You are on page 1of 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO,
dikatakan bahwa diabetes mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapati defisiensi
absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Diabetes mellitus
merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang di produksi secara efektif. Diabetes Mellitus (DM) merupakan
penyakit menahun yang dewasa ini prevalensinya makin meningkat.
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan jenis diabetes mellitus yang paling
sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita
diabetes melitus di Indonesia.1
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak
menular yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik,
diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun
adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban
sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Penelitian terakhir antara
tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM Tipe 2
sebesar 14,7%.1,2
Jumlahnya meningkat seiring dengan bentuk gaya hidup, pola
konsumsi makanan yang tidak sehat termasuk diantaranya kurangnya
1
aktivitas fisik dan konsumsi junk food, dan lain-lain. Soewondo (2005),
menyatakan bahwa stres yang dialami penderita baik fisik maupun mental
berhubungan dengan sakitnya dan secara tidak disadari atau tidak langsung
dirasakan oleh orang tua dan keluarga penderita, maka akan timbul suatu
kesalahan-kesalahan sikap keluarga dan penderita. Lingkungan yang
mempengaruhi perilaku tidak hanya terbatas pada lingkungan fisik saja,
tetapi juga lingkungan psikologis, sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini
selanjutnya akan mempengaruhi cara hidup sehat manusia. Sehingga peran
keluarga seperti sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga dipandang sebagai
naluri untuk melindungi anggota keluarga yang sakit.1,2

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya diabetes melitus ?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
diabetes mellitus ?
3. Bagaimana hasil dari terapi yang diberikan kepada penderita diabetes
mellitus?

1.3 ASPEK DISIPLIN ILMU YANG TERKAIT DENGAN


PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF
PENDERITA DIABETES MELLITUS
Untuk pengendalian masalah diabetes melitus baik pada tingkat
individu maupun masyarakat dilakukan secara komprehensif dan holistik
yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),
maka mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia
melakukan kegiatan kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas)
dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa

2
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : Untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian diabetes melitus
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai
agama, etika, moral, dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis,
sosial dan budaya sendiri dalam penanganan diabetes melitus,
melakukan rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian diabetes melitus.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian diabetes melitus secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil
yang optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah diabetes melitus dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
3
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
memberikan tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien
sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan
prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan
pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum :
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat
menerapkan penatalaksanaan diabetes melitus dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia, berbasis evidence based medicine
(EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah
klinis serta prinsip penatalaksanaan diabetes mellitus dengan pendekatan
diagnostik holistik di Puskesmas Jumpandang Baru Makassar.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis
diabetes melitus.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi diabetes melitus
sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian diabetes melitus.
1.4.3 Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (pasien)

4
Menambah wawasan akan diabetes melitus yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk menghindari faktor pencetus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di
dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita diabetes
melitus.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based
Medicine dan pendekatan diagnosis holistik diabetes melitus serta
dalam hal penulisan studi kasus.

1.5 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik berbasis
Kedokteran Keluarga adalah:
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab
diabetes melitus.
2. Kepatuhan penderita datang berobat ke Puskesmas secara teratur.
3. Perbaikan gejala dan penurunan kadar gula darah dapat dievaluasi setelah
dilakukan penatalaksanaan dan perbaikan diet pada pasien diabetes
melitus.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan
tindakan pengobatan didasarkan atas kadar gula darah pasien menurun
mendekati batas normal, perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah dilakukan
penatalaksanaan dan perbaikan diet.

5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI


Gambaran Penyebab Diabetes Melitus

Gambar 1. Gambaran penyebab diabetes melitus

6
Konsep Mandala

Gaya Hidup

- Diet tinggi lemak dan


tinggi karbohidrat
- Berat badan berlebihan

Lingkungan Psiko-
Sosial-Ekonomi
Perilaku Kesehatan
- Kondisi ekonomi
- Kurang berolahraga pasien lebih dari
cukup.
- Tidak mentaati diet
- Tingkat pengetahuan
tentang diet yang tepat
untuk penderita DM
Pasien masih kurang.

Pelayanan Kesehatan - Status Generalis:


1 bulan
Gizi baik.
- Penyuluhan tentang diet
- Badan terasa
yang tepat untuk penderita
DM masih kurang. lemas dan kepala Lingkungan Kerja
- Layanan home care belum pening.
- Pasien bekerja sendiri di
terlalu maksimal. - Dialami sejak 2 warung miliknya.
hari terakhir. -
- Riw. DM (+)
Faktor Biologi
Lingkungan Fisik
- Ibu pasien
- Letak rumah berada
menderita DM
disisi jalan sehingga
- Obesitas
pasien lebih jarang
untuk berjalan kaki.
Kurang bersih

Komunitas

Komunitas padat

7
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-
sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal,
riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan
penunjang,penilaian risiko internal/individual dan eksternal dalam
kehidupan pasien serta keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan
dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga secara
bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan
primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum
melakukan terapi, tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
8
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan
dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan
Sertifikasi ASPETRI Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual  diagnosis klinis sangat dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial  dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi sosial
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan
kedokteran keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan
upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

9
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan
penyakit dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan
kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan
rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan
kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan
pelayanan bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara
efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan
dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter
dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan
kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang
pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa
pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental,
sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan
sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita
melihat dari beberapa aspek yaitu :
1. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
10
2. Aspek Klinis : Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan
cukup dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi
perilaku. Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan
lingkungan.
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup
mandiri
o Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3 : Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4 : Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja,
bergantung pada keluarga\
o Derajat 5 : Tidak dapat melakukan kegiatan

2.3. DIABETES MELLITUS


2.3.1. DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan
kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah.
Tingginya kadar gula karena kurang maksimalnya pemanfaatan gula oleh
tubuh sebagai sumber energi karena kurangnya hormon insulin yang
diproduksi oleh pankreas atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam
menyerap gula secara maksimal.4\
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes
Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.5

11
2.3.2 KLASIFIKASI4

Klasifikasi Diabetes Mellitus, yaitu:


1. Diabetes Mellitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang
terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol
adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering
haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau
kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur
hidup.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan
baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi
fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang.
Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM tipe II ini dengan obesitas
atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Mellitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

