Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : Untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian diabetes melitus
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai
agama, etika, moral, dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis,
sosial dan budaya sendiri dalam penanganan diabetes melitus,
melakukan rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian diabetes melitus.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian diabetes melitus secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil
yang optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah diabetes melitus dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
3
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
memberikan tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien
sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan
prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan
pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum :
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat
menerapkan penatalaksanaan diabetes melitus dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia, berbasis evidence based medicine
(EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah
klinis serta prinsip penatalaksanaan diabetes mellitus dengan pendekatan
diagnostik holistik di Puskesmas Jumpandang Baru Makassar.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis
diabetes melitus.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi diabetes melitus
sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian diabetes melitus.
1.4.3 Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (pasien)
4
Menambah wawasan akan diabetes melitus yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk menghindari faktor pencetus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di
dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita diabetes
melitus.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based
Medicine dan pendekatan diagnosis holistik diabetes melitus serta
dalam hal penulisan studi kasus.
5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
6
Konsep Mandala
Gaya Hidup
Lingkungan Psiko-
Sosial-Ekonomi
Perilaku Kesehatan
- Kondisi ekonomi
- Kurang berolahraga pasien lebih dari
cukup.
- Tidak mentaati diet
- Tingkat pengetahuan
tentang diet yang tepat
untuk penderita DM
Pasien masih kurang.
Komunitas
Komunitas padat
7
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-
sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal,
riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan
penunjang,penilaian risiko internal/individual dan eksternal dalam
kehidupan pasien serta keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan
dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga secara
bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan
primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum
melakukan terapi, tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
8
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan
dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan
Sertifikasi ASPETRI Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi sosial
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan
kedokteran keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan
upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
9
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan
penyakit dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan
kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan
rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan
kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan
pelayanan bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara
efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan
dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter
dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan
kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang
pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa
pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental,
sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan
sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita
melihat dari beberapa aspek yaitu :
1. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
10
2. Aspek Klinis : Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan
cukup dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi
perilaku. Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan
lingkungan.
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup
mandiri
o Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3 : Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4 : Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja,
bergantung pada keluarga\
o Derajat 5 : Tidak dapat melakukan kegiatan
11
2.3.2 KLASIFIKASI4
12
2.3.3. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi DM Berdasarkan Trias Epidemiologi :
a) Faktor Host
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), etiologi
pada pasien dapat berupa kelainan familial yang diturunkan. Pasien
dengan DM memilki setidaknya 40% resiko terkena diabetes apabila
memiliki saudara kandung dengan diabetes, dan 33% untuk cucunya
nanti.2
Beberapa gen telah diketahui berhubungan erat dengan kejadian
DM tipe 2 dengan pola familial yang kuat. Kerusakan gen-gen tersebut
menyebabkan dua mekanisme utama dalam DM tipe 2, yaitu resistensi
insulin dan sekresi inadekuat insulin.4
Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada
seseorang dapat :5
1. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami
pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2)
2. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal
3. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara
kandung)
4. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
5. Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (kolesterol HDL < 40
mg/dL atau kadar trigliserida > 150 mg/dL)
6. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan anak dengan berat
badan lahir lebih dari 4 kg
7. Sindrom kista ovarium.
b) Faktor Agent
Penyakit Diabetes Melitus diduga terjadi akibat penurunan
produksi insulin ataupun resistensi reseptor insuin yang ada pada sel.
Namun sampai saat ini etiologi dari penyakit Diabetes Melitus masih
belum diketahui dengan jelas.3
13
c) Faktor Environment
Gaya hidup yang kebarat-baratan3 :
1) Penghasilan per capita tinggi
2) Tersedianya banyak restoran makanan siap saji (Fast Food)
3) Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerakan
badan.
Distribusi dan Frekuensi
1) Orang
Berdasarkan kriteria American Diabetes Asociation tahun 2012 (ADA
2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM.
Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk
usia >15 tahun,bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.3
2) Tempat dan Waktu
Prevalensi terjadinya DM di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %,
kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang,
2,3 % dan di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensinya sedikit tinggi,
dikarenakan di daerah tersebut banyak perkawinan antara kerabat.
