You are on page 1of 36

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM ANALISIS FITOKIMIA


SEMESTER V TAHUN AKADEMIK 2017/2018

ISOLASI SENYAWA KUERSETIN


DARI EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.)

Oleh :
Ketua :
Rizki Muhammad Zafrial (NPM. 260110140070)
Anggota :
Paraswati (NPM. 260110140043)
Yeni Andriyani Setiawan (NPM. 260110140044)
Anggita Putri Unggaran (NPM. 260110140055)
Naomy Octavinna (NPM. 260110140059)
Ruth Michellee Pardede (NPM. 260110140065)
Afina Dwi Rachmawati (NPM. 260110140066)
Ruth Anneke Pardede (NPM. 260110140074)
Pramesthi Indah Wiyati (NPM. 260110140077)
Lestia Anggraeni (NPM. 260110140079)

LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
ABSTRAK

Jambu biji (Psidium guajava L.) diketahui mengandung beberapa bahan aktif antara
lain tanin, flavonoid, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar, dan asam oksalat,
tetapi hanya komponen khusus seperti flavonoid, tanin, minyak atsiri, dan alkaloid yang
memiliki efek farmakologi sebagai antidiare terutama pada penyakit diare yang disebabkan
oleh bakteri. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan isolasi kuersetin dari
simplisia jambu biji. Tahapan pengujian dalam isolasi senyawa ini yaitu ekstraksi, fraksinasi
yang dilakukan dengan metode kromatografi kolom, Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
kromatografi preparative dan terakhir dilakukan pengujian pemurnian isolate dengan
menggunakan metode kromatografi dua arah. Prinsip dari isolasi senyawa adalah pemisahan
senyawa dari suatu tumbuhan yang didasarkan pada kepolaran senyawa target dengan
kepolaran campuran pelarut yang digunakan. Isolate kuersetin ditemukan pada fraksi etil
asetat dengan campuran pelarut kloroform: metanol: aquades dengan perbandingan 8,5 :
1,5 : 2 tetes.

Kata kunci : jambu biji, kuersetin, fraksinasi, isolasi

ABSTRACT

Guava (Psidium guajava) L. was known contained several active ingredients such as
tannin, flavonoid, leukosianidin, essential oil, malic acid, damar, and oxalic acid, but only
certain components such as tannin, flavonoid, essential oil and alkaloid that have
pharmacology effect as antidiarrheal especially at diarrheal disease caused by bacteria. The
purpose of this practice to isolation the quercetin from guava crude extract. Stages testing of
the isolation compound were extraction, fractionation was conducted with column
chromatography, thin plate chromatography and preparative chromatography and the last
stage was conducted testing the purification of isolate with two dimension chromatography.
The principle of compound isolation is separation from a plant that is based on the polarity
of the target compound with a polar solvent mixture used. Isolate quercetin was found in
ethyl acetate fraction with a solvent mixture of chloroform: methanol: aquades at ratio 8,5:
1,5: 2 drops.

Keywords : guava, quercetin, fractionation, isolation

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Analisis
Fitokimia mengenai “Isolasi Senyawa Kuersetin dari Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium
guajava L.)”.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Fitokimia ini diajukan untuk memenuhi salah
satu nilai dari Praktikum Analisis Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.

Dalam penyusunan laporan praktikum ini, tentunya kami memperoleh banyak


bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga laporan praktikum ini dapat selesai
tepat pada waktunya, oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Ferry Ferdiansyah Sofian, M.Si., Apt selaku dosen yang telah membimbing
dalam Praktikum Analisis Fitokimia.

2. Syifa Khairunnisa dan Rizka Khoirunnisa selaku asisten laboratorium yang telah
mengarahkan dalam kegiatan praktikum Analisis Fitokimia dan penyusunan laporan
akhir.
3. Teman-teman kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan Laporan Akhir
Praktikum Analisis Fitokimia.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini memiliki


banyak kekurangan, baik dari segi penyajian sampai pada materi yang kami bahas, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya
membangun. Besar harapan kami, semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Sumedang, 15 Desember 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK (Indonesia dan Inggris) i


KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Maksud dan Tujuan 2
1.4. Manfaat 2
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Botani Tanaman 3
2.2. Tinjauan Kimia Tanaman 5
2.3. Tinjauan Farmakologi Tanaman 6
2.4. Tinjauan Metode Pemisahan 7
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Alat 12
3.2. Bahan 12
3.3. Tahapan Praktikum 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan Praktikum 16
4.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Praktikum 26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan 27
5.2. Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 29

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Parameter Spesifik dan Non-spesifik Tanaman Jambu Biji.....……………………........... 10

Tabel 3.1 Tabel 3.1 Penapisan Fitokimia Simplisia Daun Jambu Biji.......................................... 12

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Skrinning Fitokimia Daun Jambu Biji..………………………………….............. 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Hasil Pola Kromatogram Ekstrak Daun Jambu Biji......…………………………………........ 20

Gambar 4.2 Hasil Pola Dinamolisis Ekstrak Daun Jambu Biji.…………………….……………….……....... 21

Gambar 4.3 Hasil Pola Kromatogram Fraksi n-Heksan, Etil asetat dan baku Hasil ECC..............22

Gambar 4.4 Hasil Hasil Pola Kromatogram Subfraksi....………..………………………......................... 23

Gambar 4.5 Hasil Hasil Pola Kromatogram KLT Preparatif.……………………………......................... 24

Gambar 4.6 Hasil Pola Kromatogram Isolat……………………………………………………………................ 25

Gambar 4.7 Hasil Pola Kromatogram KLT 2 Dimensi Hasil Preparatif I…………......……............... 25

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Kerja Kelompok Praktikum Analisis Fitokimia.....…………………………… 29

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki tanaman obat yang berlimpah baik dalam jumlah maupun jenisnya.
Jumlah tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia diperkirakan sekitar 1.260 jenis (Indrayanto,
2006).
Salah satu tanaman obat yang berkhasiat sebagai obat tradisional yang sering digunakan
oleh masyarakat adalah tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) (Lusia, 2006). Telah diketahui
oleh masyarakat umum bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki khasiat sebagai anti diare.
Potensi jambu biji di Indonesia untuk dijadikan obat alternatif terhadap berbagai penyakit
sangat besar. Hal ini disebabkan karena jambu biji mudah ditemukan di Indonesia, dan harganya
relatif terjangkau. Bukan hanya buahnya, ekstrak atau rebusan daun jambu buji pun terbukti
mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 50%, Shigella
dysenteriae pada konsentrasi 30%, Shigella flexineri pada konsentrasi 40%, dan Salmonella
typhi pada konsentrasi 40% (Adnyana et al , 2004). Daun jambu biji diketahui mengandung
beberapa bahan aktif antara lain tanin, flavonoid, guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam
malat, damar, dan asam oksalat, tetapi hanya komponen khusus seperti flavonoid, tanin, minyak
atsiri, dan alkaloid yang memiliki efek farmakologi sebagai antidiare terutama pada penyakit
diare yang disebabkan oleh bakteri (Ojewole ,2006; Biswas, dkk, 2013). Jambu biji sering disebut
dengan nama jambu klutuk, tanaman jambu klutuk ini adalah tanaman tropis yang berasal dari
brazil dan disebarkan di Indonesia melalui Negara Thailand. Di Indonesia untuk menemukan
tanaman yang satu ini tidaklah sulit, Tanaman ini terdapat di hampir setiap daerah. Umumnya,
tumbuhan ini banyak terdapat di halaman rumah warga, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Jambu biji adalah salah satu tumbuhan yang sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat, namun
pemanfaatannya hanya sebatas pada buahnya untuk keperluan konsumsi karena mengandung
vitamin C yang sangat tinggi, tetapi pemanfaatan daunnya hanya sebagian kecil saja yaitu
sebagai obat anti diare, disentri, radang usus dan gangguan pencernaan karena mempunyai
kandungan zat tanin sebagai astringent dan anti mikroba. Selain berbagai kegunaan di atas daun
jambu biji diduga memiliki zat aktif golongan steroid yang mempunyai daya spermicide. Bahan
kimia yang terkandung dalam daun jambu biji diantaranya adalah Beta-sitosterol, alkaloid,
saponin, flavonoid, tanin, eugenol, minyak atsiri dan berbagai senyawa lainya (Rismunandar,
1989).

