You are on page 1of 16

INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION

ASSIGNMENT
Submitted in partial fulfilment of the requirements for INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION course

Pelita Harapan Graduate Campus – Semanggi, Jakarta

By
Christian Ekasetia
01619170002

MASTER MANAGEMENT PROGRAM


GRADUATE PROGRAM
PELITA HARAPAN GRADUATE CAMPUS
JAKARTA
2018
PENERAPAN IMC DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

Studi Kasus: Bintangin VS Tolak Angin

I. Profil Perusahaan
PT Bintang Toedjoe adalah salah satu anak perusahaan dari PT Kalbe Farma, Tbk,
suatu perusahaan farmasi yang terkemuka di Indonesia. Beberapa produk Bintang
Toedjoe yang terkenal adalah minuman energi Extra Joss dan Irex dan Puyer Bintang
Toedjoe yang pernah terkenal pada dasawarsa 1970-an.PT Bintang Toedjoe didirikan
pada 29 April 1946 di Garut, Jawa Barat, oleh shinse Tan Jun She, Tjia Pu Tjien, dan
Hioe On Tjan. Nama Bintang Toedjoe sendiri dipilih berdasarkan jumlah anak
perempuan Tan, yakni 7 orang. Pada waktu itu, dengan alat-alat yang sederhana dan
mempekerjakan beberapa orang karyawan, PT Bintang Toedjoe berhasil memproduksi
obat-obatan yang dijual
bebasguna memenuhi
kebutuhan masyarakat akan
obat. Salah satu obat yang
diproduksi sejak berdirinya
adalah Puyer No. 16 (Obat
Sakit Kepala No. 16) yang sampai saat ini masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dan diekspor ke beberapa negara. Empat tahun sejak didirikan, PT Bintang
Toedjoe pindah dari Garut ke kawasan Krekot, Jakarta, dan pada tahun 1974 PT
Bintang Toedjoe kembali pindah ke kawasan Cempaka Putih, Jakarta.
Pada tahun 1970-an ini PT Bintang Toedjoe mulai memproduksi obat resep dokter.
Pada tahun 1985, PT Bintang Toedjoe dibeli oleh Kalbe Group dan berkembang dengan
pesat. Tahun 1990 produk-produk PT Bintang Toedjoe mulai diekspor ke
mancanegara. Sejalan dengan peningkatan produksinya, lokasi di kawasan Cempaka
Putih sudah tidak memadai lagi, sehingga pada tahun 1993 PT Bintang Toedjoe pindah
ke Kawasan Industri Pulogadung, menempati area seluas 12.000-meter persegi. Lalu
September 2002, Head Office pindah ke Pulomas, pabrik tetap di Pulogadung. Di area
yang ditempati sampai sekarang ini, selain pabrik juga terletak kantor pusat PT Bintang
Toedjoe. (Wikipedia, 2018)

Saat ini, dengan memperkerjakan lebih dari 1000 orang karyawan, PT Bintang Toedjoe
merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yang tidak hanya
memproduksi obat-obatan, melainkan juga memproduksi suplemen makanan dan
fitofarmaka.

Produk terkenal yang diciptakan oleh PT Bintang Toedjoe adalah sebagai berikut:
 Bintang Toedjoe Masuk Angin (dahulu Bintangin)
 Bintang Toedjoe Panas Dalam
 Bintang Toedjoe Turun Panas
 Caxon Ion C
 Extra Joss
 E-Juss
 Femirex
 Juss Ginseng
 Komix
 Puyer 16 Bintang Tujuh
 Waisan
 Irex

II. Produk yang akan dibahas


Produk yang akan dibahas pada paper kali ini adalah Bintangin. Bintangin adalah
salah satu produk obat masuk angin yang diproduksi oleh perusahaan Bintang
Toedjoe untuk menyaingi produk serupa yaitu Tolak Angin yang diciptakan oleh PT
Sido Muncul.
Bintangin terbuat dari
bahan-bahan alami
dalam bentuk sirup
kemasan sachet, untuk
membantu meredakan masuk angin, perut kembung, pegal-pegal, sakit kepala, mual,
dan meriang. Kemasan tersedia dalam bentuk sachet @ 15ml. Bintang Toedjoe
Masuk Angin rasa mint yang melegakan hidung dan jahe merah yang menghangatkan
tenggorokan, memberikan rasa yang enak untuk penderita masuk angin.

