Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas makalah “Teori Belajar
dan Mengajar Matematika”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan pembaca mengenai teori-teori yang digunakan dalam belajar dan
mengajarkan Matematika.
Penulis,
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan uraian diatas, nampak jelaslah bahwa kehidupan manusia tidak bisa
lepas dari matematika. Karena matematika tumbuh dan berkembang tidak hanya
untuk dirinya sendiri, tetapi suatu ilmu yang juga melayani kebutuhan ilmu
pengetahuan lainnya dalam pengembangan dan operasionalnya.
Maka dari itu, agar ilmu matematika bisa berhasil dipahami dan tertanam dalam
proses pembelajaran matematika. Maka, yang terlebih dahulu dikuasai dan dipahami
adalah mengenai teori belajar dan mengajar matematika yang mengarah kepada
Psikologi Pembelajaran Matematika. Pembelajaran saat ini yang sedang populer
diperbincangkan oleh para pakar pendidikan sebagai salah satu ciri pembelajaran
matematika. Maka sesuai dengan ciri tersebut, dalam makalah ini akan dibahas
tentang perkembangan teori pembelajaran tersebut dan penerapannya dalam
matematika.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu teori aliran psikologi tingkah laku?
2. Apa itu teori aliran psikologi kognitif?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui teori aliran psikologi tingkah laku;
2. Untuk mengetahui teori aliran psikologi kognitif.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata
(Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat
mengikat memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan
karena bekerjanya schemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis,
sesuai hasil interaksi antara individu dan lingkungannya.
Pada anak, Skemata membentuk pola tertentu. Proses terjadinya adaptasi
dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua
cara, yaitu Asimilasi dan Akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian
secara langsung stimulus baru kedalam skemata yang terbentuk. Sedangkan
akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru kedalam skema yang
telah terbentuk secara tidak langsung. Proses asimilasi tidak menghasilkan
perubahan skemata, melainkan hanya menunjang melainkan hanya menunjang
pertumbuhan skemata secara kuantitas. Sedangkan pada akomodasi
menghasilkan perubahan skemata secara kualitas. Dalam struktur kognitif
setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Selanjutnya Piaget menambahkan bahwa pola berfikir anak tidak sama
dengan pola berpikir orang dewasa. Tahap perkembangan kognitif atau taraf
kemampuan berpikir seorang individu sesuai dengan usianya. Selain itu,
perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi pula oleh lingkungan
dan transmisi sosialnya.
3
Berdasarkan hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an, adaa
empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang
secara kronologis (menurut usia kalender), yaitu:
a. Tahap Sensori Motor (Sensori Motoric Stage)
Dimulai dari lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, pengalaman
diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakkan anggota tubuh) dan
sensori (koordinasi alat indra). Ia mulai mampu untuk melambungkan
objek fisik kedalam simbol-simbol.
b. Tahap Pra Operasi (Pre Operational Stage)
Perkembangan dimulai dari umur sekitar 2 tahun sampai umur sekitar
7 tahun. Tahap ini merupakan tahap pengorganisasian operasi konkrit.
Dimana pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman
konkrit daripada pengalaman logis, sehingga jika ia melihat objek-
objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakan berbeda pula.
Sebagai contohnya, perlihatnya 5 (lima) buah kelereng yang sama
besar diatas meja. Kemudian ubahlah letak kelereng itu menjadi agak
berjauhan. Apabila ditanyakan kepada anak yang masih pada tahap ini.
ia akan menjawab kelereng yang letaknya berjauhan lebih banyak.
c. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operasional Stage)
Perkembangannya dimulai dari umur sekitar 7 tahun sampai umur
sekitar 11 tahun. Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami
operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini
terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk
mengklarifikasi dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut
yang berbeda secara objektif, dan mampu berpikir revesibel.
d. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abstrak. Tahap ini dimulai dari umur
sekitar 11 tahun sampai dan seterusnya. Karakter lain dari anak pada
4
tahap ini yaitu memiliki penalaran hipotetik-deduktif, yaitu
kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya.
Selain itu, anak pada tahap ini telah memiliki kemampuan berpikir
kombinatorial (Combinatorial Thought), yaitu kemampuan menyusun
kombinasi-kombinasi yang mungkin dari unsur-unsur suatu system.
2. Teori Burner
Jeromi Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep
dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan,
disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.