Sedangkan di Manado, disimpulkan mungkin angka itu tinggi karena
pada studi itu populasinya terdiri dari dari orang-orang yang datang
dengan sukarela, jadi lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi
dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi
di Manado tinggi karena prevalensi di Filipina juga tinggi, yaitu sekitar
8,4%-12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural. Penelitian
terakhir antara tahun 2006 dan 2011 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar,
prevalensi terakhir mencapai 12,5%.2
2.3.6. DIAGNOSIS5
Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh
(whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
16
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Mellitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka
yang menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan
dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitif.
Diagnosis klinis Diabetes Mellitus (DM) umumnya akan
dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Apabila ditemukan gejala khas
DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala
khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel.
2. Atau, gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
17
Cara Pelaksanaan TTGO (PERKENI) 2 :
3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat
cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti yang biasa
dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu
15 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
Pemeriksaan penyaringan8
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai
risiko Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM,
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko
untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 Kg/m2 dengan faktor resiko lain
sebagai berikut :
1. Aktivitas fisik kurang
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree
relative)
18
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander)
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau
riwayat DM gestasional (DMG)
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi
obat anti hipertensi).
6. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
7. Wanita dengan sindrim polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas,
akantosis nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.
19
1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200
mg/dl
2. Konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg/dL atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada dua jam sesudah
beban glukosa 75 gram pada TTGO **
*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat
badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk
DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.
2.3.7. PENATALAKSANAAN
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM
tipe 2, dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka
tatalaksana DM tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali
glikemik dan kendali factor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan
dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM,
yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi
farmakologis. Berikut penatalaksanaan secara nonfarmakologis :9
A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat
yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien.
Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya
meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari
edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes
20
untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya,
mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara
dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan
kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi
pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-
obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi
asupan kalori dan diet tinggi lemak.
B. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat
45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g,
dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
C. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
D. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara
lain10 :
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin :
a. Sulfonilurea
• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
21
• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkanpada orang tua,
gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan
pada sekresi insulin fase pertama.
• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
Peningkat sensitivitas insulin :
a. Biguanid
• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
Metformin.
• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin,
dan menurunkan produksi glukosa hati.
• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes
gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.
b. Tiazolidindionlerticle
• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosa perifer.
• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena
meningkatkan retensi cairan.
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi
produksi glukosa hati.
• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal
dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta
pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis
22
• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti
golongan sulfonylurea.
• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual)
namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa :
Acarbose
• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
seperti golongan sulfonilurea.
• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu
kembung dan flatulens.
• Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like
peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila
ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat
bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara
cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-
4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin
dan menghambat penglepasan glucagon.
2. Obat Suntikan
Insulin
a. Insulin kerja cepat
b. Insulin kerja pendek
c. Insulin kerja menengah
d. Insulin kerja panjang
e. Insulin campuran tetap
Agonis GLP-1/incretin mimetik
• Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan
glucagon
• Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonylurea
23
• Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual
muntah
2.3.8. KOMPLIKASI
Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi
metabolik akut dan komplikasi jangka panjang.12,13,14
2.3.9. PENCEGAHAN15
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi
berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi
25
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
• Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini
dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan
ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan
pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian
antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular
pada penyandang Diabetes.
• Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes
yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya
rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum
kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325
mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik
antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
26
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
28
Kependudukan merupakan permasalahan yang dihadapi dewasa
ini, bukan hanya menyangkut jumlah penduduk, kepdatan penduduk, dan
arus urbanisasi dengan segala dampak sosial ekonomi, dan keamanan
menjadi keharusan untuk mengendalikan angka kelahiran dan kematian.
