Professional Documents
Culture Documents
REFERAT
CONGESTIVE HEART FAILURE
Pembimbing:
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD
Oleh:
Ulima Mazaya Ghaisani
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang telah sangat prihatin
dalam preferensi medis. Menurut WHO pada tahun 2001 penyakit kardiovaskular
menyumbang hampir sepertiga dari kematian globaldan diperkirakan pada tahun 2020 hampir
25 juta kematian di seluruh duniaakibat penyakit kardiovaskular. Pelaporan SIRS Indonesia
2007 jumlah kasussebanyak 57,023 pasien dengan gagal jantung dan kasus tingkat
kematian(CFR) 13,42%. Khususnya di RSU Herna Medan, sudah ada 172 penderitayang
mendapat gagal jantung sepanjang 2009-2010. Ini penelitian deskriptiftelah dirancang dengan
serangkaian kasus yang bertujuan untuk mengetahuikarakteristik penderita gagal jantung di
RSU Herna Medan tahun 2009-2010.Populasi mengacu pada total 172 penderita gagal
jantung di RSU HernaMedan tahun 2009-2010. Contoh mengacu pada total sampling
yangdigunakan dalam penelitian ini yang semuanya dari 172 pasien gagal jantungdi RSU
Herna Medan tahun 2009-2010. Ini tahap analisis statistik, penelitianini menggunakan chi-
square dan uji anova. Proporsi highhest dari penderitagagal jantung: 96,5% adalah kelompok
usia 40 tahun, 57,6% adalah laki-laki,70,9% yang berasal dari suku batak, 59,9% adalah
Chistian, 37,8% adalah iburumah tangga , 75,6% berasal dari dari medan, 43,0% menderita
gagal jantungketiga, dan 65,2% menjadi rawat jalan. Rata-rata panjang jika tinggal 5,19
hariPasien dengan gagal jantung menyarankan menghindari gaya hidup yang dapat
menyebabkan gagal jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung (bahasa latin, cor) adalah sebuah rongga, organ berotot yang memompa darah lewat
pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan
dengan jantung, dari Yunani cardia untuk jantung. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm,
lebar 8-9 cm seta tebal kirakira 6cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425
gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000
kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan
7.571 liter darah.
Ukuran jantung manusia kurang lebih sebesar kepalan tangan seorang laki-laki dewasa.
Jantung adalah satu otot tunggal yang terdiri dari lapisan endothelium. Jantung terletak di
dalam rongga thoracic, di balik tulang dada atau sternum. Struktur jantung berbelok ke bawah
dan sedikit ke arah kiri. Jantung hampir sepenuhnya diselubungi oleh paru-paru, namun
tertutup oleh selaput ganda yang bernama perikardium, Lapisan pertama menempel sangat
erat kepada jantung, disebut dengan perikardium viseral, yang dipersarafi oleh saraf otonom.
Sedangkan lapisan luarnya lebih longgar yang dinamakan dengan perikardium parietal.
Secara internal, jantung terbagi atas 4 ruangan, 2 atrium (serambi) dan 2 ventrikel (bilik).
Dinding otot ventrikel lebih tebal dibandingkan atrium, terkait dengan fungsinya dalam
memompa darah ke seluruh tubuh. Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam
sirkulasinya pada manusia (kecuali janin), yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di
muaranya pada vena cava superior dan inferior pada jantung – bergabung di Atrium kanan –
masuk ke ventrikel kiri – arteri pulmonalis ke paru – keluar dari paru melalui vena
pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) – masuk ke ventrikel kiri, kemudian
dipompakan kembali ke seluruh tubuh melaui aorta. Keluar masuknya darah ke masing-
masing ruangan dikontrol juga dengan peran 4 buah katup di dalamnya :
a) Katup trikuspidal : katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan.
b) Katup mitral : katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
c) Katup pulmonalis : katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri pulmonalis.
d) Katup aorta : katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta.
Mekanisme denyut jantung: Jantung dapat berdenyut karena adanya impuls listrik yang
dipengaruhi juga oleh saraf otonom yang berasal dari SA node, SA node ini terletak di dekat
muara vena cava superior, atrium kanan. Impuls ini menghantarkan konduksinya ke AV
Node yang masih terletak di atrium kanan, kemudian impuls tersebut dihantarkan kembali ke
berkas his, dan mengalami percabangan (bundle branch) menuju serat-serat purkinje di
miokardium. Jika ada gangguan pada kecepatan denyut ataupun hantaran impulnya, maka
disebut dengan aritmia, atau kini lebih sering digunakan istilah disritmia.
Aktifitas Kelistrikan Jantung: Kontraksi sel otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan
oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel-sel otot. Jantung berkontraksi atau
berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri, suatu sifat yang
dikenal sebagai otoritmisitas. Ada 2 jenis otot jantung:
a) 90% sel otot jantung adalah sel kontraktil, yang melakukan kerja mekanis, yaitu
memompa. Sel-sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan sendiri
potensial aksi.
b) Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya sel otoritmik, tidak berkontraksi tetapi
mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung
jawab untuk berkontraksi sel-sel pekerja.
