You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
2.9.6 Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan1
Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan
dituntut untuk menetukan pengobatan, misalnya bila pada hasil pemeriksaan
serum didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau kadar T4 normal
dengan kadar TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup bulan
maka harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.
Bila pada skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroid
ektopik, maka dapat diberikan preparat hormone tiroid. Bila keadaan kelenjar
tiroid normal, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila
hasil pemeriksaan kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai,
dan bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan harus ditunda.
2.9.8 Terapi Pada Bayi Prematur1
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan perlunya
pengobatan tidak perlu dilakukan skintigrafi, namun cukup dengan pemeriksaan
kadar T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat mendekati angka
normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus menurun dan TSH
meningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan pengobatan dapat
dimulai. Tetapi bila tanda-tanda klinis hipotiroid jelas maka tidak perlu dilakukan
skintigrafi atau pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung diberikan
pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan untuk sementara
sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid yang terjadi transien atau menetap.
1) Hipotiroid Kongenital Primer
Kelainan terletak pada kelenjar tiroid, dapat berupa kelainan
perkembangan kelenjar (disgenesis) atau gangguan produksi/sintesis HT
(defisiensi iodium, dishormonogenesis).
1) Disgenesis tiroid. Menyebabkan organ yang memproduksi hormon
tidak ada (agenesis T3 dan T4 rendah, sehingga hipotalamus dan
hipofisis mengeluarkan TRH/TSH kemudian terjadi hipotiroid
primer dengan peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.

1
2) Defisiensi iodium berat. Menyebabkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid menurun sehingga hipofisis mensekresi TSH lebih banyak
untuk memacu kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon
tiroid agar sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya kadar TSH
meningkat dan kelenjar tiroid membesar (stadium kompensasi).
Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan peningkatan
kadar TSH, tetapi kadar hormon tiroid tetap normal. Bila kompensasi
ini gagal maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya
struma difusa, peningkatan kadar TSH, dengan kadar T3 dan T4
rendah.
3) Kegagalan Sintesis Hormon tiroid. Bahan gitrogenik/obat anti-
tiroid dapat mengganggu atau menurunkan sintesis hormon tiroid.
Adanya kelainan enzim dalam jalur sintesis hormon tiroid disebut
dishormonogenesis yang mengakibatkan sekresi hormon tiroid
menurun sehingga terjadi hipotiroid dengan kadar TSH tinggi,
dengan disertai struma.
2) Hipotiroid Kongenital Sekunder/Tersier (Sentral)
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat
kelainan hipofisis (HK Sekunder) akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma
dengan kadar TSH sangat rendah atau tidak terukur, dengan akibat T3 dan T4
rendah. Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TRH menurun
akan menimbulkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma (HK
Tersier).
3) Hipotiroid Kongenital Perifer
Hipotiroid Perifer ditandai dengan peningkatan T3 dan T4 tapi tidak
disertai penurunan TSH (TSH normal/meningkat). Kelainan ini terutama
disebabkan oleh mutasi gen yang mengkode reseptor ẞ hormon tiroid (TR ẞ),
diturunkan secara autosomal dominan.

1.1.1. Latar Belakang

2
Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada bayi
baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan
metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium.1
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental.
Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan retardasi
mental yang berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin
sejak usia kehamilan 12 minggu, mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh
sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan.5
Angka kejadian hipotiroid kongenital secara global berdasarkan hasil
skrining neonatal adalah 1:2000 sampai 1:3000, sedangkan pada era pra-skrining
angka kejadian adalah 1:6700 kelahiran hidup. Angka kejadian di beberapa negara
Asi pasifik yang telah melakukan skrining neonatal hipotiroid kongenital secara
nasional adalah sebagai berikut yaitu Australia 1:2125, New Zealand 1:960, China
1:2468, Thailand 1:1809. Skrining hipotiroid kongenital neonatal di indonesia
belum terlaksana secara nasional baru sporadis di beberapa daerah dirumah sakit
tertentu. Program pendahuluan skrining hipotiroid kongenital di 14 provinsi di
indonesia memberikan insiden sementara 1:2513.2
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir sering tidak terlalu jelas, oleh sebab
itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining
memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih
baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis.1.2
Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid dapat mencegah terjadinya
morbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan
hasil pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal.1
Hipotiroid kongenital yang terlambat diketahui dan diobati, dapat
menyebabkan retardasi mental dan akan berdampak pada kualitas sumber daya
manusia.1
Mencermati segala kondisi yang dapat disebabkan oleh hipotiroid
kongenital, maka untuk itu perlu suatu diagnosis dini terhadap hipotiroid
kongenital ini, dan karena itu penulis merasa perlu untuk mengangkat topik
hipotiroid kongenital dalam referat ini.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

