You are on page 1of 17

15 Tempat Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui

Admin I Aug 10, 2016 Kebangsaan, Sejarah

Tempat Bersejarah di Indonesia - Selain kekayaan alam, apa yang bisa dibanggakan dari Indonesia?
Yap Sejarahnya, Negeri ini memiliki sejarah panjang mulai dari masa kejayaan dinasti di masa
lampau sampai perjuangan rakyat merebut kemerdekaan. Tak ada alasan untuk tidak mengenal
negeri sendiri dari sejarahnya, salah satu cara kita mengenal sejarah indonesia adalah dengan
berwisata ke tempat-tempat bersejarah tersebut.

Berwisata merupakan salah satu cara terbaik untuk Belajar Sejarah, dengan Mengunjungi Tempat
Bersejarah di Indonesia sobat secara tidak langsung juga belajar mengenai sejarah indonesia karena
salah satu cara mempelajari sejarah indonesia adalah dengan mempelajarinya lewat peninggalan
sejarahnya yang ada di berbagai kota di Indonesia.

Berikut ini akan kami sajikan 15 tempat bersejarah di Indonesia versi MARKIJAR.Com yang Wajib
Kamu Ketahui maupun kamu kunjungi untuk lebih dekat dengan indonesia, tempat-tempat ini
mungkin bisa sobat jadikan pilihan tujuan wisata sobat maupun hanya untuk mengenal atau
menambah pengetahuan dan wawasan sobat tentang sejarah dari tempat tersebut, berikut
daftarnya :

1. Candi Borobudur (Magelang)

Borobudur merupakan sebuah candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi
kurang lebih 86 km di sebelah barat Surakarta, 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di
sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar tahun 800an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur juga
merupakan candi atau kuil Buddha serta monumen Buddha terbesar di dunia.
Candi Borobudur

Dalam pembangunannya belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang
membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan
perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara
yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. maka Borobudur diperkirakan
dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M,
yang merupakan masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, dimana masa itu
dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75
samapai 100 tahun dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga
pada tahun 825.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

Hal yang unik dari candi borobudur adalah balok yang digunakan sebagai bahan utama konstruksi
bangunan terbuat dari abu vulkanik Gunung Merapi yang dibekukan. Balok-balok ini kemudian
disusun membentuk lebih dari 500 buah arca tanpa menggunakan semen sama sekali. Luar biasa
bukan, Tak hanya itu, candi ini juga penuh dengan pahatan relief yang menceritakan perjalanan hidup
Sang Buddha.

2. Candi Prambanan (Yogyakarta)

Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia
yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama
Hindu yaitu Wishnu, Siwa dan Brahma. Menurut prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi
Prambanan adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna "Rumah Siwa"), dan memang di
garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang
menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi Prambanan

Prambanan merupakan candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini diawali oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha
Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama
menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya
keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling
bersaing. yaitu wangsa Sailendra penganut Buddha dan wangsa Sanjaya penganut Hindu. Pastinya,
dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali mendapat dukungan
keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran
Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari
Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.

Candi Prambanan sendiri pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatandan
secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha
Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, Dalam prasasti Siwagrha tertulis
bahwa saat pembangunan candi Siwagrha berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan
tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah sungai
Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan. Sejarawan
menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu
dekat dengan candi sehingga erosi sungai bisa mengancam konstruksi candi. Proyek tata air ini
dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros
utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi.

Candi Prambanan juga memiliki cerita rakyat yang melekat erat dengannya yaitu cerita Roro
Jonggrang. Dikisahkan bahwa candi induk yang ada merupakan wujud Roro Jonggrang yang dikutuk
oleh Bandung Bondowoso karena berusaha menggagalkan upaya Bondowoso membangun seribu
candi untuknya.

3. Lawang Sewu (Semarang)


Lawang Sewu merupakan gedung gedung bersejarah di Indonesia yang berlokasi di Kota Semarang,
Jawa Tengah. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di
bundaran Tugu Muda.

Lawang Sewu

Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de Nederlands-
Indische Spoorweg Maatschappij (yang digunakan untuk Kantor Pusat NIS). pada mulanya kegiatan
administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan
berkembangnya jalur jaringan kereta yang begitu pesat, mengakibatkan bertambahnya kebutuhan
personil teknis dan tenaga administrasi yang besar.