III. Fenomena yang akan dibahas


Fenomena yang akan dibahas dalam paper kali ini adalah kegagalan penerapan IMC
khususnya di dalam mengkomunikasikan merek produk obat masuk angin Bintangin
melalui iklan sehingga mengharuskan Bintang Toedjoe melakukan re-branding obat
masuk angin mereka menjadi Bintang Toedjoe Masuk Angin. Berbicara mengenai
komunikasi merek tidak hanya bicara mengenai periklanan, tetapi kita berbicara
mengenai Integrated Marketing Communication, berbicara bagaimana seorang
pemasar harus mengharmonisasi kegiatan-kegiatan bauran komunikasi seperti:
advertising, sales promotion, personal selling, public relation dan online marketing,
bagaimana mengintegrasikan bauran komunikasi tersebut sehingga tercapai tujuan dari
strategi komunikasi pemasaran yang direncanakan.
Menurut Terence A. Shimp (2009), IMC adalah proses pengembangan dan
implementasi berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan
calon pelanggan secara berkelanjutan. Proses IMC berawal dari pelanggan atau calon
pelanggan, kemudian berbalik pada perusahaan untuk menentukan dan mendefinisikan
bentuk dan metode yang perlu dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasif.
Istilah ‘terintergrasi’ menunjukkan keselarasan atau keterpaduan dalam hal tujuan,
fokus, dan arah strategis antar elemen bauran komunikasi pemasaran dengan unsur
bauran pemasaran.
IMC sendiri menekankan pada keharmonisan yang tercapai dalam pelaksanaan
program komunikasi pemasaran yang juga dikenal dengan bauran promosi (promotion
mix) yang terdiri atas:
a. Advertising (Periklanan)
Periklanan merupakan semua bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang
atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor tertentu.
b. Sales Promotion (Promosi penjualan)
Promosi penjualan mencakup berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong
keinginan mencoba atau membeli suatu barang atau jasa.
Beberapa contoh teknik sales promosi penjualan yaitu:
1. Coupons (kupon)
Kupon dapat dikirim, disertakan atau dilampirkan pada produk, atau diselipkan dalm
iklan di majalah dan Koran. Agar efektif, kupon sebaiknya memberika penghematan
15% sampai 20%
2. Price-off Deals
Memberikan potongan harga langsung di tempat pembelian, biasanya berkisar dari
10% -25%.
3. Premium and advertising specialties
Beberapa bentuk premi yaitu:
- Barang yang ditawarkan dengan biaya yang relative lebih rendah atau gratis sebagai
insentif untuk membeli produk tertentu.
- Premi dengan paket menyertai produk di dalam atau pada kemasan.
- Premi berupa kemasan itu sendiri, misalnya berupa wadah yang dapat digunakan
kembali.
4. Sampling and trial offers (pemberian contoh produk dan penawaran gratis
untuk sejumlah produk atau jasa)

c. Public Relation (Hubungan masyarakat)


Hubungan masyarakat terdiri dari berbagai program untuk mempromosikan dan
melindungi citra perusahaan atau produk individualnya. Misalnya mengadakan event
sponsorship ketika perusahaan mensponsori suatu acara, seperti pertandingan balap
mobil, konser musik atau acara amal. Itu membuat merk sangat ditonjolkan pada acara
tersebut sehingga membuat kredibilitas merk meningkat.
d. Direct selling (penjualan secara langsung)
Misalnya dengan penggunaan surat, telepon, faksimili, dan alat penghubung non-
personal lainnya untuk berkomunikasi dengan pelanggan atau calon pelanggan.