4
Kretinisme atau hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid
yang tidak adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid,
kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.3

2.2. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di
bagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti
dasi kupu-kupu. Kelenjar ini bahkan terletak di posisi yang tepat untuk
pemasangan dasi kupu-kupu, yaitu berada di atas trakea, tepat di bawah laring.
sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga,
yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel. Dengan
demikian sel-sel sekretorik ini sering disebut sebagai sel folikel. Pada potongan
mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang meliputi lumen
bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan untuk hormon tiroid.2,5

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid5


Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang dikenal
sebagai tiroglobulin, yang didalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam
berbagai tahap pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang
mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin
(T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3).2,5

5
Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel sekretorik jenis
lain, yaitu sel C (disebut demikian karena mengeluarkan hormon peptida
kalsitonin), yang berperan dalam metabolisme kalsium. Kalsitonin sama sekali
tidak berkaitan dengan kedua hormon tiroid utama di atas. Seluruh langkah
sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul besar tiroglobulin, yang kemudian
menyimpan hormon-hormon tersebut. bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid
adalah tirosin dan Iodium, yang keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel
folikel. Tirosin suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh,
sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam makanan. di pihak lain,
Iodium yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari
makanan.2
Sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi/ retikulum
endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin
sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang
mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melaluui
eksositosis. Tiroid menangkap Iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui suatu “pompa Iodium” yang sangat aktif atau “Iodine trapping
mechanism” protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang
terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan
melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon
tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain di
tubuh.2,5
Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam
molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua Iodium ke tirosin menghasilkan
diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-
molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua
DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan (T4 atau
tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium. Penggabungan satu
MIT (dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan
triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi antara dua

6
molekul MIT. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam molekul tiroglobulin,
semua produk tetap melekat ke protein besar tersebut. Hormon-hormon tiroid
tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah dan
disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah hormon tiroid yang secara normal
disimpan di koloid cukup untuk memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa
bulan.2,5
Pengeluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan
proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan
T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di
luar lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di
ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus sel folikel. Proses sekresi
hormon tiroid pada dasarnya melibatkan pemecahan sepotong koloid oleh sel
folikel, sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya, dan
pelepasan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang
sesuai untuk mengeluarakan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukkkan sebagian
dari kompleks hormon-tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid.
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan
lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid yang aktif
secara biologis, T4 dan T3, serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT.
Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran
luar sel folikel dan masuk kedalam darah. MIT dan DIT mengalami deiodinasi,
dan Iodium yang dibebaskan dapat didaur ulang untuk sintesis lebih banyak
hormon baru.2,5
Sekitar 90 % produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid
adalah dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat
kali lebih baik daripada T4. Namun sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian diubah menjadi T3, atau diaktifkan melalui proses pengeluaran satu
Iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4
yang mengalami proses pengeluaran Iodium di jaringan perifer. Dengan demikian
T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel, walaupun
tiroid lebih banyak mengeluarkan T4.5

7
Setelah dikeluarkan ke dalam darah hormon tiroid yang sangat lipofilik
dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1 % T3 dan
kurang dari 0,1% T4 tetap berada pada bentuk tidak terikat (bebas).5
Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon
tiroid: globulin pengikat tiroksin (TBG) yang secara selektif mengikat hormon
tiroid—55% dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi. Walaupun namanya hanya
menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) albumin yang secara nonselektif
mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan
thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4.5

Gambar 2. Pengaturan Produksi Hormon Tiroid 2

8
Gambar 3. Pembentukan, penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid 5

2.3 Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1 :
3000 – 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis tiroid
yang mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan sindrom Down
memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid kongenital
dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih
tinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup. Angka kejadian hipotiroid kongenital
secara global berdasarkan hasil skrining neonatal adalah 1:2000 sampai 1:3000,
sedangkan pada era pra-skrining angka kejadian adalah 1:6700 kelahiran hidup.
Angka kejadian di beberapa negara Asi pasifik yang telah melakukan skrining
neonatal hipotiroid kongenital secara nasional adalah sebagai berikut yaitu
Australia 1:2125, New Zealand 1:960, China 1:2468, Thailand 1:1809. Skrining
hipotiroid kongenital neonatal di indonesia belum terlaksana secara nasional baru
sporadis di beberapa daerah dirumah sakit tertentu. Program pendahuluan skrining
hipotiroid kongenital di 14 provinsi di indonesia memberikan insiden sementara
1:2513.1,2,3
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya
bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial

9
ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis
tertentu. Umumnya kasus tiroid kongenital timbul secara sporadik. Faktor genetik
hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang diturunkan secara autosomal
resesif.1

2.4 Etiologi dan Klasifikasi


Etiologi hipotiroid kongenital bervariasi. Berdasarkan penyebabnya
hipotiroid kongenital dapat dikelompokkan menjadi:
1. Hipotiroid kongenital primer permanen, yaitu disebabkan oleh defek pada
perkembangan kelenjar tiroid (disgenesis tiroid), defek ikatan atau transduksi
sinyal TSH (dishormogenesis) dan defisiensi produksi hormon tiroid. 2
Disgenesis kelenjar tiroid merupakan penyebab tersering hipotiroid kongenital
yaitu (80%). Hal ini dapat terjadi akibat aplasia, hipoplasia, dan kelenjar tiroid
ektopik. Hipoplasia tiroid dapat disebabkan oleh beberapa defek genetik,
termasuk mutasi pada TSH subunit beta, reseptor TSH, dan faktor transkripsi
PAX8. Mutasi genetik pada faktor transkripsi tersebut dapat mengakibatkan
kelainan organ lainnya. Pada tiroid ektopik, kelenjar tiroid mungkin terdapat
di superior dan inferior tulang hyoid atau di atas kartilago tiroid.2
Dihormogenesis meliputi kelainan proses sintesis, sekresi, dan utilisasi
hormon tiroid sejak lahir. Dishormonogenesis juga dapat diakibatkan
defisiensi enzim yang diperlukan dalam sintesis tiroid. Kelainan ini diturunkan
secara autosomal resesif. Kelainan ini mencakup 10% kasus hipotiroid
kongenital. Kelainan ini dapat terjadi karena:2
a. Kelainan reseptor TSH. Keadaan ini disebabkan oleh kegagalan fungsi
reseptor TSH pada membran sel tiroid atau kegagalan sistem adenilat
siklase untuk mengaktifkan reseptor TSH yang sebetulnya normal.
b. Kegagalan menangkap yodium. Keadaan ini disebabkan kegagalan fungsi
pompa yodium untuk memompa yodida konsentrat menembus membran
sel tiroid.
c. Kelainan organifikasi. Keadaan ini yang paling sering dijumpai. Defisiensi
enzim tiroid peroksidase menyebabkan yodida tidak dapat dioksidasi
(disorganifikasi) sehingga tidak dapat mengikat diri pada tirosin di dalam
tiroglobulin.

10
d. Defek coupling. Keadaan ini disebabkan oleh kegagalan enzimatik untuk
menggabungkan MIT dan DIT menjadi T3 maupun DIT dan DIT menjadi
T4.
e. Kelainan deiodinasi. Kegagalan ini menyebabkan MIT dan DIT tidak
dapat melepaskan yodotirosin sehingga recycling yodium terhambat.
f. Produksi tiroglobulin abnormal. Kegagalan ini menyebabkan tiroglobulin
tidak dapat melepaskan T3 dan T4 ke dalam sirkulasi darah.
g. Kegagalan sekresi hormon tiroid. Pada keadaan ini terjadi kegagalan
enzim proteolitik untuk memecah ikatan tiroglobulin-T4 sebelum
dilepaskan ke dalam sirkulasi.2
Ibu yang mendapatkan pengobatan yodium radioaktif juga dapat
mengakibatkan hipotiroid primer permanen. Preparat yodium radioaktif dapat
melewati plasenta setelah usia gestasi 10 minggu, selanjutnya ditangkap oleh
tiroid janin sehingga mengakibatkan ablasio tiroid.
2. Hipotiroid kongenital primer transien2
 Ibu dengan penyakit Graves atau mengkonsumsi bahan goitrogenik
Pada ibu yang mengonsumsi PTU propiltiourasil 200-400 mg/hari) dapat
mengakibatkan penurunan sintesis hormon tiroid hingga dua minggu
setelah lahir.
 Defisiensi yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau bayi baru
lahir
 Transfer antibodi antitiroid dari ibu
Transfer antibodi antitiroid dari ibu menembus sawar plasenta dan
menghalangi reseptor TSH pada neonatus hingga usia 3-6 bulan kemudian
kadar antibodi tersebut akan menurun.
 Bayi prematur dan bayi berat badan lahir rendah yang sakit
 Idiopatik

3. Hipotiroid kongenital sekunder menetap


Kelainan ini merupakan 5 % seluruh kasus hipotiroid kongenital, dapat
disebabkan oleh: 2
 Kelainan kongenital perkembangan otak tengah.
 Ini merupakan penyebab defisiensi TSH kongenital. Kelainan ini meliputi
hipoplasia nervus optikus, displasia septooptik, atau dapat juga disertai
labiopalatoskizis.