Baca Juga : 5 Macam Peninggalan Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kita Ketahui

Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS
antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara. Apalagi letak
stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi
pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: yaitu membangun kantor administrasi di
lokasi baru. kemudian dibangunlah Lawang Sewu di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan
Pemuda).

4. Benteng Rotterdam (Makassar)


Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) atau Fort Rotterdam merupakan sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang
bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Pada mulanya benteng ini
berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin
konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada
di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak
merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu
dapat hidup di laut maupun di darat. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di laut dan
darat.

Benteng Rotterdam

Biasanya masyarakat Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang
merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. dalam sejarahnya Kerajaan Gowa-Tallo
menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya menuntut Kerajaan Gowa untuk
menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng
Ujung Pandang kamudian diganti menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama
Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan
oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.

Saat ini, Benteng Rotterdam menjadi tempat wisata sejarah andalan kota Makassar. Di dalamnya
terdapat museum La Galigo yang berisi koleksi benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo.
Menariknya lagi, di sini terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat pengasingan
Pangeran Diponegoro di masa perjuangan dahulu.
5. Benteng Vredeburg (Yogyakarta)

Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian
Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Pangeran Mangkubumi
(Sultan Hamengku Buwono I kelak) dengan Susuhunan Pakubuwono III adalah merupakan hasil
politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.

Benteng Vredeburg

Melihat kemajuan yang sangat pesat terhadap kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono
I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar
diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Belanda dalih agar mereka dapat menjaga
keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut niatan Belanda yang
sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di
dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang
menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat
dimanfaatkan sebagai benteng strategi, penyerangan, intimidasi serta blokade terhadap kraton.
Dapat disimpulkan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
sewaktu-waktu Sultan memiliki keinginan untuk menentang Belanda.

Baca Juga : Sejarah Pembentukan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara

Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian
dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin
pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan. Sebelum
dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta), ditempat
tersebut sebenarnya Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana
berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau
bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayapurusa (sudut timur laut), Jayawisesa
(sudut barat laut), Jayaprayitna (sudut tenggara) dan Jayaprakosaningprang (sudut barat daya).

6. Taman Sari (Yogyakarta)

Taman Sari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Taman
sari dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765. Awalnya, taman yang
mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57
bangunan baik berupa kolam pemandian, gedung, jembatan gantung, danau buatan, pulau buatan,
kanal air serta lorong bawah air. Taman Sari yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada
mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan.
Namun sekarang sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya
kompleks Kedhaton saja.

Taman Sari

Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh
Susuhunan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan menuju Imogiri. Sebagai
pimpinan proyek pembangunan Taman Sari dipilih Tumenggung Mangundipuro. Seluruh biaya
pembangunan ditanggung oleh Tumenggung Prawirosentiko besrta seluruh rakyatnya. Di tengah
pembangunan pimpinan proyek diambil alih oleh Pangeran Notokusumo, setelah Mangundipuro
mengundurkan diri. Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun bebrapa bangunan yang
ada mengindikasikan Taman Sari juga berperan sebagai benteng pertahanan terakhir jika istana
diserang oleh musuh.

7. Istana Maimun (Medan)

Istana Maimun bisa disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana
ini didominasi warna kuning yang merupakan warna kebesaran kerajaan Melayu, istana Maimun
merupakan salah satu ikon kota Medan, Sumatera Utara. Didesain oleh arsitek Italia dan dibangun
oleh Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid. Pembangunan istana ini dimulai dari 26 Agustus 1888
dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan 30 ruangan.
Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri
dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara dan pada sisi depan terdapat
bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan.

Istana Maimun

Di istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan
menyebut meriam ini dengan sebutan Meriam Puntung. Kisah meriam puntung ini memiliki kaitan
dengan Putri Hijau. Diceritakan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita,
bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. sang putri
mempunyai dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Khayali dan Mambang Yasid. Suatu ketika,
datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya.

Baca Juga : 16 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan
Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi
keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta
tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini
terpecah dua. Bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli sementara Bagian depannya ditemukan di
daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe, kemudian dipindahkan ke halaman Istana
Maimun.

Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain
interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam,
Spanyol, India dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang kaki
lima.

