You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

A. Konsep Teori
1. Definisi
Diare adalah pengeluaran feses yang lunak dan cair disertai sensasi
ingin defekasi yang tidak dapat ditunda. (Grace, Pierce A &Borley, Neil R,
2006).
Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan
yang terjadi dengan bagian feses tidak terbentuk (Nethina, 2001). Diare adalah
kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja (Behrman, 1999).
Menurut pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah
gejala kelainan sistem pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana
pasien mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja dengan
frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali
pada anak dengan konsistensi feses cair, dapat berwarna hijau bercampur lendir
atau darah, atau lendir saja.
2. Etiologi
Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005).
a. Diare Akut
Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun
adanya infeksi.
1) Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile
dapat diberikan terapi antibiotik.
2) Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang
paling sering.
3) Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus
urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan,
antibiotik, toksin yang teringesti, iriitable bowel syndrome,
enterokolitis, dan intoleransi terhadap laktosa.
b. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut
ini:
1) Sindrom malabsorpsi
2) Defek anatomis
3) Reaksi alergik
4) Intoleransi laktosa
5) Respons inflamasi
6) Imunodefisiensi
7) Gangguan motilitas
8) Gangguan endokrin
9) Parasit
Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil,
malnutrisi, penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi,
sanitasi atau higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan yang
tidak tepat.
3. Patofisiologi
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
a. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
b. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan
kapasitas untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus
yang lebih kecil.
c. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh
gangguan malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis,
misalnya ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui stimulasi
usus oleh saraf parasimpatis.Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh
pengeluaran feses dalam jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare jenis ini
antara lain adalah kolitis ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua penyakit ini
memiliki komponen fisik dan psikogenik (Elizabeth J. Corwin, 2007).
PATHWAY

Infeksi Makanan

Berkembang di usu Toksik diserap

hipersekresi air dan elektrolit hiperperistaltik

penyerapan usus meningkat

Diare

Frekuensi BAB meningkat

Distensi abdomen

Kehilangan cairan dan


lektrolit berlebihan mual muntah
Kerusakan integritas
kulit
Dehidrasi napsu makan turun

Kekurangan volume
Ketidakseimbangan
cairan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
4. Manifestasi Klinis
a. Diare akut:
1) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
2) Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut,
rasa tidak enak, nyeri perut.
3) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.
4) Demam.
b. Diare kronik
1) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
2) Penurunan BB dan nafsu makan.
3) Demam indikasi terjadi infeksi
4) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

Bentuk klinis diare


Diagnose Didasarkan Pada Keadaan
Diare cair akut a. Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung
kurang dari 14 hari
b. Tidak mengandung darah
Kolera a. Diare air cucian beras yang sering ada
banyak dan cepat menimbulkan dehidrasi
berat, atau
b. Diare dengan dehidrasi berat selama
terjadinya KLB kolera, atau
c. Diare dengan hasil kultur tinja positif
untuk V cholers 01 atau 0139
Disentri a. Diare berdarah (dilihat atau dilaporkan)
Diare persisten a. Diare yang berlangsung selama 14 hari
atau lebih
Diare dengan gizi a. Diare apapun yang disertai gizi buruk
buruk
Diare terkait a. Mendapat pengobatan antibiotic oral
antibiotika spectrum luas
(Antibiotic
Associated
Diarrhea)
Invaginasi a. Dominan darah dan lender dalam tinja
b. Massa intra abdominal (abdominal mass)
c. Tangisan keras dan kepucatan pada bayi

Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare


Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan
Dehidrasi Terdapat 2 atau lebih tanda: Beri cairan untuk
berat a. Letargis/tidak sadar diare dengan
b. Mata cekung dehidrasi berat
c. Tidak bisa minum atau
malas minum
d. Cubitan perut kembali
sangat lambat (≥ 2 detik)
Dehidrasi Terdapat 2 atau lebih tanda: a. Beri anak
ringan atau a. Rewel gelisah dengan cairan
sedang b. Mata cekung dengan makanan
c. Minum dengan lahap atau untuk dehidrasi
haus ringan
d. Cubitan kulit kembali b. Setelah
dengan lambat rehidrasi,
nasehati ibu
untuk penangan
dirumah dan
kapan kembali
segera
Tanpa Tidak terdapat cukup tanda a. Beri cairan dan
dehidrasi untuk diklasifikasikan sebagai makanan untuk
dehidrasi ringan atau berat menangani diare
dirumah
b. Nasehati ibu
kapan kembali
segera
c. Kunjungan ulang
dalam waktu 5
hari jika tidak
membaik