11
 Hipotiroid kongenital sentral tersendiri jarang sekali dijumpai seperti
defek TSH yang diturunkan secara autosomal resesif disebabkan mutasi
gen subnit TSH dan resistensi TRH karena mutasi gen TRH.
 Idiopatik, yaitu riwayat trauma lahir, hipoksia, dan hipotensi sehingga
mengakibatkan infark hipofisis.2
4. Hipotiroid kongenital sekunder transien, dapat terjadi pada bayi dengan kadar
T4 total, T4 bebas, dan TSH normal rendah. Keadaan ini sering terjadi pada
bayi prematur karena imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis.2
5. Hipotiroid kongenital perifer
 resistensi terhadap hormon tiroid. Terjadi akibat gagalnya ikatan hormon
tiroid dengan reseptor di inti sel jaringan target sehingga hormon tiroid
tidak dapat berfungsi. Pasien memperlihatkan kadar T3 dan T4 tinggi dan
TSH normal atau meningkat kelainan ini terutama karena mutasi gen
reseptor ẞ hormon tiroid (TRẞ) dan diturunkan secara autosomal
dominan.
 Defek transport membran. Masuknya hormon tiroid kedalam sel melalui
membran plasma. Mutasi gen yang mengkode MCT8 telah dilaporkan
menebabkan X-linked hypotiroidsm dengan retradasi mental dan kelainan
neurologi karena terhambatnya pasase T3 ke dalam neuron. Kelainan ini di
tandai dengan kadar T3 tinggi, T4 rendah dan TSH normal.
2.5.1 Patogenesis2
 Hipotiroid Kongenital Primer
Kelainan terletak pada kelenjar tiroid, dapat berupa kelainan
perkembangan kelenjar (disgenesis) atau gangguan produksi/sintesis HT
(defisiensi iodium, dishormonogenesis).
4) Disgenesis tiroid. Menyebabkan organ yang memproduksi hormon
tidak ada (agenesis T3 dan T4 rendah, sehingga hipotalamus dan
hipofisis mengeluarkan TRH/TSH kemudian terjadi hipotiroid primer
dengan peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.
5) Defisiensi iodium berat. Menyebabkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid menurun sehingga hipofisis mensekresi TSH lebih banyak untuk
memacu kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar
sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjar

12
tiroid membesar (stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini
terdapat struma difusa dan peningkatan kadar TSH, tetapi kadar hormon
tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini gagal maka akan terjadi
stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa, peningkatan
kadar TSH, dengan kadar T3 dan T4 rendah.
6) Kegagalan Sintesis Hormon tiroid. Bahan gitrogenik/obat anti-tiroid
dapat mengganggu atau menurunkan sintesis hormon tiroid. Adanya
kelainan enzim dalam jalur sintesis hormon tiroid disebut
dishormonogenesis yang mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun
sehingga terjadi hipotiroid dengan kadar TSH tinggi, dengan disertai
struma.
 Hipotiroid Kongenital Sekunder/Tersier (Sentral)
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan
hipofisis (HK Sekunder) akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan
kadar TSH sangat rendah atau tidak terukur, dengan akibat T3 dan T4 rendah.
Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TRH menurun akan
menimbulkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma (HK
Tersier).
 Hipotiroid Kongenital Perifer
Hipotiroid Perifer ditandai dengan peningkatan T3 dan T4 tapi tidak disertai
depresi TSH (TSH normal/meningkat). Kelainan ini terutama disebabkan oleh
mutasi gen yang mengkode reseptor ẞ hormon tiroid (TR ẞ), diturunkan secara
autosomal dominan.

