Professional Documents
Culture Documents
Oleh
ERINNA NYDIA WIJAYA
F24061458
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1
PEMANFAATAN TEPUNG JEWAWUT (Pennisetum glaucum) DAN
TEPUNG AMPAS TAHU DALAM FORMULASI SNACK BAR
SKRIPSI
Oleh
ERINNA NYDIA WIJAYA
F24061458
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2
Judul Skripsi : Pemanfaatan Tepung Jewawut (Pennisetum glaucum) dan Tepung
Ampas Tahu dalam Formulasi Snack Bar
Nama : Erinna Nydia Wijaya
NIM : F24061458
Menyetujui:
Bogor, 6 September 2010
Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc Ir. Subarna, MSi
NIP: 19490505. 199203. 2. 002 NIP: 19600629. 198803. 1.001
Mengetahui,
Abstract
Snack is food which is consumed between main meals. That is why the
demand for snack foods is increasing. Many of these snack found nowadays in
Indonesia are lacking of bioactive components such as antioxidant and dietary fiber.
One of famous snack types nowadays is snack bar. Not so many commercial snack
bars are found in Indonesia. Most of them are imported product and expensive in
price. In this research, snack bar made of local ingredients which contained bioactive
compounds and dietary fiber was trying to be made. The local ingredients were from
millet flour and okara flour.
Millet is one type of cereals. Its common name is Pearl Millet (Pennisetum
glaucum). Okara flour is one of the wastes from tofu production. Millet is the source
of antioxidant and okara flour is source of fiber. Both of these ingredient are not used
by people to be food raw materials. The other ingredients in this research were
hunkue flour, sugar, skim milk, nutmeg fruit, and water. The aim of this research was
to get the best formulation of snack bar based on organoleptic, antioxidant, and fiber
analysis.
The variables that were differentiated among formulas were ratio of millet and
okara flour (1:1, 1:2, and 2:1) and fat source. Fat sources of these bars were palm oil
and avocado. Six formulas were obtained from these two variables. Based on hedonic
rating test, formula with palm oil obtained the highest score and the difference
between flour ratios was not significant. The higher the percentage of additional flour
okara, the level of total dietary fiber in product would be higher. Formula 1:2 using
avocado had the highest fiber content (17,21%). However, formula 2:1 using palm oil
had the highest antioxidant capacity (4,98 mg vitamin C equivalent per 100 gram
product). The antioxidant activity was higher if the proportion of millet flour were
higher in product. Based on the results, formula with the ratio of millet and okara
flour= 1:2 was the best formula. The antioxidant capacity of that formula was 3,76
mg vitamin C equivalent per 100 gram product and the total fiber was 13,13%. This
product contained water (12,5%), ash (1,7%), protein (12,65%), fat (22,8%),
carbohydrate (62,86%), iron (64 ppm), zinc (16 ppm), and calcium (2308 ppm). The
color of formula M1:2 were L= 61,12, a= +5,89, b= +2,86, and 0Hue= 77,23. The
hardness level of the chosen snack bar millet-okara formula was 852 gram force.
RINGKASAN
4
mineral Fe, Zn, dan Ca yang terdapat pada formula ini berturut-turut adalah 64
ppm, 16 ppm, dan 2308 ppm.
5
RIWAYAT HIDUP
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis selalu diberikan kekuatan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada semua pihak yang turut
membantu penulis selama menjalani masa perkuliahan, penelitian, hingga
penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran selama
masa kuliah, penelitian, dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Subarna, MSi selaku dosen pembimbing kedua atas kesempatan dan
waktu yang diberikan pada penulis untuk arahan, bimbingan, pengetahuan,
dan kesabarannya selama masa penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. M. Arpah, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak masukan bagi perbaikan skripsi ini.
4. Keluarga penulis: Mama, Papa, dan Edwin untuk semua doa, dukungan
moril maupun fisik, motivasi, kasih sayang, dan semangat yang melimpah
pada penulis.
5. Teman satu penelitian: Feriana, Stephanie, Yessica untuk semua
kebersamaan, penderitaan, jerih payah, kesabaran, waktu-waktu lembur
bersama hingga perjuangan kita berakhir.
6. Teman satu bimbingan: Anto, Rijali, dan Husna untuk kerjasama, bantuan,
dan semangat yang diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman terbaikku: Regina, Grace, Novi, Magda, Janet, Fanni, Bella,
Natasya, Amanda, Amanda Orchita, Meiliani, Tere, Gina, Rio, dan
mentorku: Ci Michelle, Ci Elga atas doa, saran, semangat, dan waktu yang
diberikan untuk menghibur penulis.
8. Teman-teman Perwira: Jessica, Prima, Dessy, Desonk, Oneng, Feli, Stella,
Nina, Mario, Richie, Syenny, Margaret, Fenny, Yurina, Dyas.
7
9. Teman-teman Lab: Kak Tuthie, Kak Sina, Kak Midun, Kak Nono, Kak
Alin, Wonojatun, Arius, Riza, dan semua pihak yang telah merelakan alat-
alat lab-nya dipinjam selama penelitian.
10. Teman-teman ITP 42: Ci Irene, Ko Marcel, Kak Esther untuk hiburan, info
terbaru, dan pengetahuan yang diberikan.
11. Seluruh dosen ITP yang telah membagi ilmu pengetahuan dan mendidik
penulis.