1
Berdasarkan latar belakang manfaat dan kegunaan daun jambu biji sebagai obat melalui
Praktikum fitokimia, dilakukan serangkaian kegiatan untuk mengolah daun jambu biji berupa
simplisianya untuk memastikan kandungan senyawa kuersetin sebagai zat aktif yang terkandung
pada daun jambu biji.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu
bagaimana tahapan isoloasi senyawa kuersetin dari ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium
guajava L.)

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, dapat diketahui maksud dan
tujuan yang akan dihasilkan sesuai dengan rencana kegiatan praktikum yaitu mahasiswa dapat
mengetahui berbagai tahapan dalam mengisolasi kuersetin dari ekstrak etanol daun jambu biji
(Psidium guajava L.).

1.4. MANFAAT
Manfaat penelitian ini akan diperoleh data ilmiah untuk dilakukan penelitian
selanjutnya.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN BOTANI TANAMAN


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub classis : Rosiidae
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Psidium
Species : Psidium guajava L.
(Cronquist, 1981)
2.1.2 Nama Daerah
Sumatra : Glima breueh ( Aceh), galiman (Batak), Masiambu (Nias)
Jawa : Jambu klutuk (Sunda), Jambu bigi (Madura)
Nusa Tenggara : Sotong (Bali)
Maluku : Kayawase, Lutu hatu, Jambu rutuno
(Depkes RI, 1989)
2.1.3 Habitat
Tumbuh pada tempat terbuka, tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-
1.200 m dpl. Jambu biji dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta banyak
mengandung unsur nitrogen, bahan organik, atau pada tanah yang keadaan liat dan sedikit
pasir. Derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman lainnya, yaitu
antara 4,5-8,2 dan bila kurang dari pH tersebut maka perlu dilakukan pengapuran terlebih
dahulu. Tanaman jambu biji dapat tumbuh dan berkembang serta berbuah dengan optimal
pada suhu sekitar 23-28oC disiang hari. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan
penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil), yang ideal musim berbunga dan berbuah pada
waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli. Tanaman ini sangat adaptif dan dapat tumbuh
tanpa pemeliharaan. Di Jawa sering ditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup
alamiah di tepi hutan dan padang rumput (Anggraini, 2010).

3
2.1.4 Morfologi
Daun tanaman jambu biji ini berbentuk bulat oval dengan warna kehijauan muda hingga
tua, dengan bagian tepi merata yang berdiameter 2-3 cm. Daun ini dilengkapi dengan adanya
pertulangan daun berkisar 5-10 dalam satu daun. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin,
mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan,
daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur
agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan
menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari
ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat
sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang
masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak
mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras, berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh, 2011).

2.1.5 Makroskopik
Daun tunggal, bertangkai pendek, panjang tangkai daun 0,5 sampai 1 cm; helai daun
berbentuk bundar telur agak menjorong atau bulat memanjang, panjang 5 cm sampai 13 cm,
lebar 3 cm sampai 6 cm; pinggir daun rata agak menggulung ke atas; permukaan atas agak licin,
warna hijau kelabu; kelenjar minyak tampak sebagai bintik-bintik berwarna gelap dan bila daun
direndam tampak sebagai bintk-bintik yang tembus cahaya; ibu tulang daun dan tulang cabang
menonjol pada permukaan bawah, bertulang (berpenulangan) menyirip, warna putih kehijauan
(Depkes RI, 1989).

2.1.6 Mikroskopik
Epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel, pipih, terentang tangensial, bentuk poligonal,
dinding antiklinal lurus, tidak terdapat stomata. Epidermis bawah: sel lebih kecil, pipih,
terentang tangensial, bentuk poligonal, dinding antiklinal lurus. Stomata: tipe anisolitik , banyak
terdapat pada permukaan bawah. rambut penutup: terdapat pada kedua permukaan, lebih
banyak pada permukaan bawah, bentuk kerucut ramping yang umumnya agak bengkok, terdiri
dari 1 sel, berdinding tebal, jernih, panjang rambut 150 µm sampai 300 µm, pangkal rambut
kadang-kadang agak membengkok. Jaringan air : terdapat di bawah epidermis atas, terdiri 2
sampai 3 lapis sel yang besar. Jernih dan tersusun rapat tanpa ruang antar sel. Kelenjar minyak
: rongga minyak bentuk lisigen besar, terdapat lebih banyak di bagian bawah daripada di bagian
atas. Jaringan palisade : terdiri dari 5 sampai 6 lapis sel, terletak dibawah jaringan air, 2 lapis sel

4
yang pertama lebih besar dan mengandung lebih banyak zat hijau daun, lapisan-lapisan
berukutnya beongga lebih banyak. Serbuk warna hijau ke abu-abuan. Fragmen pengenal banyak
terdapat rambut penutup yang terlepas; hablur kalsium oksalat; stomata tipe anomositik;
mesofil dengan kelenjar lisigen (Depkes RI, 1989).

2.2 TINJAUAN KIMIA TANAMAN


2.2.1 Senyawa Identitas
Daun jambu biji mengandung flavonoid, saponin, tannin, alkaloid dan minyak atsiri.
Salah satu senyawa dari flavonoid yang terkandung dalam daun jambu biji adalah kuersetin,
yang memiliki titik lebur 310oC sehingga kuersetin tahan terhadap pemanasan. Senyawa
tersebut juga bermanfaat sebagai antibakteri.
1. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di
dunia tumbuhan
2. Kuersetin adalah zat sejenis flavonoid yang ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, daun
dan biji-bijian. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bahan dalam suplemen, minuman atau
makanan
3. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki
karakteristik berupa buih.
4. Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu
ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas
5. Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman dan digunakan sebagai
energy dalam proses metabolism dalam bentuk oksidasi, Tanin juga sebagai sumber asam
pada buah.
6. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik
dan terdapat di tumbuhan (Indariani, 2006).

2.2.2 Kandungan Senyawa Kimia


Kadar flavonoid total tidak kurang dari 0,20% dihitung sebagai kuersetin. Ekstrak kental
daun jambu biji adalah ekstrak yang dibuat dari daun tumbuhan Psidium guajava L., suku
Myrtaceae, mengandung flavonoid tidak kurang dari 1,40% dihitung sebagai kuersetin minyak
atsiri mengandung sitral dan eugenol, tanin, flavonoida (Depkes RI, 2008).

5
2.2.3 Biosintesis Kuersetin
L-fenilalanin diubah menjadi asam sinamat oleh enzim phenylalanine ammonia lyase
dengan mengeliminasi gugus amina. asam sinamat diubah menjadi asam 4-kumarat dengan
penambahan gugus hidroksil oleh enzim cinnamate 4-hydroxilase (C4H). 4-kumarat dikonversi
menjadi 4-kumaroil-KoA oleh enzim 4- coumarate ligase (4CL). 3 malonil-Ko-A berasal dari
kondensasi 3 asetil Ko-A oleh enzim acetyl-CoA carboxylase (ACC), bergabung dengan 4-
kumaroil Ko-A oleh bantuan enzim chalcone synthase (CHS) menjadi naringenin khalkon.
Naringenin khalkon diubah menjadi naringenin oleh enzim chalcone isomerase. Naringenin
mengalami reaksi oksidasi menjadi apigenin dan luteolin oleh enzim flavon syntase I (FNSI) dan
flavone syntase II. Selain itu, naringenin mengalami reaksi hidroksilasi menjadi dihidrokamferol
atau dihidro kuersetin oleh enzim flavanon sintase (E3). Dihidrokaemferol atau dihidro
kuersetin mengalami reaksi oksidasi menjadi kaemferol dan kuersetin oleh enzim flavonol
sintase (E4) (Dewick, 2009).

