You are on page 1of 33

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
1. Definisi

Diabetes mellitus didefenisikan oleh WHO (2012) sebagai suatu


penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak cukup lagi
memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak mampu lagi menggunakan
secara efektif insulin yang telah diproduksi. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah. Sedangkan defenisi
lain dari diabetes mellitus, menurut American Diabetes Association (ADA)
2003, adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
adanya hiperglikemia yang disebabkan gangguan sekresi insulin, kerja
insulin ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemia kronik inilah yang
berhubungan dengan terjadinya disfungsi dan kerusakan berbagai organ
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan juga pembuluh darah.

2. Anatomi Pankreas
2

Pankreas adalah suatu kelenjar pencernaan tambahan, panjang yang


terletak retroperitoneal dan menyilang di dinding abdomen posterior, di
sebelah posterior dinding lambung di antara duodenum di kanan dan lien
di kiri. Pankreas menghasilkan :

 Sekresi eksokrin (getah pankreas dari sel-sel asinar) yang masuk


duodenum melalui ductus pancreaticus dan ductus pancreaticus
accessorius
 Sekresi endokrin (glukagon dan insulin dari sel-sel pulau
Langerhans) yang masuk ke dalam darah

Untuk tujuan deskriptif pankreas dibagi menjadi empat bagian:


caput, collum, corpus, dan cauda.

Caput pancreatis adalah bagian yang mengembang pada kelenjar


yang dicakup oleh kurva berbentuk C pada duodenum ke kanan pembuluh
darah mesenterica superior.

Collum pancreatis berukuran pendek dan terletak pada pembuluh


darah mesenterica superior.

Corpus pancreatis berlanjut dari collum dan terletak di sebelah kiri


pembuluh darah mesenterica superior, yang berjalan pada aorta dan
vertebra L2, di sebelah posterior busa omentalis.

Cauda pancreatis terletak di anterior ginjal kiri, tempatnya


berhubungan erat dengan hilum splenicum dan flexura coli sinistra.

Arteria pancreatica terutama berasal dari percabangan arteria


lienalis, yang membentuk beberapa arcade dengan cabang pancreatica
pada arteria gastroduodenale dan arteria mesenterica superior. Sampai 10
cabang arteri lienalis memperdarahi corpus dan cauda pancreatis. Arteria
pancreatioduodenalis superior anterior dan posterior, cabang arteria
3

gastroduodenalis, dan arteria panceaticoduodenalis inferior anterior dan


superior memperdarahi caput.

Pembuluh limfatik pancreas mengikuti pembuluh darah. Sebagian


besar pembuluh darah berakhir pada nodi lymphatici
pancreaticosplenici,yang terletak di sepanjang arteria lienalis. Beberapa
pembuluh dara berakhir pada nodi lymphatici pylorici.

Persarafan pancreas berasal dari nervus vagus dan nervus


splanchnicus abdominopelvicus yang berjalan melalui diaphragma. Serat
parasimpatis dan simpatis mencapai pancreas dengan berjalan di sepanjang
arteri-arteri dari plexus coeliacus dan plexus mesenterica superior (Moore,
2006).

3. Klasifikasi

American Diabetes Association (ADA) tahun 2009 telah


mengklasifikasikan pembagian Diabetes Melitus adalah sbb:

a. Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “c” atau “Insulin


dependent”. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM
tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13
tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi
sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta
pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya
meningkatkan sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang banyak dianggap
sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas
menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada
85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid
decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut.
4

B. Diabetes Melitus tipe 2

Berbeda dengan DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan


dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien
mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan
insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini
bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot,
lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta
pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma,
penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan
peningkatan lipolisis. Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh
gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas
fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai
BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk
setiap ras.

C. Diabetes Melitus tipe lain

Diabetes Melitus tipe lain :

1. Defek genetik fungsi sel beta :


a. Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
b. DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit endokrin pankreas :
a. pankreatitis
b. tumor pankreas /pankreatektomi
c. pankreatopati fibrokalkulus
4. Endokrinopati :
a. akromegali
5

b. sindrom Cushing
c. feokromositoma
d. hipertiroidisme
5. Karena obat/zat kimia :
a. vacor, pentamidin, asam nikotinat
b. glukokortikoid, hormon tiroid
c. tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
6. Infeksi :
a. Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
7. Sebab imunologi yang jarang :
a. antibodi anti insulin
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
a. sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner,
dan lain-lain.

D. Diabetes Kehamilan/gestasional

Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan


onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi
pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali
normal pada trimester ketiga.

