Pertemuan Ke 1 Dosen : H.Asep Solihat, S.Kep.,Ners Judul : Airway Management Tanggal : 13 Februari 2017
Isi Rangkuman
Airway management atau manajemen jalan nafas adalah suatu tindakan
yang dilakukan untuk memberikan pertolongan pada pasien yang mempunyai gangguan oksigenisasi pada otak dan jaringan. Karena proses kematian tertinggi karena hipoksia (kekurangan oksigen), otak dan jantung jika tidak dapat asupan oksigen maka akan mati. Jika ada pasien yang henti jantung atau henti nafas maka harus diselamatkan kurang dari 4 menit, jika tidak maka akan menyebabkan kematian biologis pada pasien. Kematian biologis adalah seluruh anggota tubuh mengalami kematian terutama jantung dan otak, sedangkan kematian klinis adalah kematian seluruhnya namun tidak mengenai medulla oblongata yang dimana medulla ini adalah pengatur kesadaran otak dan jantung. Gangguan pada airway biasanya karena adanya lidah jatuh kebelakang, obstruksi jalan nafas, adanya cairan, tersedak, dan lain-lain. Obstruksi jalan nafas tanda-tandanya dibagi kedalam beberapa macam yaitu : 1. Progresif : tiba-tiba 2. Parsial : gurgling (suaranya seperti kumur-kumur) karena adanya cairan 3. Total : snoring (suaranya seperti mendengkur) akibat lidah jatuh kebelakang, dan stidor karena adanya obstruksi anatomis Penilaian jalan napas dilakukan dengan cara LOOK, LISTEN, and FEEL. Ciri-ciri orang yang mengalami hipoksia yaitu gelisah, cema, dan lain-lain. Upaya memperbaiki airway pasti akan selalu menggerakkan kepala, namun beberapa tidak dapat menggerakkan kepala atau imobilisasi kepala dan leher jika pasien memiliki fraktur servikal. Ciri-ciri trauma fraktur servikal adalah adanya riwayat trauma seperti tabrakan motor sebelumnya, dan ada jejas di leher. Jika pasien memiliki riwayar fraktur servikal maka tindakan yang kita lakukan adalah jaw trust (menarik mandibula keatas) untuk membuka jalan nafas secara manual. Untuk obstruksi parsial penangannya bisa dengan menggunakan alat yaitu nasofaringeal dan orofaringeal. Nasofaringeal dimasukkan pada hidung, namun tidak boleh dipasang pada pasien yang memiliki fraktur basis krani (tulang yang ada dibawah otak dekat hidung). Dengan ciri-ciri adanya hematoma pada mata, adanya perdarahan pada hidung dan telinga. Sedangkan orofaringeal digunakan pada mulut, kelebihannya sangat mudah digunakan namun kekurangannya yaitu hanya bisa digunakan pada pasien yang tidak sadar. Selain nasofaringeal dan orofaringeal untuk membantu membuka jalan nafas adalah dengan tindakan intubasi menggunakan laringoskop untuk memasukkan selang ETT pada trakea. Keuntungan menggunakan selang ETT adalah terpeliharanya jalan nafas, mencegah terjadinya aspirasi, dan lain-lain. Indikasi pemasangan selang ETT adalah pada pasien yang henti jantung, pasien yang koma, dan lain-lain. Jika ketiga alat tidak dapat digunakan, maka untuk penanganan airway pasien adalah dengan melakukan trakeostomi.