You are on page 1of 50

Portofolio Kasus

LAKI-LAKI USIA 33 TAHUN DENGAN MASSA INTRAKRANIAL


(INTRACRANIAL SPACE OCCUPYING LESION)

Disusun Oleh:
dr. Eko Nuzul Abdillah Khairul Rizky

Pembimbing
dr. Alan, Sp.S
dr.Kiki Mamat kurnia
dr. H.M. Suaidi

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA INDRAMAYU
2017
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Terisi, Indramayu
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
No. RM : 060356
Tanggal Masuk RS : 15 Maret 2017
Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2017

II. Keluhan Utama


Lemas anggota gerak sebelah kiri

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan lemas anggota gerak sebelah kiri
dan bicara cadel sejak 4 hari SMRS. Ibu pasien mengatakan bahwa
sebelumnya pasien pernah terjatuh secara tiba-tiba saat mengangkat
karung gabah dan kepala pasien terbentur lantai terlebih dahulu,
kemudian pasien pingsan dan dilaporkan mengalami muntah
menyemprot dan kejang-kejang. Pasien pingsan selama ± 1 jam, tetapi
setelah sadar pasien merasakan anggota gerak sebelah kiri menjadi lemas
hingga untuk berjalan harus dibantu oleh orang lain.
Pasien mengatakan bahwa sebelum mengalami keluhan tersebut,
dia sering mengalami sakit kepala yang hilang timbul sejak ± 2 tahun
tetapi reda sementara jika meminum obat sakit kepala yang dibelinya di
Warung.
Pasien pernah dirawat di Puskesmas selama 3 hari tetapi tidak ada
perubahan. Pasien menyangkal sebelumnya tidak pernah mengalami
trauma kepala, riw. Stroke (-), riw. Mengkonsumsi obat-obatan (-).

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa sebelumnya : (-)
Riwayat dirawat di RS : (-)
Riwayat alergi obat/makanan : (-)
Riwayat HT : (-)
Riwayat perdarahan : (-)
Riwayat asma : (-)
Riwayat DM : (-)

V. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
2. Riwayat penyakit gula : disangkal
3. Riwayat sakit jantung : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat alergi : disangkal

VI. Riwayat Kebiasaan


1. Riwayat alkohol : disangkal
2. Riwayat merokok : (+)

VII. Riwayat Gizi


Pasien makan 2-3 kali sehari. Pasien makan nasi dengan lauk pauk
tempe tahu dan sayur. Minum air putih 10-12 gelas sehari.
VIII. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang Petani. Pasien berobat dengan menggunakan
fasilitas JKN KIS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Maret 2017
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
S : 37,2oC per aksiler
N : 120 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR : 28 x/menit, tipe thorakoabdominal, reguler, kedalaman cukup
Tensi : 240/120 mmHg
3. Kulit
Ikterik (-), warna sawo matang, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-
),petechie (-), kering (-), teleangiektasis (-), ekimosis(-), lebam
kemerahan(-).
4. Kepala
Mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),atrofi muskulus
temporalis (-), luka (-).
5. Wajah
Simetris, eritema (-)
6. Mata
Sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
7. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).
8. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-).
9. Mulut
Trismus (-), Sianosis (-), papil lidah atrofi (-),gusi berdarah (-), bibir
kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut bibir (-),
tes spatula (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi vena leher (-
),
11. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-
),rambut ketiak rontok (-), ginecomastia (-), atrofi musculus pectoralis (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar
getah bening aksilla (-).
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC VIlateral linea midclavicularis
sinistra, IC cordis kuat angkat, thrill (-)
Perkusi :
 kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
 kiri bawah : SIC VIlateral linea
midclavicularis sinistra
 kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
 kanan bawah : SIC IV linea sternalis dextra
 pinggang jantung : SICIII lateral linea parasternalis sinistra
 konfigurasi jantung kesan melebar ke caudolateral
Auskultasi : HR 120x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,
bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan
Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak melebar,
retraksi (-), sela iga tidak mendatar
Dinamis : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tak
melebar, retraksi (-)
Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada
yang tertinggal
Dinamis :pengembangan paru simetris, tidak ada yang tertinggal,
fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor di seluruh lapang paru
Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung.
Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-
), ronki basah kasar (+), ronki basah halus (+), krepitasi
(-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-
), ronki basah kasar (+), ronki basah halus (+), krepitasi
(-)
Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi :
Statis : punggung kanan dan kiri simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th X
Kiri : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th XI
Peranjakan diafragma 5 cm kanan sama dengan kiri.
Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-
), ronki basah kasar (+), ronki basah halus (+), krepitasi
(-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing
(-), ronki basah kasar (+), ronki basah halus (+),
krepitasi (-)
12. Punggung
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut = dinding dada, distended (-), venektasi (-),
caput medusae (-), ikterik (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bruit hepar (-), bising epigastrium (-
)
Perkusi : tympani, pekak sisi (-), pekak alih(-)
Palpasi : supel (+), tes undulasi (-), nyeri tekan (+) epigastrium,
hepardan lien tidak membesar,Murphy’s sign (-).
14. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-), nyeri suprapubik (-).
15. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar.
17. Ekstremitas
Extremitas superior Extremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Palmar Eritema - - - -
Edema + + + +
Sianosis - - - -
Pucat - - - -
Akral dingin - - - -
Luka - - - -
Deformitas - - - -
Ikterik - - - -
Petekie - - - -
Spoon nail - - - -
Kuku pucat - - - -
Clubing finger - - - -
Hiperpigmentasi - - - -
Fungsi motorik 5 5 5 5
Fungsi sensorik Normal Normal Normal Normal
Reflek fisiologis 2 2 2 2
Reflek patologis - - - -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium

HEMATOLOGI
06/10/2016 SATUAN RUJUKAN
RUTIN

Hb 4,7 g/dl 12.5-18.0

HCT 13,0  37-49

AL 14,8 103/l 4.5 – 11.00

AT 243 103/l 150 – 450

AE 1,7 106/l 4.5 -5.3

Golongan Darah B

Kimia Klinik

SGOT 25 U/L <37

SGPT 21 U/L <47


Ureum 198 mg/dl 10.0-50.0

Creatinin 17,9 mg/dl 0,60-1,10

GDS 120 Mg/dl <160

Imunologi/Serologi

HbsAg (-) Negatif

2. EKG
06 Oktober 2016

3. Foto Thorax PA
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit yang berkurang jika pasien dalam posisi setengah duduk dan
memberat jika pasien melakukan aktifitas yang agak berat. Berdebar-
debar (+). Lemas dan mudah lelah sejak beberapa bulan terakhir dan
bertambah berat sejak beberapa minggu terakhir. Nafsu makan berkurang
sejak beberapa minggu terakhir. Mual (+). Muntah (+)kadang-
kadang.Pusing (+). Pasien mengeluhkan tangan dan kakinya bengkak
sejak seminggu terakhir. Pasien sering mengkonsumsi jamu-jamu
kemasan dan terkadang minum-minuman energi. BAK (+) berkurang.
Pasien tampak sesak. TD 240/120 mmHg, HR 120x/menit, RR 28
x/menit. Konjungtiva pucat (+/+). Batas jantung kesan melebar, RBK
(+/+), RBH (+/+). Nyeri tekan epigastrium (+). Oedema ekstrimitas
tangan (+/+) kaki (+/+). HB 4,6; AE 1,7 juta; AL 14.800; Hct 13; Ur/Cr
198/17,9. EKG Sinus Takikardi, AV Blok Derajat I, LAH, RAH.Foto
Thorax PA : Bronkopneumonia, Cardiomegali,Oedem Pulmo

IX. PROBLEM
1. CKD Stage V
2. CHF NYHA III
3. HT EMERGENCY

X. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1.CKD Stage V
Assessment
Anamnesis : Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Berdebar-debar (+).Lemas dan mudah lelah sejak beberapa bulan
terakhir dan bertambah berat sejak beberapa minggu terakhir. Nafsu makan
berkurang sejak beberapa minggu terakhir. Mual (+). Muntah (+)kadang-
kadang. Tangan dan kakinya bengkak sejak seminggu terakhir. Pasien sering
mengkonsumsi jamu-jamu kemasan dan terkadang minum-minuman energi.
BAK (+) berkurang
Pemeriksaan Fisik : Pasien tampak sesak. TD 240/120 mmHg, RR 28
x/menit. Konjungtiva pucat (+/+). Nyeri tekan epigastrium (+). Oedema
ekstrimitas tangan (+/+) kaki (+/+).
Pemeriksaan Penunjang : HB 4,6; AE 1,7 juta; Hct 13; Ur/Cr 198/17,9.
DD : - Acute on CKD
- Gomerulonefritis akut
- Gomerulonefritis kronik
- Uremia
Ip Dx :-
Ip Tx : - Bed rest
- Infus NaCl 16 tpm
- Inj Ondansentron 2x4mg
- Inj pantoprazole1x1
- Pasang DC
- Rencana HD
- Transfusi PRC 4 Kolf
Ip Mx : KU / VS, Cek DR, Ur, Cr, Balance Cairan
Ip Ex : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit dan
komplikasinya, menghindariasupan cairan berlebih
dan menghindari makanan yang mengandung garam
dalam jumlah banyak

Problem 1I.CHF NYHA III


Assessment
Anamnesis : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak ini berkurang jika pasien dalam posisi
setengah duduk. Pasein mengaku tidak terbangun malam hari saat tidur
karena sesaknya namun sesak memberat jika pasien melakukan aktifitas yang
agak berat. Sesak tidak disertai dengan adanya bunyi ngik-ngik ataupun
memberat pada cuaca dingin dan adanya debu. Berdebar-debar (+). Nyeri
dada (-)
Pemeriksaan Fisik : HR 120x/menit, RR 28 x/menit. Batas jantung
kesan melebar, RBK (+/+), RBH (+/+).Oedema ekstrimitas tangan (+/+) kaki
(+/+).
Pemeriksaan Penunjang : EKG Sinus Takikardi, AV Blok Derajat I, LAH,
RAH.Foto Thorax PA : Bronkopneumonia, Cardiomegali,Oedem Pulmo
DD : -Oedema pulmo akut
Ip Dx :-
Ip Tx : - Bed rest
- Inj Furosemid 40mg/8 jam
- Pasang DC
Ip Mx : KU / VS, Cek Balance Cairan
Ip Ex : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit dan
komplikasinya, menghindari asupan cairan berlebih
dan menghindari makanan yang mengandung garam
dalam jumlah banyak.

Problem 1II.HT EMERGENCY


Assessment
Anamnesis : Pusing (+). Riwayat HT (+) + 5 tahun
Pemeriksaan Fisik : TD 240/120 mmHg, Batas jantung kesan melebar,
RBK (+/+), RBH (+/+).
Pemeriksaan Penunjang : Ur/Cr 198/17,9.
DD :-
Ip Dx :-
Ip Tx : - Amodipine 10mg 1x1
- Micardis 80mg 1x1
- Clonidin 2x1
Ip Mx : KU/VS
Ip Ex : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit dan
komplikasinya, menghindari asupan garam berlebih
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

XII. PROGRESS REPORT

DPH Tanggal Keluhan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Terapi


0 06/10/16 Sesak nafas,mual, KU : sakit sedang, CM,gizi kesan Lab Darah:  CKD Stg V Bed rest
muntah (+), pusing baik Hb 4,6;  CHF NYHA III Diet Ginjal
(+), bengkak tangan VS : Hct 13;  HT EMERGENCY Infus NaCl 16 tpm
dan kaki (+), BAK S : 37,3oC per aksiler AE 1,7 Juta; Inj Ondansentron 2x4mg
() N: 120 x/menit, reguler, simetris, isi AL 14,8 ribu; Inj pantoprazole 1x1
dan tegangan cukup. AT 243 ribu; Inj Furosemid 40mg/8 jam
RR: 28 x/menit, tipe Ur/Cr 198/17,9; Transfusi PRC 4 Kolf
thorakoabdominal, reguler, OT/PT 25/21 Amodipine 10mg 1x1
kedalaman cukup GDS 120. Micardis 80mg 1x1
TD : 240/120mmHg Clonidin 2x1
Conjungtiva pucat (+/+) EKG Sinus Takikardi, AV Pasang DC
SDV (+/+), RBK(+/+), RBH (+/+), Blok Derajat I, LAH, Rencana HD
BJ- I-II Int Normal Reg, Bising(-), RAH.Foto Thorax PA :
Gallop(-) Bronkopneumonia, Monitoring: KU/VS, Balance
Supel, NT(+) Epigastrium, BU(+) N Cardiomegali,Oedem Cairan
Oedema ekstremitas (+/+//+/+) Pulmo:
1 07/10/16 Sesak nafas,mual, KU : sakit sedang, CM,gizi kesan  CKD Stg V Bed rest
muntah (-), pusing baik  CHF NYHA III Diet Ginjal
(+), bengkak tangan VS :  HT Stg II Infus NaCl 16 tpm
dan kaki (+), BAK S : 36oC per aksiler Inj Ondansentron 2x4mg
() N: 90 x/menit, reguler, simetris, isi Inj pantoprazole 1x1
dan tegangan cukup. Transfusi PRC 4 Kolf
RR: 28 x/menit, tipe Inj Furosemid 40mg/8 jam
thorakoabdominal, reguler, Amodipine 10mg 1x1
kedalaman cukup Micardis 80mg 1x1
TD : 160/90mmHg Clonidin 2x1
Rencana HD
Conjungtiva pucat (+/+) Cek DR Post Transfusi
SDV (+/+), RBK(+/+), RBH (+/+),
BJ- I-II Int Normal Reg, Bising(-), Monitoring: KU/VS, Balance
Gallop(-) Cairan
Supel, NT(+) Epigastrium, BU(+) N
Oedema ekstremitas (+/+//+/+)