Kec. Tello
29
Jumlah 14712 14265 28977
2. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan
anak serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi
yang berhubungan dengan lingkunagan, perumahan dan sanitasi yang
kotor menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul. Di
samping itu kepadatan penduduk sebagai lambang perkembangan suatu
daerah. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesma Jumpandang
Baru, kepadatan penduduk adalah jiwa per kilometer persegi, jumlah
kepala keluarga (KK) tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas
Jumpandang Baru adalah 6.556 KK melebihi jumlah rumah yang ada
4.998 rumah.
30
2 Wala-Walaya 739 1397 2451 3448 1081 9116
3 Kalukuang 269 472 2120 3905 1864 6696
4 La’latang 177 380 1040 2089 1423 5109
5 Lakkang 20 35 162 464 136 817
Jumlah 1386 2684 7066 12698 5144 28496
Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk yang merupakan kelompok umur non
produktif adalah penduduk di bawah umur 15 tahun.
6. Kegiatan Ekonomi
31
Pendapatan dan pengeluaran perkapita. Rata-rata pengeluaran
perkapita penduduk wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru belum
ditentukan datanya untuk tahun 2006. Sesuai profil kesehatan Tahun
1996 adalah Rp.478.458 angka perkiraan. Angka tersebut cenderung
menurun akibat krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Mata
pencaharaian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru
dapat dilihat pada tabel berikut:
Jumlah Penduduk
(jenis Kelamin)
No
Karyawan Lain-
Kelurahan PNS buruh Pengangguran
Swasta lain
1 Rappojawa 161 99 88 829 49
2 Wala-Walaya 304 417 355 132 120
3 Kalukuang 215 105 150 100 35
4 La’latang 161 535 341 315 54
5 Lakkang 8 4 36 - -
Jumlah 849 1160 970 1376 258
7. Agama
Dari 37.350 jiwa penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas
Jumpandang bari, 93,45 % beragama Islam, 6,10 % beragama krsiten,
dan 0,045% beragama Hindu dan Budha. Proporsi ini hampir sama di
semua kelurahan kecuali di kelurahan Lakkang 100% beragama Islam.
32
3.2.3.3.Tenaga Kesehatan
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi
masyarakat yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru
turut berperan dalam peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam
wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru.
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Jumpandang
Baru tahun 2015 sebanyak 44 orang dengan berbagai spesifikasi, yang
terdiri dari :
1. Dokter umum : 6 orang
2. Dokter Obgin : 1 orang
3. Dokter Gigi : 1 orang
4. Perawat : 17 orang
5. Magister kesehatan : 2 orang
6. Bidan :10 orang
7. Laboran : 2 orang
8. Kesling : 2 orang
9. Rekam Medis : 3 orang
10. Nutrisionis : 1 orang
11. Perawat gigi : 1 orang
12. Fisioterapis : 1 orang
13. Apoteker : 2 orang
14. Administrasi : 1 orang
15. Surveilans : 2 orang
Jumlah : 53 orang
- Tenaga Honorer
1. Dapur : 2 orang
2. Cleaning Service : 6 orang
3. Tukang cuci : 1 orang
Jumlah : 9 orang
- Tenaga tidak tetap
33
A. Dokter Spesialis
1. Interna : 1 orang
2. Bedah : 1 orang
3. Anak : 1 orang
4. Mata : 1 orang
5. Kulkel : 1 orang
B. Dokter umum : 1 orang
C. Magang
1. S1 farmasi : 1 orang
2. DIII keperawatan : 3 orang
3. DIII fisioterapis : 1 orang
4. Perawat gigi : 1 orang
5. SPK : 3 orang
6. SMA : 2 orang
Jumlah : 11 orang
3.2.3.4.Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Jumpandang Baru berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar
Nomor:800/1682/SK/IV/2010 Tanggal 21 April 2010 terdiri atas :
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS JUMPANDANG BARU
34
Gambar 4. Struktur Organisasi Puskesmas Jumpandang Baru
P2 Kusta
1. Kunjungan penderita kusta yang mangkir
2. Kunjungan pemeriksaan kontak serumah penderita kusta
3. Screening anak sekolah SD
4. Penyuluhan penyakit kusta
5. Pemeriksaan dan pengobatan pada penderita kusta