13
2.6 Gejala Klinis
Pada bayi baru lahir sering belum jelas. Baru sesudah beberapa minggu
gejala lebih menonjol. Ikterus fisiologi biasanya lebih lama, kurang mau minum,
sering tersedak, aktifitas kurang, lidah yang besar dan sering menderita kesukaran
pada pernafasan.
Bayi dengan kelainan ini jarag menangis, banyak tidur dan kelihatan
sembab, biasanya dengan obstipasi, abdomen besar dan ada hernia umbilikalis,
suhu tubuh rendah, nadi lambat dan kulit kering dan dingin, sering juga ditemukan
dengan anemia.
Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan
pertumbuhan dan perkembangan lambat (retradasi mental dan fisis). Sesudah
melewati masa bayi, anak akan kelihatan pendek, anggota gerak pendek dan
kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar terbuka lebar. Jarak antara kedua mata
besar (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak lidah membesar dan tebal
(makroglosi). Pertumbuhan gigi terlambat dan gigi lekas rusak. Tangan agak lebar
dan jari pendek. Kulit sering tampak kering dan tanpa keringat. Warna kulit
kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karotenemia. Miksedema (wajah
sembab) tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan dan genital eksterna.
Otot-otot biasanya hipotoni (tonus otot menurun). Retradasi mental makin jelas.
Suara biasanya parau dan biasanya tidak dapat berbicara. Makin tua anak makin
terlambat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pematangan alat kelamin
terlambat.4

Gambar 4. bayi dengan hipotiroid kongenital1

14
2.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis dan skrining.1
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan
diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok endemik,
riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu hamil atau tidak,
riwayat struma pada keluarga dan perkembangan anak.
2.7.2 Gejala Klinis Dari Hipotiroid Kongenital
Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital

Sistem organ Manifestasi Klinis


Kulit dan jaringan ikat Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar, kering
dan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh.
Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi,
erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.
Kardiovaskuler Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan
darah rendah.
Neuromuskuler Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan
fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia
umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada
bayi), tuli.
Pernafasan Efusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran
nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring),
sindrom distress nafas.
Ginjal dan metabolisme elektrolit Retensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa
lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan
protein pada susunan saraf bayi menurun.
Saluran cerna dan hepar Obstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus
berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)
Hematopoetik Anemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan
absorbsi zat besi rendah.
Skelet/somatik Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan
hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder
terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang
menurun.
Reproduksi Pubertas terlambat, pubertas precoks, gangguan haid.

2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium2

15
Pemeriksaan rutin untuk menegakan diagnosa hipotiroid kongenital adalah
pemeriksaan serum t4 bebas ( free T4/FT4), T4 total dan TSH. Perlu diingat
bahwa pada minggu pertama kadar serum T4 masih tinggi sehingga untuk
menentukan angka normal dibutuhkan tabel kadar T4 serum sesuai dengan usia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan ketiga pemeriksaan tersebut.
TSH, T4, dan T3 memiliki rentang normal yang berbeda berdasarkan usia dan
metode pemeriksaan.
 Pemeriksaan serum triglobulin (Tg) akan membantu memastikan
diagnosis. Bila kelenjar tidak menunjukan ambilan zat radioaktif dan Tg
rendah. Sangat menunjang aplasia tiroid. Bila ambilan tidak ada tetapi Tg
tinggi , menunjang inaktivasi mutasi reseptor TSH, defek tangkapan
iodide, serta antibodi yang memblok reseptor TSH ibu (maternal TRB-
Ab). Sedangkan bila kelenjar membesar dengan serum Tg meningkat
merupakan kelainan mutasi gen Tg.
 Pemeriksaan TRB-Ab serum. Bila tidak ada ambilan radionuklid dengan
kelenjar kecil atau normal pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
penyakit autoimun tiroid, mengindikasi HK karena TRB-Ab dari ibu.
Kelainan ini bisa dipastikan dengan pemeriksaan TRB-Ab ibu dan atau
bayi.

TABEL 2. Rentang normal kadar T4,ft4,T3

16
T4 Ft4 T3
(nmol/l) (pmol/l) (nmol/l)
Minggu 1 137-295 23-67 2,7-5,3
Aterm 114-399 29-79 2,7-8,0
>1 bulan 130-243 23-54 1,95-4,8
>1 tahun 106-195 20-31 1,50-3,3
1-5 tahun 95-165 15-32 1,4-3,3
5-10 tahun 78-162 12-30 1,3-3,2
>10 tahun 75-157 12-26 1,7-2,9
immulite
8-15 hari 178-534 18-63 2,4-5,3
1 bulan-3 tahun 75-55 11-27 1,9-2,7
4-6 tahun 82-150 13-24,5 1,8-3,2
13 tahun 72-188 8,5-22,5 1,9-2,7