2.3 TINJAUAN FARMAKOLOGI TANAMAN


2.3.1 Empiris
Secara empiris daun jambu biji digunakan untuk pengobatan diare akut dan kronis,
disentri, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah meninggi, haid tidak lancar,
sering buang air kencing (anyang-anyangan), luka, luka berdarah, dan sariawan. Buah digunakan
untuk pengobatan kencing manis (diabetes melitus), kadar kolesterol darah tinggi
(hiperkolesterolmia) dan sembelit. Ranting muda digunakan untuk pengobatan keputihan
(leukorea). Akar digunakan untuk pengobatan disentri (Dalimarta, 2003).

2.3.2 Uji Pra Klinik


Telah dilakukan penelitian mengenai kegunaan buah jambu biji untuk pengobatan
antara lain: ekstrak daun jambu biji dalam etanol, aseton, dan air dapat menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab diare yaitu Staphylococus aureus dan E. coli, ekstrak daun
jambu biji mempunyai efek terhadap pengurangan masa pendarahan pada kelinci
(Rismunandar, 1995). Hasil penelitian membuktikan bahwa ekstrak daun jambu biji dipastikan
bisa menghambat pertumbuhan virus dengue penyebab demam berdarah dengue (DBD) dan
mampu meningkatkan jumlah trombosit hingga 100 ribu millimeter per kubik tanpa efek
samping, dan pemberian ekstrak air buah jambu biji mempunyai efek menurunkan kadar

6
glukosa darah pada kelinci yang sebanding dengan glibenklamid dosis 0,23 mg/kgbb (Sutrisna,
2005).
2.3.3 Uji Klinik
Telah dilakukan uji klinik efek penggunaan suplemen ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava Linn.) dan angkak (Monascus purpureus) dalam meningkatkan trombosit pada
penderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Metode penelitian quasi eksperimen menggunakan
desain pre-test dan post-test. Subyek penelitian sebanyak 20 orang dan bersedia
menandatangani informed consent dilibatkan dalam uji klinik. Penderita dengan kelainan
hematologis, penyakit jantung dan paru,sedang mendapatkan pengobatan asam salisilat,
mengalami pendarahan berat, dan penurunan kesadaran tidak dilibatkan dalam penelitian ini.
Jumlah trombosit subyek penelitian diukur setiap 12 jam sekali. Selanjutnya perubahan jumlah
trombosit di awal dan akhir penelitian dianalisa dengan menggunakan uji t-independent dan uji
chi-square. Dalam studi ini, dari 20 subyek penelitian, jumlah trombosit kelompok uji meningkat
secara signifikan dibanding dengan kelompok kontrol p<0,05 (p=0,0120) dan banyaknya respon
peningkatan jumlah trombosit pada kelompok uji berbeda signifikan dibanding kelompok
kontrol p<0,01 (p=0,0034). Dengan demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa
pemberian ekstrak daun jambu dan angkak dapat mengatasi terjadinya trombositopenia
(Muharni, 2013).

2.4 TINJAUAN METODE PEMISAHAN


2.4.1 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan
pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses
ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan
melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak
awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama
(Ansel, 1989).
Ekstrak Daun jambu biji dapat diperoleh melalui beberapa metode antara lain destilasi,
soxhletasi, refluks, maserasi, dan perkolasi. (Aishah, 2012). Soxhletasi merupakan penyarian
simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan
penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari
simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah

7
melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai
dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi dengan
kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi. (Ditjen POM, 1986).
Pembuatan ekstrak dibuat dari daun kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan
pelarut yang sesuai. Pembuatan ekstrak menggunakan pelarut yang dapat menyari sebagian
besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain,
digunakan pelarut etanol 70%P. Adapun langkah-langkah pembuatan ekstrak, yaitu:
1. Memasukkan satu bagian serukmkering simplisia ke dalam maserator
2. Menambahkan 10 bagian pelarut
3. Merendam selama 6 jam pertaa sambil sekali-kali diaduk
4. Mendiamkan selama 18 jam
5. Memindahkan maserat dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi, dan filtrasi.
(Depkes RI, 2008).

2.4.2 Skrining Fitokimia


1. Alkaloid
Alkaloid merupakan kelas senyawa yang biasanya mengandung nitrogen dan memiliki
struktur cincin yang kompleks yang memiliki efek farmakologi pada manusia dan hewan.
Alkaloid menghasilkan warna oranye kemerahan pada uji reagen Dragendorff, endapan warna
putih susu pada uji reagen Mayer, endapan kristalin warna kuning pada uji reagen Hager
(larutan jenuh asam pikrat), endapan warna coklat kemerahan pada uji reagen Wagner endapan
mengkilap berwarna pada uji asam tanat, dan endapan warna merah muda pada uji amonia
reineckate (Shah, 2010).
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan turunan dari 1,3-difenilpropana. Sebagian besar flavonoid terjadi
dalam bentuk glikosida dan dalam satu kelas dapat dikarakterisasi sebagai monoglikosidik,
diglikosidik, dan seterusnya (Sarker, 2007). Flavonoid menghasilkan warna kuning kuat yang
menjadi bening jika ditambah asam encer pada uji reagen basa (natrium hidroksida), dan
endapan warna kuning pada uji timah asetat (Tiwari, et al, 2011).
3. Kuinon
Kuinon merupakan suatu metabolit sekunder yang memiliki cincin aromatis dengan dua
substitusi keton yang memiliki aktivitas antimikroba (Tiwari, 2011). Kuinon menghasilkan warna
kuning jika bereaksi dengan larutan kalium hidroksida (Farnsworth, 1966).

8
4. Polifenol
Fenol dan polifenol merupakan suatu metabolit sekunder yang memiliki rantai samping C3,
gugus fenol, dan cincin fenol yang memiliki aktivitas antimikroba, antelmintik, dan antidiare.
Polifenol menghasilkan warna hitam kebiruan pada uji ferri klorida (Tiwari, et al, 2011).
5. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida yang biasa disebut dengan “detergen alami” karena
sifatnya yang berbusa. Saponin menghasilkan busa persisten selama 60-120 detik pada uji busa,
dan menghancurkan sel darah merah pada uji hemolisis (Shah, 2010).
6. Tanin
Tanin merupakan amorf yang menghasilkan larutan koloid asam encer dengan rasa
astringen. Tanin menghasilkan warna biru atau hitam kehijauan yang larut air dengan garam
besi (Sarker, 2007). Tanin juga menghasilkan endapan pada uji gelatin (Tiwari, et al., 2011).
7. Triterpenoid dan Steroid
Triterpenoid meliputi kelompok senyawa yang mengandung 30 atom karbon yang besar
dan beragam yang diturunkan dari 3β-hidroksitriterpenoid; sedangkan steroid merupakan lipid
yang dikarakterisasi dengan adanya rangka karbon dengan empat cincin yang bersatu (Sarker,
2007). Steroid menghasilkan cincin warna violet hingga biru pada pertemuan dua cairan pada
uji Liebermann burchard, cincin kuning pada pertemuan dua cairan pada uji Salkowaski, dan
warna violet setelah dipanaskan pada uji Zimmermann. Triterpenoid & steroid menghasilkan
warna merah muda setelah pemanasan pada uji antimony triklorida dan warna kuning pada uji
tetranitro metana, sedangkan triterpenoid saja menghasilkan endapan berwarna pada uji
trikloro asam asetat (Shah, 2010).
8. Monoterpenoid dan Seskuiterpen
Monoterpenoid, terpenoid yang mengandung 10 atom karbon, terdiri dari dua unit
isoprena dan banyak ditemukan pada tumbuhan. Seskuiterpen merupakan terpenoid yang
mengandung 15 unit terpenoid yang terdiri dari tiga unit isoprena (Sarker, 2007).
Monoterpenoid dan seskuiterpen menghasilkan warna-warna pada uji dengan larutan vanillin
sulfat pekat (Farnsworth, 1966).

