You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga


ektraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan
organ-organ lain. Oleh karena itu jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus
diperhitungkan pula kemungkinan adanya kerusakan organ lain yang
mengelilinginya. Sebagian besar cedera organ genitourinaria bukan cedera yang
mengancam jiwa kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan
parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan pembuluh darah ginjal.1
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai
macam trauma, baik tumpul maupun tajam. International Society of Urology
memperkirakan bahwa sekitar 245.000 cedera ginjal terjadi setiap tahun di dunia,
sekitar 80% disebabkan trauma tumpul. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu
dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan
menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90%
trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh
kecelakaan lalulintas.2
Berdasarkan Organ Injury Scaling Committee of the American Association
for the Surgery of Trauma (AAST) berat ringannya trauma ginjal diklasifikasikan
menjadi derajat 1 sampai derajat 5, dari yang paling ringan sampai yang paling
berat. Untuk mendiagnosis trauma ginjal dan derajatnya diperlukan pencitraan
radiologi.3
Peran utama pencitraan radiologi pada trauma ginjal adalah untuk menilai
derajat dan perluasan trauma secara akurat, mengevaluasi anatomi dan fungsi
ginjal kontralateral, dan menilai adanya trauma lain yang berhubungan. CT-Scan
merupakan baku emas untuk pencitraan radiologi pada trauma ginjal terutama
yang stabil. Peran pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) sangat bermanfaat pada
penegakkan dignosis trauma ginjal di fasilitas kesehatan yang tidak tersedia CT-
Scan, sebagai one-shot study di ruang operasi di mana foto diambil 10-15 menit
setelah penyuntikan kontras untuk melihat ekskresi dan ekstravasasi kontras yang
mengindikasikan adanya trauma.4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga


retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat-tempat
struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal.1

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis
kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi lain. Pada autopsi klinis
didapatkan bahwa ukuran ginjal organ dewasa rata-rata adaah 11,5 cm (panjang) x
6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau
kurang lebih 0,4% dari berat badan.1

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak
perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal
dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia ini berfungsi
sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta
mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia
Gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi
atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia
Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak
pararenal.1

Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal


serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh
organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan
duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas,
jejunum, dan kolon.1
2
Gambar 1. Anatomi ginjal (tampak posterior) 5

Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal


berfungsi juga dalam1,6:

1. Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic


hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh,

2. Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D (1α hydroxylase


enzyme),
3
3. Menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan
dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur
tekanan darah, hormon prostaglandin (efek vasodilator),

4. Eliminasi bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh dari darah dan
dikeluarkan melalui urin (misalnya obat, pestisida, zat aditif pada
makanan).

2.2 Epidemiologi

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot


punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah
anterior; karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang
mengitarinya. Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem
urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal.1

Frekuensi terjadinya trauma ginjal tergantung pada populasi pasien. Jumlah


trauma ginjal biasanya 3% dari jumlah semua trauma yang ada di sebuah rumah
sakit dan sebanyak 10% dari total pasien yang mengalami trauma abdomen.7

2.3 Etiologi

Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera
deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga
retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium menyebabkan
regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri
renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-
cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada
ginjal, antara lain hidronefrosis.2 Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu1:

4
1. Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau
pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal.
2. Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma
iatrogenik semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah
diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
3. Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Trauma
tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja
atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga
mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari
ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam
rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal
atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

Ada beberapa faktor yang turut menyebabkan terjadinya trauma ginjal.


Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae,
baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua,
trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan
5
intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga
adalah keadaan patologis dari ginjal itu sendiri. Sebagai tambahan, jika base line
dari tekanan intrapelvis meningkat maka kenaikan sedikit saja dari tekanan
tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya trauma ginjal. Hal ini menjelaskan
mengapa pada pasien yang memiliki kelainan pada ginjalnya mudah terjadi
trauma ginjal.2

2.4 Patofisiologi
Ruptur ginjal adalah robek atau koyaknya jaringan ginjal secara paksa.8
Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan
pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis.
Robekan ini akan memicu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya
dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera
ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara
lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.1,9
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi: (1) cedera minor, (2) cedera major, (3) cedera pedikel atau
pembuluh darah ginjal. Terdapat dua penggolongan derajat pada ruptur ginjal
yaitu sebagai berikut.1
Tabel 1. Kalsifikasi trauma/cedera ginjal10
Klasifikasi pencitraan Federle Klasifikasi AAST (American
Associate of Surgery)
Kategori Tingkat cedera Derajat Tingkat cedera
I MINOR 1 Kontusio dan/atau
Kontusi hematoma
Laserasi korteks 2 subkapsular
(tidak meluas ke calyx) Laserasi korteks < 1
II MAJOR cm, tidak sampai
Laserasi korteks kaliks
(meluas ke calyx) 3 Laserasi korteks > 1
Ruptur ginjal cm, tidak sampai