5. Pemeriksaan penunjang
a. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
1) Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis
mengarahkan dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah
bisa menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak
spesifik.
2) Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.
Difficile ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin,
bukan berdasarkan ditemukannya organisme saja.
3) Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
b. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih
berdasarkan prioritas diagnosis klinis yang paling mungkin:
1) Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED,
biokimiawi darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin
serum, vitamin B12 dan folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk
penyakit siliaka.
2) Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum
menyingkirkan giardiasis.
3) Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja
dengan Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada
kasus yang lebih sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk
pengukuran ini dibutuhkan diet yang terstandardisasi
4) Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi
pankras, sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dan/atau CT pankreas.
5) Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan
penyakit seliaka dan giardiasis.Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi
saluran pencernaan bagian bawah lebih menguntungkan dari pada
pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan ketika mukosa
terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan kolitis mikroskopik
(misalnya kolistik limfositik, kolitis kolagenosa).
6) Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan
berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).
7) Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit
Crohn atau bahkan struktur usus halus.
8) Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di
urutan terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap
merupakan cara paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan
diare sekretorik.
9) Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi
hormonharus dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal
dan belum mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk
Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada
riwayat perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit
(ameba, Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter,
Clostridium difficile).
c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer
(atau kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik
6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan
menyembuhkan penyakit yang mendasari (Baughman, 2000).
a. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin
diresepkan glukosa oral dan larutan elektrolit.
b. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan
loperamid (Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-
infeksius.
c. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau
diare memburuk.
d. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat
muda atau lansia.

Penatalaksanaan diare akut pada anak:


a. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah
bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia
dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan
dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik.
Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit
untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan
cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025 x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
a. Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
b. Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
c. Diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

Metode Perbandingan BB dan Umur


Total
BB
Umur PWL NWL CWL Kehilangan
(kg)
Cairan

<3 < 1 bln 150 125 25 300

3-10 1 bln-2 thn 125 100 25 250

10-15 2-5 thn 100 080 25 205

15-25 5-10 thn 080 025 25 130

Sumber: Ngastiyah (1997)

Keterangan:

PWL : Previus Water Lose (ml/kgBB) = cairan muntah.

NWL: Normal Water Lose (ml/kgBB) = cairan diuresis, penguapan,


pernapasan

CWL: Concomitant Water Lose (ml/KgBB) = cairan diare dan muntah


yang terus menerus.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:

a) Untuk anak umur 1 bl -2 tahun berat badan 3-10 kg :

1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset


berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1
ml=20 tetes).

7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt


(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit.
b) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg :

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15


tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

c) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg :
8 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15


tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

d) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg :

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24


jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3
1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
e) Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).

3) Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
a) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
lemak tak jenuh
b) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh.
Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas
kebutuhan kalori, kebutuhan asam amino, dan kebutuhan
mikronutrien.
Kebutuhan kalori
a) BBLR : 150 Kkal/ Kg BB
b) BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan
c) BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB
d) BB 11- 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)
e) BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB – 20)
Kebutuhan Asam amino
a) BBLR 2,5 – 3/ Kg BB
b) Usia 0 -1 tahun : 2,5 g/ Kg BB
c) Usia 2 -13 tahun 1,5 -2g/ kg BB
Kebutuhan Mikronutrien
a) Kalium 1,5 – 2,5 meq/ kg BB
b) Natrium 2,5 – 3,5 meq/ kg BB
Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur
tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan
diare. Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan
kerja usus bagi penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6 -12
bulan dan anak usia 1 -5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan
adalah tepung beras 30 gram, tempe 50 gram, margarine 10 gram
dan gula pasir 20 gram, serta air 200 ml. Adapun caranya ada 2
yaitu cara pertama: tempe di blender ditambah 20 cc, campurkan
tempe yang sudah diblender dengan tepung beras, gula pasir,
margarine dan air sebanyak 200 cc, aduk hingga rata, lalu mask
diatas api sampai mengental dan siap disajikan. Cara kedua: tempe
direbus lalu dihaluskan, campur tempe , tepung beras, margarine,
gula pasir dengan sisa rebusan tempe sebanyak 200 cc. Masak diatas
api sampai mengental kemudian disaring dan siap untuk disajikan.
4) Obat-obatan
Tabel antidiare(Kee, 1996)
Pemakaian dan
Obat Dosis
pertimbangan

Opiat

Tingfur opium TR: D: PQ: 0,6 mL atau Untuk diare akut dan
10 tts, q.i.d. dicampur nonspesifik. Obat
dengan air golongan II
Camphorated: 5-10 mL, 1-
4 kali/ hari
Paregorik D: PO: 5-10 mL, 1-4 kali/ Untuk diare. Obat
hari golongan III
A: PO: 0,25-0,5 mL, 1-4
kali/ hari
Kodein D: PO: 15-30 mg, q.i.d. Untuk diare

Agen-agen
opiat related
Difenoksilat D: PO: 2,5-5 mg, Untuk diare akut,
dengan atropin b.i.d,q.i.d. nonspesifik. Obat
(Lomotil) golongan V.
Anak >2 thn: 0,3-0,4 Dosis untuk anak
mg/kg, setiap hari dalam bervariasi sesuai dengan
dosis terbagi 4 atau 2 mg, umur.
3-5 kali setiap hari
Loperamid D: PO: M: 4 mg, Untuk diare. Obat bebas
(Imodium) kemudian 2 mg setelah terbaru. Kategori
buang air cair. Tidak kehamilan B. Tidak
melebihi 16 mg/ hari. mempengaruhi SSP.
A (5-8 thn) PO: 2 mgg, Kurang dari 1% yang
dosis dapat diulangi, tidak mencapai sirkulasi
melebihi 4 mg/ hari sistemik.