2.4.3 Fraksinasi
Fraksinasi umumnya dilakukan dengan menggunakan metode corong pisah atau
kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemurnian senyawa
dengan menggunakan kolom. Corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang digunakan

9
untuk memisahkan komponen - komponen dalam campuran antara dua fase pelarut yang
memiliki massa jenis berbeda yang tidak tercampur (Sari, dkk, 2015).

2.4.4 Kromatografi Preparatif


Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit pelarut.
Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena pemisahan tergantung
pada lebar pita. Pelarut yang baik untuk melarutkan cuplikan adalah pelarut yang atsiri.
Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana yang dijaga tetap jenuh dengan
pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling
permukaan dalam bejana. Kebanyakan penjerap KLT preparatif mengandung indikator
fluoresensi yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap
sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar ultraviolet yaitu dengan
cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi dengan penyemprot
(Hostettmann, et al, 1986).

2.4.5 Parameter Standar Spesifik dan Nonspesifik Tanaman


Tabel 2.1 Tabel Parameter Spesifik dan Non-spesifik Tanaman Jambu Biji

Parameter Persyaratan
Parameter Spesifik
Identitas Psidium guajava
Nama Indonesia : Jambu Biji
Nama latin : Psidium guajava
Bagian tumbuhan : Daun (Folium)
yang digunakan
Senyawa identitas : kuersetin

Organoleptik Simplisia : Lembaran daun, warna hijau; bau khas aromatic; rasa
kelat.
Ekstrak : Ekstrak kental dengan warna coklat tua, berbau khas,
rasa kelat.

Kadar Kandungan Kimia


Kadar flavonoid total tidak kurang dari 0,20%
(Depkes RI, 2008).
Parameter Non-Spesifik
Susut Pengeringan Tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 2000).
Bobot Jenis Tidak lebih dari 1 gr/mL
(Kemenkes RI, 2011).

10
Kadar Air Tidak lebih dari 10% (Depkes RI,1995).
Kadar Abu Total Tidak lebih dari 0,8% (Depkes RI, 2008).
Cemaran Mikroba (ALT) 1x 104 koloni/g

(BPOM RI, 2006).

11
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 ALAT
Peralatan yang digunakan dalam praktikum Analisis Fitokimia yaitu Alumunium Foil,
Batang pengaduk, botol bening 150 mL, botol vial bening 10 mL, cawan penguap, chamber,
corong pisah, gunting, hair dryer, jerigen plastik 5L, kertas saring, kolom, logbook, mortir,
penggaris besi 30cm, pinset, plastik wrap, plat KLT, sendok tanduk, spatel,
lampu UV 254 nm dan 366 nm, stamper, stiker label, timbangan analitik, tissue gulung, tool box,
vaporator, water bath, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium fitokimia.

3.2 BAHAN
Bahan yang digunakan dalam praktikum Analisis Fitokimia yaitu Amilalkohol Amonia 10%,
Aquades, Asam Format, Aseton, Diklorommetan, Ekstrak Kental Daun Jambu Biji, Etanol 96%,
Eter, Etil Asetat, FeCl3 1%, Gelatin 1%, H2SO4 Pekat, HCl 2N, Kloroform, KOH 5%, Pereaksi
Dragendorff, Pereaksi Liebermann Burchard, Pereaksi Mayer, Serbuk Mg, Simplisia Daun Jambu
Biji, Vanilin 10%.

3.3 TAHAPAN PRAKTIKUM


3.3.1 Penapisan Fitokimia Simplisia Tumbuhan Obat
Tabel 3.1 Penapisan Fitokimia Simplisia Daun Jambu Biji
No Senyawa Prosedur Uji
1. Alkaloid Simplisia + ammonia encer → digerus → + kloroform → saring
→ kocok dengan asam klorida 2N → bagi 3 bagian
1. Blanko
2. + pereaksi Mayer → amati endapan
3. + pereaksi Dragendorff → amati endapan
2. Flavonoid Simplisia + campuran logam magnesium + HCl 5N dipanaskan
 amati warna filtrat
3. Tanin dan Simplisia digerus  dipanaskan diatas tangas air  disaring 
Polifenol diuji 2 bagian
1. Filtrat + FeCl3  terbentuk warna biru-hitam positif
adanya tanin dan polifenol alam

12
2. Filtrat + gelatin 1%  endapan putih positif adanya
tanin
4. Saponin Simplisia + air  dipanaskan  disaring  filtrat dikocok kuat
± 30 detik  amati busa  + HCl encer  amati kembali
5. Monoterpenoid Simplisia + eter  diuapkan  residu + pereaksi anisaldehid-
dan asam sulfat atau pereaksi vanilin-sulfat di pinggir cawan 
Seskuiterpenoid amati warna yang terbentuk

6. Steroid dan Simplisia + eter  diuapkan  residu


Triterpenoid 1. + pereaksi Liebermen-Burchard  warna ungu positif
triterpenoid
2. + pereaksi Liebermen-Burchard  warna biru-hijau
positif steroid
7. Kuinon Simplisia + air  dipanaskan  disaring  filtrat + NaOH 
amati warna yang terbentuk, warna kuning hingga merah
positig adanya kuinon

3.3.2 Ekstraksi Metabolit Sekunder Dari Simplisia Tumbuhan Obat


Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Tuangkan 400 mL etanol 90% ke
dalam labu alas bulat atau sampai kurang lebih ½-2/3 bagian volume labu dan ditambahkan
batu didih. Serbuk simplisia sebanyak 200 gram disiapkan dalam kertas saring whatman dan
dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Tambahkan 100 mL pelarut dari bagian atas tabung
soxhlet untuk pembasahan simplisia dan nyalakan heating mantle sampai suhu mencapai titik
didih pelarut. Ekstraksi simplisia sampai tetesan pelarut hampir tidak berwarna (3 kali siklus).

3.3.3 Pemeriksaan Parameter Ekstrak


1. Organoleptik Ekstrak
Pemeriksaan menggunakan panca indera untuk mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan
rasa dari ekstrak yang di peroleh.
2. Rendemen Ekstrak
Sejumlah tertentu ekstrak kental dalam cawan penguap ditimbag kemudian diatas
penangas air dengan temperatur 40-50oC sampai bobot tetap. Tentukan berat ekstrak setelah

13
penguapan dengan mengurangkan dengan bobot cawan kosong, kemudian hitung rendemen
ekstrak.
3. Bobot Jenis Ekstrak
Ditimbang piknometer dengan volume tertentu dalam keadaan kosong. Kemudian
piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang ulang. Kerapatan air ditetapkan. Kemudian
piknometer dikosongkan dan diisi penuh oleh ekstrak, lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak
yang mempunyai volume tertentu, dapat ditertapkan kerapatan ekstrak Hitung bobot jenis
ekstrak.
4. Pola Kromatogram Lapis Tipis
Plat silika gel disiapkan kemudian ekstrak cair ditotolkan pada garis awal dengan
menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Plat silika
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah di jenuhkan. Proses
kromatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai ke garis depan. Amati pola Rf
setiap bercak. Penampak bercak dapat juga menggunakan asam sulfat 10% dalam metanol.
5. Pola Dinamolisis
Kertas saring Whatman diameter 10cm, titik pusatnya dilubangi, kemudian dipasang
sumbu yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan pada
cawan petri yang bersisi maserat/ekstrak cair. Biarkan terjadi proses difusi sirkular selama
kurang lebih 10 menit. Pola dinamolisis diamati.