Sel-sel jantung yang mampu mengalami otoritmitas ditemukan di lokasi-lokasi berikut ini:
a) Nodus Sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat lubang
(muara) vena kava superior.
b) Nodus Antrioventrikular (AV), sebuah berkas kecil sel-sel otot jantung di dasar atrium
kanan dekat septum, tepat di atas pertautan atrium dan ventrikel.
c) Berkas HIS (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel-sek khusus yang berasal dari nodus
AV dan masuk ke septum antar ventrikel, tempat berkas tersebut bercabang membentuk
berkas kanan dan kiri yang berjalan ke bawah melalui septum, melingkari ujung bilik
ventrikel, dan kembali ke atrium di sepanjang dinding luar.
d) Serat Purkinje, serat-serat terminal halus yang berjalan dari berkas HIS dan menyebar ke
seluruh miokardium ventrikel seperti ranting-ranting pohon.
Sel-sel jantung yang memiliki pembentukan potensial aksi tertinggi terletak di nodus SA.
Sekali potensial aksi timbul di sel otot jantung, potensial aksi tersebut akan menyebar ke
seluruh miokardium melalui gap junction dan sistem penghatar khusus. Oleh karena itu,
nodus SA, yang dalam keadaan normal memperlihatkan kecepatan otoritmisitas tertinggi,
yaitu 70-80 potensial aksi /menit, menjalankan bagian jantung sisanya dengan kecepatan ini
dan dikenal sebagai pemacu (pacemaker, penentu irama) jantung. Jaringan otoritmik lain
tidak mampu menjalankan kecepatan mereka yang rendah, karena mereka sudah diaktifkan
oleh potensial aksi yang berasal dari nodus SA sebelum mereka mencapai ambang dengan
irama mereka yang lebih lambat. Setelah dimulai di nodus SA, potensial aksi menyebar ke
seluruh jantung. Agar jantung berfungsi secara efisien, penyebaran eksitasi (kegiatan
menstimulasi suatu organ) harus memenuhi tiga kriteria:
a) Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai.
Pengisian ventrikel sempurna memerlukan kondisi atrium yang mendahului kontraksi
ventrikel.
b) Eksitasi serat-serat otot jantung harus dikoordinasi untuk memastikan bahwa setiap bilik
jantung berkontraksi sebagai suatu kesehatan untuk menghasilkan daya pompa yang
efisien. Apabila serat-serat otot di bilik jantung tereksitasi dan berkontraksi secara acak,
tidak secara simultan dan terkoordinasi, darah tidak dapat terpompa. Eksitasi dan
kontraksi sel-sel jantung yang secara acak dan tidak terkoordinasi seperti itu dikenal
dengan fibrilasi.
c) Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus secara fungsional terkoordinasi, sehingga
kedua anggota pasangan tersebut kontraksi secara simultan. Hal ini memungkinkan darah
terpompa ke sirkulasi paru dan sistemik.
Curah jantung bergantung pada kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Curah
jantung adalah volume darah yang disemprotkan oleh setiap ventrikel setiap menit,
ditentukan oleh kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Dua penentu curah jantung
adalah kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah
yang dipompa per denyut). (Charlie,2005).
2.2.1 Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung
atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang
dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau
adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012). Gagal jantung
kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Dipiro et al., 2015).
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi
jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang
mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam
volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adalah keadaan
dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih
umum yaitu gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat
bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung,
seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar
tetapi tetap stabil selama beberapa dekade terakhir yaitu >650.000 pada kasus baru
setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan hidup telah mengalami peningkatan,
sekitar 50% pasien gagal jantung dalam waktu 5 tahun memiliki angka kematian yang
mutlak (Yancy et al., 2013).
2.2.4 Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :
a) Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum
ventrikel.
b) Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik.
c) Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard, ataupun
kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya,
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya
dilakukan dengan penuh pertimbangan.
2.2.5 Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh
melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai
dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu
keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik
yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari
jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme
kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
The New York Heart Association (Yancy et al., 2013) mengklasifikasikan gagal
jantung dalam empat kelas, meliputi :
a) Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
b) Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild CHF).
c) Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
d) Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (severe
CHF).
Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA memiliki
perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus pada faktor
resiko dan abnormalitas struktural jantung, sedangkan klasifikasi menurut NYHA
berfokus pada pembatasan aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada akhirnya
kedua macam klasifikasi ini menentukan seberapa berat gagal jantung yang dialami
oleh pasien.