12
2.3.3. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi DM Berdasarkan Trias Epidemiologi :
a) Faktor Host
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), etiologi
pada pasien dapat berupa kelainan familial yang diturunkan. Pasien
dengan DM memilki setidaknya 40% resiko terkena diabetes apabila
memiliki saudara kandung dengan diabetes, dan 33% untuk cucunya
nanti.2
Beberapa gen telah diketahui berhubungan erat dengan kejadian
DM tipe 2 dengan pola familial yang kuat. Kerusakan gen-gen tersebut
menyebabkan dua mekanisme utama dalam DM tipe 2, yaitu resistensi
insulin dan sekresi inadekuat insulin.4
Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada
seseorang dapat :5
1. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami
pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2)
2. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal
3. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara
kandung)
4. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
5. Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (kolesterol HDL < 40
mg/dL atau kadar trigliserida > 150 mg/dL)
6. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan anak dengan berat
badan lahir lebih dari 4 kg
7. Sindrom kista ovarium.
b) Faktor Agent
Penyakit Diabetes Melitus diduga terjadi akibat penurunan
produksi insulin ataupun resistensi reseptor insuin yang ada pada sel.
Namun sampai saat ini etiologi dari penyakit Diabetes Melitus masih
belum diketahui dengan jelas.3
13
c) Faktor Environment
Gaya hidup yang kebarat-baratan3 :
1) Penghasilan per capita tinggi
2) Tersedianya banyak restoran makanan siap saji (Fast Food)
3) Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerakan
badan.
Distribusi dan Frekuensi
1) Orang
Berdasarkan kriteria American Diabetes Asociation tahun 2012 (ADA
2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM.
Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk
usia >15 tahun,bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.3
2) Tempat dan Waktu
Prevalensi terjadinya DM di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %,
kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang,
2,3 % dan di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensinya sedikit tinggi,
dikarenakan di daerah tersebut banyak perkawinan antara kerabat.
Sedangkan di Manado, disimpulkan mungkin angka itu tinggi karena
pada studi itu populasinya terdiri dari dari orang-orang yang datang
dengan sukarela, jadi lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi
dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi
di Manado tinggi karena prevalensi di Filipina juga tinggi, yaitu sekitar
8,4%-12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural. Penelitian
terakhir antara tahun 2006 dan 2011 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar,
prevalensi terakhir mencapai 12,5%.2

2.3.4 PATOGENESIS DIABETES MELLITUS6


Mekanisme utama patofisiologi DM tipe 2 adalah terjadinya
resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin
berhubungan erat dengan kondisi obesitas, dimana obesitas akan
14
menyebabkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi sistemik,
menyebabkan sel-sel tidak peka terhadap insulin. Mekanisme persisnya
yang menyebabkan sitokin proinflamasi dapat menyebabkan penurunan
kepekaan sel terhadap insulin masih belum dapat diketahui pasti.
Karena resistensi insulin, maka sel beta pankreas akan
meningkatkan produksi insulin untuk menyesuaikan keadaan glukosa darah
dan kebutuhan relatif sel akan insulin dimana kepekaannya telah berkurang.
Oleh karena itu, pada keadaan prediabetik, akan ditemukan keadaan
hiperinsulinemia dengan kadar glukosa darah yang masih normal. Namun
kemampuan pankreas untuk mempertahankan sekresi insulin yang tinggi
tersebut terbatas, dan semakin lama resistensi insulin yang semakin
meningkat akan meningkatkan stres sel beta pankreas memproduksi insulin,
sehingga pelan-pelan sel-sel beta akan mengalami kemunduran produksi
insulin, dan terjadilah keadaan insufisiensi sekresi insulin.
Saat resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin terjadi, maka
terjadilah keadaan diabetes. Gula darah akan meningkat, dan mekanisme
lain untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap dalam kadar
normal diambil alih oleh ginjal. Ginjal akan mengekskresikan glukosa,
sehingga akan timbul glikosuria. Kadar glukosa yang tinggi di urin inilah
yang menjadi alasan diabetes mellitus juga disebut penyakit “kencing
manis”.
Glikosuria akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik urin.
Hal ini akan menyebabkan plasma darah yang melewati ginjal akan ditarik
ke nefron sehingga kadar air yang diekskresikan ginjal bertambah,
menyebabkan poliuria. Poliuria kemudian akan menyebabkan kadar cairan
tubuh berkurang, sehingga mekanisme fisiologis akan dehidrasi bekerja,
menyebabkan rasa haus dan polidipsia. Glikosuria menyebabkan sumber
energi tubuh (glukosa) terbuang, ditambah dengan ketidakmampuan relatif
sel-sel tubuh mengonsumsi glukosa karena resistensi insulin dan insufisiensi
sekresi insulin, menyebabkan rasa lapar, polifagia, mudah lelah, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada
15
pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, poliuria, polidipsia, dan polifagia adalah
gejala klasik DM yang paling awal.
Ginjal tidak dapat menyekresikan glukosa hingga pada kadar yang
normal, sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar
glukosa darah tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan
menyebabkan gangguan metabolik dan penumpukan “produk glukosa”
sistemik, yang terutama akan menumpuk pada pembuluh darah dan neuron.
Apabila keadaan hiperglikemia tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi
metabolik akut, vaskular, dan neurologis DM akan terjadi.

2.3.5. GEJALA KLINIS7

 Penderita pada umumnya mengalami poliuria (banyak berkemih),


polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan).
 Penderita sering mengeluh lemah, kadang-kadang terasa kesemutan
atau rasa baal serta gatal yang kronis.
 Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
 Selain itu penderita merasa sangat haus, kehilangan energy, rasa lemas
dan cepat lelah
 Pada keadaan lanjut mungkin terjadi penurunan ketajaman penglihatan,
penyembuhan luka yang buruk,disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada pasien wanita.

2.3.6. DIAGNOSIS5
Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh
(whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan

16
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Mellitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka
yang menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan
dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitif.
Diagnosis klinis Diabetes Mellitus (DM) umumnya akan
dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Apabila ditemukan gejala khas
DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala
khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2. Atau, gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

17
Cara Pelaksanaan TTGO (PERKENI) 2 :
 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat
cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti yang biasa
dilakukan
 Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu
15 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
Pemeriksaan penyaringan8
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai
risiko Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM,
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko
untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 Kg/m2 dengan faktor resiko lain
sebagai berikut :
1. Aktivitas fisik kurang
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree
relative)

18
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander)
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau
riwayat DM gestasional (DMG)
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi
obat anti hipertensi).
6. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
7. Wanita dengan sindrim polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas,
akantosis nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.

Tabel 2. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa


Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl) vena
Darah < 90 90-199 > 200
kapiler
Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl) vena
Darah < 90 90-199 > 110
kapiler

Tabel 3. Kriteria diagnostik diabetes mellitus* dan


gangguan toleransi glukosa

19
1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena)  200
mg/dl
2. Konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg/dL atau
3. Kadar glukosa plasma  200 mg/dl pada dua jam sesudah
beban glukosa 75 gram pada TTGO **

*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat
badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk
DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.