3.3.4 Metode Pemisahan Ekstrak


1. Ekstraksi Cair-Cair
Sebanyak 50 gram ekstrak hasil ekstraksi dilarutkan dengan ±50 mL etanol. Tambahkan 450
mL air kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah n-heksana sama banyak
dengan pelarut pertama (500 mL), diamkan. Kemudian dikocok, sesekali corong pisah dibuka,
lalu dikocok lagi dan didiamkan sampai kedua pelarut terpisah sempurna. Pemisahan diulang
sampai di peroleh fraksi n-heksana yang hampir tidak berwarna. Fraksi n-heksana dan fraksi air
dipisahkan. Pada fraksi air kemudian ditambahkan pelarut etil asetat dan air kemudian diuapkan
dan dihitung rendemen masing-masinng fraksi.
2. Kromatografi Kolom dengan Fase Gerak Gradien
Kolom untuk kromatografi disiapkan dengan menggunakan silika gel no.34 dengan
perbandingan sampel:silika 10:1. Sampel fraksi dikeringkan menggunakan silika gel sebanyak
jumlah sampel yang digunakan (1:1) dan dikeringkan dalam labu pada alat rotavapor. Kolom

14
disiapkan dan didiamkan sambil direndam dengan eluen (pengkondisian kolom). Sampel fraksi
yang akan dipisahkan ditempatkan di atas lapisan silika gel dalam bentuk lapisan tipis yang rata
diatas seluruh permukaan penjerap. Setelah itu dilakukan proses elusi dengan campuran
pelarut berbagai perbandingan. Fraksi yang keluar kolom ditampung dan digunakan untuk
analisis lanjutan. Untuk fraksi n-heksana, eluen yang digunakan adalah n-heksana (eluen 1) dan
etil asetat (eluen 2), sedangkan untuk fraksi etil asetat, eluen yang digunakan adalah kloroform
(eluen 1) dan metanol (eluen 2). Pada kolom ini fraksi yang digunakan yaitu fraksi etil asetat.

3.3.5 Metode Pemurnian Fraksi


1. KLT Sub Fraksi
Cairan sub fraksi ditotolkan pada garis awal dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan
beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Pelat silika kemudian dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi yang sebelumnya telah di jenuhkan dengan cairan pengembang. Proses
kromatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai tanda batas. Amati pola
kromatogram dan Rf yang dihasilkan. Dapat digunakan penampak bercak asam sulfat 10%
dalam metanol.
2. KLT Preparatif
Sejumlah sub fraksi dilarutkan dalam larutan pengembang yang telah disiapkan dan
totolkan cuplikan secara berderet sehingga membentuk pita sebagai batas bawah pelat.
Keringkan beberapa saat. Pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan larutan
pengembang dan lakukan kromatografi sampai tanda batas. Amati pita yang terbentuk secara
visual atau dengan sinar UV, kerok salah satu pita yang terbentuk dan saring hasil kerokan
dengan pelarut pengembang yang digunakan. Lakukan evaluasi terhadap isolat dengan
Kromatografi Lapis Tipis.
3. KLT Dua Dimensi
Sampel ditotolkan pada lempeng ukuran 5 x 5 cm lalu dikembangkan dengan satu sistem
fase gerak sehingga campuran terpisah menurt jalur yang sejajar dengan salah satu sisi.
Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar 90℃ dan diletakkan dalam bejana kromatografi
yang berisi fase gerak kedua sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama
terletak dibagian bawah.

15
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM


4.1.1 Penapisan Fitokimia
Pendekatan skrining fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui metabolit
sekunder apa saja yang terkandung dalam simplisia yang diuji kemudian dibandingkan
kesesuaiannya kandungan metabolit sekunder tersebut dengan literatur. Kandungan
metabolit sekunder yang dimiliki daun jambu biji diantaranya tanin, flavonoid, saponin,
triterpen, polifenol, kuinon, monoterpen & sesquiterpen.
Daun jambu biji harus diserbukkan atau dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan
skrining fitokimia. Hal ini bertujuan untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku
sehingga senyawa target (metabolic sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil dan
memudahkan dalam pengujian. Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan skrinning fitokimia
dari simplisia daun jambu biji.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Skrinning Fitokimia Daun Jambu Biji

No Pereaksi/perlakuan Keterangan

1 Pereaksi Mayer (-) Alkaloid


2 Pereaksi Dragendorf (-) Alkaloid
3 FeCl3 (+) senyawa fenolat
4 Gelatin 1% (+) Tanin
5 Mg + HCl + Amil Alkohol (+) flavonoid
6 Eter, dipanaskan, + vanillin sulfat (-) monoterpen sesquiterpen
(+) steroid
7 Eter, dipanaskan, + Liebermann
(-) triterpen
8 KOH 5% (+) kuinon
9 Dikocok kuat selama 10 detik, + HCl (+) saponin

4.1.2 Pembuatan Ekstrak


Pada praktikum ini, telah dilakukan ekstraksi metode soxhlet pada total 1000 gram
simplisia daun jambu biji, dalam 6 kali proses, masing-masing diekstraksi dalam 3 siklus. Jumlah

16
ekstrak cair yang diperoleh adalah 5450 mL. Adapun jumlah pelarut etanol 70% yang digunakan
adalah 6000 mL.
Ekstraksi merupakan suatu metode penarikan metabolit sekunder dari tumbuhan atau
bagian tumbuhan, dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Terdapat berbagai jenis metode
ekstraksi, baik menggunakan pelarut ataupun tidak, baik dengan cara dingin maupun cara
panas. Dalam ekstraksi ini, dipilih metode ekstraksi menggunakan alat soxhlet yang merupakan
salah satu metode ekstraksi dengan cara panas. Kelebihan dari metode soxhlet ini yaitu sampel
yang digunakan akan terekstraksi sempurna dan cepat dengan hanya menggunakan pelarut
yang sedikit. Pemilihan metode ekstraksi didasarkan atas sifat dari simplisia tanaman
diantaranya yaitu tahan terhadap pemanasan serta sifat dari metabolit sekunder yang akan
ditarik.
Dalam praktikum ini, dilakukan proses ekstraksi untuk menarik kuersetin sebagai salah
satu metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia daun jambu biji. Kuersetin bersifat
termostabil, yang berarti tahan terhadap pemanasan. Oleh karena itu, metode ekstraksi dengan
cara panas dapat dilakukan tanpa merusak komponen senyawa kuersetin yang akan ditarik.
Pemilihan pelarut didasarkan atas sifat kepolaran dari kelompok flavanoid, khususnya
kuersetin, di mana senyawa ini bersifat polar. Maka dari itu, dipilih etanol dengan konsentrasi
70% karena bahan yang diekstraksi berupa simplisia kering sehingga diperlukan air untuk
memecah dinding sel. Selama proses ekstraksi, cairan penyari (pelarut) akan masuk ke dalam
sel, menggantikan isi sel. Perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel akan
mendesak isi sel keluar. Dalam hal ini, isi sel mengalami difusi ke dalam pelarut.
Soxhlet merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam ekstraksi senyawa.
Prinsip kerja dari instrumen ini adalah ekstraksi kontinyu dengan pelarut yang selalu baru,
dengan jumlah pelarut yang selalu konstan. Simplisia yang telah dihaluskan, dibungkus dengan
kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam timbal (tempat menyimpan simplisia yang akan
diekstrak). Pembungkusan simplisia menggunakan kertas saring bertujuan agar serbuk simplisia
tidak ikut masuk ke labu alas bundar. Syarat dari metode ekstraksi menggunakan cara panas
adalah titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik didih senyawa yang akan ditarik. Dengan
demikian, proses pemanasan tidak akan menyebabkan kerusakan pada senyawa yang ditarik,
misalnya perubahan struktur senyawa. Ke dalam labu alas bundar dimasukkan pula batu didih
untuk meratakan pemanasan, sehingga tidak timbul ledakan di dalam labu. Ketika pelarut dalam
alas bundar dipanaskan, uap pelarut akan naik ke bagian pipa F, yaitu bagian di mana uap
pelarut mengalir. Selanjutnya, uap akan mengalami kondensasi dengan bantuak kondensor
(pendingin balik), sehingga terjadi perubahan dari fase uap menjadi fase air. Pelarut yang telah