Selain itu masih menurut Terence A. Shimp (2009) ada beberapa tahapan
pengembangan IMC yang efektif yaitu:
(1) Mengenali audiens sasaran,
(2) Menentukan tujuan komunikasi,
(3) Merancang pesan,
(4) Membuat keputusan atas bauran komunikasi pemasaran

Di lain pihak, Rayna Skolnik menyatakan bahwa agar dapat mencapai kesusksesan
dalam menerapkan IMC, perusahaan dapat melakukan langkah-angkah sebagai
berikut:
(1) Identifikasi kebutuhan dengan mengadakan riset
(2) Mengintegrasikan agensi-agensi di luar dengan perusahaan, atau lebih baik
menggunakan satu agensi untuk menangani seluruh elemen bauran komunikasi
(3) Mengedepankan kerjasama tim
(4) Selalu konsisten sehingga dapat menciptakan awareness, menekankan pesan yang
ingin disampaikan, dan turut membangun merek
(5) Melakukan meeting cross-functional secara regular
(6) Menyediakan pelatihan bagi karyawan
(7) Memonitor hasilnya melalui media
(8) Memikirkan kembali masalah kompensasi, karena program insentif seharusnya
sejalan dengan pencapaian tujuan organisasi bukan hanya tujuan individu maupun
departemen semata.

IV. Fenomena obat masuk angin di Indonesia

Penyakit masuk angin adalah penyakit yang sangat popular di Indonesia. Banyak yang
memandang sebelah mata dan menganggap sebagai penyakit yang tidak penting.
Tetapi, jangan anggap remeh masuk angin karena gejalanya membuat tubuh kita
menjadi tidak nyaman. Gejalanya bervariasi: mulai dari mual, keringat dingin, pusing,
badan lemas, sampai perut kembung dan meriang. Apa sebetulnya penyebab masuk
angin? Terlambat makan diyakini sebagai penyebab utama masuk angin, bisa juga
karena kelelahan, stres, atau beberapa faktor lain. Populernya penyakit masuk angin di
Indonesia, tak heran obat masuk angin pun tumbuh subur di Tanah Air. Studi MARS
Indonesia (Marketing & Research Indonesia) yang terangkum dalam Indonesia
Consumer Profile 2016 mengungkapkan bahwa penetrasi obat masuk angin di
Indonesia ternyata mencapai 44,1%. Dari 7 kota yang diteliti, penetrasi obat masuk
angin tertinggi berada di Jakarta, yaitu mencapai 55,3%, disusul oleh Surabaya sebesar
42,9%. Jika dilihat dari sisi kelompok usia, penyebaran konsumsi obat masuk angin
relatif merata, namun tertinggi berada di kelompok usia 25-34 tahun yang mencapai
45,4%, disusul oleh kelompok usia 35-55 tahun yaitu 45,1%. Bagaimana jika dianalisa
dari sisi status ekonomi sosial? Obat masuk angin ternyata paling banyak dikonsumsi
oleh masyarakat di SES D-E (Social Economic Status yang memiliki tingkat
pengeluaran dibawah 500 ribu rupiah sampai dengan 700 ribu rupiah dalam 1 bulan),
yaitu mencapai 67,5%. Bagaimana persaingan antar pemain di pasar obat masuk angin?
Jika melihat statistiknya, Jamu Tolak Angin Sido Muncul ternyata mendapatkan
awareness tertinggi dari masyarakat, yaitu mencapai 52,7%, di bawahnya adalah
Antangin JRG sebesar 40,8% dan Bintang Toedjoe Masuk Angin mencapai 1,5%.
Boleh jadi tingginya awareness masyarakat terhadap obat masuk angin terjadi karena
besarnya belanja iklan para pabrikan obat masuk angin. Bagaimana dengan pangsa
pasar obat masuk angin? Kendati angkanya berbeda, posisinya rupanya tak berbeda
jauh dibandingkan dengan tingkat awareness-nya. Jamu Tolak Angin Sido Muncul
memiliki market share tertinggi yaitu sebesar 66,8%, disusul oleh Antangin JRG
sebesar 32,3% dan Bintang Toedjoe Masuk Angin yang mencapai 0,8%. Menurut data
fase I Top Brand Index 2018 untuk kategori obat masuk angin masih ditempati oleh
Tolak Angin dengan 53,5% disusul oleh Antangin 42,4% dan Bintang Toedjoe Masuk
Angin dengan 1% (http://www.topbrand-award.com/top-brand-survey/survey-
result/top_brand_index_2018_fase_1)

Dari data diatas terlihat bahwa market share terbesar ada di tangan Tolak Angin
besutan PT Sido Muncul dan Antangin JRG besutan PT. Deltomed. Mengapa Bintang
Toedjoe Masuk Angin berada di posisi terakhir dan selalu memiliki agregat angka
terkecil? Hal ini dimungkinkan karena Bintang Toedjoe Masuk Angin baru masuk ke
pasar obat masuk angin Indonesia di tahun 2012 sedangkan Tolak Angin dan Antangin
secara berurutan sudah sejak tahun 2000 dan 2003. Kebanyakan produk Indonesia yang
memiliki brand history lama dan sampai sekarang masih teringat di benak orang
Indonesia, pasti produk tersebut laku di pasaran. Contoh produk di Indonesia dengan
brand history yang lama adalah Aqua, Indomie, Segitiga Biru dll.