E. Epidemiologi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Faktor lingkungan sangat berperan pada lebih dari 90% semua


populasi diabetes. Prevalensi pada bangsa kulit putih sekitar 3-6%dari
orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan
prevalensi diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.
Dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara
atau suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada
umumnya. Pada negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya
sangat menonjol, misalnya Singapura prevalensi diabetes sangat
6

meningkat dibandingkan 10 tahun lalu. Demikian pada negara yang


mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dari sebelumnya
karena lebih makmur, prevalensi diabetes dapat mencapai 35%.

Data terakhir dari International Diabetes Federation tahun 2006,


prevalensi di negara timur tengah paling tinggi ( di atas 20%) dan disusul
oleh Mexico. Saat itu, Indonesia termasuk dalam kelompok dengan
prevalensi paling rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
Indonesia belum punya angka nasional resmi. Yang lebih memprihatinkan
adalah komposisi umur pasien diabetes di negara maju kebanyakan
berumur 65 tahun, sedangkan di negara berkembang kebanyakan pasien
diabetes berumur 45-64 tahun, yang merupakan golongan umur yang
masih produktif. Penelitian terakhir oleh Litbang Depkes menunjukkan
bahwa prevalensi nasional untuk Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% pasien diabetes yang sudah terdiagnosis
sebelumnya, 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian.

F. Etiologi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2


Etiologi DM tipe 2 adalah penurunan fungsi sel beta yang
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: glukotoksisitas, lipotoksisitas asam
lemak bebas, deposit amiloid, resistensi insulin, dan efek inkretin. Kadar
glukosa darah yang tinggi dan berlangsung lama akan meningkatkan stres
oksidatif, IL-1β, dan NF-κB sehingga terjadi peningkatan apoptosis sel
beta. Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa
dalam proses lipolisis akan mengalami metabolisme non-oksidatif menjadi
ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis. Pada
keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa
darah akan meningkat, oleh karena itu sel beta mengkompensasinya
dengan meningkatkan sekresi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia.
Hiperinsulinemia juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang
akan ditumpuk di sekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan
akan mendesak sel beta sehingga akhirnya jumlah sel beta berkurang 50-
7

60% dari normal. Beberapa faktor yang berperan sebagai penyebab


resistensi insulin pada DM tipe 2 adalah obesitas (terutama sentral), diet
tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak bedab, dan faktor
keturunan. Keadaan resistensi insulin yang sebenarnya menyebabkan
glukotoksisitas, lipotoksisitas asam lemak bebas, dan deposit amiloid.

G. Faktor Resiko Diabetes Melitus (DM) Tipe 2


Beberapa faktor resiko pada diabetes melitus tipe 2 antara lain:

1. Riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung)


2. Obesitas
3. Kurang beraktivitas
4. Ras atau etnik tertentu ( Amerika-Afrika, Amerika, Amerika-Asia)
5. Memiliki gangguan toleransi glukosa
6. Riwayat diabetes gestasional atau pernah melahirkan bayi dengan
berat . badan > 4 kg
7. Hipertensi (≥140/90)
8. Kadar HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl
9. Sindrom polikista ovarium atau acanthosis nigricans
10. Riwayat penyakit vascular
H. Patogenesis Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan inti


dari patogenesis diabetes mellitus tipe 2 (fauci et al, 2008).

Perkembangan resistensi insulin dan metabolisme glukosa yang


terganggu merupakan proses bertahap yang diawali peningkatan berat
badan yang berlebihan dan obesitas (Guyton dan Jhon, 2006). Obesitas
disebabkan oleh disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak,
dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Gangguan keseimbangan antara
suplai energi dan energi yang digunakan meningkatkan konsentrasi asam
lemak di darah. Hal ini menyebabkan penurunan utilisasi glukosa di otot
dan jaringan lemak. Kemudian terjadi resistensi insulin, down-regulation
8

dari reseptor insulin semakin meningkatkan resistensi insulin. Selain


obesitas , adanya disposisi faktor genetik menyebabkan insensitivitas
insulin (Gilbernagi dan Lang, 2000). Insensitivitas insulin mengganggu
utilisasi dan penyimpanan karbohidrat, meningkatkan kadar gula darah,
dan meningkatkan sekresi insulin.

Adanya resistensi insulin dan insensitivitas insulin akan memicu


pankreas bekerja lebih keras untuk meningkatkan sekresi insulin sehingga
terjadi keadaan hiperinsulinemia. Namun kemudian kompensasi ini gagal
dan menimbulkan hiperglikemia. Selain itu sel beta pada pankreas mulai
‘lelah’ dan tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi
hiperglikemia.

