yang rusak. Pembentukan edema karena adanya
peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi
pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara
khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan
demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler (Grace dan
Borley, 2006).
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi mikro. Berdasarkan konsep SIRS, paradigma
penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah, semula berorientasi pada gangguan
sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (srkulasi
mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka
bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut anatara lain
berupa:
1. Gangguan kardiovaskular, berupa peningkatan permeabilitas vaskular yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskular ke interstitial.
Terjadi vasokonstriksi di pembuluh darah sphlancnic dan perifer. Kontraktilitas
miokardium menurun, kemungkinan disebabkan adanya TNF. Perubahan ini
disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan hipotensi
sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan sistem respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi,
dan pada luka bakar yang berat dapat timbul respiratory distress syndrome.
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini, disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic menyebabkan
dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan
katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penuruanan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.

B. Klasifikasi Luka Bakar


1. Berdasarkan Kedalaman
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu
tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang
langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar.
Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol).
Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah
meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat
kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka
bakar derajat I, II, atau III:
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga
masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar
derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka
biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau
hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar
derajat I adalah sunburn.

 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih
terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.
Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi,
dibedakan atas 2 (dua) bagian:
a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis.Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebecea masih banyak.Semua ini merupakan benih-benih epitel.
Penyembuhan terjadi secara spontandalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatrik.
b. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa
jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjarkeringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan
terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Dengan adanya jaringan yang masih sehat, luka dapat
sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar
berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat
dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas
dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar
derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat
timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan,
sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness
burn atau luka bakar derajat III.

 Derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit
dan lapisan yang lebih dalam
sampaimencapai jaringan subkutan,
otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen
epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan lebih
pucat sampai berwarna hitam kering.
Terjadikoagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri
dan hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
Gambar 1. Derajat Luka Bakar

Tabel 2. Kategori derajat luka bakar

2. Luas Luka Bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal
dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.

Kepala dan leher - 9%


Lengan - 18 %
Badan Depan - 18 %
Badan Belakang - 18 %
Tungkai - 36 %
Genitalia/perineum - 1%
Total - 100 %

Gambar 2. Rules of nine

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan
penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai
modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Gambar 3. Rules of nine sesuai umur

Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena
luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan
kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20 dari Lund dan Browder untuk anak.
Luas luka bakar menurut Lund dan Browder :
Area luka bakar 0-1 1-4 5-9 10-14 15
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Kepala 19 17 13 11 9
Leher 2 2 2 2 2
Dada 13 13 13 13 13
Punggung 13 13 13 13 13
Lengan kanan atas 4 4 4 4 4
Lengan kiri atas 4 4 4 4 4
Lengan kanan
3 3 3 3 3
bawah
Lengan kiri bawah 3 3 3 3 3
Tangan kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Genetalia 1 1 1 1 1
Bokong kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Bokong kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha kanan 5,5 6,5 8 8,5 9
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9
Tungkai kanan 5 5 5,5 6 6,5
Tungkai kiri 5 5 5,5 6 6,5
Kaki kanan 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Tabel 3. Luas luka bakar menurut umur

3. Kriteria Berat-ringannya
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor
antara lain:
1. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
2. Kedalaman luka bakar
3. Anatomi/lokasi luka bakar
4. Umur penderita
5. Riwayat pengobatan yang lalu
6. Trauma yang menyertai atau bersama
Kriteria berat-ringannya suatu luka bakar menurut American Burn Association
adalah
a) Luka bakar ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b) Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c) Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

C. Fase Luka Bakar


Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan
penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun
demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis
pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir
dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus
terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis
pada fase selanjutnya.
a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
 Proses inflamasi dan infeksi
 Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak
berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional
 Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa
sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi dibagi menjadi:
1. Fase akut : deteriorasi airway, breathing, circulation, berlangsung
selama 0 - 48 jam (72 jam).
2. Fase subakut : SIRS dan MODS, berlangsung sampai 21 hari.
3. Fase lanjut : jaringan parut (hipertrofik, keloid, kontraktur), berlangsung
sampai 8-12 bulan.