8. Asta Tinggi Sumenep (Madura)

Asta Tinggi adalah kawasan pemakaman khusus para Pembesar/Raja/Kerabat Raja yang teletak di
kawasan dataran tinggi bukit Kebon Agung Sumenep. Dalam Bahasa Madura, Asta Tinggi disebut
juga sebagai Asta Raja yang bermakna makam para Pangradja (pembesar kerajaan) yang merupakan
asta/makam para raja, anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya yang dibangun sekitar tahun
1750M. Kawasan Pemakaman ini direncanakan awalnya oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan
pelaksanaanya oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan Natakusuma II

Asta Tinggi Sumenep

Asta tinggi sendiri menurut arti Etimologi adalah makam yang tinggi. Itu berdasar dari letak makam
yang berada di puncak bukit dan penamaan Asta Tinggi sebenarnya hanya untuk mempermudah
penyebutan saja. Di Asta Tinggi sendiri bukan hanya terdapat makam dari raja namun juga makam
dari keluarga raja, sentana, dan punggawa sejak abad XVI. Dari banyak sumber sejarah mengatakan
bahwa Asta Tinggi memiliki nilai kekeramatan yang tinggi. Meskipun dulu mempunyai mitos
keangkeran dan daya mistis yang tinggi sekarang hal tersebut seperti sudah lenyap karena sudah
banyak orang yang berziarah. Orang banyak berziarah kesini karena raja-raja sumenep juga dikenal
karena kewaliannya karena perduli terhadap perkembangan Islam di daerah Sumenep dan
sekitarnya.

9. Masjid Agung Palembang

Sejarah Masjid Agung Palembang diawalawi Saat terjadi perang antara masyarakat Palembang
dengan Belanda di tahun 1659 M, kala itu sebuah masjid terbakar. Masjid tersebut merupakan
masjid yang dibangun oleh Sultan Palembang kala itu, Ki Gede Ing Suro, yang berlokasi di Keraton
Kuto Gawang. Beberapa tahun kemudian, tepatnya di tahun 1738 M, Sultan Mahmud Badaruddin
Jayo Wikramo membangun kembali masjid tepat di lokasi berdirinya masjid yang terbakar.
Pembangunan masjid yang baru memakan waktu cukup lama, hingga pada 26 Mei 1748 atau pada 28
Jumadil Awal 1151 tahun hijriah, masjid tersebut baru diresmikan berdiri. Di awal pembangunannya,
Masjid Agung Palembang disebut oleh masyarakat Palembang dengan nama Masjid Sulton. Nama
tersebut merujuk pada pembangunan masjid yang diketuai dan dikelola secara langsung oleh Sultan
Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo.

Masjid Agung Palembang

Sekarang Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang
adalah sebuah masjid paling besar di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini dipengaruhi oleh
3 arsitektur yakni Indonesia, China dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di
gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid utama yang
atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama beberapa
tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003.
Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan masjid raksasa Sumatera Selatan modern
ini.

10. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak merupakan salah satu mesjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini terletak
di Kampung Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid Agung Demak dipercayai pernah
menjadi tempat berkumpulnya walisongo (para ulama yang menyebarkan agama Islam di tanah
Jawa). Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak
sekitar abad ke-15 Masehi.

Masjid Agung Demak

Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar
serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang
bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki
berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari
simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada
tanggal 1 Shofar.

Atap Masjid Agung Demak ditahan empat tiang kayu raksasa yang khusus dibuat empat wali di antara
Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan
Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut merupakan
sumbangan Sunan Kalijaga.

11. Masjid Menara Kudus

Masjid Menara Kudus disebut juga dengan Masjid Al Manar ("Mesjid Menara") adalah masjid kuna
yang dibangun oleh Sunan Kudus sejak tahun 1549 Masehi (956 Hijriah). Lokasi saat ini berada di
Desa Kauman, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Ada keunikan dari masjid ini karena memiliki menara
yang serupa bangunan candi serta pola arsitektur yang memadukan konsep budaya Islam dengan
budaya Hindu-Buddhis sehingga menunjukkan terjadinya proses akulturasi dalam pengislaman Jawa.

Masjid Menara Kudus

Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai penggagas dan
pendiri. Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus menggunakan pendekatan kultural
(budaya) dalam berdakwah. Ia mengadaptasi dan melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah
masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha. Akulturasi
budaya Hindu dan Budha dalam dakwah Islam yang dilakukan Sunan Kudus terlihat jelas pada
arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.