Kemapanan dari Tolak Angin inilah yang ingin didobrak oleh Bintangin. Masalah
bermula dari hal ini (mendobrak eksistensi Tolak Angin) dikarenakan STP
(segmentation, targeting, positioning) Bintangin memang sama persis dengan Tolak
Angin. Harga relatif sama, produknya sama, bahkan desain packaging dan warnanya
juga mirip. (me too product). Berdasar analisis pribadi sebenarnya masalah utama
daripada Bintangin ini adalah brand DNA yang
kurang jelas, ingin seperti Tolak Angin tetapi
pada proses pemasaran malah menyasar ke
konsumen menengah kebawah. Bintangin
menurut saya telah salah dari semula ketika
ingin masuk ke dalam pasar obat angin karena
selama peluncuran produknya Bintangin hanya
masuk pada tataran peningkatan jumlah
penjualan atau sales promosi, tidak sepenuh hati dalam menaruh brand awareness di
benak masyarakat. Sementara dalam hal membangun atau menciptakan image,
Bintangin juga kurang jeli dalam mengenali karakter konsumen. Apalagi dalam
melakukan positioning produknya, Bintangin gagal memahami insight target
konsumen akan produk obat Tolak Angin yang belum bisa dipenuhi oleh Tolak Angin
sendiri.

Selama ini Bintangin gagal dalam menaikkan image produknya sehingga dalam
memasuki pasar yang telah dirajai oleh produk lama, yakni Tolak Angin, bukannya
menjatuhkan produk kompetitor malah menjatuhkan dirinya sendiri sebagai produknya
orang bodoh.
V. Permasalahan Bintangin VS Tolak Angin

Permasalahan pertama adalah dari segi iklan. Iklan menurut Rangkuti (2009,178)
merupakan penyajian informasi nonpersonal mengenai produk, perusahaan yang
dilakukan dengan bayaran tertentu. Sedangkan menurut Wells, Burnet &Moriarty
(2003, 10) iklan merupakan bentuk kompleks dari komunikasi yang bertujuan
mengaktualisasikan strategi-strategi yang mengarahkan pada berbagai dampak di
pikiran, perasaan dan perilaku audiens. Iklan bukan saja memperkenalkan produk
kepada audien tetapi iklan berperan dalam membentuk brand image (citra
merek). Untuk membuat pesan iklan tidaklah sembarangan, karena di dalam iklan
perlu mengandung informasi berikut (Madjadikara, 2004),

a. Brand, merupakan penjelasan apakah merek tersebut adalah merek baru atau merek
yang telah lama ada di pasar

b. Product knowledge, Penjelasan singkat tentang fitur yang terkandung dalam produk

c. Diferensiasi, merupakan keunggulan yang membedakannya dengan kompetitor.

d. Target Audience, yaitu segmentasi yang dimaksud oleh suatu produk yang akan
diiklankan. Kelompok mana yang akan menjadi target market suatu produk tersebut.

Iklan sebagai pembentuk citra merek tentunya memerlukan strategi khusus sehingga
produk dikenali dan diminati oleh audiens. Menurut David Aaker (dalam Sutherland &
Alice K, 2005), Sebuah strategi merek yang konsisten dan ditopang oleh sebuah simbol
yang kuat mampu menghasilkan keuntungan besar dalam melaksanakan program
komunikasi