D. Gejala dan Tanda Klinis


Menurut Henderson, gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu lepuh
yang merupakan tanda khas luka bakar superfisial. Cairan dihasilkan dari jaringan
cedera yang lebih dalam sehingga permukaan superfisial yang terbakar (mati) akan
terangkat. Lepuh atau bullae pada luka bakar sering pecah dan meninggalkan suatu
permukaan merah kasar yang mengeluarkan cairan serous dan dapat berdarah. Luka
bakar yang superfisial terasa nyeri karena ujung saraf terpapar dan mengalami
inflamasi.
Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya yaitu, kulit mungkin terlihat
normal. Akan tetapi, tampak mengkilap sehingga pembuluh-pembuluh darahnya
mudah dilihat, tetapi darah dalam pembuluh darah tersebut tidak dapat keluar
karena sudah mengalami koagulasi sehingga saat ditusuk tidak akan mengeluarkan
darah. Selain itu, kulit amat kaku ketika disentuh, serta tidak dapat merasakan nyeri,
karena sebagian besar ujung saraf sudah mati. Pada kondisi yang lebih berat, dapat
terjadi pengarangan dan karbonisasi (hitam).
Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress
pernapasan seperti suara serak, ngiler, tanda-tanda cedera inhalasi seperti
pernapasan cepat dan sulit, krakles, stridor, serta batuk pendek.
Komplikasi dari luka bakar lainnya adalah Cedera Inhalasi. Konsekuensi
klinis dapat berupa edema saluran nafas atas, bronkospasm, oklusi saluran nafas,
hilangnya klirens silier, peningkatan ruang rugi, intrapulmonary shunting.
Menurunnya komplaiens dinding dada, tracheobronkitis, dan pneumonia.
Tanda – tanda dari keracunan karbondioksida adalah sakit kepala, bingung,
koma dan aritmia.
a. indikasi trauma inhalasi : adanya riwayat trauma pada ruangan tertutup,
luka bakar wajah, bulu hidung/mata terbakar, jelaga pada lubang hidung
atau rongga mulut, suara serak (hoarseness), konjungtivitis, takipnea,
sputum berjelaga, meningkatnya level CO dalam darah ( tampak darah
lebih merah cerah)
b. Tersangka trauma inhalasi membutuhkan intubasi segera akibat edema
jalan napas yang progresif. Kegagalan dalam mendiagnosis trauma
inhalasi dapat berakibat obstruksi jalan nafas, jika tidak tertatalaksana
dapat menyebabkan kematian.
c. X-ray dada dan analisa gas darah dapat digunakan untuk
mengeksklusikan trauma inhalasi.
d. Direct bronchoscopy saat ini digunakan sebagai alat untuk diagnose

E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien luka bakar adalah anamnesis
singkat dikarenakan luka bakar merupakan bagian dari kegawat daruratan
biasanya anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis. Anamnesis yang
sering ditanyakan adalah, berat badan pasien, umur, sudah berapa lama setelah
terapar ledakan, terkena ledakan apa, seberapa besar ledakan, penanganan apa
yang sudah dilakukan dan lain lain seperti keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu riwayat penyakit keluarga, riwayat
pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kejiwaan, gaya hidup menyusul.
Standar prosedur trauma inhalasi di unit luka bakar. Anamnesis
perlunya ditanyakan tentang riwayat terbakar dalam ruang tertutup, riwayat
pingsan dalam ruang tertutup yang terbakar