Adsorben

Kaolin-Pektin Sesuai dengan label Untuk diare. Diberikan


(Kaopectate) setelah setiap kali buang
air cair. Obat bebas.

Garam-garam Sesuai dengan label Untuk diare, gangguan


bismut (Pepto- lambung. Dalam bentuk
Bismol) cair atau tablet.

Kombinasi

Difenoksilat Lihat agen-agen opiat Lihat agen-agen opiat


dengan atropin related related
(Lomotil)
Parepektolin Sesuai dengan label Mengandung paregorik
dan kaopecatate

Donnagel D: PO: M: 30 mg, Mengandung atropin dan


kemudian 15-30 mg kaopectate
setelah setiap kali buang
air cair
A: PO: 5-10 mg setelah
setiap kali buang air cair
Donnagel P-G D: PO: 15 mg, setiap 3 Mengandung opium,
jam atropin, dan kaopectate

Kunci: D: Dewasa; A: Anak-anak; PO: Per Oral; M: Mula-mula; TR:


tingtur; >: lebih dari; tts: tetes.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari prioritas keperawatan
dengan pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada.
Adapun hal-hal yang dikaji meliputi :
a. Identitas Klien
1) Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor medical record.
2) Identitas klien
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Bab cair lebih dari 3x.
2) Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan BAB cair
berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat
bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan
adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis
menurun dan gejala penurunan kesadaran.
3) Riwayat Keperawatan Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, dll.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan
lain-lain.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : klien lemah, lesu, gelisah, kesadaran turun
b) Pengukuran tanda vital meliputi : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi
dan suhu tubuh.
c) Keadaan sistem tubuh
1) Mata : cekung, kering, sangat cekung
2) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan tidak bisa minum
3) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
4) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
5) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik,
suhu meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada
daerah perianal.
6) Sistem perkemihan : oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam).

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakseimbangan (kekurangan) volome cairan berhubungan dengan output
berlebih
b. Ketidakseiimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan
B. RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluide management


berhubungan dengan output selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan 1. Timbang popok/pembalut jika
berlebih (00027). cairan dan elektrolit dalam tubuh pasien dapat diperlukan
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat
1. Input dan output cairan elektrolit
3. Monitor status hidrasi (kelembaban
seimbang.
membran mukosa, nadi adekuat,
2. Menunjukkan membran mukosa lembab
tekanan ortostatik), jika diperlukan
dan turgor jaringan normal.
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Dorong masukan oral
8. Kolaborasi dengan dokter.

Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
2. Monitor tingkat HB dan hematokrit
3. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
4. Monitor berat badan
2. ketidakseimbangan kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan Nutrition management
kebutuhan tubuh berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
dengan intake makanan yang tidak nutrisi pasien dapat teratasi dengan kriteria 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
adekuat (00002). hasil: menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
1. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
3. Anjurukan pasien untuk meningkatkan
badan
intake IV
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
3. Menunjukan peningkatan fungsi
protein dan vitamin C
pengecapan dari menelan
5. Berikan substansi gula
4. Tidak terjadi penurunan berat badan
6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
yang berarti
kalori
7. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
10. Monitor kadar albumin, total protein,
HB, dan kadar HT
11. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
3. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure Management:
berhubungan dengan kelembapan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
(00046) integritas kulit pasien dapat teratasi dengan pakaian yang longgar
kriteria hasil: 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
dan kering
1) Integritas kulit yang baik bisa
3. Mobilisasi pasien ( ubah posisi pasien)
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
setiap 2 jam sekali
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
2) Tidak ada luka atau lesi pada kulit
pada daerah tertekan
3) Perfusi jaringan baik
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
4) Menunjukkan pemahaman dalam
6. Memandikan pasien dengan sabun dan
proses perbaikan kulit dan mencegah
air hangat
terjadinya cidere berulang
5) Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami

(NIC&NOC, 2008)
Daftar Pustaka

Grace, Pierce A & Borley, Neil R. 2006.At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta : Erlangga.

Herdman, T. Heather. 2013. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Kee, Joyce L.1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina
Hany. Jakarta: EGC.

Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan,
dkk.Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperwatan
Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.

Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing.
(Ed. 6). Missouri : Mosby.

You might also like