6
III CATHATROPHIC kaliks
Trauma sampai ke
pedikulus ginjal 4 Laserasi korteks
IV SHATTERED hingga
KIDNEY corticomedullary
Perlukaan sampai di junction atau hingga
pelviureteric junction collecting system
5 Cedera arteri atau
vena renalis disertai
perdarahan
Avulsi pedikel ginjal
Ginjal terbelah
(shattered kidney)

Namun klasifikasi yang paling sering digunakan dalam pencitraan adalah


klasifikasi Federle. Sistem Federle mengkategorikan cedera ginjal menjadi empat
kelompok (minor, mayor, catastrophic, dan pelviureteric junction injuries).10

Gambar Klasifikasi cedera ginjal (menurut AAST)11

7
2.5 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat
bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada
organ lain yang menyertainya. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya
didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat
hematuria makroskopik ataupun mikroskopik.1
Derajat cedera pada ginjal tidak selalu berbanding lurus dengan parah
tidaknya hematuria yang terjadi; hematuria makroskopik dapat terjadi pada trauma
ginjal yang ringan dan hanya hematuria ringan pada trauma mayor.9
Pada trauma mayor atau rupture pedikel sering kali pasien datang dalam
keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama
makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani
pemeriksaan IVP karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak
membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup banyak. Untuk
itu harus segera dilakukan eksplorasi laparatomi untuk menghentikan perdarahan.1
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:(1)
a. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan
perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas
pada daerah itu
b. Hematuria
c. Fraktur costa bawah (T8-12) atau fraktur prosessus spinosus
vertebra
d. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
e. Cedera deselarasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau
kecelakaan lalu lintas

2. Gambaran Radiologis
Adapun indikasi untuk dilakukan pemeriksaan radiologi adalah apabila
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:12
- Luka tembus dengan hematuria
- Trauma tumpul dengan hematuria dan hipotensi
8
- Hematuria mikroskopik dengan peritoneal lavage (+)
- Trauma tumpul yang berhubungan dengan perlukaan ginjal
(kontusio/hematoma di daerah pinggang, fraktur costa bagian
bawah, dan fraktur vertebra thoracolumbal)

A. Foto Konvensional
Pemeriksaan Intra Venous Urography (IVU) mungkin akan berguna pada
kasus ruptur ginjal.13
Gambaran yang terlihat adalah pembengkakan pada ginjal, kontras yang
ekstravasasi keluar, tampakan massa perdarahan juga bisa terlihat, serta tampak
kelainan ekskresi jika dibandingkan dengan ginjal sebelah.14
Apabila terdapat dugaan jumlah produksi urin yang sedikit, IVU dapat
menemukan letak kelainan dan mengestimasi jumlah kehilangan cairan tersebut.
Namun, walaupun IVU sangat mudah dan banyak digunakan, harus diingat bahwa
IVU memberikan ekspose radiasi yang cukup tinggi sehingga harus
dipertimbangkan jika ingin dilakukan pada anak-anak. IVU juga harus
diperhatikan pemakaiannya pada orang-orang dengan gangguan fungsi ginjal,
neuropati, dan alergi yang mungkin akan sangat berbahaya jika menerima ekspose
radiasi.13

Gambar 4. Gambar radiografi ruptur ginjal spontan.


(a) psoas line kiri terlihat normal (panah hitam), psoas line kanan tidak
terlihat (panah merah). (b,c) IVU diambil pada menit ke-15 dan 45, terlihat
ekstravasasi meluas di peripelvis dan perirenal(13)
9
B. Ultrasonografi (USG)
Tingkat keparahan pada trauma ginjal sangat beraneka ragam, oleh karena
itu terdapat kemungkinan terdeteksi dengan USG. Ada keadaan dimana ruptur
ginjal disebabkan oleh trauma langsung, sehingga akan didapatkan darah dan/atau
urin yang mengalami ekstravasasi ke perinephric space. Cairan-cairan tersebutlah
yang akan diidentifikasi oleh ultrasound. Jika terdapat urin maupun hematoma
yang banyak dapat dilakukan drainase secara percutaneus.15
Penggunaan USG Doppler berwarna juga dapat sangat berguna untuk
mendiagnosis ruptur ginjal. Pada pemeriksaan USG Doppler, akan terlihat seperti
semburan (jet effect) pada bagian sisi ginjal yang ruptur ketika ada sedikit
kompresi oleh urinoma.13