P2 Thypoid
1. Penemuan suspek thypoid
2. Pemeriksaan dan pengobatan
3. Penyuluhan penyakit thypoid
4. Sosialisasi penyakit thypoid
P2 Diare
1. Penyuluhan penyakit Diare
P2 Cacingan
1. Pemberian obat cacing untuk anak sekolah dan balita
P2 Kematian
1. Pengumpulan data laporan kematian di tiap kelurahan
2. Pemberatasan penyakit malaria
3. Pemberantasan penyakit campak
4. Pemberantasan penyakit AFP
5. Pemberantasan penyakit rabies
6. Pemberantasan penyakit DBD
7. P2 flu burung (H5N1)
38
F. Imunisasi
1. Kegiatan imunisasi di posyandu
2. Penyuluhan PD3I (penyakit yang dapat di cegah dengan
imunisasi)
3. Penyuluhan imunisasi
4. Pemantauan status imunisasi (sweeping)
5. Pelaksanaan BIAS TT & DT
6. Pelaksanaan BIAS campak
7. Pengambilan vaksin dan logistik lainnya
G. Program KIA dan KB
1. Pelayanan antenatal
2. Penjaringan / deteksi dini bumil resti
3. Kunjungan rumah ibu hamil ( ibu hamil DO dan K1)
4. Kunjungan rumah p4K dan pemasangan stiker
5. Pelayanan ibu nifas (KF) dan neonates
6. Pelayanan imunisasi
7. Pelayanan kesehatan dan pemantaun tumbuh kembang bayi
dan balita
8. SDIDTK
9. Kelas ibu hamil
10. Pelayanan KB
11. Penyuluhan kesehatan reproduksi
12. Pembinaan keluarga siaga
H. Promosi Kesehatan
1. Kegiatan di kelurahan siaga
Pembinaan desa siaga
Pembinaan PHBS di TTU
Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil
Penyuluhan tentang ASI eksklusif kepada ibu nifas
Penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat di
rumah tangga
39
Penyuluhan tentang pentingnya berolah raga bagi usia lanjut
Penyuluhan tentang manfaat makanan bergizi
2. Kegiatan posyandu
Pembinaan posyandu
Revitalisasi posyandu
3. Pembinaan toga
4. Pembinaan UKBM
5. Pengadaan
I. Laboratorium
Melakukan pemeriksaan laboratorium
o Hemoglobin
o Leukosit
o Trombosit
o LED
o Reduksi urine
o Protein urine
o Sedimen urine
o Urine strip
o Sputum BTA
o Anti HIV
o Pregnancy Test
o RDT malaria
o widal
o golongan darah
o malaria mikroskopis
o glukosa darah
o cholesterol darah
o asam urat
40
menjadi puskesmas rujukan mikroskopis BTA
membawa laporan crosscheck triwulan dan slide crosscheck
BTA
J. Farmasi
pengambilan atau konsultasi obat di gudang farmasi
K. Kesehatan Kerja
pembinaan POS UKK dan informal
pelacakan tempat kerja / industri
L. Kesehatan Olahraga
pelacakan tempat-tempat olahraga
pemeriksaan kesehatan dan kebugaran
cetak kartu menuju bugar
senam prolanis
M. Upaya program usila
pendataan sasaran usila
posyandu bagi usila
penyuluhan bagi usila
kunjungan rumah
puskel usila
senam usila
N. UKS
sosialisasi UKS dan penyuluhan di sekolah
pembinaan / pengawasan warung sekolah
pengawasan sanitasi sekolah
penjaringan anak sekolah
penyegaran dokter kecil / kader kesehatan remaja
O. UKGMD
penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di posyandu
puskel gigi
penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada kelompok lansia
41
penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada kelompok
kesehatan kerja
sosialisasi kader tentang kesehatan gigi dan mulut
P. UKGS
penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di sekolah
pembinaan / penyegaran dokter kecil
melakukan sikat gigi missal di sekolah / APRAS
melakukan penyuluhan pada APRAS / sekolah
Pasien
Loket
Rujuk Pasien
Kamar Periksa
- Poli umum
- Poli gigi Laboratorium
Ruang Tindakan
Apotik
Pasien
42
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas
Jumpandang Baru di bulan April tahun 2018 adalah:
1. ISPA : 247 Kasus
2. Nasofaringitis, Common Cold : 198 Kasus
3. Dispepsia : 174 Kasus
4. Diare : 157 Kasus
5. Dermatitis alergi : 128 Kasus
6. Rhematik : 92 Kasus
7. TB Paru : 63 Kasus
8. Penyakit kulit alergi : 61 Kasus
9. Neurodermatitis : 56 Kasus
10. Diabetes Mellitus : 44 Kasus
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
43
4.1. HASIL STUDI KASUS
4.1.1. PASIEN