12. Laboran ITP dan Pilot Plan PAU: Pak Wahid, Pak Sidik, Pak Yahya, Bu
Rubiah, Pak Rojak, Pak Gatot, Mbak Darsih, Pak Sobirin, Pak Taufik, Pak
Nurwanto, Pak Iyas, Pak Jun yang membantu penulis selama penelitian.
13. Seluruh keluarga besar ITP 43 dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dan tidak lepas dari berbagai kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap
perkembangan Ilmu dan Teknologi, khususnya bidang Ilmu dan Teknologi
Pangan.
Penulis
8
DAFTAR ISI
Halaman
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur jewawut (pearl milet) ..................................................... 5
Gambar 2. Tepung ampas tahu....................................................................... 8
Gambar 3. Buah alpukat ............................................................................... 10
Gambar 4. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan........ 14
Gambar 5. Contoh snack bar ....................................................................... 16
Gambar 6.Diagram alir pembuatan tepung jewawut.................................... 21
Gambar 7. Diagram alir pembuatan tepung ampas tahu .............................. 21
Gambar 8. Diagram alir pembuatan snack bar ............................................ 24
Gambar 9. Texture analyzer ......................................................................... 33
Gambar 10. Diagram hasil uji organoleptik atribut rasa akibat pengaruh
sumber minyak ......................................................................... 46
Gambar 11. Diagram hasil uji organoleptik atribut tekstur akibat pengaruh
sumber minyak ......................................................................... 48
Gambar 12. Diagram kadar serat tak larut snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b)sumber minyak ................................ 49
Gambar 13. Diagram kadar serat larut snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b) sumber minyak .............................. 51
Gambar 14. Diagram kadar total serat (TDF) snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b) sumber minyak .............................. 52
Gambar 16. Diagram kadar air snack bar akibat pengaruh sumber
minyak ..................................................................................... 57
Gambar 17. Diagram kadar abu snack bar akibat pengaruh a)perbandingan
tepung b) sumber minyak ........................................................ 58
Gambar 19. Diagram kadar lemak snack bar pengaruh sumber minyak ..... 60
iv
Gambar 20. Diagram kadar karbohidrat snack bar karena pengaruh
a)perbandingan tepung b) sumber minyak ............................... 61
Gambar 21. Label kemasan snack bar jewawut- ampas tahu ...................... 66
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner uji rating hedonik ....................................................... .....72
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik rasa ............................ .....73
Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tekstur........................ .....74
Lampiran 4. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa ............................... .....75
Lampiran 5. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur ........................... .....76
Lampiran 6. Hasil analisis kadar serat pangan keenam formula ...................... .....77
Lampiran 7. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan tak larut (IDF) ...78
Lampiran 8. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan larut (SDF) .. .....79
Lampiran 9. Hasil pengolahan data analisis kadar serat total (TDF) .................... 80
Lampiran 10. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung jewawut,
tepung ampas tahu, dan produk................................................ .....81
Lampiran 11. Hasil pengolahan data analisis aktivitas antioksidan ................ .....83
Lampiran 12. Data analisis kadar air tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk................................................................................ .....84
Lampiran 13. Hasil pengolahan data analisis kadar air.................................... .....85
Lampiran 14. Data analisis kadar abu tepung jewawut, tepung ampas tahu, dan
produk ....................................................................................... .....86
Lampiran 15. Hasil pengolahan data analisis kadar abu .................................. .....87
Lampiran 16. Data analisis kadar protein tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk.................................................................................. .....88
Lampiran 17. Hasil pengolahan data analisis kadar protein ............................ .....89
Lampiran 18. Data analisis kadar lemak tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk ................................................................................ .....90
Lampiran 19. Hasil pengolahan data analisis kadar lemak .............................. .....91
Lampiran 20. Data analisis kadar karbohidrat tepung jewawut, tepung ampas
tahu, dan produk ....................................................................... .....92
Lampiran 21. Hasil pengolahan data analisis kadar karbohidrat ..................... .....93
Lampiran 22. Data kandungan mineral formula terbaik .................................. .....94
Lampiran 23. Hasil pengukuran warna snack bar terbaik ............................... .....94
Lampiran 24. Data analisis kekerasan dengan texture analyzer ...................... .....94
vi
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan pengetahuan di bidang gizi dan
kesehatan, kesadaran masyarakat akan kesehatan serta pentingnya nilai gizi
dalam makanan yang mereka konsumsi menyebabkan kebutuhan akan pangan
berkualitas meningkat juga. Makanan berkualitas diharapkan dapat
menunjang terciptanya generasi bangsa yang sehat.
Selain dari makanan pokok, ketersediaan zat-zat gizi juga bisa berasal
dari makanan kudapan, selingan, atau camilan (snack). Snack adalah makanan
yang dikonsumsi di antara waktu makan utama (Anonim, 2008). Oleh karena
itu, frekuensi konsumsi snack menjadi sangat tinggi karena dapat dikonsumsi
kapan saja. Produk snack yang ada di pasaran umumnya hanya merupakan
sumber energi karena bahan penyusun utamanya adalah tepung, gula, dan
lemak. Snack tersebut umumnya miskin akan berbagai komponen bioaktif
seperti antioksidan, serat pangan (dietary fiber), serta mineral yang berperan
penting bagi kesehatan. Snack yang sehat tidak hanya kaya akan energi, tetapi
sebaiknya juga mengandung serat pangan, antioksidan, aneka vitamin, dan
mineral yang penting untuk kesehatan. Sebaiknya hindari konsumsi snack
yang mengandung bahan tambahan pangan (food additives), seperti pemanis,
pewarna, dan pengawet apalagi yang tidak sesuai aturan. Salah satu makanan
ringan yang sedang menjadi trend adalah snack bar (Astawan, 2009).