Gambar 5. Penampakan ruptur ginjal spontan. (a,b) terlihat defek


berdiameter 4.5 mm pada pelvis renali. (c) penampakan USG Doppler
berwarna, terlihat aliran warna pada ginjal yang berhubungan dengan
kompresi oleh urinoma(13)

10
C. CT-Scan
Sejauh ini CT-Scan adalah modalitas yang paling baik untuk melihat
gambaran ruptur ginjal karena informasi yang diberikan berkaitan dengan
morfologi dan fungsional ginjal bisa didapatkan dalam satu kali pemeriksaan
saja.16
Pada pasien dengan trauma abdomen, pemeriksaan CT-scan lebih baik
digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan luas perlukaan dan juga lebih
bermanfaat untuk melihat organ retroperitoneum, khususnya ginjal.17
Gambaran yang mungkin didapatkan pada ruptur ginjal adalah memar atau
kontusi ginjal, umunya muncul sebagai gambaran zona focal yang kurang
penyangatannya karena ekskresi tubular yang terganggu sementara. Jika terdapat
Hematoma intrarenal akan muncul sebagai area yang termarginasi sangat tipis
tanpa penyangatan. Untuk Hematoma subscapular biasanya memperlihatkan
bentuk lentikular sesuai dengan displacement yang terjadi pada korteks renalis.
Jika terdapat perdarahan minor, sisa pendarahan ekstrarenal akan tertahan pada
perirenal space dan meluas ke kompartemen-kompartemen retroperitoneal yang
saling berdekatan. Laserasi ginjal akan terlihat sebagai sebuah garis atau bentuk
irisan (wedge-shape) yang hipodens. “Shattered kidney” adalah laserasi
mengelilingi ginjal menghasilkan multiple fragmen.16

Gambar 6. Tampak ruptur renal bilateral pada pemeriksaan CT-scan


potongan axial(16)

11
Gambar 7. Tampak hematoma mengelilingi ginjal kiri dan ekstravasasi
material kontras mengindikasikan ruptur renal(16)

Gambar 8. Kontusio renalis dengan hematoma subcapsular(18)

Gambar 9. Hematoma perinephric dan laserasi korteks renal <1 cm tanpa


ekstravasasi urin(18)

12
Gambar 10. Laserasi korteks renal >1 cm, tanpa disertasi ruptur pada
collecting system atau ekstravasasi urin(18)

Gambar 11. Laserasi corticomedullary juction, cellecting system renal dan


infark segmental, oleh karena trombosis ataupun laserasi pembuluh darah
renalis(18)

Gambar 12. Shattered kidney, avulsi ureteropelvic junction, dan laserasi atau
trombosis arteri dan vena renalis(18)

13
D. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebenarnya CT-scan adalah modalitas utama untuk menilai kasus
hematuria pada trauma abdomen akut. Walaupun hasil penelitian pada binatang
membuktikan bahwa MRI mempunyai keakuratan yang sama bahkan lebih
dibandingkan CT-scan, peralatan MRI ini kurang tersedia dimana-mana, serta
membutuhkan waktu yang lebih lama. Seperti halnya CT-scan, pada MRI juga
dapat terlihat ekstravasasi kontras, bahkan mampu membedakan hematoma
perirenal dan intrarenal.19

Gambar 13. Gambar Hematoma Perinephric seorang dengan trauma


tendangan pada punggung. (A,B) Penekanan pada coronal fat (C) Tampak
soft tissue di bagian subscapular ginjal kiri(19)

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada
pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-
sel. Hematuria makroskopik atau mikroskopik seringkali ditemukan pada
pemeriksaan ini. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan
mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang
dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau

14
pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus
diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk
mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.9

2.6 Komplikasi

Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan
trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan
kematian. Selain itu kebocoran sistem kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi
urine hingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang
menimbulkan fistula renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat
menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau
pielonefritis kronis.1

2.7 Penatalaksanaan

1. Non-Operatif dan Konservatif


Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan
adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut,
penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urin pada pemeriksaan
urine serial.1
2. Operatif
Penanganan operatif pada ruptur ginjal ditujukan pada trauma ginjal mayor
dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya, mungkin
dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan
vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi
total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.1

15
2.8 Prognosis
Dengan follow-up yang dilakukan secara hati-hati, kebanyakan kasus
ruptur ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan proses penyembuhan yang
berlangsung secara spontan dan mengembalikan fungsi ginjal. Pengawasan
terhadap excretory urography dan tekanan darah juga dapat menjamin deteksi dan
manajemen yang tepat akan kejadian hidronefrosis dan hipertensi.9

16
BAB III
PENUTUP

Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai
macam trauma baik tumpul maupun tajam sehingga hal tersebut akan mudah
terjadinya rupture pada ginjal.

Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga


diperlukan kekuatan yang cukup yang bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun
pada kondisi patologis seperti hidronefrosis atau malignansi ginjal maka ginjal
mudah ruptur oleh hanya trauma ringan. Sebagian besar trauma ginjal adalah
trauma tumpul dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor
pada ginjal yang hanya membutuhkan bed rest.

Diagnosis trauma ginjal ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan penunjang. Pada pemeriksaan fisik digali mekanisme trauma serta
kemungkinan gaya yang menimpa ginjal maupun organ lain disekitarnya. Pada
pasien mungkin ditemukan hematuria gross ataupun mikroskopis atau mungkin
tanpa hematuria. Gold standar pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal adalah
CT-Scan, tetapi pada fasilitas kesehatan yang tidak tersedia CT-Scan, IVP adalah
pilihan pertama.

Tujuan pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal adalah klasifikasi


beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan
menentukan prognosisnya, menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre-trauma,
mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral, mengevaluasi keadaan organ
intraabdomen lainnya.

Berdasarkan Organ Injury Scaling Committee of the American Association


for the Surgery of Trauma (AAST) berat ringannya trauma ginjal diklasifikasikan
menjadi derajat 1 sampai derajat 5. Dan menurut Sistem Federle mengkategorikan
cedera ginjal menjadi empat kelompok (minor, mayor, catastrophic, dan
pelviureteric junction injuries).

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B, ed. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: Sagung


Seto; 2009. Hal. 87-91.
2. Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC;
2017.
3. Budjang N. Radiologi Diagnostik Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008,
Bab 11; Traktus Urinaria.
4. Kartoleksono S. Radiologi Diagnostik Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2008, Bab 19; Tomografi Komputer.
5. Ureter : diaseases, treatment options. [online]. [diakses pada 02 April 2018]
Available from: http://www.urologie-bad-segeberg.de/Urology/ Treatment-
options/Ureter/ureter.html.
6. Mirpuri, Nisha, Pratiksha Patel, Daniel-Horton-Szar, eds. Renal and Urinary
Systems. United Kingdom: Mosby; 2000.p.3.
7. Lusaya, Dennis G, Edgar V Lerma, Peter Langenstroer, Francisco Talavera et
al, eds. Renal Trauma.[online]. [cited on 2018, April 02]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/440811-overview.
8. Dorland, W. A. Newman. Kamu*s Kedokteran Dorland 31th Edition. Jakarta:
EGC; 2014. Hal. 1929.
9. Tanagho, Emil A. dan Jack W Mc. Aninch, eds. Smith’s General Urology 17th
Edition. [Electronic Book]. USA: McGraw-Hill Companies Inc; 2008. P. 281-
8.
10. Suron, David, ed. Textbook Radiology and Imaging of Radiology and Imaging
7th Edition Volume II. London: Churcill Livingstone; 2003. P. 971-5.
11. Gray, H. Elsevier Image. [Online]. [Dikutip] 02 April 2018. Available from:
http://www.elsevierimages.com/image/25276.html
12. Ahuja, A. T, Antonio, G. E., et al. Case Studies in Medical Imaging.
[Electronic Book]. Cambridge: Cambridge University Press; 2006. P. 338.
13. Tan, Sinan, Meral Arifoglu et al. The Importance of Gray Scale and Color
Doppler Ultrasonography in The Diagnosis of Spontaneous Renal Pelvis
Rupture: Case Report. Dalam Turkish Journal of Radiology. Turkey. [Online].
18
2010 [Dikutip] 02 April 2018. Available from:
http://turkulojidergisi.com/sayilar/136/434-437.pdf
14. Begg, James D, ed. Abdominal X-Ray Made Easy. United Kingdom: Churcill
Livingstone; 2007. P. 197-9.
15. Bates, Jane A. Abdominal Ultrasounds How, Why, and When 2nd Edition.
[Electronic Book]. Edinburgh dst; 2004. P. 182.
16. Marincek, Borut dan robert F. Dondlinger. Emergency Radiology. [Electronic
Book]. Springer; 2007. P. 197-8.
17. Frankel, Heidi L. Ultrasound for Surgeons. [Electronic Book]. Texas: Landes
Bioscience; 2004. P. 76.
18. Dogra, Vikram S dan Shweta Bhatt. Radiologic Clinics of North America.
New York: Elsevier Saunders. [Electronic Book]; 2007. P. 581-90.
19. Siegelman, Evan S, ed. Body MRI. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2005. P.
158,169-70.

19

You might also like