2.3.7. PENATALAKSANAAN
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM
tipe 2, dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka
tatalaksana DM tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali
glikemik dan kendali factor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan
dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM,
yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi
farmakologis. Berikut penatalaksanaan secara nonfarmakologis :9

A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat
yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien.
Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya
meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari
edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes
20
untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya,
mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara
dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan
kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi
pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-
obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi
asupan kalori dan diet tinggi lemak.
B. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat
45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g,
dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
C. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
D. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara
lain10 :
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin :
a. Sulfonilurea
• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
21
• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkanpada orang tua,
gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan
pada sekresi insulin fase pertama.
• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
Peningkat sensitivitas insulin :
a. Biguanid
• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
Metformin.
• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin,
dan menurunkan produksi glukosa hati.
• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes
gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.

b. Tiazolidindionlerticle
• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosa perifer.
• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena
meningkatkan retensi cairan.
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi
produksi glukosa hati.
• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal
dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta
pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis
22
• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti
golongan sulfonylurea.
• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual)
namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa :
Acarbose
• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
seperti golongan sulfonilurea.
• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu
kembung dan flatulens.
• Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like
peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila
ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat
bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara
cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-
4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin
dan menghambat penglepasan glucagon.
2. Obat Suntikan
Insulin
a. Insulin kerja cepat
b. Insulin kerja pendek
c. Insulin kerja menengah
d. Insulin kerja panjang
e. Insulin campuran tetap
Agonis GLP-1/incretin mimetik
• Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan
glucagon
• Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonylurea
23
• Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual
muntah

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka


dapat dipahami bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup
sehat (GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang
terdiri dari edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk
pengaturan makan secara konsisten, dan melakukan latihan jasmani
secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat terkendali kadar
glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan GHS
glukosa darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO.
Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Pemberian OHO
berbeda-beda tergantung jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit
sebelum makan. Glinid diberikan sesaat sebelum makan. Metformin
bias diberikan sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan
bersama makan suapan pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada
jadwal makan, DPP-4 inhibitor dapat diberikan saat makan atau
sebelum makan.11
Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah
belum terkendali maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi
kombinasi harus dipilih 2 OHO yang cara kerja berbeda, misalnya
golongan sulfonilurea dan metformin. Bila dengan GHS dan
kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka ada 2
pilihan yaitu yang pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO atau
GHS dan kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang
dimaksud dengan insulin basal adalah insulin kerja menengah atau
kerja panjang, yang diberikan malam hari menjelang tidur. Bila
dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali maka
pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin intensif.
Pada terapi insulin ini diberikan kombinasi insulin basal untuk
24
mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja
pendek untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi
insulin basal dan prandial ini berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1
x basal dan 3 x prandial.. Tes hemoglobin terglikosilasi (disingkat
A1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan
terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3
bulan, atau minimal 2 kali setahun.11

2.3.8. KOMPLIKASI
Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi
metabolik akut dan komplikasi jangka panjang.12,13,14

A. Komplikasi Metabolik Akut


1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2. Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)
3. Hipoglikemia
B. Komplikasi Jangka Panjang
1. Lesi Mikrovaskular
a. Retinopati Diabetik
b. Nefropati Diabetik
2. Lesi Makrovaskular
Penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, ulkus
diabetikum.
3. Neuropati diabetik
4. Katarak Diabetik

2.3.9. PENCEGAHAN15
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi
berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi

25
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
• Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini
dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan
ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan
pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian
antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular
pada penyandang Diabetes.

• Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes
yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya
rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum
kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325
mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik
antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

26
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1. METODOLOGI STUDI KASUS


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk
mempelajari hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah
kesehatan), dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor
risiko. Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat
subjek dalam kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah
kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer
secara paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan diabetes
mellitus dengan pendekatan diagnosis holistik di puskesmas Jumpandang
Baru pada tanggal 18 April 2018.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan
pengamatan terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home
visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
27
3.2. LOKASI DAN WAKTU MELAKUKAN STUDI KASUS
3.2.1. Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
puskesmas Jumpandang Baru tanggal 18 April 2018.
3.2.2. Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar.

Gambar 2. Puskesmas Jumpandang Baru


3.2.3.Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus
3.2.3.1. Letak geografis
Puskesmas Jumpandang Baru terletak di Kecamatan Tallo Kota
Makassar dengan luas wilayah kerja 4,76 km2. Dari sejumlah 5 kelurahan
terdapat 21 RW dan 150 RT. Seluruh wilayah tersebut dapat dijangkau
dengan kendaraan roda dua dan roda empat kecuali kelurahan Lakkang
dimana untuk sampai ke wilayah tersebut harus melewati sungai dengan
menggunakan perahu. Luas wilayah kerja untuk masing-masing kelurahan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. Batas Letak Geografis Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2011
Sebelah utara Berbatasan dengan Jl. Inspeksi kanal
Sebelah selatan Berbatasan dengan Jl. Adipura raya
Sebelah timur Berbatasan dengan Jl. Ar Dg. Ngunjung 2
Sebelah Barat Berbatasan dengan Jl. Panampu

3.2.3.2. Keadaan Demografis

28
Kependudukan merupakan permasalahan yang dihadapi dewasa
ini, bukan hanya menyangkut jumlah penduduk, kepdatan penduduk, dan
arus urbanisasi dengan segala dampak sosial ekonomi, dan keamanan
menjadi keharusan untuk mengendalikan angka kelahiran dan kematian.

Kec. Tello

Gambar 2. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Jumpandang Baru Kota


Makassar

1. Perumbuhan penduduk / jumlah penduduk


Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan
melalui tingkat kelahiran dan penurunan angka kematian (bayi, anak
balita dan ibu) dimana pertumbuhan yang tinggi akan menambah beban
pembangunan.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas jumpandang Baru
pada tahun 2011 disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5. Distribusi penduduk menurut Kelurahan & Jenis Kelamin Wilayah
Kerja Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2011
Jumlah Penduduk Jumlah
No Kelurahan
Laki-laki perempuan Penduduk
1 Rappojawa 3969 3916 7885
2 Wala-Walaya 4765 4515 9280
3 Kalukuang 2680 2623 5303
4 La’latang 2790 2734 5524
5 Lakkang 508 477 985

29
Jumlah 14712 14265 28977

2. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan
anak serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi
yang berhubungan dengan lingkunagan, perumahan dan sanitasi yang
kotor menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul. Di
samping itu kepadatan penduduk sebagai lambang perkembangan suatu
daerah. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesma Jumpandang
Baru, kepadatan penduduk adalah jiwa per kilometer persegi, jumlah
kepala keluarga (KK) tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas
Jumpandang Baru adalah 6.556 KK melebihi jumlah rumah yang ada
4.998 rumah.