Bars adalah produk pangan padat yang berbentuk batang. Snack bar
yang banyak beredar di pasaran harganya cukup mahal karena masih berupa
produk impor. Hal ini bertentangan dengan kebutuhan konsumen akan
pangan sehat yang harganya terjangkau. Padahal banyak bahan pangan lokal
dan hasil samping industri pangan dengan potensi yang cukup tinggi namun
selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu perlu adanya
pemanfaatan bahan-bahan lokal dan hasil samping industri pangan seperti
jewawut dan ampas tahu dalam pembuatan snack bar sehingga menghasilkan
produk yang potensial untuk dipasarkan.
1
Jewawut (Pennisetum glaucum) merupakan salah satu jenis serealia,
yang lebih dikenal dengan sebutan pearl millet. Jewawut berasal dari Afrika.
Jewawut dapat hidup di daerah kering, panas, dan berpasir, yang tidak
memungkinkan untuk pertumbuhan sorgum dan jagung. Sebagai serealia,
jewawut merupakan sumber karbohidrat. Jewawut merupakan komoditi yang
sangat potensial sebagai pangan fungsional karena mengandung antioksidan
dan serat. Di Indonesia, jewawut dimanfaatkan sebagai pakan burung, banyak
ditanam di daerah Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Timur, serta dapat
ditemukan di pasar burung (Puspawati, 2009).
Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu.
Produsen tahu umumnya masih menganggap ampas tahu sebagai limbah hasil
pertanian yang bernilai ekonomis rendah. Pemanfaatan ampas tahu sampai
saat ini umumnya masih terbatas sebagai makanan ternak dan pupuk. Aplikasi
ampas tahu pada produk pangan masih sangat terbatas seperti tempe gambus
dan oncom. Ampas tahu dalam bentuk tepung kaya akan komponen serat
(oligosakarida). Penambahan tepung ampas tahu yang kaya akan serat selain
akan meningkatkan kandungan serat dalam produk pangan juga akan
memberikan nutrisi bagi bakteri yang menguntungkan dalam saluran
pencernaan.
Jewawut dan ampas tahu memiliki potensi yang tinggi untuk
dimanfaatkan menjadi suatu pangan fungsional berupa snack bar yang
mengandung serat, antioksidan, mineral, serta zat gizi lain yang dapat
diterima konsumen. Penggunaan tepung jewawut dan ampas tahu sebagai
bahan pembuatan snack bar ini dapat menjadi salah satu cara diversifikasi
pangan. Mengingat keunggulan yang dimiliki jewawut dan ampas tahu,
diharapkan adanya suatu produk makanan ringan yang sehat sekaligus dapat
memanfaatkan komoditi lokal dan hasil samping industri menjadi produk
yang dapat diterima masyarakat. Hal ini memungkinkan pemanfaatan
maksimal dari bahan mentah dan memperkecil persoalan polusi maupun
penanganan limbah. Dengan adanya produk snack bar diharapkan
pemanfaatan jewawut dan ampas tahu sebagai sumber serat dan antioksidan
dapat ditingkatkan.
2
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan jewawut dan ampas
tahu serta mencari formula terbaik produk snack bar berbasis tepung jewawut
dan tepung ampas tahu sehingga produk tersebut dapat menjadi salah satu
pangan fungsional yang mengandung serat dan antioksidan.
C. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah dihasilkannya produk snack bar
berbahan baku tepung jewawut dan tepung ampas tahu dengan rasa yang
enak, harga yang murah, serta mengandung komponen bioaktif yang baik
untuk kesehatan seperti serat pangan, antioksidan, dan mineral. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan
industri pangan bahwa tepung jewawut dan tepung ampas tahu dapat
dijadikan bahan baku pembuatan snack bar yang memiliki manfaat untuk
kesehatan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
3-4 mm. Biji jewawut terdiri dari perikarp (8,4%), embrio (16,5%), dan
endosperm (75%) (FAO, 2009).
Endosperm berpati
Kutin
perikarp Kutin
Kornea epikarp
epikarp
Tepung
Periferal Mesokarp
Aleuron Sel silang
Sel tabung
Pelapis biji
Biji aleuron
5
bagi kesehatan (Rooney dan Serna, 2000). Kandungan protein, lemak, dan
serat pearl millet lebih tinggi daripada jagung (Adeola dan Orban, 1994).
Karbohidrat dalam bentuk pati terutama berada pada bagian endosperma.
Kadar amilosa pati jewawut adalah 21,1%. Biji jewawut memiliki kandungan
protein dan serat yang lebih baik dibanding beras (Suherman et al., 2006).
Asam amino pada jewawut dapat sangat bervariasi, tergantung pada
lingkungan saat penanaman. Protein jewawut memiliki fraksi protein albumin
sebesar 15,1%, globulin sebesar 8,7%, prolamin 30,2%, dan glutelin 30,3%.