I. Patofisiologi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Kadar gula darah yang meningkat akan menyebabkan


hiperosmolaritas pada cairan ekstraseluler. Gula darah yang terbawa di
ginjal tidak dapat tersaring seluruhnya sehingga akan terdapat glukosa
pada urine, selain itu keadaan yang hiperosmolaritas akan menyebabkan
cairan tubuh tertarik dan keluar bersama gula di urin dan termanifestasikan
sebagi poliuri. Kehilangan cairan akan mengaktifkan thirst-center
sehingga penderita diabetes akan merasa haus dan banyak minum
(Gilbernagi dan Lang, 2000).

Gangguan utilisasi glukosa akan menyebabkan cellular starvation


dan berkurangnya simpanan karbohidrat, lemak, dan protein di sel. Hal ini
akan menyebabkan pasien merasa lapar dan banyak makan. Penurunan
berat badan disebabkan oleh dua hal, yang pertama adalah kehilangan
cairan (poliuri) dan kedua adalah kerja insulin yang memaksa tubuh untuk
menggunakan simpanan lemak dan protein selular sebagai sumber energi
(Marfin, 2005).
9

J. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

1. Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan biasanya relatif singkat dan terjadi rasa
lemah yang hebat. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Oleh karena itu, sumber tenaga diambil dari
cadangan lain, yaitu sel lemak dan otot, akibatnya penderita kehilangan
jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Poliuri
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak urin. Urin yang sering dan dalam jumlah banyak
akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

c. Polidipsi
Rasa haus sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang
keluar dari urin. Penderita menyangka rasa haus ini disebabkan karena
udara yang panas atau beban kerja yang berat sehingga penderita minum
banyak.

d. Polifagia
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan
menjadi glukosa di dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan
sehingga penderita selalu merasa lapar.

2. Keluhan Lain
a. Gangguan Saraf Tepi (Kesemutan)
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur.
b. Gangguan Penglihatan
10

Gangguan ini sering terjadi pada fase awal penyakit diabetes.


c. Gatal/ Bisul
Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
lipatan kulit, seperti ketika dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan
timbulnya bisul dan luka yang lama sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal
yang sepele, seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
d. Gangguan Ereksi
Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi karena pasien sering tidak
terus terang mengemukakannya. Hal ini terkait budaya masyarakat yang masih
merasa tabu membicarakan masalah seks.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

K. Diagnosis Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tahun 2007,


diagnosa diabetes melitus dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria yaitu:

1. Gejala diabetes klasik ( poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan)


ditambah dengan kadar gula darah random >200mg/dl
2. Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl
3. Kadar glukosa OGTT ≥ 200 mg/dl
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
1. Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
2. kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
3. puasa semalam, selama 10-12 jam
4. kadar glukosa darah puasa diperiksa
5. diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam
air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
11

6. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;


selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

Pemeriksaan kadar gula darah puasa merupakan pemeriksaan yang


paling terpercaya dan convinient pada pasien yang asimptomatik.

L. Skrining Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

ADA merekomendasikan dilakukan skrining pada individu dengan


umur ≥45 tahun setiap tiga tahun sekali atau individu yang lebih muda jika
overweight dan memiliki faktor resiko diabetes mellitus.

Pemeriksaan kadar gula darah saat puasa merupakan skrining yang


direkomendasikan karena:

a. Kebanyakan individu dengan kriteria DM tipe 2 asimptomatik dan tidak


menyadari mereka telah terkena penyakit tersebut
b. DM tipe 2 timbul 10 tahun sebelum terdiagnosa oleh dokter
c. Lima puluh persen pasien dengan DM tipe 2 memiliki satu atau lebih
komplikasi pada saat diagnosa DM ditegakkan

M. Penatalaksanaan Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Pilar utama dalam pengelolaan DM ada 4 :

1. Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode
dimana telah terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku.
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi
aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan
harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang
berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan
perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill),
dan motivasi yang berkenaan dengan:
12

 a. Makan makanan sehat.

 b. Kegiatan jasmani secara teratur.

 c. Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang
spesifik.

 d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai


informasi yang ada.

 e. Melakukan perawatan kaki secara berkala.

 f. Mengelola diabetes dengan tepat.

 g. Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan.

2. Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai kecukupan
gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat 45-60 %
Protein 10-20 %
Lemak 20-25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan idaman.
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori,
penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu:

Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%

Status gizi:

BB kurang bila BB < 90% BBI

BB normal bila BB 90-110% BBI

BB lebih bila BB 110-120% BBI


13

Gemuk bila BB >120% BB

Jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung dari berat badan idaman


dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/Kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal
KG BB untuk perempuan). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori
untuk aktivitas sebesar 10-30 %.

3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
dengan durasi 30 menit, yang sifatnya CRIPE (continous, rhytmical,
interval, progressive, endurance training) misalnya jalan kaki, jalan
cepat atau jogging. Dan diharapakan dapat mencapai sasaran denyut
nadi maksimal dan disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta.

4. Obat-obatan penurun kadar gula darah


Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologik tersebutdapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan
insulin.
A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh
sulfonylurea dan glinid.
2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin, contoh
tiazolidindion dan metformin.
3. Golongan penghambat glukosidase alfa contohnya Acarbose
4. Insulin
Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari
dengan memakai insulin kerja cepat, insulin juga dapat diberikan dalam
dosis terbagi, insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian
14

diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan


respon kadar glukosa darahnya.

N. Prognosis

Prognosis umumnya dubia. Karena penyakit ini adalah penyakit


kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam, namun quo ad
fungsionam dan sanationamnya aalah dubia ad malam.

O. Komplikasi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Komplikasi akut diabetes melitus

1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebaakan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah, sampai
dengan berat berupa koma disertai kejang.Penyebab terseing hipoglikemia
pada pasien DM adalah obat golongan sulfonilurea. Tanda hipoglikemia
muncul bila glukosa darah <50 mg/dl.
2. Ketoasidosis diabetic
KAD merupakan defisisnsi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Timbulnya KAD merupakan
ancaman bagi penderita DM. Pada DKA tubuh tidak dapat menggunakan
sumber glukosa maka lemak pun dipecah dalam lipolisis untuk
menghasilkan energi dan menghasilkan ketone. Tanda- tanda dari DKA
adalah :
Hyperglikemia > 300 mg/dl
Bicarbonat < 15 mEq/L
Asidosis (pH < 7,3) dengan ketonemia dan ketonuria.
3. Hyperglycemic hyperosmolar state
Hyperglycemic hyperosmolar state adalah suatu sindrome yang
ditandai denagn hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoacidosis disertai penurunan kesadaran.
15

Berikut merupakan skema terjadinya KAD dan HHS :


16

Komplikasi Kronis DM

1. Komplikasi Mikrovaskular
a. Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala
berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat
mengarah pada kebutaan.Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan
stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan
retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler,
jaringan ikat dan adanya hipoksia retina.
Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah
yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki
hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila
dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.

b. Nefropati diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak,
sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik
pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul
besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat
nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif.
Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24
jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.

c. Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi
pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis
dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian
neuropatibiasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf
17

dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah
serabut saraf tungkai atau lengan.
Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf
akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol,
penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf,
demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.

2. Komplikasi Makrovaskular
a. Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada
penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita
diabetes.Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk
penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri
vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:
1) Pusing, sinkop
2) Hemiplegia: parsial atau total
3) Afasia sensorik dan motorik
4) Keadaan pseudo-dementia

b. Penyakit Jantung Koroner


Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat
gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri
dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah,
bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi
dan akan mereda seetlah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang
paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat
dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala MI dapat tidak
timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
18

Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

GD puasa 9mg/dL) 80-109 110-125 ≥126

GD 2 jam pp (mg/dL) 80-144 145-179 ≥180

A1C (%) <6,5 6,5-8 >8

Kolesterol total (mg/dL) <200 200-239 ≥240

Kolesterol LDL (mg/dL) <100 100-129 ≥130

Kolesterol HDL (mg/dL) >45

Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200

IMT (Kg/m2) 18,5-22,9 23-25 >25

Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140/80-90 >140/90


19

P. MASALAH-MASALAH KHUSUS
1. Diabetes dengan infeksi

Infeksi pada pasien diabetes sangat berpengaruh terhadap pengendalian


glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendai glukosa darah, dan kadar
glukosa darah yang tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk
infeksi. Kadar glukosa yang tidak terkendali perlu segera diturunkan, antara
lain dengan menggunakan insulin, dan setelah infeksi teratasi dapat diberikan
kembali pengobatan seperti semula.

Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes akibat
munculnya lingkungan hiperglikemik yang meningkatkan virulensi patogen,
menurunkan produksi interleukin, menyebabkan terjadinya disfungsi
kemotaksis dan aktivitas fagositik, serta kerusakan fungsi neutrofil, glikosuria,
dan dismotilitas gastrointestinal dan daluran kemih.