2. Pemeriksaan Fisik
a) Primary survey
A (Airway) – Jalan nafas
Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma inhalasi,
obstruksi pada saluran napas atas (pharynx/larynx) dapat berkembang
dengan cepat terutama pada anak. Trauma inhalasi harus dicurigai pada
siapa pun dengan luka bakar dan diasumsikan sampai terbukti sebaliknya,
pada siapa pun yang terbakar dalam ruang tertutup. Inspeksi dari mulut dan
pharynx harus dilakukan lebih awal, dan intubasi endotracheal dilakukan
jika perlu. Suara serak dan bunyi wheezing pada ekspirasi adalah tanda-
tanda edema saluran napas yang serius atau trauma inhalasi. Produksi lendir
berlebihan dan dahak karbon yaitu dahak bercampur flek hitam juga tanda-
tanda positif trauma inhalasi. Tingkat karboksihemoglobin harus
didapatkan dan peningkatan tingkat gejala atau keracunan karbon
monoksida (CO) adalah berdasarkan kemungkinan trauma inhalasi.
Penurunan rasio dari tekanan oksigen arteri (PaO2) dan persentase oksigen
terinspirasi (FiO2), adalah salah satu indikator yang paling awal pasien telah
menghirup asap. Bila pasien positif trauma inhalasi sebaiknya pasien
dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas pusat luka bakar (burn
centre) dengan dilakukan intubasi terlebih dahulu untuk memastikan jalan
nafas tetap terbuka.
B (Breathing) – Kemampuan bernafas
Jika jalan napas baik dan pasien dapat bernapas, pemberian oksigen dengan
sungkup atau nasal kanul mungkin dapat mencukupi. Tetapi jika pasien
tidak dapat bernapas akibat obstruksi jalan napas atas atau akibat penurunan
kesadaran, dapat diberikan intubasi endotrakeal. Trakeostomi emergensi
harus dihindari kecuali jika hal itu benar-benar dibutuhkan. Jika curiga
terdapat trauma pada vertebra servikalis, manipulasi jalan napas harus
dilakukan dengan tetap meimobilisasi leher dan kepala pada axis tubuh
sampai vertebra servikal terevaluasi sepenuhnya.
C (Circulation)
Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah
terjadinya luka bakar dengan meraba pulsasi di perifer.Semua pakaian
pasien harus dilepaskan. Cincin, jam dan perhiasan harus dilepaskan pada
anggota tubuh yang mengalami cedera, konstriksi pada bagian yang
bengkak akibat jeratan perhiasan dapat mengakibatkan iskemia di bagian
distal. Pada luka bakar, permeabilitas pembuluh darah meningkat, sehingga
terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah ke jaringan intersitial,
akibatnya dapat menimbulkan syok hipovolemik. Semakin luas area luka
bakar, semakin berat syok hipovolemik yang terjadi. Resusitasi cairan harus
diberikan secepatnya.
D (Disability/Drugs)
Apakah ada gangguan ekstremitas atau gerakan lain, dan apakah ada
penggunaan obat-obatan.
E (Exposure)
Bagaimana tampak keseluruhan dari unjung rambut sampai ujung kaki.
b) Secondary survey
Kepala : apakah ada deformitas
Wajah : adakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan kanan
Rambut : adakah terbakar
Mata : apakah ada bagian mata yang mengalami gangguan atau cacat
THT : apakah ada jelaga dan ada kelainan pendengaran atau
mengeluarkan darah
Paru : simetris, fremitus, vesikuler , rhonki, wheezing
Jantung : BJ I-II, murmur, gallop
Abdomen : apakah distended, lemas, bagaimana bunyi usus
Ekstremitas : akral hangat atau dingin , apakah ada edema.
c) Status Lokalis
Status lokalis akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan derajat luka
bakar. Perlu dilakukannya pemeriksaan fisik untuk mengetahui ada atau
tidaknya trauma inhalasi ;
- Luka bakar diwajah
- Rambut / alis/ bulu hidung terbakar
- Jelaga pada rambut / alis/ bulu hidung
- Lidah dan mukosa intraoral bengkak
- Suara serak
- Sesak napas
- Konfirmasi dengan pemeriksaan laringoskop : terdapat hiperemis / edema

3. Pemeriksaan Penunjang
a) Hitung darah lengkap : peningkatan Hct awal menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
b) Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan
SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada
kehilangan air.
c) Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
d) Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein.
e) Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
f) Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g) EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar
listrik.
h) BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k) Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema
cairan.
l) Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
4. Diagnosis
Diagnosis dari luka bakar dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Selain itu diagnosis pembagian derajat juga diperlukan
agar penanganannya tepat dan cepat. Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka
bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak
dengan tubuh penderita.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah
perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.
Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8
jam pertama pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa
usus, pemberian NED ini bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi
hipometabolik pada fase akut / syok dan mengendalikan status hiperkatabolisme
yang terjadi pada fase flow. Pemberian antasida dan antibiotika tidak dibenarkan
karena akan merubah pola / habitat kuman yang mengganggu keseimbangan flora
usus.
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan
cedera termis harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan
sedini mungkin (eksisi dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang,
hari ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan
dilakukan penutupan segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai
masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss
yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses
inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak
menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan
memperberat stres metabolisme.
Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin
dianggap tidak bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat
namun harus diingat saat pemberian serta efek sampingnya.

Tatalaksana pada luka bakar dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase akut, subakut
dan lanjut.
1. Pada Fase Akut / Awal :
a. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
b. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).
- Bila tidak shock: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan
cairan.
Penanggulangan terhadap shock, terutama syok hipovolemik yang
merupakan suatu proses yang terjadi pada luka bakar sedang sampai
berat.
Menurut BAXTER formula
 Hari Pertama :
- Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24
jam
- Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
- 2 cc x berat badan x % luas luka + kebutuhan faali.
 Hari kedua :
- Dewasa : ½ hari I
- Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
 Kebutuhan faali :
- Umur < 1 Tahun : berat badan x 100 cc
- 1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
- 3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
- ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
- ½ diberikan 16 jam berikutnya.
2. Pada fase subakut atau lanjutan:
Kerusakan/kehilangan kulit/jaringan karena cedera termis menimbulkan
masalah. Kondisi pertama yang terjadi adalah hipotermi, yang disusul dengan
menurunnya kadar protein total, khususnya albumin. Imbalans protein timbul
sebagai akibat, namun segera disusul oleh imbalans karbohidrat dan lemak
disamping imbalans cairan yang memang sudah terjadi sebelumnya.
Penatalaksanaan secara sistematik dapat dilakukan :
a. Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar.
b. Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan
air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia
c. Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi
rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang
d. Covering: penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa
atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak,
oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan
risiko infeksi.
e. Comforting dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri untuk
membantu pasien mengatasi kegelisahan karena nyeri yang berat.