2.2.7 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan); normal (GJK ringan atau
kronis); atau tinggi (kelebihan beban cairan/peningkatan tekanan vena). Tekanan
darah: mungkin sempit, menunjukkan penurunan volume sekuncup. Frekuensi
jantung: takikardia (gagal jantung kiri). Irama jantung: Disritmia, misal fibrilasi
atrium, kontraksi ventrikel prematur/takikardia, blok jantung. Bunyi jantung S3
(gallop) adalah diagnostik: S4 terjadi: S1 dan S2 melemah. Murmur sistolik dan
diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi. Nadi: nadi perifer
berkurang: perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi; nadi sentral mungkin
kuat misal: nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat. Warna: kebiruan, pucat, abu-
abu, sianotik. Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar: pembesaran dapat teraba, refleks hepato jugularis. Bunyi nafas: Krekels,
ronchi. Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas
Pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung harus mencakup evaluasi awal
pada jumlah darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum (termasuk pemeriksaan
kalsium, magnesium), blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, glukosa, profil
lipid puasa, tes fungsi ginjal dan hati, dan thyroid-stimulating hormone (Yancy et al.,
2013). Pasien yang dicurigai mengalami gagal jantung, dapat pula dilakukan
pemeriksaan kadar serum natrium peptida (NICE, 2010).
Foto torax mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusipleura
yang menegaskan diagnosa Congestive Heart Failure. EKG mengungkapkan adanya
takiardi, hipertrofi bilik jantung daniskemi (jika disebabkan Akut Miokard Infark).
b) AlgoritmaTerapi
Penggolongan obat sangat erat kaitannya dengan algoritma pada terapi gagal
jantung kongestif. Berdasarkan Pharmacoterapy Handbook edisi 9tahun 2015
(Dipiro et al., 2015), penggolongan obat pada terapi gagal jantung kongestif
(CHF) adalah sebagai berikut :
Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE I)
Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja menurunkan
sekresi angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang
dapat mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat
mengurangi kejadian remodeling jantung serta retensi air dan garam.
Beta bloker
Berdasarkan guideline dari ACC/AHA direkomendasikan menggunakan β-
blocker pada semua pasien gagal jantung kongestif yang masih stabil dan
untuk mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun
adanya riwayat intoleran pada β-blockers. Mekanisme kerja dari β- blocker
sendiri yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung,
pembuluh darah perifer sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker
dapat memperlambat konduksi dari sel jantung dan juga mampu
meningkatkan periode refractory.
Angiotensin II receptor type 1 Inhibitor (ARB)
Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada subtipe
AT1. Penggunaan obat golongan ARB direkomendasikan hanya untuk pasien
gagal jantung dengan stage A, B, C yang intoleran pada penggunaan ACE I.
Food and Drug Approval (FDA) menyetujui penggunaan candesartan dan
valsartan baik secara tunggal maupun kombinasi dengan ACE I sebagai
pilihan terapi pada pasien gagal jantung kongestif.
Diuretik
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan
meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik
sistemik maupun paru. Penggunaan diuretik pada terapi gagal jantung
kongestif ditujukan untuk meringankan gejala dyspnea serta mengurangi
retensi air dan garam (Figueroa dan Peters, 2006). Diuretik yang banyak
digunakan yaitu dari golongan diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid (HCT)
dan golongan diuretik lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di
ginjal seperti furosemid.
Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi
Na dan eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis
aldosteron dengan dosis inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada
kasus klinik yang bersifat mayor.
Digoksin
Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat
inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan
meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang
berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh
karena itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan
monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik.
Nitrat dan hidralazin
Nitrat dan hidralazin mempunyai efek hemodinamik yang saling melengkapi.
Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat mengurangi
resisten pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan
cardiac output. Hidralazin memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat
inositoltrifosfat (IP3) pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk
melepaskan ion kalsium intraseluler dan terjadi penurunan ion kalsium
intraseluler. Nitrat sebagai venodilator utama (dilatasi pembuluh darah) dan
menurunkan preload (menurunkan beban awal jantung) dengan mekanisme
aktivasi cGMP (cyclic Guanosine Monophosphate) sehingga menurunkan
kadar ion kalsium intraseluler.
Penggolongan terapi CHF pada setiap golongan obat mempunyai tempat aksi yang
berbeda pada setiap golongannya dan gambar 2 menunjukkan mengenai perbedaan
tempat aksi dari obatobat CHF.
2.2.9 Komplikasi CHF
a) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau
deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi,
terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
b) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
c) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.
d) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac
death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,
amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai
peranan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. 1583-1601 p.
2. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principle of
internal medicine. 16th ed. 2005.
3. Sugeng BS, J. I. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2004. 7-17, 115-126 p.
4. Rilantono LL. Penyakit Kardiovaskuler. 1st ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2016. 269-275 p.
5. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinarto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE, et al.
Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpun Dr Spes Kardiovask Indones
[Internet]. 2015;1. Available from:
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2015.pdf
6. Price SA, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2006. 633-640 p.
7. Dumitru I. Heart Failure [Internet]. Medscape. 2016 [cited 2016 Jan 16]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview#showall
8. Greenberg BH. Congestive Heart Failure. USA: Lipincott Williams & Wilkins; 2007.
167-168 p.
9. Ponikowski P, Voors A, Anker S, Bueno H, Cleland J, Coats A, et al. Guidelines for
the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. NCBI [Internet].
2016;18(8):891–975. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27207191