Di awal kemunculannya, Bintangin berusaha menggebrak pasar produk jamu Tolak


Angin melalui iklan menyerang (attack ads) dengan tagline, “mau minum obat masuk
angin aja kok mesti pintar”. Pesan tersebut ditujukan untuk menciptakan awareness
konsumen akan keberadaan produk baru di kategori obat masuk angin. Keinginan
Bintangin dengan inti pesan, “Tidak perlu pintar untuk minum obat anti masuk angin”
pada pada awalnya memang bertujuan untuk menyerang dan menjatuhkan Tolak Angin
dengan tagline iklannya, “orang pintar minum tolak angin”. Namun pada
kenyataannya, target konsumen justru menganggap bahwa usaha Bintangin ini malah
mengarahkan mereka pada iklan Tolak Angin yang telah dibuat sebelumnya. Bukannya
berhasil, Bintangin justru meneguhkan peran Tolak Angin sebagai jamunya orang
pintar. Yang menarik, dengan adanya iklan Bintangin, konsumen sasaran justru
kembali teringat oleh tagline yang sudah lebih dulu diusung oleh Tolak Angin. Kalimat
‘Orang pintar minum Tolak Angin’ seolah diiklankan kembali oleh pihak yang
notabene adalah kompetitor. Belum lagi pilihan kata “Minum Jamu Tolak Angin Kok
Mesti Pintar” justru menyebabkan khalayak masyarakat kurang benar-benar menyimak
tagline Bintangin dan yang pada akhirnya menyebabkan Bintangin harus merubah
nama menjadai Bintang Toedjoe Masuk Angin yang menurut saya namanya saja sudah
susah diingat dan terlalu panjang.

Permasalahan kedua adalah dari segi promosi


penjualan (sales promotion). Bintangin
sebenarnya punya kesempatan untuk melebihi
atau paling tidak menyaingi pasar dari Tolak
Angin tapi bukan di promosi penjualan
melainkan di bauran pemasaran lain seperti
harga (price) dan distribusi (place). Bintangin
terlalu agresif dalam melakukan promosi
penjualan seperti menawarkan
langsung Bintangin ke warung-
warung ataupun bagi-bagi gratis
Bintangin (sampling and offer trials),
membuka booth dan hal itu mereka
lakukan secara terus menerus dengan
harapan brand awareness masyarakat
muncul. Mereka tidak memperhatikan IMC lain seperti hubungan pemasaran (public
relation) dengan membuat official website ataupun membuat event sponsorship dimana
Tolak Angin pernah melakukannya di salah satu channel TV (mensponsori acara
KARNAVAL SCTV) ataupun acara basket (DBL Indonesia). Seperti dijelaskan di
paragraf sebelumnya promosi penjualan hanya insentif jangka pendek untuk
mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu barang atau jasa yang sebenarnya
dan tidak harus terus menerus dilakukan.

Permasalahan ketiga adalah dari segi re-branding mereka yang menurut saya kurang
berhasil. Menurut Muzellec (2006) rebranding adalah strategi pemasaran di mana nama
baru, istilah, simbol, desain, atau kombinasinya diciptakan untuk merek yang mapan
dengan maksud mengembangkan identitas baru yang berbeda di benak konsumen,
investor, pesaing, dan pemangku kepentingan lainnya. Perubahan semacam ini
biasanya bertujuan untuk memposisikan merek / perusahaan, kadang-kadang untuk
menjauhkan diri dari konotasi negatif dari merek sebelumnya, atau untuk
memindahkan pasar merek; mereka juga dapat mengomunikasikan pesan baru yang
diinginkan dewan direktur baru untuk berkomunikasi.