2.7.3 Pemeriksaan Radiologis2


Skintigrafi kelenjar tiroid sangat baik untuk cara memntukan etiologi
kongenital hipotiroid. Untuk pemeriksaan pada neonatus digunakan sodium
pertechnetate (Tc99m) atau I123. Radioaktivitas I131 terlalu tinggi dan kurang baik
bagi jaringan tubuh sehingga jarang digunakan pada neonatus.
 Tidak ada ambilan (uptake): menunjukan diagnosis aplasia tiroid, dapat
pula menunjukan kelainan mangkapan mutasi gen. Inaktivasi mutasi
reseptor TSH, defek tangkapan iodide, serta adanya antibodi yang
memblok reseptor TSH ibu (maternal TRB-Ab). Dengan demikian, bila
tidak tampak ambilan radionuklis pada bayi, harus dievaluasi dengan
pemeriksaan lanjutan ultrasonografi tiroid.
 Ambilan radionuklid kurang: bila berada di lokasi tiroid (eutopik)
menunjukan hipoplasia tiroid, bila berada di luar lokasi tiroid, antara
foramen cecum dan kartilago tiroid menunjukan tiroid ektopik.

Ultrasonigrafi tiroid
Untuk memastikan suatu aplasia tiroid, hasil sidik tiroid harus diikuti dengan
pemeriksaan USG tiroid.
 Tidak hanya ambilan zat radiokatif tetapi letak dan ukuran kelenjar tiroid
normal atau berukuran kecil, menjelaskan kemungkinan mutasi gen

17
TSHẞ, mutasi inaktivasi reseptor TSH, defek tangkapan iodide, serta
antibodi yang memblok reseptor TSH ibu.
 Ambilan radio nuklid tinggi dengan kelenjar membesar menunjukan
kelainan sitesis hormon tiroid (dishormonogenesis) Tes pengeluaran
perklorat (perchlorete discharge test) perlu dilakukan untuk menentukan
apakah terjadi defek oksidasi atau organofikasi. Kelainan
dishormonogenesis memerlukan konsultasi genetik. Contohnya pada
gambar di bawah ini.


Gambar 5. Ultrasonografi tiroid2
2.8 Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan memberikan
hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan
pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak, khususnya
perkembangan mentalnya. 1
Tujuan pengobatan adalah1
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal
dalam waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi,
metabolisme otot dan otot jantung yang sangat diperlukan pada masa
awal kehidupan seperti proses enzimatik di otak, perkembangan akson,
dendrite, sel glia dan proses mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya
otak
2.8.1 Medikamentosa

18
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital
ditegakkan. Orang tua pasin harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan
penyebab hipoiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik
jika terapi diberikan secara dini. Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin)
merupakan obat yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital. Karena 80%
T3 dalam sirkulasi darah berasal dari monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis
yang tepat kadar T4 dan T3 akan segera kembali normal. Dalam prakteknya
pemberian dosis inisial berkisar antara 25, 37,5 atau 50 g per hari. Tiroksin
sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan protein kedele atau zat besi atau
makanan tinggi serat karena makanan ini akan mengikat T 4 dan atau menghambat
penyerapannya.1, 3
2.8.2 Jenis Obat
 L-T4 (levotiroksin) merupakan satu-satunya obat untuk HK.
 Levotiroksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan.
 Terapi terbaik dimulai sebelum bayi berusia 2 minggu.

Gambar 6. Sediaan obat levotiroksin


2.8.3 Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4.
Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah :
 Dosis awal levotiroksin adalah 10-15μg/kgBB/hari
 Dosis selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan TSH dan FT4
berkala dengan dosis perkiraan sesuai umur seperti dalam table 3.
Tabel 3. Dosis L-tiroksin untuk anak
Usia Dosis L-tiroksin (mg/KgBB/hari)