Komponen asam amino esensial terbanyak pada jewawut adalah leusin (598
mg/g) sedangkan asam amino pembatas pada jewawut adalah lisin. Kadar
lemak pada pearl millet lebih besar daripada jenis millet yang lain (FAO,
2009). Asam lemak utama pada jewawut adalah linoleat (C 18:2) 43,8%,
oleat (C 18:1) 26,1% (Kulp dan Ponte, 2000). Komposisi mineral jewawut
dari yang terbesar hingga terkecil adalah fosfor (P), magnesium (Mg),
kalsium (Ca), iron (Fe), dan seng (Zn). Faktor lingkungan seperti komposisi
dan sifat tanah dapat mempengaruhi komposisi mineral jewawut (FAO,
2009).
Biji jewawut utuh memiliki aktivitas antioksidan sebesar 12,27 mg
vitamin C ekuivalen/g biji (Yanuwar, 2009). Aktivitas antioksidan jewawut
berasal dari komponen fenolik yang dapat diklasifikasikan sebagai asam
fenolik dan flavonoid. Asam fenolik, bebas atau terikat sebagai ester, berada
di lapisan luar biji. Komponen ini dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan menjaga biji agar tidak mudah kapangan. Komponen
fenolik dalam jewawut terutama terdiri dari kafeat, koumarat, ferulat, sinamat
(Kulp dan Ponte, 2000). Menurut Dykes dan Rooney (2006), flavonoid
terbukti memiliki kemampuan dalam menangkal radikal bebas dengan baik.
Salah satu jenis senyawa flavonoid yang terdapat pada jewawut adalah tanin
yang terdapat pada bagian testa dari biji jewawut. Semakin gelap warna testa,
akan semakin tinggi kandungan taninnya. Komponen fenolik dengan aktivitas
antioksidan dan penangkal radikal bebasnya memiliki efek yang
menguntungkan bagi kesehatan. Komponen ini merupakan penghambat
6
oksidasi biologis sehingga dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular,
kanker, dan mengurangi efek penuaan (Siwela et al., 2007).
7
Tepung ampas tahu mengandung serat oligosakarida dalam jumlah
yang cukup tinggi. Tingginya kandungan serat oligosakarida yang dimiliki
tepung ampas tahu sangat bermanfaat untuk pertumbuhan bakteri probiotik,
karena serat oligosakarida berfungsi sebagai prebiotik. Prebiotik adalah
nutrisi yang cocok untuk bakteri baik (probiotik) dan tidak cocok untuk
bakeri jahat (patogen) (Hartono, 2004).
8
kandungan minyaknya yang tinggi, tekstur daging buahnya seperti mentega,
yang rasanya tidak asam maupun tidak manis. Di Kepulauan Karibia, alpukat
dibuat mentega dan dikenal dengan nama ‘poor man’s butter’ dengan
kandungan lemak jenuh yang rendah (Marshall, 2005).
Buah alpukat terdiri dari perikarp, mesokarp, endokarp, dan sebuah
biji. Perikarp adalah jaringan buah yang menyelimuti biji, yang terdiri dari
bagian kulit yang disebut eksokarp, bagian daging buah yang dapat dimakan
yaitu mesokarp, dan lapisan tipis dekat biji yang disebut endokarp. Bagian
daging buah alpukat sekitar 65-75%. Bagian daging buah alpukat banyak
mengandung minyak. Buah alpukat dipilih sebagai sumber lemak snack bar
karena kandungan lemak alami dalam daging buah yang cukup tinggi
dibanding buah-buah lainnya, yaitu sekitar 24% (Ashari, 2006). Buah alpukat
kaya akan asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid).
Asam lemak tidak jenuh tunggal pada alpukat sebesar 9,7g/100g dengan
mayoritas adalah oleat (18:1) sebesar 9,1g/100g. Buah alpukat juga
mengandung asam lemak palmitat (16:1) dan linoleat (18:2) (USDA, 2009).
Lemak tak jenuh tunggal sebaiknya menggantikan lemak jenuh dalam pola
makan, karena dapat menurunkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein).
Dengan cara ini, alpukat berguna dalam pencegahan penyakit jantung.
9
Gambar 3. Buah alpukat
D. MINYAK GORENG
Minyak goreng komersial yang digunakan dalam snack bar ini adalah
minyak goreng Bimoli. Bahan baku utama untuk memproduksi minyak
goreng merek Bimoli adalah CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan hasil
pengepresan dari kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh dari
pengolahan kelapa sawit adalah CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm
Kernel Oil). Hasil samping yang dapat diperoleh dari proses pengolahan
tersebut adalah serabut (fiber), cangkang (shell), tandan kosong, dan dry solid
(Bachtiar, 2003).
CPO adalah minyak kelapa sawit mentah yang diperoleh dari perasan
daging buah (mesokarp) kelapa sawit. CPO mengandung komponen
trigliserida, sebagai kandungan utama (95%) dan komponen non-trigliserida
(5%) yang terdiri dari komponen larut (gums, fosfatida, kotoran) dan
komponen tak larut (pigmen warna, zat volatil, dan asam lemak bebas).
Komponen asam lemak terbanyak pada minyak kelapa sawit adalah asam
lemak oleat (18:1) (Ketaren, 2005). Minyak kelapa sawit banyak digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan, misalnya untuk memproduksi minyak
goreng, margarin, shortening, dan lain-lain.