Infeksi yang sering terjadi pada DM:

a. TB pada DM
b. ISK
c. Infeksi HIV
d. Infeksi saluran nafas
e. Infeksi saluran cerna
f. Infeksi jaringan lunak dan kulit
g. Infeksi rongga mulut
h. Infeksi telinga

TB pada DM

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri
kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili
Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Kompleks
20

Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M.


microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis
merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini
merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%)
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Alasan untuk terjadinya peningkatan terjadinya kerentanan TB pada DM


disebabkan banyak faktor, dalam hal ini makrofag alveolar yang bekerjasama
dengan limfosit mempunyai peranan penting dalam mengeleminasi infeksi
mikobakterium tuberkulosis itu sendiri. Dalam sebuah penelitian kepada 64 pasien
TB dengan DM terjadi depresi imunitas seluler yang tinggi,hal ini ditandai dengan
limfosit T lebih sedikit dan kapasitasnya menurun dibandingkan dengan pasien
hanya dengan TB saja.

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan gejala klinik, pmeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan


bakteriologik, radiologi.

Gejala klinik

Gejala klinik tuberkulosis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan
gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik
a. batuk ≥ 3minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Malaise, keringat malam, anoreksia, BB menurun
21

Pemeriksaan Jasmani

Pada Tb paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur


paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
apex dan segmen posterior., serta apex lobus inferior. Dapat ditemukan suara
napas bronkial, amforik, suaranapas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum.

Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksaan
Dapat berasal dari dahak, cairan pleura, LCS, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi.
b. Cara pengumpulan dan pengiriman dahak
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 berturut-turut atau dengan
cara:
1) Sewaktu (dahak sewaktu saat kunjungan)
2) Dahak pagi (keesokan harinya)
3) Sewaktu (pada saat mengantarkan dahak pagi)
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan dbakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain dapat
dilakukan dengan cara :
1) Mikroskopik
i. Biasa : pewarnaan Ziehl- Nielsen dan pewarnaan Kinyoun
Gabbet
ii. Fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin
2) Biakan

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto thorax PA dengan atau tanpa foto lateral.
22

2. Ulkus Diabetikum
a. Defenisi
Ulkus diabetikum merupakan tukak yang timbul pada penderita
diabetes melitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati
diabetik atau akibat trauma.
b. Etiologi
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum
dibagi menjadi factor endogen dan ekstrogen.
1) Faktor endogen
a) Angiopati diabetik
b) Neuropati diabetik

2) Faktor ekstrogen
a) Trauma
b) Infeksi
c) Obat
23

Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen.


Penelitian terbaru menyatakan bahwa 63% kaki diabetik disebabkan
oleh neuropati perifer yang menimbulkan gangguan sensorik, motorik
dan autonom yang masing-masing memegang peranan penting pada
terjadinya luka kaki. Faktor lain yang berperan adalah iskemia,
pembentukan kalus dan edema.
Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di
sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan
baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus ditempat itu.
Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa
sakit (mati rasa) setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma,
sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari, akibatnya kalus
yang sudah terbentuk berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi
berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren. Neuropati
motorik mengawali terjadinya kelemahan otot dan atrofi otot di
ekstremitas. Hilangnya mekanisme vaskuler yang normal akibat
angiopati diabetik dan gangguan regulasi termal menyebabkan vena
membengkak dan selanjutnya menyebabkan terjadinya ulkus. Bila
ulkus disertai infeksi akan mempermudah terjadinya disfungsi outonom
(neuropati outonom) yang selanjutnya akan mengakibatkan hilangnya
sekresi kulit sehingga kulit akan kering dan mudah mengalami luka
yang sukar sembuh yang selanjutnya mudah mengalami nekrosis.

c. Patofisiologi
Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati
diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila pada
kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren).
Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik, sehingga ada
24

bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum /


paku atau terkena benda panas.
Penderita yang beresiko tinggi mengalami gangren diabetik adalah :

1) Riwayat merokok
2) Penurunan denyut nadi perifer
3) Penurunan sensibilitas
4) Deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau
kalus)
5) Riwayat ulkus kaki atau amputasi
6) Pengendalian kadar gula darah yang buruk

Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik


pada kaki dimulai dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan
fisura antara jari-jari kaki atau di daerah kulit kering, atau pembentukan
sebuah kalus. Jaringan yang terkena mula-mula menjadi kebiruan dan
terasa dingin bila disentuh. Kemudian, jaringan yang mati, menghitam dan
berbau busuk.Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah
menghilang dan bisa berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera
traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis)
atau akibat gangren biasanya merupakan tanda pertama masalah kaki yang
menjadi perhatian penderita.

d. Gambaran Klinis
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren
panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal.
Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki.
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:
1) Pain (nyeri).
2) Paleness (kepucatan).
25

3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).