Bintangin akhirnya melakukan re-branding dengan nama Bintang Toedjoe Masuk


Angin di tahun 2012, perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan ada tulisan
“Bejo” di sebelah kanan bungkus dan
juga dengan merubah tagline.
Semestinya setelah melakukan re-
branding, produk baru tersebut
semestinya bisa mendapat brand
awareness yang diterima dengan
baik di masyarakat tetapi tagline
yang diberikan adalah “Orang Bejo Minum Bintang Toedjoe Masuk Angin” yang
sebelumnya diiringi dengan kata-kata oleh Butet Kartaredjasa “Saya ini beruntung alias
bejo. Orang malas kalah sama orang pintar. Orang pintar kalah sama orang bejo. Meski
bejo harus kerja, bisa-bisa masuk angin loh. Masuk angin minum Bintang Toedjoe
Masuk Angin. Aroma terapinya langsung hangat, angin langsung minggat. Istriku
senang, lha bejoku gueede. Orang bejo lebih untung dari orang pinter.”
Secara tidak langsung lagi-lagi Bintang Toedjoe Masuk Angin menantang Tolak Angin
dengan menyinggung “orang pintar” melawan “orang bejo”. Seperti yang dijelaskan
oleh Muzellec rebranding dilakukan untuk mengembangkan identitas baru dan salah
satu faktor dari rebranding adalah menjauhkan produk baru dari konotasi negatif dari
merek sebelumnya, tetapi yang dilakukan Bintang
Toedjoe Masuk Angin masih saja dengan attack ads
yang dibilang tidak berhasil sama sekali. Memang
dalam beriklan strategi iklan dengan menyerang ini
adalh hal yang biasa tetapi sebagian besar efeknya
hanya sementara (http://adage.com/article/adage-
encyclopedia/negative-advertising/98793/). Lebih
jauh lagi berbicara tentang brand Bintang Toedjoe
Masuk Angin dengan “kebejoannya”, ada beberapa
hal yang rasanya masih belum pas dalam development-
nya. Cerita yang di bangun belum membuat brand ini
mempunyai perbedaan yang jelas (differentiation). Mereka mencoba melakukan own-
able story melalui kata-kata “bejo” dan hasilnya banyak orang yang ingat terhadap
kata-kata ini tetapi sayangnya mereka cenderung tidak ingat nama produknya. Dari
kacamata brand, nama memegang peranan penting dalam sebuah produk baru. Nama
Bintang Toedjoe Masuk Angin termasuk nama yang panjang sehingga recall terhadap
merek ini menjadi rendah, banyak yang ingat dengan nama Bintang Toedjoe yang
memang sudah hadir sebagai salah satu strong brand di Indonesia karena Komix dan
Extra Joss, tetapi sayangnya hal ini belum berlaku untuk obat masuk angin Bintang
Toedjoe Masuk Angin.
No Brand Bintang Toedjoe Tolak Angin
Varian Jahe Merah Madu
12 sachet @15 ml 12 sachet @15 ml
Harga 22.000 29.000
Bahan
1 Minyak Adas 25mg 10%
2 Kayu Ules - 10%
3 Daun Cengkeh - 10%
4 Jahe 50mg 10%
5 Jahe Merah 25mg -
6 Daun Mint 5mg 10%
7 Madu 7500mg 70%
8 Cabe Jawa 12,5mg -
Sumber: Penelitian Pribadi (2018)

Dari data di atas sebenarnya Bintang Toedjoe Masuk Angin memiliki kelebihan di
harga, komposisi, dan distribusi karena mereka mengejar penjualan target dengan harga
yang berada dibawah kompetitor, komposisi yang lebih bervariasi dan distribusi yang
langsung menawarkan ke toko-toko dan warung, semestinya brand awareness bagi
masyarakat akan cepat terbentuk tetapi kelebihan itu tertutupi dengan tagline yang
dianggap masyarakat Indonesia menjelek-jelekan produk lain.

Permasalahan ke empat adalah endorser atau artis yang dipilih. Tolak Angin sebagai
pasar yang ingin digoyang oleh Bintang Toedjoe Masuk Angin memilih endorser yang
merupakan public figure yang berhasil di bidang masing-masing dan artis papan atas
sepertia Dahlan Iskan, Sophia Latjuba, Rhenald Khasali, dll. Tolak Angin memakai
endorser yang disebutkan karena sesuai dengan STP yang sedang dituju yaitu kelas
menengah keatas. Bintang Toedjoe Masuk Angin yang ingin menyamai Tolak Angin
malah memakai endorser berupa sosok figure yang sedang booming dan fenomenal di
masyarakat contohnya Cesar maupun Cita Citata. Target Audience dari Bintang
Toedjoe Masuk Angin menjadi membingungkan apakah ingin kelas menengah keatas
atau menengah ke bawah. Selain itu booming dan fenomenal merupakan peristiwa
sementara yang pasti akan hilang dalam jangka waktu tertentu. ("Advertising That
Sells", 2006). Jadi bisa disimpulkan sebenarnya yang mau dilakukan oleh Bintang
Toedjoe Masuk Angin adalah penetrasi cepat demi mengejar sales yang tinggi tanpa
memperhitungkan secara matang promotional mix yang dibuat.