Tahap proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis
besar dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pemurnian minyak (refinery) dan
fraksinasi. Refinery terdiri atas 3 tahap proses yaitu proses degumming,
bleaching, dan deodorizing, sedangkan fraksinasi dibagi menjadi 2 tahap
proses yaitu proses kristalisasi dan pemisahan fraksi (Bachtiar, 2003).
10
E. SERAT PANGAN
Secara umum serat makanan (dietary fiber) didefinisikan sebagai
kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna
oleh sistem gastrointestinal bagian atas pada manusia. Serat pangan memiliki
fungsi yang sangat penting bagi kesehatan dan pencegahan penyakit
(Muchtadi, 1999).
Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat
pangan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu serat pangan larut air
(soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary
fiber). Serat yang termasuk dalam kelompok serat pangan larut air adalah
pektin, sebagian kecil hemiselulosa, oligosakarida, dan sebagian gula alkohol.
Serat pangan tak larut air meliputi selulosa, lignin, sebagian besar
hemiselulosa, lilin tanaman, senyawa pektat yang tidak larut, serta pati
resisten. Serat pangan total adalah jumlah serat pangan larut dan tidak larut
(Persagi, 2009).
Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut
dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah
dicampur dengan empat bagian etanol. Komponen serat ini dapat membentuk
gel dengan cara menyerap air. Fungsi utama serat pangan larut air adalah: (1)
memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga aliran energi ke
tubuh menjadi berkurang, (2) memberi perasaan kenyang yang lebih lama, (3)
memperlambat kemunculan gula darah (glukosa), sehingga membutuhkan
sedikit insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi, (4) membantu
mengendalikan berat badan dengan memprlambat munculnya rasa lapar, (5)
meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara meningkatkan
motilitas (pergerakan) usus besar, (6) mengurangi resiko penyakit jantung, (7)
mengikat asam empedu, (8) mengikat lemak dan kolesterol, kemudian
mengeluarkannya melalui feses (Dreher, 1987).
Serat pangan tidak larut adalah serat yang tidak dapat larut, baik di
dalam air maupun di saluran pencernaan. Sifat yang menonjol dari komponen
serat ini adalah kemampuannya menyerap air serta meningkatkan tekstur dan
volume feses, sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan
11
mudah. Fungsi utama serat pangan tidak larut air adalah: (1) mempercepat
waktu transit makanan dalam usus dan meningkatkan berat feses, (2)
memperlancar proses buang air besar, (3) mengurangi resiko wasir,
divertikulosis, dan kanker usus besar (Dreher, 1987).
Serat makanan total (TDF) mengandung gula-gula dan asam-asam
gula sebagai bahan pembangun utama serta grup fungsional yang dapat
mengikat dan terikat atau beraksi satu sama lain dengan komponen lain.
Semua komponen serat makan total memberikan karakteristik fungsional
pada serat yang meliputi kemampuan daya ikat air, kapasitas untuk memuai,
meningkatkan densitas kamba, membentuk gel dengan kapasitas yang
berbeda-beda, dan mengadsorpsi minyak (Muchtadi, 1999).
F. ANTIOKSIDAN
Antioksidan merupakan senyawa yang ada di dalam buah, sayur, ikan,
rempah, dan biji-bijian yang dalam kadar rendah mampu menghambat laju
oksidasi molekuler. Antioksidan yang sudah dikenal, misalnya vitamin C dan
E. Zat antioksidan dapat melindungi atau mencegah sel dari kerusakan akibat
aktivitas radikal bebas dalam tubuh. Pada orang sehat, lebih baik
mengonsumsi antioksidan dari sumber alami (Persagi, 2009).
Antioksidan merupakan senyawa yang penting dalam menjaga
kesehatan tubuh karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang
banyak terbentuk dalam tubuh. Radikal bebas adalah molekul atau senyawa
yang keadaannya bebas dan mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang
tidak berpasangan. Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini
sangat mudah menarik elektron dari molekul lainnya sehingga radikal
tersebut menjadi lebih reaktif. Oleh karena sangat reaktif, radikal bebas
sangat mudah menyerang sel-sel yang sehat dalam tubuh. Bila tidak ada
pertahanan yang cukup optimal maka sel-sel sehat tersebut menjadi tidak
sehat atau sakit. Senyawa yang dihasilkan oleh polusi, asap rokok, kondisi
stres, bahkan oleh sinar matahari akan berinteraksi dengan radikal bebas di
dalam tubuh. Secara tidak langsung, senyawa radikal tersebut akan merusak
sel sehingga menyebabkan terjadinya suatu penyakit seperti liver, kanker, dan
12
kondisi yang berhubungan dengan umur seperti alzeimer. Tubuh manusia
menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi tidak cukup kuat untuk
berkompetisi dengan radikal bebas yang dihasilkan setiap harinya oleh tubuh
sendiri. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan asupan dari luar
(Raharjo et al., 2005).
Fungsi antioksidan dalam industri pangan digunakan sebagai upaya
untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak,
memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, serta
memperpanjang masa pemakaian bahan. Lipid peroksidase merupakan salah
satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan
dan pengolahan makanan (Raharjo et al., 2005).