19
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-3 tahun 4-6
3-10 tahun 3-4
10-15 tahun 2-4
> 15 tahun 2-3
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15 µg/kg/hari karena
lebih cepat dalam normalisasi kadar T 4 dan TSH. Bayi-bayi dengan hipotiroidisme
berat ( kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan hilangnya epifise femoral
distal dan tibia proksimal pada gambaran radiologi lutut) harus dimulai dengan
dosis 15 µg/kgBB/hari.1
2.8.4 Cara Pemberian2
 Pemberian levotiroksin secara oral.
 Tablet bisa dihancurkan dan dicampurkan dengan air minum.
 Orang tua harus dijelaskan cara pemberian levotiroksin dan
pentingnya ketaatan minum obat.
 Levotiroksin bisa diberikan pagi atau malam hari sebelum atau bersama
dengan makan asalkan diberikan dengan cara dan waktu yang sama setiap
harinya.
 Pemberian levotiroksin tidak boleh bersamaan dengan pemberian susu
kedelai, zat besi, dan kalsium.
2.8.5 Pengambilan Keputusan Terapi 2
 Hasil skrining menggunakan kertas saring yang positif (TSH ≥ 20 mU/L)
harus dikonfirmasi dengan darah serum sebelum dimulai terapi.
 Pengobatan harus segera dimulai jika FT4 serum rendah.
 Hasil laboratorium yang meragukan (TSH yang tinggi tetapi FT4 normal)
harus dirujuk ke PPK III atau dokter spesialis konsultan endokrinologi anak
untuk dievaluasi dan ditangani lebih lanjut.
2.8.6 Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan1
Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan
dituntut untuk menetukan pengobatan, misalnya bila pada hasil pemeriksaan

20
serum didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau kadar T4 normal
dengan kadar TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup bulan
maka harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.
Bila pada skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroid
ektopik, maka dapat diberikan preparat hormone tiroid. Bila keadaan kelenjar
tiroid normal, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila
hasil pemeriksaan kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai,
dan bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan harus ditunda.
2.8.7 Terapi Pada Bayi Prematur1
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan perlunya
pengobatan tidak perlu dilakukan skintigrafi, namun cukup dengan pemeriksaan
kadar T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat mendekati angka
normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus menurun dan TSH
meningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan pengobatan dapat
dimulai. Tetapi bila tanda-tanda klinis hipotiroid jelas maka tidak perlu dilakukan
skintigrafi atau pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung diberikan
pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan untuk sementara
sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid yang terjadi transien atau menetap.
2.8.8 Monitoring Atau Pemantauan1,2
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan
pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi setiap
kasus bersifat individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal ( 10-16 µg/dl) atau T 4 bebas dalam
rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH ditekan dalam batas normal. Bone-age tiap
tahun.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2 bulan selama 6
bulan pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan – 3 tahun, selanjutnya
tiap 6-12 bulan.
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8 minggu setelah
perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan.

21
Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura,
percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.
Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan. Efek
samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura, percepatan
kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.
2.8.9 Suportif
Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa pengobatan suportif
lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat. Rehabilitasi
atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi retardasi perkembangan motorik yang
sudah terjadi. Penilaian intelegensi atau IQ dilakukan menjelang usia sekolah
untuk mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti, sekolah biasa atau luar biasa.7

2.9 Skrining1
Deteksi dini dan terapi dini hipotiroid kongenital melalui program skrining
meonatal mencegah kecacatan karena gangguan perkembangan saraf dan
mengoptimalkan perkembangannya. Tujuan dari skrining ini untuk mendeteksi
semua bentuk hipotiroid primer baik ringan, sedang, maupun berat.
Skrining dengan menggunakan pemeriksaan TSH merupakan pemeriksaan
yang paling sensitif untuk mendeteksi hipotiroid kongenital primer. Skrining HK
primer yang paling efektif pada usia 48 jam sampai dengan 72 jam setelah lahir.
Pemeriksaan yang dilakukan sebelum usia 48 jam meningkatkan angka positif
palsu karena ada TSH surge pada bayi baru lahir.

TABEL 4. Aloguritma Diagnostik Hipotiroid Kongenital

Skrining Neonatal Kecurigaan klinis tanda/gejala


Hasil skrining TSH > 20 mU/L HK (bayi baru lahir)