2 08/10/16 Sesak nafas () KU : sakit sedang, CM,gizi kesan Lab Darah:  CKD Stg V Bed rest
,mual, muntah (-), baik Hb 12,0;  CHF NYHA III Diet Ginjal
pusing (+), bengkak VS : Hct 38;  HT Terkontrol Infus NaCl 16 tpm
tangan dan kaki (+), S : 36,3oC per aksiler AE 5,8 Juta; Inj Ondansentron 2x4mg
BAK () N: 80 x/menit, reguler, simetris, isi AL 21,7 ribu; Inj pantoprazole 1x1
dan tegangan cukup. AT 265 ribu; Inj Furosemid 20mg/12 jam
RR: 24 x/menit, tipe . Amodipine 10mg 1x1
thorakoabdominal, reguler, Micardis 80mg 1x1
kedalaman cukup Clonidin 2x1
TD : 130/80mmHg Rencana HD

Conjungtiva pucat (+/+) Monitoring: KU/VS, Balance


SDV (+/+), RBK(+/+), RBH (+/+), Cairan
BJ- I-II Int Normal Reg, Bising(-),
Gallop(-)
Supel, NT(+) Epigastrium, BU(+) N
Oedema ekstremitas (+/+//+/+)

3 09/10/16 Sesak nafas (), KU : sakit sedang, CM,gizi kesan .  CKD Stg V Bed rest
diare (+),batuk (+), baik  CHF NYHA III Diet Ginjal
dahak (+) putih VS :  HT Stg II Infus NaCl 20 tpm
kental, demam (+), S : 38,1oC per aksiler  Susp.Pneumonia Inj Ondansentron 2x4mg
bengkak tangan dan N: 80 x/menit, reguler, simetris, isi Inj pantoprazole 1x1
kaki (+), BAK () dan tegangan cukup. Inj Furosemid 20mg/12 jam
RR: 20 x/menit, tipe Inj Ceftriaxone 2gr/24 jam
thorakoabdominal, reguler, Inf PCT 3x500mg (k/p)
kedalaman cukup Amodipine 10mg 1x1
TD : 160/90mmHg Micardis 80mg 1x1
Clonidin 2x1
Conjungtiva pucat (+/+) New Diatab 3x1
SDV (+/+), RBK(+/+), RBH (+/+), Ambroxol Syr 3x C1
BJ- I-II Int Normal Reg, Bising(-), Rencana HD
Gallop(-)
Supel, NT(+) Epigastrium, BU(+) N Monitoring: KU/VS, Balance
Oedema ekstremitas (+/+//+/+) Cairan
4 10/10/16 Sesak nafas (), KU : sakit sedang, CM,gizi kesan .  CKD Stg V Rujuk Ke RSUD Indramayu
diare (-),batuk (+), baik  CHF NYHA III untuk Hemodialisa
dahak (+) putih VS :  HT Stg II
kental, demam (-), S : 37,1oC per aksiler  Susp.Pneumonia
bengkak tangan dan N: 78 x/menit, reguler, simetris, isi
kaki (+), BAK () dan tegangan cukup.
RR: 20 x/menit, tipe
thorakoabdominal, reguler,
kedalaman cukup
TD : 140/90mmHg

Conjungtiva pucat (+/+)


SDV (+/+), RBK(+/+), RBH (+/+),
BJ- I-II Int Normal Reg, Bising(-),
Gallop(-)
Supel, NT(+) Epigastrium, BU(+) N
Oedema ekstremitas (+/+//+/+)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. DEFINISI
Menurut pedoman yang dikeluarkan oleh National Kidney
Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI),
seorang pasien dikatakan menderita CKD jika memenuhi satu atau lebih
kriteria berikut ini selama lebih dari 3 bulan: (1)
- Penurunan GFR menjadi < 60mL/menit/1.73m2 secara
persisten dan biasanya progresif
- Albuminuria (lebih dari 30mg albumin urin per gram ureum
creatinin)
- Abnormalitas dari sedimen urin seperti adanya hematuria
atau sel darah merah
- Abnormalitas elektrolit atau lainnya merujukpada kerusakan
tubular
- Abnormalitas struktural yang terlihat pada pemeriksaan
pencitraan seperti penyakit polikistik ginjal.
- Riwayat transplantasi ginjal

Sedangkan kriteria CKD menurut referensi lain disebutkan bahwa


kriteria gagal ginjal adalah sebagai berikut: (2)
- Kerusakan ginjal baik secara struktural maupun fungsional
yang terjadi lebih dari tiga bulan dengan atau tanpa
penurunan GFR dengan manifestasi berupa:
a. Kelainan patologis
b. Kelainan yang terlihat pada komposisi darah atau urin atau
kelainan pada imaging
- GFR < 60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.

B. KLASIFIKASI
Dulu klasifikasi gagal ginjal ditentukan berdasarkan derajat
penurunan GFR, yaitu: (2)

 Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>


90 mL/min/1.73 m 2)
 Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)
 Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)
 Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)
 Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau
dialisis)

GFR sendiri dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Namun National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes


Quality Initiative (KDOQI) pada tahun 2012 mengeluarkan rekomendasi
terbaru untuk menentukan klasifikasi CKD, yaitu berdasarkan GFR dan
juga albuminuria:(3)

C. FAKTOR RESIKO
Pada tahun 2002, National Kidney Foundation’s Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (KDOQI) merekomendasikan adanya
pemindaian atau screening pada pasien dengan resiko menderita kerusakan
ginjal melalui pemeriksaan tekanan darah, albuminuria dan kreatinin
serum untuk memperkirakan GFR. Pasien yang direkomendasikan tersebut
adalah yang memiliki faktor resikosebagai berikut: (3)
a. Faktor klinis
- Diabetes
- Hipertensi
- Penyakit autoimun
- Infeksi sistemik
- Infeksi saluran kemih
- Batu saluran kemih
- Obstruksi saluran kemih
- Neoplasia
- Riwayat keluarga dengan CKD
- Massa ginjal yang berkurang
- Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
- Berat lahir rendah
b. Faktor Sosiodemografi
- Usia lanjut
- Etnis minoritas Amerika Serikat: Afro-Amerika, India-
Amerika, Hispanik, Asia-Oseania
- Pendidikan/Tingkat Ekonomi Rendah