Anamnesis
- Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 18 April 2018
- Anamnesis (Autoanamnesis)
Ny. A, wanita 50 tahun datang ke Puskesmas Jumpandang
Baru pada tanggal 18 April 2018 dengan keluhan badan terasa lemas
dan kepala pening. Keluhan tersebut dirasakannya sejak 2 hari yang
lalu. Kunjungannya ke Puskesmas kali ini adalah kunjungan yang
kesekian kalinya dalam hal pengobatan rutin penyakit kencing
manisnya (Diabetes Mellitus).
Pertama kali diketahui bahwa pasien mengalami Diabetes
Melitus adalah 2 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengaku badan
terasa lemas walaupun banyak makan, banyak minum, banyak
kencing, dan berat badannya dirasakan turun. Kemudian pasien
datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh dokter yang
memeriksa disarankan untuk periksa kadar gula darahnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan kadar Glukosa Darah
Sewaktunya adalah 275 mg/dl dan diberikan pengobatan untuk
menurunkan kadar gula darahnya. Lalu pasien disarankan untuk
mengubah pola makan dan gaya hidup serta selalu cek gula darah
dan kontrol berobat setiap bulannya. Pasien teratur minum obat dan
44
kontrol ke puskesmas. Di keluarga pasien ada yang menderita
kencing manis yaitu ibu pasien menderita Diabetes Melitus.
- Riwayat Penyakit Sebelumnya
a. Riwayat sakit yang serupa : Dialami sejak 2 tahun yang lalu
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : disangkal
e. Riwayat gastritis : disangkal
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat diabetes : Ada (ibu kandung pasien)
3. Riwayat alergi : disangkal
Pemeriksaan Fisis
- Keadaan Umum :
Pasien tampak sakit sedang, gizi baik, kesadaran compos mentis
- Vital Sign :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 37,3 oC
Tinggi Badan : 156 cm
Berat Badan : 60 kg
Status Generalis :
1. Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : Simetris ki=ka
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus (-)
45
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemi (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm
2. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
3. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
4. Mulut
Bibir : Kering (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tonsil : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
5. Leher
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
6. Dada
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Bentuk : Normochest
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
7. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Kiri = Kanan ; Nyeri tekan: (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
46
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-;Wh -/-
8. Punggung
Inpeksi : kifosis (+)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- ; Wh -/-
9. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Ascites (+), ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium
Hati & Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
11. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
13. Ekstremitas : Tidak tampak kelainan
- Status Neurologis
GCS : E4 M6 V5 = 15
Pupil : di tengah bulat isokor, ukuran 3mm/3mm
a. Anggota gerak atas
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
47
Refleks fisiologis
Biceps :(+) / (+)
Triceps : (+)/ (+)
Refleks Patologis
Refleks Hoffman : (-) / (-)
Refleks Trommer : (-) / (- )
Sensibilitas
Taktil : normal/normal
Nyeri : normal/normal
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
b. Anggota gerak bawah
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) / (-)
Chaddock : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : ↓/ ↓
Nyeri : ↓/ ↓
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
48
Pemeriksaan Penunjang
GDS = 232 mg/dl
Diagnosis
Diabetes Mellitus tipe 2.