VI. Solusi
Sebagai pendatang baru, Bintang Toedjoe Masuk Angin seharusnya melakukan analisis
yang mendalam sebelum menentukan positioning sebagai produk baru dan melawan
produk kompetitor yang sudah sangat kuat. Beberapa hal yang harus diperhatikan
bintangin sebagai produk baru, yaitu:

1. Kenali betul kondisi pasar (kompetitor, persaingan, konsumen)


Selama ini Bintang Toedjoe Masuk Angin kurang jeli bahwa target konsumen
menginginkan dirinya dianggap sebagai orang pintar, sehingga strategi iklan yang
dilakukan Bintang Toedjoe Masuk Angin tidak tepat karena seolah menjadi antithesis
bahwa dirinya adalah bukan produknya orang pintar sehingga langsung diasosiasikan
oleh target konsumen sebagai produknya orang bodoh. Dengan mengkonsumsi Bintang
Toedjoe Masuk Angin, konsumen justru merasa takut dirinya dianggap sebagai orang
bodoh atau orang beruntung saja dan tidak mungkin selamanya orang akan beruntung
terus/ “bejo” terus.
2. Jangan sampai menggunakan atribut pesaing,
Bintang Toedjoe Tolak Angin telah salah dalam menyampaikan iklan dengan
menggunakan istilah yang telah lebih dulu digunakan tolak angin, yakni “orang pintar”
sehingga bukannya menyerang produk kompetitor justru menguatkan produk tolak
angin sebagai jamunya orang pintar.
3. Mencari USP (Unique Selling Point) produk
USP produk Bintang Toedjoe Masuk Angin tidak begitu kuat untuk menandingi tolak
angin yang telah menjadi raja di pasar produk jamu tolak angin sehingga konsumen
tidak mendapatkan hal yang berbeda pada diri bintangin yang menjadi keunggulannya
yang mengalahkan keunggulan-keunggulan tolak angin. Sebenarnya setelah diteliti
memang ada USP produk dari Bintang Toedjoe Masuk Angin yaitu adanya jahe merah
dan cabe Jawa tetapi hal tersebut tertutupi dengan iklan yang terlalu nyentrik.
4. Diferensiasi produk
Bicara sisi diferensiasi produk, jika memang secara functional benefit sama persis
dengan kompetitor, seharusnya masih bisa dicari diferensiasi dari faktor lainnya,
misalkan secara emotional differentiation, communication differentiation, ataupun
channel differentiation. Hal ini penting untuk dilakukan oleh produk me-too agar cerita
brand yang dibangun mempunyai keunikan tersendiri dan mempunyai story angle yang
berbeda dibanding kompetitor. Bintang Toedjoe Masuk Angin sudah mencoba
melakukannya dengan cerita “bejo” hanya saja cerita tentang “bejo” ini rasanya masih
bisa dikembangkan dengan pendekatan lain untuk memperjelas diferensiasi produk
secara emosional maupun komunikasi dan juga memakai endorser yang tepat untuk
target yang tepat pula. Contohnya adalah iklan rokok Sampoerna dengan “geng
hijaunya”. Begitu pula dengan STP yang dituju, menurut saya lebih baik Bintang
Toedjoe Masuk Angin lebih bermain di kelas menengah kebawah dibandingkan
melawan Tolak Angin yang bermain di kelas menengah keatas karena dari sisi harga
pun pasti lebih efektif untuk kelas menengah kebawah.

5. Mulai dari Bottom-Up


Bintang Toedjoe Masuk Angin sebaiknya memulai dari nol. Maksudnya adalah
mengikuti alur Tolak Angin dari awal mula mereka penetrasi pasar sampai sekarang
ini. Mengawali dengan penetrasi pasar kelas menengah ke bawah dengan promosi yang
sedang dilakukan sekarang ini, lalu merangkak naik dengan mengganti endorser dan
dengan promotional mix yang baru lalu masuk ke dalam pasar kelas menengah ke atas.
Seperti pernyataan di awal paper bahwa produk dengan brand history yang lama
biasanya akan sukses di kemudian hari. Tolak Angin membuat fenomena di awal
penetrasi pasar karena mengangkat derajat jamu yang merupakan obat tradisional
menjadi obat modern berbentuk cair dan kapsul dan sekarang dapat diminum di luar
negeri.

You might also like