D. PATOFISIOLOGI (4)

CKD secara kasar dapat dikategorikan sebagai cadangan ginjal


berkurang, insufisiensi ginjal, atau gagal ginjal (stadium akhir penyakit
ginjal). Awalnya, sebagai jaringan ginjal kehilangan fungsinya, ada
kelainan sedikit karena jaringan yang tersisa dapat meningkatkan kinerja
(adaptasi fungsional ginjal); kehilangan 75% dari jaringan ginjal
menyebabkan penurunan GFR hanya 50% dari normal.

Fungsi ginjal menurun mengganggu kemampuan ginjal untuk


mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.Perubahan
melanjutkan ditebak, tetapi tumpang tindih dan variasi individu ada.
Kemampuan untuk berkonsentrasi penurunan urin awal dan diikuti
dengan penurunan kemampuan untuk mengekskresikan fosfat, asam, dan
K. Ketika gagal ginjal lanjut (GFR ≤ 10 mL/min/1.73 m 2),
kemampuan
untuk mengencerkan urin hilang, dengan demikian osmolalitas urin
biasanya tetap dekat dengan plasma (300-320 mOsm / kg), dan volume
urin tidak merespon cepat terhadap variasi dalam asupan air.

Plasma konsentrasi kreatinin dan urea (yang sangat tergantung


pada filtrasi glomerular) mulai naik nonlinier sebagai GFR
berkurang.Perubahan-perubahan yang minimal sejak dini. Ketika GFR
2 2),
turun di bawah 10 mL/min/1.73 m (normal = 100 mL/min/1.73 m
tingkat mereka meningkat dengan cepat dan biasanya berhubungan
dengan manifestasi sistemik (uremia). Urea dan kreatinin tidak
kontributor utama dengan gejala uremik, mereka adalah penanda untuk
zat lain (sebagian belum didefinisikan dengan baik) yang menyebabkan
gejala.

Meskipun keseimbangan GFR, Na dan air berkurang tetap terjaga


dengan ekskresi fraksional peningkatan Na dan respon normal terhadap
rasa haus. Dengan demikian, konsentrasi plasma Na biasanya normal,
dan hipervolemia jarang terjadi kecuali asupan Na atau air sangat dibatasi
atau berlebihan.Gagal jantung dapat terjadi dari Na dan kelebihan air,
terutama pada pasien dengan cadangan jantung menurun.

Kelainan Ca, fosfat, hormon paratiroid (PTH), vitamin


metabolisme D, dan osteodistrofi ginjal dapat terjadi. Produksi ginjal
penurunan calcitriol kontribusi untuk hipokalsemia.Penurunan ekskresi
ginjal hasil fosfat dalam hiperfosfatemia.Hiperparatiroidisme sekunder
adalah umum dan dapat mengembangkan pada gagal ginjal sebelum
kelainan pada Ca atau konsentrasi fosfat terjadi.Untuk alasan ini,
pemantauan PTH pada pasien dengan CKD moderat, bahkan sebelum
hyperphosphatemia terjadi, telah direkomendasikan.

Osteodistrofi ginjal (mineralisasi tulang abnormal akibat


hiperparatiroidisme, defisiensi calcitriol, fosfat serum, atau rendah atau
normal serum Ca) biasanya mengambil bentuk meningkatnya turnover
tulang karena penyakit hyperparathyroid tulang (osteitis fibrosa) tetapi
juga dapat melibatkan pergantian tulang menurun karena tulang adinamik
penyakit (dengan penekanan paratiroid meningkat) atau
osteomalacia.Kekurangan calcitriol dapat menyebabkan osteopenia atau
osteomalacia.

Asidosis sedang (plasma HCO 3 isi 15 sampai 20 mmol / L) dan


anemia merupakan karakteristik.Anemia CKD adalah normokromik
normositik-, dengan Ht 20 sampai 30% (35 hingga 50% pada pasien
dengan penyakit ginjal polikistik). Hal ini biasanya disebabkan oleh
produksi eritropoietin kekurangan karena penurunan massa ginjal
fungsional.

Faktor-faktor selain proses penyakit yang mendasari dan


hipertensi glomerulus yang dapat menyebabkan cedera ginjal progresif
meliputi:

 Sistemik hipertensi
 Penghinaan akut dari nephrotoxins atau penurunan perfusi
 Proteinuria
 Peningkatan ginjal ammoniagenesis dengan cedera interstisial
 Hiperlipidemia
 Hyperphosphatemia dengan deposisi kalsium fosfat
 Penurunan kadar oksida nitrat
 Merokok
 Tidak terkontrol diabetes

Hiperkalemia

Kemampuan untuk mempertahankan kalium (K) ekskresi pada


tingkat mendekati normal umumnya diselenggarakan dalam penyakit
ginjal kronis selama keduanya sekresi aldosteron dan aliran distal
dipertahankan.Lain pertahanan terhadap retensi kalium pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis meningkat ekskresi kalium dalam saluran
pencernaan, yang juga berada di bawah kendali aldosteron.

Oleh karena itu, hiperkalemia biasanya berkembang ketika GFR


turun menjadi kurang dari 20-25 ml / menit karena kemampuan menurun
dari ginjal mengekskresikan kalium. Hal ini dapat diamati lebih cepat
pada pasien yang menelan makanan yang kaya potasium atau jika kadar
aldosteron serum rendah, seperti di jenis asidosis tubulus ginjal IV yang
biasa terlihat pada orang dengan diabetes atau dengan penggunaan
angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau non-steroid anti-
inflammatory drugs (NSAID).

Hiperkalemia pada penyakit ginjal kronis dapat diperburuk oleh


pergeseran ekstraseluler kalium, seperti yang terjadi dalam pengaturan
asidemia atau dari kekurangan insulin.Hipokalemia jarang tetapi dapat
berkembang di antara pasien dengan asupan yang sangat miskin
kehilangan kalium, gastrointestinal atau urin kalium, diare, atau
penggunaan diuretik.