4) Pulselessness (denyut nadi hilang).
5) Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut


pola dari Fontaine, yaitu 4 :
1) Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau
geringgingan).
2) Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten.
3) Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat.
4) Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus).
26
27

e. Klasifikasi.
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam
enam derajat menurut Wagner, yaitu ;
Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, Wagner. 8
DERAJAT LESI
0 Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati
1 Tukak superfisial
2 Tukak lebih dalam
Tukak dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis
3
dan atau osteomielitis
4 Gangren jari
5 Gangren kaki

f. Penatalaksanaan.
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian
diabetes dan penanganan terhadap kelainan kaki.
28

1) Pengendalian Diabetes.
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah
dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara
sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita
malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis. Diabetes melitus jika
tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren
diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik,
diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling
sedikit dihambat.
2) Penanganan Kelainan Kaki.
a) Strategi Pencegahan.
b) Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan
terhadap terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi
kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan
alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan risiko
rendah diperbolehkan menggunakan sepatu, hanya saja sepatu yang
digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan
bantalan yang lembut dapat mengurangi resiko terjadinya
kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi
beban pada telapak kaki.
c) Pada penderita diabetes melitus dengan gangguan penglihatan
sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos
kaki putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
d) Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus
adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk
mengurangi risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan
menusuk jaringan sekitar.
e) Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu:
i. Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting
sehingga menuntut perhatian penuh.
29

ii. Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan


dengan handuk kering setiap kali mandi.
iii. Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya,
dapat dengan menggunakan cermin.
iv. Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
v. Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir
panas dan api.
vi. Sepatu harus cukup lebar dan pas.
vii. Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
viii. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa
lipatan.
ix. Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
x. Kuku dipotong secara lurus.
xi. Berhenti merokok.

b. Penanganan Ulkus.
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang
tidak terawat dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan
dari luar pada ujung jari atau penekanan oleh ujung
tulang.Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian membentuk
rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang
sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa
tingkatan, yaitu ;
1) Tingkat 0.
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas
kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau
sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang
terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya
deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan penggunaan
alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan
30

tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan


deformitas.
2) Tingkat I.
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan
yang infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
3) Tingkat II.
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan
hasil kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban
yang lebih berarti.
4) Tingkat III.
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi
gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan
pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
5) Tingkat IV.
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi
sebagian atau amputasi seluruh kaki.
g. Prognosis.
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia
karena semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk
mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya
menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas
sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
31

BAB III
32

DAFTAR PUSTAKA

Fauci,. Braunwald,. Kasper,. Et al. Diabetes Mellitus in : Principle of Internal


medicine. Mc Graw-Hill: Philadeiphia.

Guyton, A,. Hall, J,. 2006. Insulin, Glucagon, and Diabetes Mellitus in:
Medical Physiology. Elsevier Saunder: Philadelphia. Pp. 974-75.

Januarman,. 2011. Ulkus Diabetikum. ( diakses dari : medlinux.blogspot.com)

Maffin, G. 2005. Patophysiology Concept of Altered Health States.


Lippincott:Newyork. pp. 569.

Moore L., Keith & Dalley F., Arthur. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Edisi
5. Jakarta: Erlangga. pp. 286-87.

PDPI. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di


Indonesia.[Online] Available at:http://www.klikkpdpi.com/konsensus/tb/tb.html

Perkeni. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus


Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni

Permana, H. 2011. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta pada Diabetes.(


diakses dari : pustaka.unpad.ac.id)

Silbernagi,. Lang,. 2000. Causes of Diabetes Mellitus in: Color Atlas of


pathophysiology. Thieme: Newyork. pp. 287.

Silbernagi,. Lang,. 2000. Acute Effect of Insulin Deficiency in: Color Atlas of
pathophysiology. Thieme: Newyork. pp. 288.
33

Soegondo, Suwondo, Soebekti. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu. FK UI press: Jakarta. 151-175.
http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full

https://radiopaedia.org/cases/diabetic-foot-2

http://www.staff.ncl.ac.uk/philip.home/who_dmc.htm

You might also like