17
berubah menjadi fase air akan memasuki bagian timbal, sehingga tetes-tetes pelarut secara
kontinyu membilas simplisia. Setelah itu, pelarut yang kontak dengan simplisia akan menarik
senyawa dari simplisia tersebut, lalu masuk kembali ke dalam labu alas bundar. Kemudian,
pelarut dari labu alas bundar kembali mengalami pemanasan, sehingga pelarut kembali
menguap. Proses ini terus berlangsung hingga ekstraksi mencapai minimum 3 siklus.
Perhitungan siklus ekstraksi dalam metode soxhlet dapat diamati melalui bagian sifon, di mana
pelarut yang telah terkondensasi akan memasuki bagian ini, kemudian turun kembali jika 1
siklus sudah selesai. Jumlah siklus memengaruhi hasil rendemen ekstrak, di mana semakin
banyak siklus, maka diasumsikan rendemen ekstrak akan semakin tinggi.
Setelah diperoleh ekstrak cair dari proses ekstraksi menggunakan metode soxhlet,
tahap selanjutnya adalah vaporasi. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan pelarut dalam
ekstrak cair, yang sebelumnya berfungsi untuk menarik komponen senyawa dari simplisia,
sehingga diperoleh ekstrak pekat. Meski etanol cenderung mudah menguap dalam kondisi
terbuka pada suhu ruang, namun vaporasi tetap perlu dilakukan untuk menguapkan zat yang
sulit menguap (non-volatile solute), serta mempercepat penguapan pelarut yang mudah
menguap (volatile solvent).
Dalam praktikum ini, dipilih metode vaporasi menggunakan vaporator (rotary
vaporator) untuk menguapkan pelarut. Prinsip dari instrumen vaporator adalah penguapan
menggunakan pemanasan, dengan bantuan pompa vakum dan pemutar labu. Pemutaran labu
vaporasi bertujuan untuk mempercepat penguapan. Bantuan pompa vakum bertujuan untuk
menurunkan tekanan di dalam labu, sehingga pelarut dapat menguap 5-10oC di bawah titik
didihnya. Dengan demikian, suhu yang diperlukan untuk menguapkan pelarut tidak terlalu
tinggi, sehingga dapat menghindarkan resiko kerusakan senyawa yang telah diekstraksi. Selain
itu, pompa vakum juga berfungsi untuk menarik uap pelarut untuk memasuki kondensor. Pada
proses ini, uap pelarut mengalami kondensasi dan berubah menjadi fase cair, kemudian masuk
ke dalam labu penampung pelarut yang terpisah dari labu vaporasi.
Pada praktikum ini, 5450 mL ekstrak cair divaporasi dalam 6 kali proses vaporasi. Proses
ini menghasilkan ekstrak pekat yang masih memungkinkan mengandung sedikit sisa pelarut.
Oleh karena itu, proses penguapan pelarut dilanjutkan dengan menggunakan water bath, dalam
kondisi ekstrak ditempatkan pada cawan penguap. Penguapan ini menghasilkan ekstrak kental
dengan berat 70 gram.

18
4.1.3 Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan antara berat ekstrak total terhadap berat
simplisia yang diekstraksi, dalam persen. Nilai rendemen dapat dihitung menggunakan rumus
berikut:

Esktrak kental yang diperoleh seberat 70 gram, dibandingkan terhadap simplisia yang
diekstraksi seberat 1000 gram, sehingga diperoleh nilai rendemen sebesar 7%. Nilai rendemen
menunjukkan efektivitas proses ekstraksi, seberapa banyak ekstrak yang dapat ditarik dari
simplisia. Semakin tinggi nilai rendemen, maka semakin tinggi pula efektivitas proses ekstraksi.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh jenis metode ekstraksi yang dipilih, lamanya proses ekstraksi,
serta jenis pelarut.

4.1.5 Bobot Jenis Ekstrak


Penentuan bobot jenis ekstrak dilakukan untuk mengetahui tingkat kemurnian dan
kontaminasi dari ekstrak daun jambu biji yang dihasilkan. Hal ini didasarkan atas alasan bahwa
setiap senyawa yang berbeda memiliki kerapatan dan bobot jenis yang berbeda pula. Bobot
jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibandingkan dengan volume zat pada
suhu tertentu (biasanya 25oC). Bobot jenis memberikan batasan tentang besarnya massa
persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental)
yang masih dapat dituang. Penentuan bobot jenis ini dilakukan dengan menggunakan alat
piknometer. Prinsip metode piknometer ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan
penentuan ruangan yang ditempati cairan. Pengujian bobot jenis ini menghasilkan nilai
kerapatan ekstrak sebesar 0,93 g/mL dan kerapatan air sebesar 1,021 g/mL sehingga bobot jenis
ekstrak yang diperoleh adalah 0,911.

19
4.1.6 Pola Kromatogram Lapis Tipis Ekstrak

(a) (b) (c) (d)


Gambar 4.1 Hasil Pola Kromatogram Ekstrak Daun Jambu Biji (a) Visual (b) Sinar UV 254 nm (c)
Sinar UV 366 nm (d) dengan Penampak Bercak

Pengujian kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak dilakukan untuk memastikan


keberadaan senyawa marker pada ekstrak daun jambu biji, yaitu kuersetin. Prinsip kerja dari
KLT yaitu adanya pemisahan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan
pelarut yang digunakan. Terdapat dua komponen utama yang digunakan pada pengujian KLT,
yaitu fase diam dan fase gerak (eluen). Fase diam yang digunakan yaitu silika gel yang
merupakan penjerap atau adsorben yang termasuk ke dalam fase diam tipe normal dan
interaksi yang terjadi adalah ikatan hidrogen. Lalu ada fase gerak yang bereaksi dengan sampel
sesuai tingkat polaritasnya, di mana fase gerak yang digunakan pada pengujian ini adalah
campuran kloroform, metanol, dan air dengan perbandingan 8,5 : 1,5 : 2 tetes. Penotolan
dilakukan pada dua titik, satu titik untuk ekstrak daun jambu biji dan satu titik lainnya untuk
baku kuersetin. Baku kuersetin digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui apakah
benar terdapat kuersetin dalam ekstrak daun jambu biji yang dianalisis. Penampak bercak yang
digunakan pada pengujian ini adalah H2SO4. Pengujian KLT terhadap ekstrak daun jambu biji
menghasilkan nilai Rf baku kuersetin sebesar 0,23. Adapun ekstrak daun jambu biji
menghasilkan satu spot dengan nilai Rf 0,2. Hasil dinyatakan positif apabila senyawa yang
dianalisis memiliki nilai Rf yang mendekati nilai Rf baku, yaitu dengan selisih nilai ≤0,2. Spot
ekstrak menghasilkan nilai Rf yang mendekati Rf baku, yaitu 0,2. Perbedaan antara nilai Rf
ekstrak dengan Rf baku kuersetin yang diperoleh menunjukkan selisih yang tidak begitu
signifikan, yaitu tidak melebihi 0,2 sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji
yang dianalisis mengandung kuersetin.