Proses oksidasi lipid terjadi dalam tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi,
terminasi. Reaksi inisiasi terjadi ketika lemak tidak jenuh berinteraksi dengan
oksigen membentuk radikal bebas. Radikal bebas tersebut akan berlanjut
mengalami reaksi berantai membentuk radikal bebas-radikal bebas lain dalam
tahap reaksi propagasi. Selanjutnya dalam tahap terminasi, radikal bebas yang
bersifat sangat reaktif akan membentuk ikatan yang stabil bila beraksi dengan
senyawa radikal lain. Ketiga tahap reaksi oksidasi lipid adalah sebagai
berikut:
Inisiasi → R• + H•
: RH
Propagasi : R• + O2 → ROO•
: ROO• + RH → ROOH + R•
13
berasal dari alam seperti tokoferol, polifenol, fosfatida, dan asam askorbat
serta antioksidan buatan seperti BHA (butylated hydroxyanisol) dan BHT
(butylated hydroxytoluene). Sedangkan antioksidan sekunder adalah suatu zat
yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai
sinergi (Winarno, 1997)
Metode pengukuran aktivitas antioksidan yang digunakan adalah
metode DPPH. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) adalah suatu radikal
bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikel lain membentuk suatu
senyawa yang stabil. DPPH dapat bereaksi dengan atom hidrogen (berasal
dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi (DPP Hidrazyn) yang
stabil.
Pengukuran aktivitas antioksidan metode ini menggunakan prinsip
spektrofotometri. Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua (deep
violet) terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Suatu
senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa
tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan
DPPH membentuk DPP Hidrazin, ditandai dengan senakin hilangnya warna
ungu (menjadi kuning pucat) (Molyneux, 2004). Apabila diketahui bahwa AH
adalah donor molekul hydrogen dan A* merupakan radikal bebas, maka
reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
+AH +A*
14
vitamin C mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Oleh karena itu
vitamin C berperan dalam menghambat reaksi oksidasi dalam tubuh dengan
cara bertindak sebagai antioksidan. Kemampuan aktivitas asam askorbat
dalam berbagai konsentrasi untuk mengangkap radikal bebas stabil DPPH
dipetakan dalam kurva standar asam askorbat. Persamaan regresi kemudian
didapat dari kurva standar tersebut. Persamaan regresi ini selanjutnya
digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel yang disetarakan
dengan aktivitas kontrol (donor atom hidrogen dalam menangkap radikal
bebas stabil DPPH). Hasil akhir pengukuran aktivitas antioksidan dinyatakan
dalam kapasitas antioksidan ekuivalen vitamin C.
G. SNACK BAR
Snack atau dikenal dengan sebutan makanan ringan adalah makanan
yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari
(Anonim, 2008). Oleh karena itu, makanan ini dapat mengobati kelaparan
seseorang dan memberikan sulpai energi untuk tubuh. Makanan ringan yang
beredar di pasaran saat ini sangat beragam bentuk dari segi bentuk, cara
pengolahan, dan penyajiannya. Salah satu snack yang telah ada di pasaran
berbentuk panjang sehingga disebut snack bar.
Bars adalah produk pangan padat yang berbentuk batang dan
merupakan campuran dari berbagai bahan kering seperti sereal, kacang-
kacangan, buah-buahan kering yang digabung menjadi satu dengan bantuan
binder. Sirup, nougat, karamel, dan coklat merupakan beberapa bahan yang
dapat digunakan sebagai binder (Gillies, 1974). Snack bar yang sedang
populer di berbagai negara umumnya terbuat dari kedelai, bahan-bahan lain
yang kaya zat gizi maupun non-gizi, dan buah-buahan kering (Astawan,
2009). Bentuk bars dipilih karena mudah dibawa dan dikonsumsi. Pangan
bebentuk bars mudah dibuat dan dikreasikan dengan berbagai macam bahan.
Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan snack bar
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan-bahan yang berfungsi sebagai
pengikat dan bahan-bahan pelembut tekstur. Bahan pengikat atau pembentuk
adonan yang kompak adalah tepung, air, garam, sedangkan bahan-bahan yang
15
berfungsi sebagai pelembut tekstur adalah gula, mentega, dan baking powder
sebagai bahan pengembang (Matz dan Matz, 1978).
Tepung merupakan bahan dasar pada pembuatan snack bar dan
merupakan komponen yang paling banyak (Whitely, 1971). Tepung berfungsi
sebagai pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau
mengikat bahan lainnya serta mendistribusikan secara merata, membentuk
tekstur, menahan gas selama fermentasi, dan pembentuk citarasa (Matz dan
Matz, 1978).
Produk snack bar komersial memiliki formulasi seperti formulasi
cookies yang setiap bar-nya (potongan) mengandung energi, protein, dan
vitamin (Sitanggang, 2008).
H. COOKIES
Produk bakery dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu roti, cake,
dan biskuit (Manley, 2000). Roti adalah produk dari adonan tepung dan bahan
lain yang mengalami fermentasi karena adanya ragi (Cotton dan Ponte, 1974).
Cake merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan
telur. Pembuatan cake membutuhkan pengembang gluten dan biasanya
digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentuk emulsi
kompleks air dalam minyak dimana lapisan air terdiri dari gula terlarut dan
partikel tepung terlarut (Sunaryo, 1985). Biskuit merupakan produk makanan
yang dibuat dari bahan dasar tepung yang dipanggang hingga kadar airnya
rendah. Kategoti biskuit terdiri dari crakers, cookies, dan wafer (Manley,
2000). Cookies biasanya mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis biskuit yang lain (Husain, 1993). Bahan penyusun
cookies terdiri atas bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan pengikat
adalah tepung, air, padatan susu, putih telur atau telur utuh, dan garam.