Konfirmasi
TSH dan FT4 serum

TSH ↑ (>20 mU/L) TSH 10-20 mU/L TSH ↓ atau normal


FT4 ↓ < normal FT4 ↓ rendah (<10 mU/L)
Diagnosa HK primer Konsul endokrinologi Konsul
segera beri levo-tiroksin anak endokrinologi anak
22
Pada bayi aterm, kadar normal TSH meningkat drastis 60-80 mU/L dalam
waktu 30 sampai 60 menit setelah lahir (TSH surge), kemudian menurun cepat
sampai pada kadar 20 mU/L pada hari pertama kelahiran dan selanjutnya secara
bertahap menurun sampai pada kadar 6-10 mU/L pada usia 7 hari. Peningkatan
kadar TSH secara cepat pada awal kelahiran akan merangsang sekresi T4,
dengan kadar puncaknya 10-22 mcg/ dl (128.7 - 283.2 nmol/L) pada 24-36
jam setelah lahir. Kadar T3 juga meningkat sampai 250 ng/dL (3.9 nmol/L) hal ini
disebabkan peningkatan dari perubahan T4 menjadi T3 pada jaringan perifer dan
sekresi kelenjar tiroid. Kadar T4, FT4, dan T3 bertahap akan turun pada 4 minggu
setelah kelahiran, dengan kadar T4 total 7-16 mcg/dL (90.1- 205.9 nmol/L), fT4
0.8 - 2.0 ng/dL (10.3 - 25.7 pmol/L), dan kadar TSH 0.9 to 7.7 mU/L dan kadar
ini lebih tinggi dibandingkan kadar pada orang dewasa.
Pada bayi preterm (terutama umur kehamilan 24-27 minggu) kenaikan
kadar TSH dan FT4 lebih rendah dari bayi aterm. ini disebabkan aksis hipotalamus-
hipofisis-tiroid yang belum matang. Bayi preterm secara normal mempunyai kadar
T4 umbilikal yang rendah pada saat lahir, dan kenaikan T4 terlambat.
Lebih dari 95% bayi baru lahir dengan HK tidak mempunyai gejala klinis
saat lahir. Hormon T4 maternal dapat melalui plasenta, sehingga bayi yang tidak
dapat membuat hormon tiroid tetap akan mempunyai kadar T4 dengan kadar 25-
50% dari rata-rata bayi normal. Panjang dan berat badan dalam batas normal, tetapi
ubun-ubun besar lebar. Pada usia selanjutnya akan terlihat fontanel posterior yang
terbuka persisten, letargi, hipotonia, tangisan yang serak, konstipasi, masalah minum,
makroglosia, hernia umbilical, kutis marmorata, hipotermia, dan ikterik neonatorum
yang berkepanjangan.
Bayi dengan kadar TSH ≥ 20 mU/L dan FT4 rendah dianggap sebagai HK
primer, bayi harus segera diperiksa dan diberikan levotiroksin. Kadar TSH ≥ 10
mU/L pada bayi usia ≥ 2 minggu adalah abnormal dan harus diberikan terapi.
Jika tidak diterapi, pemeriksaan TSH dan FT4 harus diulang dalam 2 minggu
dan 4 minggu, dan terapi diberikan jika kadar TSH dan FT4 tidak normal.

23
Kadar TSH skrining yang tinggi sebaiknya dikomunikasikan pada tim endokrin
anak. Pemeriksaan radiologi skintigrafi dan ultrasonografi tiroid untuk mencari ada
tidaknya kelenjar tiroid, ukuran kelenjar tiroid, atau ektopik dilakukan pada
rumah sakit yang tersedia fasilitas pemeriksaan tersebut.

2.10 Prognosis 1,3


Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiorid
kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Tanpa pengobatan bayi
yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila pengobatan dimulai pada
usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program
skrinng di Quebec (AS) mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar
115, usia 18 bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan
di usia 36 bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical reasoning” lebih
rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat
dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik kasar dan
halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian
dan gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid
kongenital.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hipotiroid kongenital merupakan gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid
secara kongenital. Gejala klinis Hipotiroid kongenital tidak begitu jelas pada bayi
baru lahir, Diagnosis Hipotiroid kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan skrining. Skrining pada

24
Hipotiroid kongenital dilakukan pada minggu pertama bayi lahir, untuk mencegah
komplikasi lanjut.
3.2. Saran
Pentingnya skrining terhadap hipotiroid kongenital untuk memperbaiki
prognosis yang baik dan ketepatan pemberian penatalaksanaan demi tercapainya
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita
hipotiroid kongenital.

DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. hal.256-
277.
2. Diagnosa Dan Tata Laksana Hipotiroid Kongenital, Badan Penerbit IDAI, Hal
1-2. 2017

25
3. La Franchi, Stephen. Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics 18 th ed. Philadelphia:
Saunders, 2007.hal. 2319-25.
4. Aminullah A, Dahlan A, Gatot J, dkk. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.
5. Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem (Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 6. Jakarta: EGC,
2010. hal 757-761.
6. Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson
LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Volume
2. Jakarta: EGC, 2006. hal 1225-1234.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Skrining Hipotiroid
Kongenital. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014
8.
9.
10.

26

You might also like