Metabolik asidosis

Asidosis metabolik sering merupakan campuran dari anion gap


yang normal dan anion gap meningkat, yang terakhir ini umumnya
diamati dengan penyakit ginjal kronis tahap 5 tetapi dengan anion gap
umumnya tidak lebih tinggi dari 20 mEq / L. Pada penyakit ginjal kronis,
ginjal tidak mampu untuk memproduksi amoniak cukup dalam tubulus
proksimal mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk
amonium. Pada penyakit ginjal tahap kronis 5, akumulasi fosfat, sulfat,
dan anion organik lainnya adalah penyebab dari peningkatan anion gap.

Asidosis metabolik telah terbukti memiliki efek merusak pada


keseimbangan protein, menyebabkan berikut:
 Negatif nitrogen balance
 Peningkatan degradasi protein
 Peningkatan oksidasi asam amino esensial
 Mengurangi sintesis albumin
 Kurangnya adaptasi ke diet rendah protein

Oleh karena itu, asidosis metabolik berhubungan dengan


kekurangan energi protein, kehilangan massa tubuh tanpa lemak, dan
kelemahan otot. Mekanisme untuk mengurangi protein mungkin
termasuk efek pada adenosin trifosfat (ATP)-tergantung proteasomes
ubiquitin dan peningkatan aktivitas dari dehydrogenases asam rantai
bercabang keto.

Asidosis metabolik menyebabkan peningkatan ammoniagenesis


untuk membantu hidrogen mengeluarkan lebih.Namun, ini menyebabkan
peningkatan fibrosis dan perkembangan yang cepat dari penyakit ginjal.

Asidosis metabolik merupakan faktor dalam pengembangan


osteodistrofi ginjal, sebagai tulang bertindak sebagai buffer untuk
kelebihan asam, dengan kehilangan resultan dari mineral.Asidosis dapat
mengganggu metabolisme vitamin D, dan pasien yang terus-menerus
lebih asidosis lebih mungkin untuk memiliki osteomalasia atau rendah
turnover penyakit tulang.

Kelainan Na dan air

Garam dan air oleh ginjal penanganan diubah pada penyakit ginjal
kronis. Volume ekstraseluler ekspansi dan total-tubuh hasil volume
overload dari kegagalan natrium dan ekskresi air bebas. Ini biasanya
menjadi klinis nyata ketika GFR turun menjadi kurang dari 10-15 ml /
menit, ketika mekanisme kompensasi telah menjadi kelelahan.
Sebagai fungsi ginjal menurun lebih lanjut, retensi natrium dan
volume memimpin ekspansi ekstraseluler edema perifer dan, tidak
jarang, edema paru dan hipertensi. Pada natrium, lebih tinggi GFR dan
air berlebih asupan bisa menghasilkan gambar yang sama jika jumlah
yang tertelan natrium dan air melebihi potensi yang tersedia untuk
ekskresi kompensasi.

Anemia

Normokromik normositik anemia terutama berkembang dari


sintesis ginjal penurunan eritropoietin, hormon yang bertanggung jawab
untuk stimulasi sumsum tulang untuk produksi sel darah merah (RBC).
Dimulai pada awal perjalanan penyakit dan menjadi lebih parah sebagai
GFR semakin menurun dengan ketersediaan massa ginjal kurang layak.

Tidak ada respon retikulosit terjadi.RBC kelangsungan hidup


menurun, dan kecenderungan perdarahan meningkat dari disfungsi
uremia akibat trombosit. Penyebab lain dari anemia pada penyakit ginjal
kronis adalah sebagai berikut:

 Kehilangan darah yang kronis


 Sekunder hiperparatiroidisme
 Peradangan
 Gizi kekurangan
 Akumulasi inhibitor dari eritropoiesis

Secara skematis, anemia pada CKD dapat dijelaskan seperti pada


gambar di bawah ini. Besi dan eritropoietin (EPO) sangat krusial bagi
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Avaibilitas besi diatur
oleh hormon liver yaitu hepcidin yang meregulasi absorpsi besi dari diet
dan proses recycling makrofag besi dari sel darah merah yang udah uzur.
Ada beberapa loop umpan balik terhadap kontol level hepcidin termasuk
besi dan EPO. Pada pasien CKD (terutama pada pasien stadium akhir
yang menjalani hemodialisa) kadar hepsidin ditemukan meningkat sangat
tinggi, diperkirakan hal ini terjadi akibat berkurangnya clearance ginjal
dan adanya inflamasi, hal ini menyebabkan terbatasnya besi untuk
eritropoiesis.CKD juga menghambat produksi EPO oleh ginjal dan juga
menyebabkan terhambatnya eritropoiesis akibat induksi uremik sirkulasi,
memperpendek masa hidup eritrosit dan meningkatnya kehilangan darah.
Panah hitam dan abu-abu menunjukkan fisiologi normal (hitam untuk
besi dan hormonal fluks, abu-abu untuk proses regulasi). Panah berwarna
mewakili efek tambahan CKD (biru untuk aktivasi, merah untuk
penghambatan). RBC, sel darah merah.(5)