3. Struktur penduduk menurut umur dan sex rasio


Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka karakteristik
penduduk dari suatu negara dapat debedakan menjadi 3 macam yaitu:
a. Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada dalam kelompok
umur termuda.
b. Konstruktif, jika penduduk berada dalam kelompok termuda
hampir sama besarnya
c. Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam tiap kelompok
umur tertentu.
Komposisi umur di wilayah kerja puskesmas Jumpandang Baru dapat
dilihat seperti berikut :
Tabel 6. Distribusai pendududk menurut golongan umur di wilayah Kerja
Puskesmas Jumpandang baru tahun 2011
Golongan Umur (tahun)
No Kelurahan Jumlah
0-1 1-4 5-15 16-45 >45
1 Rappojawa 241 507 1768 3666 1058 6758

30
2 Wala-Walaya 739 1397 2451 3448 1081 9116
3 Kalukuang 269 472 2120 3905 1864 6696
4 La’latang 177 380 1040 2089 1423 5109
5 Lakkang 20 35 162 464 136 817
Jumlah 1386 2684 7066 12698 5144 28496

Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk yang merupakan kelompok umur non
produktif adalah penduduk di bawah umur 15 tahun.

4. Perkawinan dan Fertilitas


Rata-rata kawin pertama dari tahun ketahun datanya belum
ditemukan pada wilayah kerja puskesmas, namun berdasarkan profil
kesehatan tahun 1997 propinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan dari umur 19,4 tahun.
5. Tingkat pendidikan penduduk
Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan
produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Tabel 7. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di wilayah kerja


Puskesmas jumpandang baru tahun 2011
Jumlah Penduduk
No Kelurahan Ket
TK SD SMP SMA Sarjana
1 Rappojawa 35 1419 118 - 55
2 Wala-Walaya 62 728 - - 45
3 Kalukuang - 1746 1624 1663 42
4 La’latang 107 216 - - 40
5 Lakkang 156 - - - 15
Jumlah 360 4109 1742 1663 197

6. Kegiatan Ekonomi
31
Pendapatan dan pengeluaran perkapita. Rata-rata pengeluaran
perkapita penduduk wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru belum
ditentukan datanya untuk tahun 2006. Sesuai profil kesehatan Tahun
1996 adalah Rp.478.458 angka perkiraan. Angka tersebut cenderung
menurun akibat krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Mata
pencaharaian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Distribusi penduduk menurut pekerjaan di wilayah Puskesmas


Jumpandang Baru tahun 2011

Jumlah Penduduk
(jenis Kelamin)
No
Karyawan Lain-
Kelurahan PNS buruh Pengangguran
Swasta lain
1 Rappojawa 161 99 88 829 49
2 Wala-Walaya 304 417 355 132 120
3 Kalukuang 215 105 150 100 35
4 La’latang 161 535 341 315 54
5 Lakkang 8 4 36 - -
Jumlah 849 1160 970 1376 258

7. Agama
Dari 37.350 jiwa penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas
Jumpandang bari, 93,45 % beragama Islam, 6,10 % beragama krsiten,
dan 0,045% beragama Hindu dan Budha. Proporsi ini hampir sama di
semua kelurahan kecuali di kelurahan Lakkang 100% beragama Islam.

32
3.2.3.3.Tenaga Kesehatan
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi
masyarakat yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru
turut berperan dalam peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam
wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru.
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Jumpandang
Baru tahun 2015 sebanyak 44 orang dengan berbagai spesifikasi, yang
terdiri dari :
1. Dokter umum : 6 orang
2. Dokter Obgin : 1 orang
3. Dokter Gigi : 1 orang
4. Perawat : 17 orang
5. Magister kesehatan : 2 orang
6. Bidan :10 orang
7. Laboran : 2 orang
8. Kesling : 2 orang
9. Rekam Medis : 3 orang
10. Nutrisionis : 1 orang
11. Perawat gigi : 1 orang
12. Fisioterapis : 1 orang
13. Apoteker : 2 orang
14. Administrasi : 1 orang
15. Surveilans : 2 orang
Jumlah : 53 orang
- Tenaga Honorer
1. Dapur : 2 orang
2. Cleaning Service : 6 orang
3. Tukang cuci : 1 orang
Jumlah : 9 orang
- Tenaga tidak tetap
33
A. Dokter Spesialis
1. Interna : 1 orang
2. Bedah : 1 orang
3. Anak : 1 orang
4. Mata : 1 orang
5. Kulkel : 1 orang
B. Dokter umum : 1 orang
C. Magang
1. S1 farmasi : 1 orang
2. DIII keperawatan : 3 orang
3. DIII fisioterapis : 1 orang
4. Perawat gigi : 1 orang
5. SPK : 3 orang
6. SMA : 2 orang
Jumlah : 11 orang

3.2.3.4.Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Jumpandang Baru berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar
Nomor:800/1682/SK/IV/2010 Tanggal 21 April 2010 terdiri atas :
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS JUMPANDANG BARU

34
Gambar 4. Struktur Organisasi Puskesmas Jumpandang Baru

3.2.3.5. Visi dan misi puskesmas

1. Visi Puskesmas Jumpandang Baru


Visi puskesmas Jumpandang Baru adalah untuk mewujudkan Visi
Puskesmas Jumpandang Baru sebagai “Pusat Pelayanan dan Informasi
Kesehatan Terdepan 2012.”
2. Misi Puskesmas Jumpandang Baru

a. Perubahan perilaku petugas dan disiplin kerja dan peningkatan


sumber daya manusia (SDM)
b. Berupaya setiap saat memberikan pelayanan prima sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat
c. Berupaya menanamkan pengalaman perilaku hidup sehat yang
mandiri melalui promosi kesehatan