16
Sedangkan bahan pelembut adalah gula, shortening, bahan pengembang, dan
kuning telur (Husain, 1993).
Tepung yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah tepung
terigu lunak dengan kadar protein 8-9%. Semakin keras tepung terigu,
semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan untuk memperoleh
tekstur yang baik. Tepung terigu dengan kadar protein tinggi akan
mempengaruhi kekerasan cookies dan kekerasan remah bagian dalam serta
penampakan permukaan. Bila jumlah tepung sangat sedikit, sedangkan lemak
yang ditambahkan cukup banyak, maka cookies akan kehilangan bentuk dan
mudah patah (Matz dan Matz, 1978).
Peranan garam dalam pembuatan cookies adalah untuk menguatkan
flavor dan membantu dalam pelarutan gluten untuk menciptakan struktur
adonan yang baik. Matz dan Matz (1978) menyatakan bahwa sebagian besar
formula cookies menggunakan 1% garam atau kurang.
Gula dalam bentuk sukrosa berfungsi sebagai pemanis nutritif,
pembentuk tekstur (pelembut), pemberi warna, dan pengontrol penyebaran
cookies. Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir atau tepung gula.
Besarnya partikel gula dalam bentuk adonan akan mempengaruhi penyebaran
cookies. Gula pasir halus memiliki sifat pengkriman yang lebih baik
dibanding tepung gula. Jenis pemanis lain yang dapat digunakan adalah
brown sugar, syrup, atau madu (Matz dan Matz, 1978).
Tipe dan jumlah shortening dan emulsifier dalam adonan akan
mempengaruhi respon adonan selama pembentukan dan kualitas produk
akhir. Jenis shortening yang dapat diguanakan adalah mentega, minyak
nabati, margarin, dan lemak hewan. Jenis shortening akan mempengaruhi
penampakan cookies (Matz dan Matz, 1978).
Telur mempengaruhi tekstur produk karena sifat pengemulsi,
pengaerasi, pelembut, dan pengikat yang dimilikinya. Selain itu telur juga
berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi, memberikan warna dan flavor yang
disukai.
Pada prinsipnya proses pembuatan cookies meliputi tahap persiapan
bahan, pencampuran adonan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan
17
pengemasan. Pada tahap pembuatan adonan, formulasi memegang peranan
yang sangat penting. Susunan dan perbandingan bahan harus diatur agar
memudahkan dalam penanganannya, sebab karakteristik produk akhir
ditentukan oleh susunan bahan dan proses yang dilakukan. Agar semua
bahan menyebar rata di dalam adonan, maka sumber lemak dicampur terlebih
dahulu bersama dengan telur, susu, gula, dan garam. Selanjutnya
pencampuran dengan bahan lainnya sehingga bahan menjadi satu adonan
yang rata (homogen). Setelah adonan menjadi homogen, dilakukan proses
pencetakan. Pencetakan cookies dapat bervariasi tergantung selera. Tahap
akhir adalah pemanggangan.
Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, sebab
bagian luar akan terlalu cepat matang sehingga menghambat
pemanggangandan mengakibatkan permukaan cookies menjadi retak. Cookies
hasil pemanggangan harus segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan
mencegah terjadinya pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak.
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
B. METODE PENELITIAN
Tahap penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian
utama. Penelitian pendahuluan berupa uji coba formula dan suhu
pemanggangan snack bar. Tahap penelitian utama yaitu menentukan formula
terbaik dari perlakuan perbandingan tepung jewawut dengan tepung ampas
tahu serta sumber minyak yaitu minyak goreng dan alpukat. Pada bahan baku
19
tepung jewawut dan ampas tahu serta produk snack bar dilakukan analisis
proksimat, serat pangan, dan aktivitas antioksidan.
Formula terbaik dipilih berdasarkan hasil uji organoleptik, analisis
kadar serat pangan, dan aktivitas antioksidan. Pada formula terbaik dilakukan
analisis kadar mineral dan fisik yang terdiri dari analisis teksur dan warna.
Hasil analisis proksimat, kadar mineral, dan aktivitas antioksidan digunakan
untuk pembuatan label pada kemasan snack bar.
1. Penelitian Pendahuluan
Langkah awal penelitian pendahuluan yaitu mempersiapkan bahan
baku pembuatan snack bar yang meliputi pembuatan tepung jewawut dan
ampas tahu. Tepung jewawut dan ampas tahu kemudian digunakan dalam
uji coba formula dan penentuan suhu pemanggangan snack bar.
20
Biji jewawut utuh
Tepung jewawut
Ampas tahu
21
c. Uji Coba Formula dan Suhu Pemanggangan Snack Bar
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar
dipilih dengan mempertimbangkan kegunaan, ketersediaan bahan dan
harganya. Modifikasi formula dilakukan secara trial and error. Pada
proses ini dilakukan penyesuaian proses untuk mendapatkan produk
yang optimum dari segi organoleptik yaitu rasa dan tekstur. Pemilihan
waktu dan suhu pemanggangan pada produk dilakukan secara trial
and error. Pada proses pemanggangan, suhu dan waktu proses
mempengaruhi warna, tekstur, dan penampakan sehingga pemilihan
waktu dan suhu pemanggangan berdasarkan pada atribut tersebut.