Masjid ini mulai didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi berbahasa
Arab yang tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada
mihrab masjid. Peletakan batu pertama menggunakan batu dari Baitul Maqdis di Palestina, oleh
karena itu masjid ini kemudian dinamakan Masjid Al Aqsha.

12. Masjid Raya Baiturrahman (Aceh)

Masjid Raya Baiturrahman merupakan sebuah masjid Kesultanan Aceh yang dibangun oleh Sultan
Iskandar Muda Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam,
Selain Masjidil Haram di kota suci Makkah, Masjid Raya Baiturrahman ini juga menjadi salah satu
pusat pembelajaran agama Islam yang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mempelajari Islam
dari seluruh penjuru dunia.

Masjid Raya Baiturrahman

Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda mendeklarasikan perang kepada Kesultanan Aceh,
mereka mulai melepaskan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5
April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Kohler,
dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Kohler saat itu membawa 3.198 pasukan.
Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, di mana dalam peristiwa
tersebut Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas akibat ditembak dengan menggunakan
senapan oleh pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian diabadikan tempat tertembaknya
pada sebuah monumen kecil di bawah Pohon Kelumpang yang berada di dekat pintu masuk sebelah
utara Masjid Raya Baiturrahman.
Saat Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada Bulan
Shafar 1290 Hijriah atau 10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada
tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian
serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah
pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang
terakhir.

13. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah.
Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan
Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari bentuk menaranya
yang sangat mirip dengan bentuk sebuah bangunan mercusuar, Masjid ini dibangun pertama kali
oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah
putra pertama dari Sunan Gunung Jati.

Masjid Agung Banten

Salah satu keistimewaan Masjid Agung Banten adalah masjid ini dibangun oleh tiga orang arsitektur
yang berbeda sehingga mempunyai ciri khas tiap-tiap arsitektur yang membangunnya. Yang pertama
adalah Raden Sepat, arsitek Majapahit yang juga membangun beberapa masjid di nusantara. Yang
kedua adalah arsitektur dari Tiongkok yang bernama Cek Ban Su yang ikut ambil bagian dan
memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid yang bentuknya bersusun 5, mirip dengan
pagoda Tiongkok pada umumnya.

Baca Juga : 7 Penyebab Bau Mulut dan Cara Mengatasinya

Arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel yang merupakan arsitek dari Belanda yang kabur dari
Batavia. Ia ikut turut andil dalam membangun Tiyamah serta Menara Masjid di komplek Masjid
Agung Banten. Tiyamah adalah bangunan bertingkat bergaya Belanda kontemporer yang pada
dahulu digunakan untuk pertemuan penting, namun sekarang dialih fungsikan sebagai tempat
museum benda peninggalan.

14. Gereja Blenduk (Semarang)

Gereja Blenduk adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda
yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja Blenduk
sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi
perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan
salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang
menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari
masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih dipergunakan setiap hari
Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda.

Gereja Blenduk
Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang.
Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak
menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali.

15. Gereja Katedral (Jakarta)

Gereja Katedral merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang ada di Jakarta. Sebelum
diresmikan sebagai bangunan cagar budaya, Gereja Katedral mempunyai sejarah yang panjang dalam
pembangunannya. Pembangunan Gereja Katedral dimulai ketika Paus Pius VII mengangkat pastor
Nelissen sebagi prefek apostik Hindia Belanda pada 1807. Saat itulah dimulai penyebaran misi dan
pembangunan gereja katolik di kawasan nusantara, termasuk di Jakarta.

Gereja Katedral
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh Pro-vikaris, Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh
Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati
pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, S.J., Vikaris Apostolik Jakarta. Katedral
yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena
Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu
terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca
yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.

15 Tempat bersejarah diatas tadi dapat dipilih sebagai tujuan wisata sobat, atau kalau sobat sudah
pernah kesana minimal artikel ini dapat menambah wawasan sobat mengenai sejarah dari tempat
tersebut. dengan berkunjung (berwisata) ke tempat bersejarah diatas sobat tak hanya sekedar
berwisata untuk mendapatkan kesenangan saja, tetapi juga bisa belajar sejarah dari tempat yang
dikunjungi.

You might also like