3.2.3.6. Upaya kesehatan


Upaya kesehatan di Puskesmas Jumpandang Baru terbagi atas 2
(dua) upaya Kesehatan yaitu :
A. Upaya Kesehatan Wajib, meliputi :
1. Upaya Promosi Kesehatan ( Promkes )
2. Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling )
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga
Berencana (KB)
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
5. Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
6. Upaya Pengobatan
B. Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :
35
1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Kesehatan Olahraga
3. Upaya Kesehatan kerja
4. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
5. Upaya Kesehatan Jiwa
6. Upaya Kesehatan Usia lanjut
Puskesmas Jumpandang Baru memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari :
1. Ruangan pengambilan kartu/loket
2. Ruang pemeriksaan dokter/kamar periksa
3. Ruang pemeriksaan gigi dan mulut
4. Ruang KIA dan KB
5. Ruangan Tindakan/UGD
6. Ruang P2M dan laboratorium
7. Ruang imunisasi dan PKL
8. Ruang pengambilan obat/apotek
9. Ruang tata usaha
10. Ruang administrasi/ruang rapat
11. Ruang kepala puskesmas
C. Upaya perbaikan gizi
a) Peningkatan pendidikan Gizi
1. Pembinaan KADARZI
2. Pemantapan lintas sector/ lintas program dalam
penanggulangan gizi
3. Penyuluhan gizi seimbang sesuai dengan siklus hidup
4. Peningkatan ASI eksklusif
5. Peningkatan D/S
6. Peningkatan N/D
7. Pembinaan kelompok gizi
8. Review proposal KGM
9. Pertemuan tim teknis
b) Peningkatan surveilans gizi
36
1. Sistem kewaspadaan dini (SKD)
2. Pemantauan garam beryodium dan TABURIA
3. Pemberian vitamin A
4. Pemberian makanan tambahan balita gizi buruk dan bumil
KEK
5. Pemantauan status gizi (PSG)
6. Koordinasi SKPG secara lintas sektor
7. Peningkatan cakupan posyandu
8. Analisa data PWS
D. Kesehatan Lingkungan
1. Penyuluhan kesehatan lingkungan
2. Pendataan jumlah TTU, TPM baru
3. Inspeksi sarana air bersih
4. Kaporisasi
5. Pemicuan stop BABS
6. Sosialisasi program STBM di lorong
7. Pengawasan sarana kesehatan (Klinik, Apotrik, dokter praktek)
8. Sosialisasi masalah DBD pemantauan jentik
9. Pembinaan kelurahan siaga (lorong siaga)
10. Pengawasan sanitasi kantin sekolah
11. Pembinaan program kelurahan sehat
12. Pengambilan sampel damiu
13. Pencatatan / pelaporan
E. Pengendalian penyakit (P2)
P2 TB
1. Pelacakan penderita TB baru
2. Kunjungan penderita TB yang mangkir
3. Pemeriksaan kontak serumah penderita TB
4. Penyuluhan penyakit TB
5. Penyegaran kader
6. Pelatihan petugas kesehatan
37
7. Pemeriksaan pada pasien suspek TB-DOTS
P2 TB MDR
1. Kunjungan penderita TB-MDR yang mangkir
2. Pemeriksaan kontak serumah penderita TB-MDR
3. Penyuluhan penyakit TB-MDR
4. Pemeriksaan pasien suspek TB-MDR
5. Pelayanan dan pengobatan TB-MDR

P2 Kusta
1. Kunjungan penderita kusta yang mangkir
2. Kunjungan pemeriksaan kontak serumah penderita kusta
3. Screening anak sekolah SD
4. Penyuluhan penyakit kusta
5. Pemeriksaan dan pengobatan pada penderita kusta
P2 Thypoid
1. Penemuan suspek thypoid
2. Pemeriksaan dan pengobatan
3. Penyuluhan penyakit thypoid
4. Sosialisasi penyakit thypoid
P2 Diare
1. Penyuluhan penyakit Diare
P2 Cacingan
1. Pemberian obat cacing untuk anak sekolah dan balita
P2 Kematian
1. Pengumpulan data laporan kematian di tiap kelurahan
2. Pemberatasan penyakit malaria
3. Pemberantasan penyakit campak
4. Pemberantasan penyakit AFP
5. Pemberantasan penyakit rabies
6. Pemberantasan penyakit DBD
7. P2 flu burung (H5N1)
38
F. Imunisasi
1. Kegiatan imunisasi di posyandu
2. Penyuluhan PD3I (penyakit yang dapat di cegah dengan
imunisasi)
3. Penyuluhan imunisasi
4. Pemantauan status imunisasi (sweeping)
5. Pelaksanaan BIAS TT & DT
6. Pelaksanaan BIAS campak
7. Pengambilan vaksin dan logistik lainnya
G. Program KIA dan KB
1. Pelayanan antenatal
2. Penjaringan / deteksi dini bumil resti
3. Kunjungan rumah ibu hamil ( ibu hamil DO dan K1)
4. Kunjungan rumah p4K dan pemasangan stiker
5. Pelayanan ibu nifas (KF) dan neonates
6. Pelayanan imunisasi
7. Pelayanan kesehatan dan pemantaun tumbuh kembang bayi
dan balita
8. SDIDTK
9. Kelas ibu hamil
10. Pelayanan KB
11. Penyuluhan kesehatan reproduksi
12. Pembinaan keluarga siaga
H. Promosi Kesehatan
1. Kegiatan di kelurahan siaga
 Pembinaan desa siaga
 Pembinaan PHBS di TTU
 Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil
 Penyuluhan tentang ASI eksklusif kepada ibu nifas
 Penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat di
rumah tangga
39
 Penyuluhan tentang pentingnya berolah raga bagi usia lanjut
 Penyuluhan tentang manfaat makanan bergizi
2. Kegiatan posyandu
 Pembinaan posyandu
 Revitalisasi posyandu

3. Pembinaan toga
4. Pembinaan UKBM
5. Pengadaan
I. Laboratorium
 Melakukan pemeriksaan laboratorium
o Hemoglobin
o Leukosit
o Trombosit
o LED
o Reduksi urine
o Protein urine
o Sedimen urine
o Urine strip
o Sputum BTA
o Anti HIV
o Pregnancy Test
o RDT malaria
o widal
o golongan darah
o malaria mikroskopis
o glukosa darah
o cholesterol darah
o asam urat

40
 menjadi puskesmas rujukan mikroskopis BTA
 membawa laporan crosscheck triwulan dan slide crosscheck
BTA
J. Farmasi
 pengambilan atau konsultasi obat di gudang farmasi
K. Kesehatan Kerja
 pembinaan POS UKK dan informal
 pelacakan tempat kerja / industri
L. Kesehatan Olahraga
 pelacakan tempat-tempat olahraga
 pemeriksaan kesehatan dan kebugaran
 cetak kartu menuju bugar
 senam prolanis
M. Upaya program usila
 pendataan sasaran usila
 posyandu bagi usila
 penyuluhan bagi usila
 kunjungan rumah
 puskel usila
 senam usila
N. UKS
 sosialisasi UKS dan penyuluhan di sekolah
 pembinaan / pengawasan warung sekolah
 pengawasan sanitasi sekolah
 penjaringan anak sekolah
 penyegaran dokter kecil / kader kesehatan remaja
O. UKGMD
 penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di posyandu
 puskel gigi
 penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada kelompok lansia
41
 penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada kelompok
kesehatan kerja
 sosialisasi kader tentang kesehatan gigi dan mulut
P. UKGS
 penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di sekolah
 pembinaan / penyegaran dokter kecil
 melakukan sikat gigi missal di sekolah / APRAS
 melakukan penyuluhan pada APRAS / sekolah