Diabetes Melitus(6)
Patofisiologi yang mendasari pada diabetes tipe 2 ditandai oleh
tiga gangguan berikut (1) resistensi perifer terhadap insulin, terutama
pada sel otot: (2) peningkatan produksi glukosa oleh hati, dan (3) sekresi
pankreas diubah. Peningkatan jaringan resistensi terhadap insulin
umumnya terjadi pertama dan akhirnya diikuti oleh sekresi insulin
terganggu.Pankreas memproduksi insulin, namun resistensi insulin
mencegah penggunaan yang tepat pada tingkat sel. Glukosa tidak dapat
memasuki sel target dan terakumulasi dalam aliran darah, mengakibatkan
hiperglikemia. Tingkat glukosa darah tinggi sering merangsang
peningkatan produksi insulin oleh pankreas: demikian. Tipe 2 diabetes
individu seringkali memiliki produksi insulin yang berlebihan
(hiperinsulinemia).
Resistensi insulin mengacu pada sensitivitas jaringan terhadap
insulin.Reaksi intraseluler berkurang, membuat insulin kurang efektif
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan dan mengatur pelepasan
glukosa oleh hati.
Jika kadar glukosa darah yang meningkat secara konsisten untuk
jangka waktu yang signifikan, mekanisme filtrasi ginjal ditekankan,
memungkinkan protein darah bocor ke dalam urin. Akibatnya, tekanan di
dalam pembuluh darah ginjal meningkat.Diperkirakan bahwa tekanan
tinggi berfungsi sebagai stimulus tingkat nefropati.
Perubahan terdeteksi paling awal dalam perjalanan nefropati
diabetik adalah penebalan di glomerulus.Pada tahap ini, ginjal dapat
mulai memungkinkan lebih albumin (protein) dari normal dalam urin,
dan ini dapat dideteksi dengan tes sensitif untuk albumin.Sebagai
nefropati diabetes berlangsung, peningkatan jumlah glomeruli yang
hancur.Sekarang jumlah albumin yang diekskresikan dalam urin
meningkat, dan dapat dideteksi dengan teknik urinalisis biasa.Pada tahap
ini, biopsi ginjal jelas menunjukkan nefropati diabetes dan akhirnya
menyebabkan gagal ginjal kronis.
E. EVALUASI PASIEN CKD
Pada pasien dengan GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 atau adanya
penanda dari kerusakan ginjal, kita perlu meninjau riwayat penyakit
dahulu dan memastikan durasi dari kerusakan ginjal yang telah terjadi.
Jika durasi >3 bulan maka CKD terkonfirmasi sedngkan jika kurang dari 3
bulan, maka kemungkinannya adalah AKI pada CKD ataupun AKI itu
sendiri. Evaluasi pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan oleh
KDOQI adalah sebagai berikut:
- Untuk asesmen awal, direkomendasikan untuk dilakukan
pemeriksaan serum kreatinin dan GFR
- Apabila serum kreatinin dan GFR dianggap kurang akurat,
maka diperlukan pemeriksaan tambahan berupa cystatin C
atau penilaian clearance untuk mengkonfirmasi hasil dua
pemeriksaan sebelumnya.
- Direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan cystatin C
pada pasien dengan GFR 45-59 ml/menit/1,73 m2 yang tidak
memiliki penanda kerusakan ginjal.
- Pada awal asesment juga direkomendasikan untuk melakukan
beberapa pemeriksaan dengan sampel urin pagi,yaitu:
a. Rasio albumin-kreatinin urin
b. Rasio protein-kreatinin urin
c. Urinalisis strip reagen untuk protein total
- Jika pemeriksaan tersebut hasilnya tidak signifikan, maka
perlu dilakukan pemeriksaan protein Bence Jones.

F. MANAJEMENT PASIEN(3,7,8)

Empat Tujuan terapi adalah untuk:


1. memperlambat perkembangan penyakit;
2. mengobati penyebab dan faktor-faktor;
3. mengobati komplikasi penyakit, dan
4. menggantikan fungsi ginjal hilang.

1. Manajeman Tekanan Darah


Target dan obat penurun TD sangat individual menurut umur,
penyakit kardiovaskular dan penyakit penyerta lainnya, risiko
perkembangan CKD, ada atau tidak adanya retinopati (pada pasien
CKD diabetes), dan toleransi pengobatan seperti yang dijelaskan dalam
Pedoman Tekanan Darah KDIGO 2012. Pemeriksaan terhadap adanya
pusing postural dan hipotensi postural secara teratur perlu dilakukan
ketika merawat pasien CKD dengan obat penurunan tekanan darah.
Perlu dilakukan penyesuaian rejimen pengobatan TD pada pasien
usia lanjut dengan CKD secara hati-hati dengan mempertimbangkan
usia, penyakit penyerta dan terapi lain, dengan eskalasi pengobatan
bertahap dan memperhatikan efek samping yang berhubungan dengan
pengobatan TD tersebut termasuk gangguan elektrolit, kerusakan akut
pada fungsi ginjal, hipotensi ortostatik dan efek samping obat lainnya.
Direkomendasikan pada pasien CKD dewasa dengan diabetes
maupun non-diabetes dan dengan ekskresi albumin urin 30 mg / 24 jam
(atau setara) yang tekanan darahnya secara konsisten sebesar 140/90
mm Hg tetap perlu diobati dengan obat penurunTD untuk
mempertahankan TD yang secara konsisten berkisar 140 mm Hg
sistolik dan 90 mm Hg diastolik. Jika ekskresi albumin urin > 30mg/24
jam maka TD dipertahankan pada angka <130/80 mmHg.
Penggunaan ACE-I atau ARB direkomendasikan pada pasien CKD
dewasa dengan diabetes dan ekskresi albumin urin 30-300 mg/24 jam
atau pada pasien CKD dengan atau tanpa diabetes jika ekskresi abumin
urin >300 mg/24 jam. Namun pemberian ACE-I dikombinasikan
dengan amlodipin memberikan hasil yang lebih baik daripada
dikombinasikan dengan HCT.
2. Intake Protein
- Intake protein yang baik adalah 0,8 g/kg/hari baik pada pasien
dewasa CKD dengan atau tanpa diabetes
- Intake protein tidak boleh lebih dari 1,3 g/kg/hari.
3. Kontrol Glikemik
- Target HbA1c adalah 7.0% untuk menghindari terjadinya komplikasi
mikrovaskular berupa penyakit ginja diabetik.
- Tidak direkomendasikan pemberian OAD pada pasien dengan
HbA1c <7.0% yang memiliki resiko untuk terjadinya hipoglikemia.
Jika tidak ada resiko maka pemberian OAD dilakukan untuk
mempertahankan HbA1c <7.0%.
- Pada orang dengan CKD dan diabetes, kontrol glikemik harus
menjadi bagian dari strategi intervensi multifaktorial termasuk
menangani kontrol tekanan darah dan risiko kardiovaskular,
penggunaan penghambatan angiotensinconverting enzim atau
angiotensin receptor blokade, statin, dan terapi antiplatelet perlu
dipertimbangkan sesuai indikasi klinis.
4. Manajemen Diet Lainnya
- Intake garam direkomendasikan sebesar <2 g per hari natrium atau
5g NaCL.
- Olahraga yang baik adalah 5 kali seminggu dengan durasi @30
menit serta berhenti merokok.

5. Dialisis

Ada dua jenis dialisis 1) hemodialisis dan 2) dialisis peritoneal.

a. Dialisis Akses

Sebuah akses vaskular diperlukan untuk hemodialisis sehingga darah


dapat dipindahkan meskipun filter dialisis pada kecepatan cepat untuk
memungkinkan pembersihan limbah, racun, dan kelebihan cairan. Ada
tiga jenis akses vaskular: fistula arteriovenosa (aVF), graft
arteriovenosa, dan kateter vena sentral.

1. Fistula arteriovenosa (aVF): Akses yang lebih disukai untuk


hemodialisis adalah aVF, dimana arteri secara langsung bergabung
ke pembuluh darah. Vena ini memakan waktu dua sampai empat
bulan untuk memperbesar dan matang sebelum dapat digunakan
untuk cuci darah. Setelah matang, dua jarum ditempatkan ke dalam
vena untuk dialisis. Satu jarum digunakan untuk menarik darah dan
dijalankan melalui mesin dialisis. Jarum kedua adalah untuk
mengembalikan darah dibersihkan. AVFs cenderung tidak
terinfeksi atau mengembangkan gumpalan dari jenis lainnya akses
dialisis.