Resusitasi cairan pada luka bakar


Formula Cairan 24 jam Kristaloid Koloid pada
I pada 24 jam 24 jam kedua
kedua

Parkland / RL : 4 ml x 20 -60% Pemantauan Hari 1 :


Baxter KgBB x % LB Estimate urin output 30 separuh
Plasma ml/jam diberikan 8
volume jam I, separuh
sisanya dalam
16 jam
berikutnya,

Hari II :
bervariasi
ditambahkan
koloid

Evans Larutan saline 50% volume 50% volume Hari 1


ml/kg/%BB cairan 24 jam cairan 24 jam
pertama + pertama Hari 2
2000ml D5W 2000 ml D5W
Koloid 1
ml/kg/%LB

Pemantauan
dieresis (>50
ml/ jam)

Brooke RL 1.5 50% volume 50% volume Hari 1


ml/kg%LB cairan 24 jam cairan 24 jam I
Hari 2
Koloid 0.5 + 2000ml
ml/kg%LB D5W

Modified RL 2 ml / kg x
Brooke %LB

Metro health / RL + 50 mEq ½ larutan 1 unit fresh


cleveland sodium saline frozen plasma
bicarbonate untuk tiap liter
per liter 4 Pantau output dari ½ larutan.
ml/kg/%LB urine Saline yang
digunakan
untuk
hipoglikemi

Tabel 3 . Beberapa Formula Pemberian cairan pada Pasien dengan Luka Bakar

 Pada 24 jam kedua

Pada 24 jam kedua, Baxter menganjurkan :

a. Jika keadaan umum memungkinkan, cairan sedapat mungkin diberikan


secara oral pada hari ke 2.

b. Jika cairan per os belum memungkinkan, maka infus dipertahankan


dengan Dextrose 5% sebanyak 2.000 – 5.000 ml/24jam.

Keperluan glukosa ialah :

 untuk kebutuhan metabolisme

 mengganti cairan yang hilang melalui sekuestrasi

 untuk memudahkan ekskresi sodium sehingga kadar serum sodium


menjadi normal (138-142 mEq/L)

 Pada hari ke 2 (Pemberian terapi cairan koloid )

Pada hari ke – 2 koloid sudah dapat diberikan karena permeabilitas


membran kapiler sudah pulih kembali. Koloid diberikan dalam bentuk
Dextran atau Plasma. Pada luka bakar kurang dari 50% diberikan koloid 500
ml, sedangkan pada luka bakar lebih dari 70% diberikan koloid 1.500
ml. Formula lain dari pemberian koloid ini adalah :
 pada luka bakar 30-50% adalah 0,3 ml/kgBB/% luka bakar
 pada luka bakar lebih dari 70% adalah 0,5 ml/kgBB/% luka bakar
Cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya dihindari 24 jam
pertama setelah trauma luka bakar. Hal ini dikarenakan 8 – 24 jam setelah
terjadinya luka bakar, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid
mengalami influx masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema.

 Setelah 48 jam :

Setelah 48 jam, apabila kehilangan akut (“acute loss”) sudah diatasi, maka
tubuh masih kehilangan plasma melalui luka-luka bakar. Dan ini harus diganti
disamping kebutuhan cairan seharinya. Untuk memperhitungkan jumlah
cairan yang menguap tadi dapat digunakan formula : (25 + % luas luka bakar)
x m2 luas permukaan tubuh = perkiraan jumlah cairan yang menguap perjam
dalam mililiter. Contoh : luas luka bakar 50% dengan luas permukaan tubuh
1,7 m2 maka penguapan = (25 + 50) x 1,7 = 125 ml/jam atau 24 x 125 = 3.000
ml/24 jam.

Indikasi rawat inap pasien luka bakar yaitu (Robert, 2006) :


a. Derajat II (dewasa > 30 %, anak > 20 %).
b. Derajat III > 10%
c. Luka bakar dengan komplikasi pada saluran nafas, fraktur, trauma jaringan
lunak yang hebat.
d. Luka bakar akibat sengatan listrik
e. Derajat III yang mengenai bagian tubuh yang kritis seperti muka, tangan,
kaki, mata, telinga, dan anogenital.
f. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak
atau > 15% pada orang dewasa.
g. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.
h. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada
wajah, mata, tangan, kaki atau perineum
i. Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
j. Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik
dan benar di rumah
k. Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
l. Terjadi luka bakar pada organ dalam.

You might also like