3.2.3.7. Alur Pelayanan

Pasien

Loket

Rujuk Pasien
Kamar Periksa

- Poli umum
- Poli gigi Laboratorium

Ruang Tindakan

Apotik

Pasien

Gambar 5. Alur pelayanan kesehatan individu pada Puskesmas Jumpandang


Baru

3.2.3.8. Hasil Kegiatan Pelayanan Kesehatan

42
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas
Jumpandang Baru di bulan April tahun 2018 adalah:
1. ISPA : 247 Kasus
2. Nasofaringitis, Common Cold : 198 Kasus
3. Dispepsia : 174 Kasus
4. Diare : 157 Kasus
5. Dermatitis alergi : 128 Kasus
6. Rhematik : 92 Kasus
7. TB Paru : 63 Kasus
8. Penyakit kulit alergi : 61 Kasus
9. Neurodermatitis : 56 Kasus
10. Diabetes Mellitus : 44 Kasus

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
43
4.1. HASIL STUDI KASUS
4.1.1. PASIEN
 Anamnesis
- Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 18 April 2018
- Anamnesis (Autoanamnesis)
Ny. A, wanita 50 tahun datang ke Puskesmas Jumpandang
Baru pada tanggal 18 April 2018 dengan keluhan badan terasa lemas
dan kepala pening. Keluhan tersebut dirasakannya sejak 2 hari yang
lalu. Kunjungannya ke Puskesmas kali ini adalah kunjungan yang
kesekian kalinya dalam hal pengobatan rutin penyakit kencing
manisnya (Diabetes Mellitus).
Pertama kali diketahui bahwa pasien mengalami Diabetes
Melitus adalah 2 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengaku badan
terasa lemas walaupun banyak makan, banyak minum, banyak
kencing, dan berat badannya dirasakan turun. Kemudian pasien
datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh dokter yang
memeriksa disarankan untuk periksa kadar gula darahnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan kadar Glukosa Darah
Sewaktunya adalah 275 mg/dl dan diberikan pengobatan untuk
menurunkan kadar gula darahnya. Lalu pasien disarankan untuk
mengubah pola makan dan gaya hidup serta selalu cek gula darah
dan kontrol berobat setiap bulannya. Pasien teratur minum obat dan

44
kontrol ke puskesmas. Di keluarga pasien ada yang menderita
kencing manis yaitu ibu pasien menderita Diabetes Melitus.
- Riwayat Penyakit Sebelumnya
a. Riwayat sakit yang serupa : Dialami sejak 2 tahun yang lalu
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : disangkal
e. Riwayat gastritis : disangkal
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat diabetes : Ada (ibu kandung pasien)
3. Riwayat alergi : disangkal

 Pemeriksaan Fisis
- Keadaan Umum :
Pasien tampak sakit sedang, gizi baik, kesadaran compos mentis
- Vital Sign :
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit
 Pernapasan : 18 x/menit
 Suhu : 37,3 oC
 Tinggi Badan : 156 cm
 Berat Badan : 60 kg
Status Generalis :
1. Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : Simetris ki=ka
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus (-)
45
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemi (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm
2. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
3. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
4. Mulut
Bibir : Kering (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tonsil : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
5. Leher
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
6. Dada
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Bentuk : Normochest
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
7. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Kiri = Kanan ; Nyeri tekan: (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
46
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-;Wh -/-
8. Punggung
Inpeksi : kifosis (+)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- ; Wh -/-
9. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Ascites (+), ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium
Hati & Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
11. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
13. Ekstremitas : Tidak tampak kelainan
- Status Neurologis
GCS : E4 M6 V5 = 15
Pupil : di tengah bulat isokor, ukuran 3mm/3mm
a. Anggota gerak atas
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
47
Refleks fisiologis
Biceps :(+) / (+)
Triceps : (+)/ (+)
Refleks Patologis
Refleks Hoffman : (-) / (-)
Refleks Trommer : (-) / (- )
Sensibilitas
Taktil : normal/normal
Nyeri : normal/normal
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
b. Anggota gerak bawah
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) / (-)
Chaddock : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : ↓/ ↓
Nyeri : ↓/ ↓
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan

48
 Pemeriksaan Penunjang
GDS = 232 mg/dl

 Diagnosis
Diabetes Mellitus tipe 2.

4.1.2. PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI


- Penatalaksanaan
Farmakologis:
- Metformin 3 x 500 mg.
- Glimepirid 1x 2 mg.
- Edukasi
1. Diet rendah karbohidrat untuk menjaga gula darah dalam batas
normal
2. Rutin mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.

4.1.3. PENDEKATAN SECARA HOLISTIK DIABETES MELLITUS


 Profil Keluarga
Pasien Ny. A tinggal serumah bersama suaminya (Tn. D) dan satu
orang anaknya (Nn. S, 21 tahun).
 Karakteristik Demografi Keluarga
- Identitas kepala keluarga : Tn. D
- Identitas pasangan : Ny. A
- Alamat : Jl. Regge
- Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 9 Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin

1 Tn. D Kepala Laki-laki 52tahun Sarjana Pensiunan

49
keluarga (S1)

2 Ny.A Istri Perempuan 50tahun SMA Wiraswasta

Sarjana
3 Nn.S Anak Perempuan 21tahun Mahasiswa
(S1)

 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


Pekerjaan sehari-hari pasien adalah bekerja di warung miliknya.
Suaminya adalah pensiunan asuransi. Pendapatan setiap bulannya
cukup dan bisa untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Pasien ini tinggal di rumah yang terletak di Jl. Regge. Rumah pasien
dalam kondisi baik dengan ventilasi yang cukup dan lingkungan rumah
yang padat.