2. Graft arteriovenosa: Sebuah graft arteriovenosa ditempatkan pada


mereka yang memiliki pembuluh darah kecil atau dalam fistula
yang telah gagal dibuat. Teknik ini terbuat dari bahan buatan dan
jarum dialisis dimasukkan ke dalam jalur secara langsung.

3. Kateter vena sentral: Sebuah kateter mungkin baik sementara atau


permanen. Pipa ini yang baik ditempatkan di leher atau pangkal
paha ke dalam pembuluh darah besar. Meskipun kateter
memberikan akses langsung untuk cuci darah, mereka rentan
terhadap infeksi dan juga dapat menyebabkan pembuluh darah
menggumpal atau sempit.

Peritoneal akses (untuk dialisis peritoneal): Sebuah kateter


ditanamkan ke dalam rongga perut (dibatasi oleh peritoneum)
dengan prosedur bedah minor. Kateter ini adalah tabung tipis yang
terbuat dari bahan yang fleksibel lembut, biasanya silikon atau
poliuretan.Kateter biasanya memiliki satu atau dua manset yang
membantu menahannya di tempat.Ujung kateter mungkin lurus
atau melingkar dan memiliki beberapa lubang untuk
memungkinkan jalan keluar dan kembali cairan.Meskipun kateter
dapat digunakan segera setelah implantasi, biasanya disarankan
untuk menunda dialisis peritoneal selama minimal 2 minggu
sehingga memungkinkan penyembuhan dan mengurangi risiko
kebocoran berkembang.

b. Hemodialisis

Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer


pada mesin dialisis.
 Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi
dengan kumpulan berongga tabung kapiler serat.

 Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi


membran semipermeabel, sedangkan dialisat (cairan yang
digunakan untuk membersihkan darah) dipompa sepanjang sisi
lain, dalam kompartemen yang terpisah, dalam arah yang
berlawanan.

 Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan


perubahan yang diinginkan dalam komposisi darah, seperti
pengurangan produk-produk limbah (urea nitrogen dan kreatinin),
sebuah koreksi kadar asam, dan equilibrium tingkat mineral
berbagai.

 Pengeluaran kelebihan cairan.

 Darah kemudian kembali ke tubuh.


G. PROGNOSIS(3)
HIPERTENSI

A. DEFINISI(9)

Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai


definisipeningkatan darahakut. Definisi yangpaing sering dipakai adalah :
1. Hipertensi emergensi (darurat)
Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120
mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi
emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam
dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak)
Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi
namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini
tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.

Dikenal beberapa istilah yangberkaitan dengan hipertensi


krisisantara lain:
1. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah >
200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolic > 120 mmHg disertai dengan
kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.
3. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120-
130 mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema,
peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular,
gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak
mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada
penderita dengan riwayat hipertensi esensial ataupun sekunder dan
jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah
normal.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tibatiba disertai dengan keluhan
sakit kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat
menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan

B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI(9,10)


Faktor penyebab hipertensi intinyaterdapat perubahan vascular,
berupadisfungsi endotel, remodeling, danarterial striffness.Namun faktor
penyebab hipertensi emergensi danhipertensi urgensi masih belum
dipahami.Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara
cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan
darahyang mendadak ini akan menyebabkan jejas endoteldan nekrosis
fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet,
fibrin dan kerusakanfungsi autoregulasi. Tabel berikut merupakan kausa
terjadinya hipertensi emergensi
Sedangkan dua bagan di bawah ini menggambarkan sistem regulasi
tekanan darah sistemik dan patofisiologi hipertensi. Pada bagan pertama
tanda panah () menggambarkan faktor stimultan sedangkan tanda panah
() menggambarkan faktor inhibitor. ADH : antidiuretic hormon; HR:
heart rate; NP: natriuretic peptides; PSNS: parasympathetic nervous
system; SNS : sympathetic nervous system; SV : stroke volume.
Dikenal mekanisme autoregulasi dalam mengatur tekanan darah
sistemik.Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organtubuh
terhadapkebutuhan dan pasokan darah denganmengadakan perubahan pada
resistensi terhadap alirandarah dengan berbagai tingkatan perubahan
kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun makaakan
terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naikakan terjadi vasokonstriksi.
Pada individu normotensi,aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi
Mean AtrialPressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawahbatas
autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyakdari
darah untukkompensasi darialiran darah yang menurun.
Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan
manifestasi klinik seperti mual,menguap, pingsan dan sinkop.Pada
penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas
ambang autoregulasiini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,
sehinggapengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang
lebih tinggi.
C. MANIFESTASI KLINIS(9)
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan
organ target yang ada.Tandadan gejala hipertensi krisis berbeda-beda
setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan
intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat
kesadaran dantanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus
cranialis.Pada hipertensi ensefalopatididapatkan penurunan kesadaran dan
atau defisit neurologi fokal.Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja
ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi
maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi
kardiovaskularbisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut
miokardial infark atau gagal jantung kiri akut.Dan beberapa pasien yang
lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa sajaterjadi.

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi


Hipertensi berat dengan tekanan Hipertensi berat dengan tekanan darah >
darah > 180/120 mmHg disertai 180/120 mmHg, tetapi dengan minimal
dengan satu atau lebih kondisi akut atautanpa kerusakan organ sasaran dan
berikut: tidak dijumpai keadaan pada hipertensi
1. Perdarahan IC atau SA emergensi
2. HT ensefalopati
3. Diseksi aorta akut 1.Funduskopi KW I atau KW II
4. Oedema paru akut 2.Hipertensi post operasi
5. Eklamsi 3.Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati
6. Feokhromositoma pada perioperatif
7. Funduskopi KW III/IV
8. Insufisiensi Ginjal akut
9. AMI
10.Sindroma kelebihan katekolamin
withdrawl obat antihipertensi

D. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Penting untuk dilakukan anamnesistentang riwayat penyakit
hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutindiminum,
kepatuhanminum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine
danphencyclidine. Riwayatpenyakit yang menyertai dan penyakit
kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit
neurologicharus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran,
hemiparesis dan kejang.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis,
elektrolit, kreatinin dan urinalisa.Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala
sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesaknafas, nyeri
dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri
dan hipertrofiventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan.
Berikut adalah bagan alurpendekatandiagnostik pada pasien hipertensi:
E. TATALAKSANA
1) Hipertensi Urgensi
Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah padapasien dengan hipertensi
urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberianobat-
obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan
tekanan darah dalam24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP)
dapatditurunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awalstandard goal
penurunan tekanan darah dapatditurunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral
bukan tanpa risiko dalammenurunkan tekanan darah. Pemberian
loadingdose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek
akumulasi dan pasien akan mengalamihipotensi saat pulang ke rumah.
Optimalisasipenggunaan kombinasi obat oral merupakanpilihan terapi
untuk pasien dengan hipertensiurgensi

Obat-obat Spesifik Untuk Hipertensi Urgensi


Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor denganonset mulai15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25
mgsebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah
90-120 menitkemudian.Efek yang sering terjadi yaitu batuk,
hipotensi,hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal(khusus pada
pasien dengan stenosis pada arterirenal bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channelblocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian
yangdilakukan pada 53 pasien dengan hipertensiurgensi secara random
terhadap penggunaannicardipine atau placebo.Nicardipine
memilikiefektifitas yang mencapai 65% dibandingkanplacebo yang
mencapai 22% (p=0,002).Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg
dandapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darahyang
diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi,
berkeringat dansakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara α1 danβ-adrenergic blocking
dan memiliki waktu kerjamulai antara 1-2 jam.Dalam penelitian
labetalolmemiliki dose range yang sangat lebar sehinggamenyulitkan
dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap
grupdibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100mg, 200 mg dan
300 mg secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik
dandiastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan
mulai dari dosis 200 mgsecara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam
kemudian.Efek samping yang seringmuncul adalah mual dan sakit
kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-
adrenergicreceptor agonist)yang memiliki mula kerja antara 15-30
menitdan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal biasdiberikan 0,1-0,2
mg kemudian berikan 0,05-0,1mg setiap jam sampai tercapainya
tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7mg. Efek
samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan
hipotensiortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channelblocker yang memiliki
pucak kerja antara 10-20menit. Nifedipine kerja cepat tidak
dianjurkanoleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karenadapat
menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat
diprediksikan sehinggaberhubungan dengan kejadian stroke

2) Hipertensi Emergensi
Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikansetiap individu
tergantung padakerusakan organ target.Manajemen tekanan darah
dilakukandengan obat-obatan parenteral secara tepat dancepat.Pasien
harus berada di dalam ruangan ICUagar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dandengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan
tekanan darah masih belumjelas, tetapipenurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam
berikutnya.Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan
mengakibatkan jantungdan pembuluh darah orak mengalami
hipoperfusi.

Penatalaksanaan Khusus
Neurologic emergency.Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada
hipertensi emergensi seperti hypertensiveencephalopathy, perdarahan
intracranialdan stroke iskemik akut.American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg
padahipertensi dengan perdarahan intracranialdan MAP harus
dipertahankan di bawah130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik
tekanan darah harus dipantau secarahati-hati 1-2 jam awal untuk
menentukanapakah tekanan darah akan menurun secara sepontan.
Secara terus-menerus MAPdipertahankan > 130 mmHg.

Cardiac emergency.Kegawatdaruratanyang utama pada jantung seperti


iskemikakut pada otot jantung, edema paru dandiseksi aorta.Pasien
dengan hipertensiemergensi yang melibatkan iskemik padaotot jantung
dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin.Pada studi yang
telahdilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapatmeningkatkan aliran
darah pada arteri koroner.Pada keadaan diseksi aorta akutpemberian
obat-obatan β-blocker (labetalol danesmolol) secara IV dapat diberikan
padaterapi awal, kemudian dapat dilanjutkandengan obat-obatan
vasodilatasi sepertinitroprusside.Obat-obatan tersebut
dapatmenurunkan tekanan darah sampai targettekanan darah yang
diinginkan (TD sistolik>120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure.Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau
merupakankonsekuensidari hipertensi emergensi.Acute kidney injury
ditandai dengan proteinuria, hematuria,oligouria dan atau
anuria.Terapi yang diberikan masihkontroversi, namun nitroprusside IV
telah digunakan secara luas namunnitroprusside sendiri dapat
menyebabkankeracunan sianida atau tiosianat.Pemberianfenoldopam
secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan sianida
akibatdari pemberian nitroprussidedalam terapigagal ginjal.

Hyperadrenergic states.Hipertensi emergensi dapatdisebabkan karena


pengaruh obat-obatan seperti katekolamin, klonidin danpenghambat
monoamin oksidase.Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin
seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine
dapatmenyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat
mencetuskan timbulnya hipertensi atauklonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal.Pada orang-orang dengan kelebihan
zat seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol
denganpemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri)
atauphentolamine IV (ganglion-blocking agent).Golonganβ-blockers
dapat diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang
diinginkan tercapai.Hipertensi yangdicetuskan oleh klonidinterapi yang
terbaik adalah dengan memberikan kembali klonidin sebagaidosis
inisialdan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensiyang telah
dijelaskan di atas.
Obat-obatan spesifik untuk komplikasihipertensi emergensi adalah
sebagai berikut:
Sedangkan, obat-obatan parenteral yang digunakan untuk terapi hipertensi emergensi adalah:
DAFTAR PUSTAKA

1. Link KD. Chronic kidney disease: New paradigms in diagnosis and


management. JAAPA. 2015; 28 (7): 22-28
2. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik Dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam
Jiliid 2. 2006. Jakarta: Interna Publishing
3. Inker LA, et al. KDOQI US Commentary on the 2012 KDIGO Clinical
PracticeGuideline for the Evaluation and Management of CKD. Am J
Kidney Dis. 2014;63(5):713-735
4. Arora, Pradeep, MD. Chronic Kidney Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview. Diakses pada 2
Oktober 2016.
5. Babbit LJ, Lin YH. Mechanisms of Anemia in CKD. J Am Soc Nephrol
23: 1631–1634, 2012.
6. PATHOPHYSIOLOGY: Chronic kidney failure secondary to Diabetes
Mellitus type II.
http://nursingdepartment.blogspot.com/2009/03/pathophysiology-of-
diabetes-milletus.html
7. KDIGO. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Management of
Blood Pressurein Chronic Kidney Disease. J Am Soc Nephrol 2: 357–361,
2012
8. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. 2005. Penerbit : Erlangga. Hal :
258, Gagal ginjal Kronis dan pasien dialisis.
9. Davicaesaria A. Leading Article : Hipertensi Krisis. J Medicinus 27 (3) : 9-
17, 2014.
10. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease 5th Ed. 2011. Philladelphia :
Wolters Kluwer.

You might also like