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
49
keluarga (S1)
Sarjana
3 Nn.S Anak Perempuan 21tahun Mahasiswa
(S1)
50
Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Balita :-
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS
Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
53
anggota keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah
ada anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak untuk
sarapan pagi karena keterbatasan
√
anda akibat penyakit yang anda
derita, apakah suami anda mau
mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota
√
keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan yang manis.
√
Apakah anggota keluarga yang lain
mengkonsumsi menu yang sama dan
makan bersama?
Total Skor 8
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Sosial :
54
Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan cukup baik.
- Cultural :
Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan sesuai adat
istiadat Makassar.
- Religious :
Keluarga pasien rajin melakukan ibadah setiap minggu.
- Ekonomi :
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
- Education :
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu Sarjana.
- Medication :
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan
dari puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.
3. Fungsi Keturunan (Genogram)
a. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti (nuclear family).
Keluarga terdiri dari Tn. D sebagai kepala keluarga, Ny. A
sebagai istri, satu orang anak berumur 21 tahun. Seluruh anggota
keluarga ini tinggal dalam satu rumah.
c. Family map
55
Genogram Penderita Diabetes Melitus
Keterangan :
: Keluarga Ny. A
: Laki-laki normal
: Wanita normal
: Wanita DM
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. DIAGNOSIS KLINIS
Anamnesis Holistik
- Aspek Personal
Ny. A, wanita 50 tahun datang ke Puskesmas Jumpandang
Baru pada tanggal 18 April 2018 dengan keluhan badan terasa lemas
dan kepala pening. Keluhan tersebut dirasakannya sejak 2 hari yang
lalu. Kunjungannya ke Puskesmas kali ini adalah kunjungan yang
kesekian kalinya dalam hal pengobatan rutin penyakit kencing
manisnya (Diabetes Melitus).
Pertama kali diketahui bahwa pasien mengalami Diabetes
Melitus adalah 2 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengaku badan
terasa lemas walaupun banyak makan, banyak minum, banyak
kencing, dan berat badannya dirasakan turun. Kemudian pasien
datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh dokter yang
memeriksa disarankan untuk periksa kadar gula darahnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan kadar Glukosa Darah
Sewaktunya adalah 275 mg/dl dan diberikan pengobatan untuk
menurunkan kadar gula darahnya. Lalu pasien disarankan untuk
mengubah pola makan dan gaya hidup serta selalu cek gula darah
56
dan kontrol berobat setiap bulannya. Pasien teratur minum obat dan
kontrol ke puskesmas. Di keluarga pasien ada yang menderita
kencing manis yaitu ibu pasien menderita Diabetes Melitus.
- Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan diagnosis Diabetes Mellitus tipe 2.
- Aspek Faktor Risiko Internal
Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat diabetes mellitus, yaitu
ibu kandung pasien. Pasien rajin meminum obat tetapi kadang tidak
menjaga diet dengan baik. Selain itu, pasien jarang berolahraga.
- Aspek Faktor Risiko Eksternal
Tidak didapatkan adanya faktor risiko eksternal. Keluarga sangat
memperhatikan kebersihan lingkungan rumah dan memperhatikan
kesehatan penderita.
- Aspek Fungsional
Sejauh ini Ny. A tidak merasakan adanya gangguan dalam
melakukan aktivitasnya, hanya saja kadang-kadang merasa kelelahan
jika bekerja berlebihan. Ny. A menjalankan fungsi sosial dengan
baik.
Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup
mandiri
Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1 : PKM Jumpandang Baru, 18 April 2018 pukul
10.00 WITA.
- Pertemuan ke-2 : Rumah pasien, 18 April 2018 pukul 12.00
WITA.
57
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Saat Pasien dapat Tidak Tidak
person kepada pasien pasien sadar dan ada menola
al mengenai penyakit berobat mengerti k
diabetes melitus dan ke akan
memberikan informasi Puskesm pentingnya
mengenai as mengonsumsi
perkembangan obat teratur
penyakitnya. dan menjaga
diet.