20
4.1.7 Pola Dinamolisis

Gambar 4.2 Hasil Pola Dinamolisis Ekstrak Daun Jambu Biji


Uji pola dinamolisis dilakukan untuk memberikan gambaran secara kualitatif dari
kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak karena masing-masing ekstrak memiliki pola
dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan dengan cara menuangkan ekstrak ke dalam
cawan petri lalu cawan petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk lingkaran yang
bersumbu di tengah. Selain sebagai penyaring, kertas saring juga berfungsi untuk kromatografi
sederhana. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang lebih 10 menit kemudian noda yang
dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan, pola yang dimiliki oleh ekstrak daun
jambu biji menunjukkan pola lingkaran, diameter 1 berwarna hijau gelap sepanjang 2 cm,
diameter 2 berwarna hijau terang sepanjang 2,6 cm, dan diameter 3 berwarna kuning sepanjang
4 cm. Pola ini menunjukkan karakteristik dari ekstrak daun Jambu Biji.

4.1.8 Ekstraksi Cair-Cair


Tahap pemisahan senyawa atau fraksinasi dilakukan dengan menggunakan metode
ekstraksi cair-cair (ECC). Dilakukan 2 kali ekstraksi cair-cair dengan sampel 50 gram dan 15 gram.
Didapatkan total volume dari ekstraksi cair-cair yaitu fraksi n-heksan 1300 mL, etil asetat
sebanyak 1950 mL dan fraksi air sebanyak 600 mL. Prinsip dari ekstraksi cair-cair adalah like
dissolve like dan koefisien distribusi. Pada tahap ini digunakan dua pelarut yang memiliki
polaritas yang berbeda. yaitu pelarut n-heksan dan etil asetat. Normal heksana merupakan
senyawa yang mempunyai sifat non polar sehingga dari berbagai senyawa dalam ekstrak kasar,
senyawa non polar akan tertarik ke dalam fraksi n-heksan, sedangkan etil asetat merupakan
pelarut yang bersifat lebih polar dari n-heksan atau semipolar sehingga senyawa-senyawa polar
akan tertarik ke dalam fraksi etil asetat.
Pada tahap pertama digunakan air dan n-heksan dengan melarutkan ekstrak pekat yang
telah dievaporasi yang dilarutkan dengan pelarutnya yaitu etanol. Sedangkan pada tahap kedua
digunakan pelarut etil asetat dan air. Ekstraksi cair- cair air dan n-heksan dilakukan sebanyak 2
kali, sedangkan air dan etil asetat diulangi sebanyak 3 kali agar ekstrak terpisah secara

21
sempurna. Pengocokan yang dilakukan pada proses ekstraksi tidak terlalu kuat supaya tidak
terbentuk emulsi atau buih. Dengan pengocokan ini, komponen senyawa akan terdistribusi
dalam dua fase yang memiliki kepolaran yang berbeda. Pada saat pengocokkan keran labu ukur
dibuka sesekali agar gas yang dibentuk oleh pelarut dapat keluar. Kemudian fraksi didiamkan
selama 30 menit agar terpisah ke dalam dua fase. Setelah diendapkan, terlihat bahwa fase
pelarut berada pada lapisan atas sedangkan fase organik berada di lapisan bawah karena massa
jenis air lebih besar dibandingkan dengan massa jenis pelarut. Kemudian, fraksi n-heksan dan
fraksi etil asetat ditampung ke dalam wadah yang terpisah dan ditutup untuk mencegah
menguapnya pelarut.
Kemudian dilakukan analisis Kromatografi Lapis Tipis terhadap hasil ekstraksi, yang
bertujuan untuk mengetahui berada dimanakah senyawa kuersetin yang nantinya akan
diisolasi. Dan hasil KLT fraksi n-heksan, etil asetat dan baku didapatkan sebagai berikut :

Gambar 4.3 Hasil Pola Kromatogram Fraksi n-Heksan, Etil asetat dan baku Hasil ECC

Didapatkan hasil yaitu Rf n heksan tidak dapat dihitung, Rf etil asetat 0,62, dan Rf baku
kuersetin 0,62. Dapat disimpulkan bahwa senyawa kuersetin terdapat di fraksi etil asetat,
sehingga dilanjutkan dengan sub fraksinasi dengan menggukan kromatografi kolom.

4.1.9 Kromatografi Kolom


Berdasarkan hasil profil KLT kedua fraksi setelah ECC, spot kuersetin berdasan RF
ditemukan dalam fraksi etil asetat, sehingga untuk melanjutkan ke tahap pemisahan dengan
kolom diambil fraksi etil asetat saja. Sejumlah volume tertentu fraksi etil asetat dikeringkan
untuk mendapatkan fraksat kental, didapatkan sekitar 3,78 gram fraksa kental. Sejumlah ini lah
yang akan dilakukan pemisahan dengan kolom.

22
Proses pemisahan menggunakan kolom dilakukan dengan melakukan preparasi sampel
dengan pengeringan menggunakan silica gel no. 34 perbandingan 1:1, serta preparasi kolom
pisah. Preparasi kolom selanjutnya meliputi pembuatan bubur silica. Silika dalam kolom
berfungsi sebagai fase diam yang berperan dalam pemisahan. Bubur silica dibuat dengan
menimbang silica no. 33 sejumlah 10 kali bobot sampel kemudian melarutkannya dalam pelarut
yang dominan dalam eluen, dalam hal ini n-heksana. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam
kolom yang ujunganya telah diberi kapas, didiamkan semalam dan sampel dimasukkan ke dalam
kolom. Elusi dimulai dengan memasukkan campuran etil asetat: metanol dengan beberapa
perbandingan antara lain 100:0, 99:1, 98:2, 97:3, 96:4, 95:5, 94:6, 93:7, 92:8, dan 91:9 masing-
masing dibuat eluen seumlah 100 mL. Hasil elusi kolom kemdain ditampung ke dalam botol
sesuai dengan eluen kemudian dilakukan identifikasi profil KLT. Hasil profil KLT menunjukan
eluat ke 1-12 masih terdapat spot meski makin pudar. Hal ini menunjukan bahwa larutan masih
mengandung kuarsetin.
Fraksi perbandingan ini disatukan kemudian pelarutnya diuapkan. Fraksi kental hasil
elusi kolom dilanjutkan dengan isolasi menggunakan klt preparatif namun untuk melangkah
pada tahapan ini dibutuhkan eluen KLT yang dapat memisahkan secara baik senyawa kuersetin
dari senyawa lainnya. Hasil KLT fraksi kental menunjukkan masih terdapat spot yang bedekatan
dengan spot kuersetin dilakukan beberapa optimasi pengembang KLT.
Berdasarkan hasil optimasi pengembang didapatkan pengembang kloroform: metanol:
aquadest (8,5 : 1,5 : 2 tetes) memberikan pemisahan cukup baik dalam KLT. Pada tahap ini,
penggunaan eluen asam pada pemisahan kolom dapat berpotensi menyebabkan terjadinya
kegagalan pemisahan karena asam (dalam hal ini asam format) akan merusak silica yang
berperan sebagai fase diam.

(a) (b) (c)


Gambar 4.4 Hasil Pola Kromatogram Subfraksi (a) Visual (b) Sinar UV 254 nm (c) Sinar UV 366
nm

23
4.1.10 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Sub- fraksi etil asetat hasil kolom yang diduga mengandung isolat quersetin tersebut
lalu dimurnikan menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparatif. KLT preparatif
merupakan salah satu metode pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana.
Didapatkan hasil KLT preparative berupa massa zat aktif yang tercampurkan dengan silika.