Tabel 10 Lingkungan Tempat Tinggal


Status kepemilikan rumah : Milik Sendiri
Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 16 x 7 m2 Keluarga Ny. A tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3 pribadi sejak 20 tahun lalu. Ny. A
orang tinggal dalam rumah yang cukup
Luas halaman rumah : 1 x 2 m2 sehat dengan lingkungan rumah yang
Tidak bertingkat padat dan ventilasi yang cukup
Lantai rumah dari : semen memadai dan dihuni oleh 3 Orang.
Dinding rumah dari : tembok Dengan penerangan listrik 1300
Jamban keluarga : ada watt. Air PDAM sebagai sarana air
Tempat bermain : tidak ada bersih keluarga.
Penerangan listrik : 1300 watt
Ketersediaan air bersih : ada
Tempat pembuangan sampah : ada

50
 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Balita :-
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS
 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Tabel 11. Pelayanan Kesehatan


Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat Keluarga angkutan Letak puskesmas tidak
pelayanan kesehatan umum untuk menuju ke jauh dari tempat tinggal
puskesmas. pasien, sehingga untuk
Tarif pelayanan Menurut keluarga biaya mencapai puskesmas
kesehatan pelayanan kesehatan keluarga pasien dapat
cukup murah. menggunakan sarana
Kualitas pelayanan Menurut keluarga angkutan umum. Untuk
kesehatan kualitas pelayanan biaya pengobatan diakui
kesehatan yang didapat oleh keluarga pasien
memuaskan. yaitu setiap kali datang
berobat tidak dipungut
biaya dan pelayanan
puskesmas dirasakan
keluarga pasien cukup
memuaskan pasien.
 Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang
biasa dihidangkan Ny. A terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang biasanya
dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain
sayuran hijau baik direbus atau ditumis. Lauk yang dihidangkan
bervariasi seperti ayam, daging sapi, ikan, telur, tahu maupun tempe.
Sedangkan untuk buah-buahan yang sering dimakan adalah pisang,
pepaya, dan apel. Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari
51
sarapan pagi, makan siang dan makan malam, diantaranya terkadang
keluarga ini mengkonsumsi cemilan yang dibuat sendiri. Di dalam
sehari, Ny. A, sebagai ibu rumah tangga sekaligus memiliki warung
makan, memiliki kebiasaan makan sebanyak dua sampai tiga kali
sehari. Begitu juga teh manis, merupakan jenis minuman yang paling
sering dikonsumsi, bisa lebih dari tiga gelas dalam sehari dan ditambah
kebiasaannya yang suka mengkonsumsi kue-kue manis dan es buah.
Setelah terdiagnosis diabetes mellitus, dalam 2 tahun terakhir ini Ny. A,
mulai diet makanan yang manis-manis dan mulai mengurangi porsi
makannya tetapi terkadang pasien melupakan dietnya. Ny.A juga rutin
mengkonsumsi air putih sebanyak 6-8 gelas per hari.
 Pola Dukungan Keluarga
- Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Fasilitas yang telah tersedia cukup memudahkan keluarga Ny. A
untuk melaksanakan pola hidup sehat. Akses sarana transportasi
umum yang memadai memudahkan pasien untuk menjangkau
Puskesmas dan instansi pelayanan kesehatan terdekat.
- Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Tidak didapatkan adanya faktor penghambat dalam keluarga.
Keluarga Ny. A sangat memperhatikan kesehatan dan mendukung
pengobatan Ny. A. Anaknya yang mengambil jurusan keperawatan
sering mengecek gula darah pasien secara rutin di rumah. Terlepas
dari penyakitnya, Ny. A juga merasa sedih karena anggota keluarga
inti-nya yang acuh terhadapnya penyakitnya yang dideritanya kini.
 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)
1. Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga
yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan
menilai 5 Fungsi pokok keluarga, antara lain :
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima
bantuan yang dibutuhkan.
52
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
komunikasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan
masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan
yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan
kedewasaan semua anggota keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas
keluarga.
Penilaian :
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Tabel 12. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Diabetes


Mellitus
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi

Jika obat Anda habis, apakah ada

53
anggota keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah
ada anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak untuk
sarapan pagi karena keterbatasan

anda akibat penyakit yang anda
derita, apakah suami anda mau
mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota

keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan yang manis.

Apakah anggota keluarga yang lain
mengkonsumsi menu yang sama dan
makan bersama?
Total Skor 8
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Sosial :
54
Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan cukup baik.
- Cultural :
Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan sesuai adat
istiadat Makassar.
- Religious :
Keluarga pasien rajin melakukan ibadah setiap minggu.
- Ekonomi :
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
- Education :
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu Sarjana.
- Medication :
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan
dari puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.
3. Fungsi Keturunan (Genogram)
a. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti (nuclear family).
Keluarga terdiri dari Tn. D sebagai kepala keluarga, Ny. A
sebagai istri, satu orang anak berumur 21 tahun. Seluruh anggota
keluarga ini tinggal dalam satu rumah.

b. Tahapan siklus keluarga


Tahapan siklus keluarga Tn. D dan Ny. A termasuk ke dalam
Tahap keluarga dengan anak remaja.

c. Family map

55
Genogram Penderita Diabetes Melitus
Keterangan :
: Keluarga Ny. A
: Laki-laki normal
: Wanita normal
: Wanita DM

4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. DIAGNOSIS KLINIS
 Anamnesis Holistik
- Aspek Personal
Ny. A, wanita 50 tahun datang ke Puskesmas Jumpandang
Baru pada tanggal 18 April 2018 dengan keluhan badan terasa lemas
dan kepala pening. Keluhan tersebut dirasakannya sejak 2 hari yang
lalu. Kunjungannya ke Puskesmas kali ini adalah kunjungan yang
kesekian kalinya dalam hal pengobatan rutin penyakit kencing
manisnya (Diabetes Melitus).
Pertama kali diketahui bahwa pasien mengalami Diabetes
Melitus adalah 2 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengaku badan
terasa lemas walaupun banyak makan, banyak minum, banyak
kencing, dan berat badannya dirasakan turun. Kemudian pasien
datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh dokter yang
memeriksa disarankan untuk periksa kadar gula darahnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan kadar Glukosa Darah
Sewaktunya adalah 275 mg/dl dan diberikan pengobatan untuk
menurunkan kadar gula darahnya. Lalu pasien disarankan untuk
mengubah pola makan dan gaya hidup serta selalu cek gula darah

56
dan kontrol berobat setiap bulannya. Pasien teratur minum obat dan
kontrol ke puskesmas. Di keluarga pasien ada yang menderita
kencing manis yaitu ibu pasien menderita Diabetes Melitus.
- Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan diagnosis Diabetes Mellitus tipe 2.
- Aspek Faktor Risiko Internal
Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat diabetes mellitus, yaitu
ibu kandung pasien. Pasien rajin meminum obat tetapi kadang tidak
menjaga diet dengan baik. Selain itu, pasien jarang berolahraga.
- Aspek Faktor Risiko Eksternal
Tidak didapatkan adanya faktor risiko eksternal. Keluarga sangat
memperhatikan kebersihan lingkungan rumah dan memperhatikan
kesehatan penderita.
- Aspek Fungsional
Sejauh ini Ny. A tidak merasakan adanya gangguan dalam
melakukan aktivitasnya, hanya saja kadang-kadang merasa kelelahan
jika bekerja berlebihan. Ny. A menjalankan fungsi sosial dengan
baik.
 Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup
mandiri
 Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1 : PKM Jumpandang Baru, 18 April 2018 pukul
10.00 WITA.
- Pertemuan ke-2 : Rumah pasien, 18 April 2018 pukul 12.00
WITA.