Bruner sangat menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara
penuh. Selain itu ia mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak
melewati 3 tahap, yaitu:
a. Tahap Enaktif
Anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak-atik
objek);
b. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan
mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya;
c. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-
lambang objek tertentu. Ia tak lagi terikat dengan objek-objek pada
tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek rill.
5
a. Dalil Penyusunan (construction theorem)
Dalil ini menyatakan jika anak ingin mempunyai kemampuan dalam
hal menguasai konsep, teorema, defenisi dan semacamnya, anak harus
dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya.
b. Dalil Notasi (Notation theorem)
Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi
memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam
menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan mental anak. Ini berarti untuk menyatakan sebuah
rumus misalnya, maka notasinya harus dapat difahami oleh anak, tidak
rumit dan mudah dimengerti.
c. Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman (Contras and variation
theorem)
Dalil ini dinyatakan bahwa pengkontrasan dan keanekaragaman sangat
penting dalam melakukan pengubahan konsep difahami dengan
mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak
mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.
d. Dalil Pengaitan (Connectivity theorem)
Dalil ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep
dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari
segi isi namun, juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi
yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya., atau suatu
konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya.
misalnya konsep dalil Phytagoras diperlukan untuk menentukan
Triple Phytagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam
trigonometri.
3. Teori Gestalt
John Dewey mengemukakan bahwa pelaksanaan belajar mengajar yang
diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini.
6
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian;
b. Pelaksanaan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siswa, dan
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif yang harus
disesuaikan dengan kemampuan siswa. Selain itu, factor eksternal bisa
mempengaruhi pelaksanaan dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, sebelmu,
selama, dan sesudah mengajar guru harus pandai-pandai (berusaha) untuk
menciptakan kondisi agar siswa siap untuk belajar dengan perasaan senang,
tidak merasa terpaksa.
4. Teori Brownell
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan
belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada
hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Teori belajar yang
dikemukakan Broewnell ini sesuai dengan teori belajar-mengajar Gestalt,
yang muncul dipertengahan tahun 1930. Menurut teori belajar-mengajar
Gestalt latihan hafal atau yang dikenal dengan sebutan drill adalah sangat
penting dalam kegiatan pengajaran. Cara ini ditetapkan setelah tertanamnya
pengertian.
Terdapat perkembangan yang menunjukkan bahwa dokrin formal ini
memiliki kekeliruan yang mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada
abad 19 terdapat hasil yang menunjukkan bahwa belajar tidak melalui latihan
hafalan dan mengasah otak, namun diperoleh anak melalui bagaimana anak
berbuat, berfikir, memperoleh persepsi dan lain-lain.
5. Teori Dienes
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap
sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan
7
diantara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan struktur-
struktur. Dianes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam
matematika disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan
baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau objek-objek dalam bentuk
permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam
pengajaran matematika.
Dalam tahap permainan bebas anak-anak berhadapan dengan unsur-unsur
dalam interaksinya dengan lingkunngan belajarnya atau alam sekitar. Dalam
tahap ini anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, namun juga
belajar membentuk struktur mental, namun juga belajar membentuk struktur
sikap untuk mempersiapkan diri dalam penanaman konsep.
Selain itu, representasi adalah tahap pengambian sifat dari beberapa situasi
yang sejenis. Sedangkan simbolisas termasuk tahap belajar konsep yang
membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-
konsep dengan menggunakan symbol matematika atau melalui perumusan
verbal. Selanjutnya, formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang
terakhir. Dalam tahap ini anak-anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat
konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut.
8
Dalam tahap ini anak belajar mengenai suatu bentuk geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari
bentuk geometri yang dilihatnya itu.
b. Tahap analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki
benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan
keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu.
c. Tahap pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikkan
kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berfikir deduktif. Namun
keterampilan ini, belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu
diketahui adalah anak pada tahap ini sudah mampu mengurutkannya.
d. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara
deduktif, yakni penarikkan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat
khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan
unsur-unsur yang tidak didefenisikan, disamping unsur-unsur yang
didefenisikan.
e. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah menyadari betapa pentingnya ketepatan
dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap
akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit, dan kompleks.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun
sudah duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai
pada tahap berfikir ini.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Psikologi belajar atau Teori Mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana
semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi, pada
teori mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar.
Selain itu pada teori psikologi kognitif dikemukakan pula beberapa teori antara
lain.
10
DAFTAR PUSTAKA