Aspek Memberikan obat DM Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
klinik untuk mengontrol gula pasien dapat ada menola
darah pasien berobat terkontrol k
ke
Puskesm
as
Aspek Mengajarkan Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
risiko bagaimana pola makan pasien dapat ada menola
interna yang baik, berobat terkontrol k
l menganjurkan olahraga ke
teratur, menganjurkan Puskesm
untuk menjaga as
hygenitas diri
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarg Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko memberi dukungan a kunjunga memberi ada menola
extern kepada pasien agar n rumah perhatian dan k
al selalu menjaga dukungan
kesehatannya dan selalu lebih kepada
mengingatkan pasien pasien dan
untuk minum obat dan pasien lebih
58
kontrol gula darah, dan termotivasi
mendukung pola diet untuk
pasien. sembuh
Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsi olahraga teratur kunjunga tubuh selalu ada menola
onal n rumah sehat dan k
bugar
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik. Tanda Vital : Tekanan Darah: 120/80 mmHg,
Nadi : 90 x/menit, Pernapasan : 18 x/menit, Suhu : 37,3oC. Tidak
didapatkan kelainan klinis yang bermakna.
Pemeriksaan Penunjang
GDS = 232 mg/dl
Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
Diagnosis Klinis :
Diabetes Mellitus tipe 2.
Diagnosis Psikososial :
Kurangnya kesadaran untuk menjaga diet dan pola makan yang baik.
59
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan
keluarga pasien).
Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
diabetes mellitus antara lain :
- Mengontrol kadar gula darah dengan cara
- Mengatur pola makan
- Olahraga teratur
- Selalu memeriksakan kadar gula darah
Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa :
- Glimepiride
- Metformin
- Insulin (Novorapid)
- Cefixime
- Metronidazole
Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana
anggota keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan
dan motivasi kepada pasien untuk berobat secara teratur dan membantu
memantau terapi pasien serta pentingnya menjaga hygiene baik dari orang
tua maupun pasien.
61
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti bahwa pasien dan
keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatannya secara mandiri.
Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan
Selanjutnya
Pertemuan ke 1 : 18 April 2018
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-
sosio-ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan
mempersiapkan alat yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta
menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis diabetes mellitus.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa diagnosis
pasien yaitu diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan kurangnya
kesadaran akan menjaga pola makan dan diet yang baik.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi diabetes mellitus
sesuai standar kompetensi dokter indonesia. Dari uraian pada bab
sebelumnya telah dipaparkan mengenai penatalaksanaan pada pasien
dengan diabetes mellitus berupa farmakologi yaitu glimepiride dan
metformin. Sedangkan edukasinya berupa mengontrol kadar gula darah
dan menjaga pola makan dan diet yang sesuai, sehingga
63
penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah sesuai standar
kompetensi dokter indonesia.
5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. A, maka disarankan
untuk :
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit DM
tipe 2.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya menjaga
pola makan dan diet yang sesuai dengan diabetes mellitus. Hasil yang
diharapkan keluarga dapat memahami sehingga dapat mengupayakan
pencegahan untuk penyakit tersebut.
- Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan diabetes mellitus.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk
sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.
64
DAFTAR PUSTAKA
1. Scobie I.N. Atlas of diabetes mellitus. 3rd. ed. Healthcare: Informa UK,
England. 2007
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2011/
3. Nainggolan, O. d.k.k. Determinan Diabetes Melitus. Jakarta : Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2013
4. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
5. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000;
6. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes
mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses Edisi 6.
Jakarta;2014;
7. Ndraha, S. Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Jakarta :
Medicinus. 2014.
65
8. Arifin, A.L. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe II terkini. Bandung :
Fakultas Kedokteran UNPAD. 2013
9. Haeria. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penatalaksanaan Diabetes
Melitus. Makassar : Jurnal Kesehatan. 2009.
10. Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007;
11. Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas. Diabetes Melitus. Jakarta;
Departemen kesehatan R.I. 2007.
12. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infection in patients with diabetes
mellitus: a review of pathogenesis. Indian J Endocr Metab 2012;
13. Quan, Diana. 2014. Diabetic Neuropathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
14. Bhavsar, Abdhish R. 2014. Diabetic Retinopathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
15. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2006;
66
LAMPIRAN DOKUMENTASI
67
Kondisi WC
68
69