Tabel 13. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)


Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang Biaya Ket.

57
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Saat Pasien dapat Tidak Tidak
person kepada pasien pasien sadar dan ada menola
al mengenai penyakit berobat mengerti k
diabetes melitus dan ke akan
memberikan informasi Puskesm pentingnya
mengenai as mengonsumsi
perkembangan obat teratur
penyakitnya. dan menjaga
diet.
Aspek Memberikan obat DM Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
klinik untuk mengontrol gula pasien dapat ada menola
darah pasien berobat terkontrol k
ke
Puskesm
as
Aspek Mengajarkan Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
risiko bagaimana pola makan pasien dapat ada menola
interna yang baik, berobat terkontrol k
l menganjurkan olahraga ke
teratur, menganjurkan Puskesm
untuk menjaga as
hygenitas diri
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarg Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko memberi dukungan a kunjunga memberi ada menola
extern kepada pasien agar n rumah perhatian dan k
al selalu menjaga dukungan
kesehatannya dan selalu lebih kepada
mengingatkan pasien pasien dan
untuk minum obat dan pasien lebih

58
kontrol gula darah, dan termotivasi
mendukung pola diet untuk
pasien. sembuh

Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsi olahraga teratur kunjunga tubuh selalu ada menola
onal n rumah sehat dan k
bugar

 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik. Tanda Vital : Tekanan Darah: 120/80 mmHg,
Nadi : 90 x/menit, Pernapasan : 18 x/menit, Suhu : 37,3oC. Tidak
didapatkan kelainan klinis yang bermakna.
 Pemeriksaan Penunjang
GDS = 232 mg/dl
 Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
Diagnosis Klinis :
Diabetes Mellitus tipe 2.
Diagnosis Psikososial :
Kurangnya kesadaran untuk menjaga diet dan pola makan yang baik.

4.2.2. PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI

59
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan
keluarga pasien).
Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
diabetes mellitus antara lain :
- Mengontrol kadar gula darah dengan cara
- Mengatur pola makan
- Olahraga teratur
- Selalu memeriksakan kadar gula darah
Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa :
- Glimepiride
- Metformin
- Insulin (Novorapid)
- Cefixime
- Metronidazole
Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana
anggota keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan
dan motivasi kepada pasien untuk berobat secara teratur dan membantu
memantau terapi pasien serta pentingnya menjaga hygiene baik dari orang
tua maupun pasien.

4.2.3 PENDEKATAN HOLISTIK


Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Diabetes Mellitus.

Tabel 14. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian


Masalah dalam keluarga
Masalah Skor Upaya Penyelesaian Resume Hasil Skor
60
Awal Akhir Perbaikan Akhir
Faktor biologis
- Diabetes 2 - Edukasi mengenai -Terselenggara 4
mellitus penyakit dan penyuluhan
merupakan pencegahannya -Keluarga
penyakit melalui penyuluhan memahami bahwa
genetic gaya hidup sehat penyakit Diabetes
dengan makanan yg mellitus dapat
bergizi dan olahraga dicegah
teratur -Keluarga mau
menerapkan gaya
hidup sehat
Faktor Perilaku
Kesehatan
- Kurang - Edukasi untuk - Pasien selalu 5
menjaga pola 2 menjaga pola makan menjaga pola
makan dan memperhatikan makan sesuai yang
diet yang disarankan disarankan dokter
dokter
Total Skor 4 9
Rata-rata Skor 2 4,5

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah


Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya
oleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.

61
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti bahwa pasien dan
keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatannya secara mandiri.
 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan
Selanjutnya
Pertemuan ke 1 : 18 April 2018
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-
sosio-ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan
mempersiapkan alat yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta
menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis diabetes mellitus.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa diagnosis
pasien yaitu diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan kurangnya
kesadaran akan menjaga pola makan dan diet yang baik.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi diabetes mellitus
sesuai standar kompetensi dokter indonesia. Dari uraian pada bab
sebelumnya telah dipaparkan mengenai penatalaksanaan pada pasien
dengan diabetes mellitus berupa farmakologi yaitu glimepiride dan
metformin. Sedangkan edukasinya berupa mengontrol kadar gula darah
dan menjaga pola makan dan diet yang sesuai, sehingga
63
penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah sesuai standar
kompetensi dokter indonesia.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. A, maka disarankan
untuk :
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit DM
tipe 2.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya menjaga
pola makan dan diet yang sesuai dengan diabetes mellitus. Hasil yang
diharapkan keluarga dapat memahami sehingga dapat mengupayakan
pencegahan untuk penyakit tersebut.
- Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan diabetes mellitus.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk
sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

64
DAFTAR PUSTAKA

1. Scobie I.N. Atlas of diabetes mellitus. 3rd. ed. Healthcare: Informa UK,
England. 2007
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2011/
3. Nainggolan, O. d.k.k. Determinan Diabetes Melitus. Jakarta : Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2013
4. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
5. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000;
6. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes
mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses Edisi 6.
Jakarta;2014;
7. Ndraha, S. Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Jakarta :
Medicinus. 2014.

65
8. Arifin, A.L. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe II terkini. Bandung :
Fakultas Kedokteran UNPAD. 2013
9. Haeria. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penatalaksanaan Diabetes
Melitus. Makassar : Jurnal Kesehatan. 2009.
10. Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007;
11. Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas. Diabetes Melitus. Jakarta;
Departemen kesehatan R.I. 2007.
12. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infection in patients with diabetes
mellitus: a review of pathogenesis. Indian J Endocr Metab 2012;
13. Quan, Diana. 2014. Diabetic Neuropathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
14. Bhavsar, Abdhish R. 2014. Diabetic Retinopathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
15. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2006;

66
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Tampak Depan Rumah Pasien Kondisi Kamar Tidur

Ruang Tamu Kondisi Dapur dan Tempat Cuci Piring

67
Kondisi WC

Kondisi Atap Rumah

68
69

You might also like