(a) (b) (c)


Gambar 4.5 Hasil Pola Kromatogram KLT Preparatif (a) Visual (b) Sinar UV 254 nm (c) Sinar UV
366 nm

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa hasil KLT preparative didapatkan senyawa
kuersetin yang terpisah dengan senyawa yang lain. Hasil KLT preparatif selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan KLT. Senyawa dipisahkan dengan cara dikerok kemudian di sentrifugasi,
kemudian didapat larutan senyawa vial 1, vial 2 dan vial 3. Dari gambar diatas terdapat 3
senyawa yang berflorosensi. Dari ketiga senyawa tersebut dilakukan kembali KLT untuk
membuktikan manakah yang benar-benar isolat kuersetin.

4.1.11 Kromatografi Lapis Tipis Isolat


Hasil sentrifugasi dari KLT preparatif dilakukan kembali pengecekan manakah dari
ketiga senyawa tersebut yang merupakan isolat kuersetin dari daun jambu biji dengan
membandingkannya dengan baku kuersetin.

24
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

(a) (b) (c) (d)


Gambar 4.6 Hasil Pola Kromatogram Isolat (a) Visual (b) Sinar UV 254 nm (c) Sinar UV 366 nm
(d) dengan Penampak Bercak

Keterangan gambar:
1. Baku kuersetin
2. Hasil Preparatif I
3. Hasil Preparatif II
4. Hasil Preparatif III

Pada hasil di atas, bercak isolat yang diambil dari preparatif dapat terlihat. Pada plat
terlihat bercak isolat yang sejajar dengan baku kuersetin menunjukan bahwa senyawa tersebut
adalah kuersetin.

4.1.12 Kromatografi Lapis Tipis 2 Dimensi


Dilakukan KLT 2 dimensi terhadap vial no 1 untuk membuktikan apakah isolat kuersetin
tersebut benar-benar murni kuersetin tanpa senyawa lain yang terkandung didalamnya.

(a) (b) (c) (d)


Gambar 4.7 Hasil Pola Kromatogram KLT 2 Dimensi Hasil Preparatif I (a) Visual (b) Sinar UV 254
nm (c) Sinar UV 366 nm (d) dengan Penampak Bercak

Dari hasil KLT 2 dimensi dapat dilihat bahwa spot tersebut benar-benar tunggal, hal ini
menunjukan bahwa didalam larutan tersebut benar-benar hanya berisi kuersetin murni tanpa
senyawa lain. Sehingga dapat disimpulkan jika senyawa yang diperoleh adalah senyawa murni.

25
4.2 FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PRAKTIKUM
4.2.1 Faktor Pendukung
Waktu yang tentative membuat tiap kelompok bisa melakukan menyelesaikan dan
melanjutkan prosedur praktikum diluar jadwal.

4.2.2 Faktor Penghambat


1. Penggunaan alat praktikum harus bergantian dengan kelompok yang lain.
2. Ketersediaan pelarut tidak cukup banyak dan cukup lama untuk diadakan kembali.
3. Kurangnya pemahaman prosedur praktikum karena modul praktikum baru diberikan
setelah praktikum sudah berlangsung.
4. Miskomunikasi dalam pemilihan pelarut serta perbandingan pelarut sehingga sering
dilakukan pengulangan prosedur praktikum.
5. Prosedur praktikum yang dilakukan sangat padat diakhir sehingga dalam penggunaan
alat harus bergantian dengan kelompok lain.
6. Pembagian metode ekstraksi lebih didistribusikan sehingga tiap kelompok dapat
mengerti metode ekstraksi yang lainnya.

26
BAB V
PENUTUP

5.1 SIMPULAN
Ditemukannya kuersetin sebagai hasil isolat dengan melalui berbagai tahapan yaitu
ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi dalam praktikum analisis fitokimia ini.

5.2 SARAN
1. Dibutuhkan ketelitian yang tinggi sehingga bisa mendapatkan hasil akhir yang baik
2. Lebih ditingkatkan lagi semangatnya dalam mencoba mencari hasil optimasi yang baik
untuk KLT sehingga kedepannya bisa mendapatkan fraksi yang lebih banyak dan zat aktif
yang terambil bisa lebih banyak juga.
3. Saat KLT, penotolan pada plat silica sangatlah berpengaruh dan dibutuhkan teknik khusus
dalam penotolan yang baik dan benar sehingga perlu bagi praktikan untuk terus belajar
dan berlatih dalam penotolan di plat KLT agar bisa menghasilkan hasil yang baik (tidak
pudar dan juga tidak tailing).

27
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, dkk.. 2004. Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih dan Jambu Biji Daging
Buah Merah Sebagai Antidiare, Acta Pharmaceutika Indonesia, 29(1), 19-27.
Anggraini, Septia. 2010. Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L.) Dengan Bahan Penghancur Sodium Starch Glycolate Dan Bahan
Pengisi Manitol. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi ke-4. Jakarta: UI-Press.
Dalimartha, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid II. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dewick, P.M., 2009. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach. Wiley.
Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
G. Indrayanto. 2006. Prospek (Kimia) Bahan Alam Untuk Penemuan Obat Baru. Seminar Umum
Pendidikan Program Studi Universitas Mulawarman.
Hapsoh dan Hasanah, Y. 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: USU Press.
Hostettmenn, K et al. 1986. Cara Kromatografi Preparatif. Bandung: ITB.
Lusia, O. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan Khasiatnya.
Majalah Ilmu Kefarmasian,Vol. III, No.1, April 2006, 01-07.
Muharni, S. 2003. Efek Penggunaan Suplemen Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.)
dan Angkak (Monascus purpureus) dalam Meningkatkan Trombosit pada Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUP. DR. M. Djamil
Padang. Jurnal Penelitian Farmasi.
Rismunandar, 1995. Kayu Manis. Bandung : Penebar Swadaya.
Sari, Diyan Maya, Sumi Wijaya, dan Henry Kurnia Setiawan. 2015. Fraksinasi dan Identifikasi
Senyawa Antioksidan pada Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) secara
Kromatografi Kolom. J Pharm Sci Pharm Pract, 2(2):50-53.
Sutrisna, E.M. 2005. Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Air Buah Jambu Biji (Psidium
guajava L.) Pada Kelinci, Jurnal Farmasi Indonesia Vol 6 (1) :23-27.

28
Lampiran 1. Susunan Kerja Kelompok Praktikum Analisis Fitokimia

No Nama NPM Jabatan Tugas


1. Rizki Muhammad 260110150070 Supervisor Bab 4 Hasil dan
Zafrial Produksi Pembahasan
2. Paraswati 260110150043 Anggota Bab 1 Pendahuluan
3. Yeni Andriyani S 260110150044 Anggota Editor Laporan Akhir
dan Artikel , Bab 5
Penutup, Lampiran
4. Anggita Putri Unggaran 260110150055 Anggota Bab 4 Hasil dan
Pembahasan
5. Naomy Octavinna 260110150059 Anggota Bab 4 Hasil dan
Pembahasan
6. Ruth Michellee Pardede 260110150065 Anggota Bab 2 Tinjauan
Pustaka
7. Afina Dwi Rachmawati 260110150066 Anggota Bab 4 Hasil dan
Pembahasan, Logbook
8. Ruth Anneke Pardede 260110150074 Anggota Bab 4 Hasil dan
Pembahasan
9. Pramesthi Indah Wiyati 260110150077 Anggota Bab 4 Hasil dan
Pembahasan
10. Lestia Anggraeni 260110150079 Anggota Bab 3 Metode,
Logbook

29

You might also like