Formula dan suhu pemanggangan yang dicoba dapat dilihat pada
Tabel 4 danTabel 5.
22
Tabel 5. Rancangan uji coba suhu pemanggangan snack bar
Suhu atas Suhu bawah Waktu
(°C) (°C) (menit)
Suhu 1 100 100 40
Suhu 2 180 180 10
Suhu 3 180 160 13
Suhu 4 180 140 15
Suhu 5 160 140 18
2. Penelitian Utama
Formulasi terbaik yang diperoleh pada tahap pendahuluan adalah
formula 6. Perlakuan yang diterapkan pada formula ini adalah
perbandingan tepung jewawut dan tepung ampas tahu. Perbandingan
tepung jewawut terhadap tepung ampas tahu yang digunakan adalah 1:1,
1:2, dan 2:1. Selain itu pada formula diterapkan perlakuan sumber minyak
nabati, yaitu minyak goreng dan bubur alpukat. Minyak digunakan untuk
memperbaiki struktur (melunakkan dan meghaluskan tekstur),
memperbaiki citarasa, dan keempukan (Winarno,1997). Enam formulasi
dapat dilihat pada Tabel 6.
23
Pembuatan produk snack bar dilakukan berdasarkan komposisi
formula Tabel 6. Bahan-bahan seperti tepung jewawut, tepung ampas tahu,
tepung hunkue, tepung gula, susu skim, dan buah pala dicampur terlebih
dahulu agar penyebarannya seragam. Selanjutnya ditambahkan minyak
goreng dan air atau bubur alpukat. Setelah proses pencampuran, adonan
dibentuk menjadi lembaran secara manual. Adonan dipress untuk
memperoleh ketebalan lembaran adonan yang dikehendaki. Adanan yang
telah berbentuk lembaran rata dicetak secara manual dengan cetakan besi
berbentuk persegi panjang 10 cm x 3 cm x 1,3 cm. Adonan yang telah
dicetak diletakkan dalam loyang kemudian dipanggang dalam oven. Pada
tahap selanjutnya dilakukan analisis sensori untuk melihat tingkat
penerimaan produk. Diagram alir pembuatan snack bar dapat dilihat pada
Gambar 8.
Pencampuran kering
Sheeting
Snack Bar
24
C. RANCANGAN PERCOBAAN
Keterangan:
Yijk = Respon yang ditimbulkan pengaruh bersama oleh taraf ke-i (i=1,2,3)
faktor perbandingan antara tepung jewawut dan ampas tahu, dan
faktor ke-j (j=1,2) faktor sumber minyak yang digunakan
µ = Nilai tengah (rata-rata) dari seluruh nilai pengamatan
A1 = Pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor perbandingan tepung
jewawut dan ampas tahu
Bj = Pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor sumber minyak yang
digunakan
(AB)ij = Pengaruh yang ditimbulkan oleh interaksi interaksi antara A1 dan Bj
εijk = Pengaruh kesalahan percobaan
25
Sehingga dari dua faktor A dan B di atas dihasilkan enam formula :
Faktor A
Perlakuan
2:1 1:1 1:2
A A2:1 A1:1 A1:2
Faktor B
M M2:1 M1:1 M1:2
F1 (A2:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (2:1) dengan alpukat
F2 (A1:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:1) dengan alpukat
F3 (A1:2) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:2) dengan alpukat
F4 (M2:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (2:1) dengan minyak goreng
F5 (M1:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:1) dengan minyak goreng
F6 (M1:2) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:2) dengan minyak goreng
D. METODE ANALISIS
26
dibiarkan dingin dan ditambahkan 20 ml air destilata, dan pH diatur
menjadi 1,5 dengan HCl. Lalu ditambahkan 0,1 gram pepsin, ditutup
dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang
pada suhu 40⁰C selama 60 menit, kemudian ditambahkan 20 ml air
destilata dan diatur pH menjadi 6,8 dengan NaOH. Selanjutnya
ditambahkan 0,1 gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan
aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu
40⁰C selama 60 menit, serta pH diatur menjadi 4,5 dengan HCl.
Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no.8, dicuci dengan 2
x 10 ml air destilata.
Residu (Insoluble Fiber). Residu dalam crucible dicuci dengan
dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Crucible
dikeringkan pada suhu 105⁰C sampai bobot tetap dan ditimbang setelah
didinginkan dalam desikator (D1). Kemudian diabukan pada suhu 550⁰C
kurang lebih 5 jam setelah didinginkan dalam desikator (L1).
Filtrat (Soluble Fiber). Volume filtrat diatur dan dicuci dengan air
sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60⁰C)
dan dibiarkan prespitasi selama satu jam (waktu dapat diperpendek). Lalu
disaring dengan crucible yang kering (porositas 2) yang mengandung 0,5
gram celite, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol
78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah filter gelas
dikeringkan dalam desikator (D2), dan terakhir diabukan pada suhu
550⁰C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan
dalam desikator (L2).
Dilakukan pula perhitungan nilai serat blanko dengan
menggunakan prosedur seperti di atas tetapi tanpa menggunakan sampel.
Perhitungan:
27
ௗ ௦௧ ௨௧ ()
Serat pangan larut (% berat kering)= x 100%
ଵିௗ ()
28
5. Kadar Abu (AOAC, 1995)
Sampel ditimbang 3-5 gram di dalam cawan porselin.
Selanjutnya sampel dipanaskan di atas hot plate sampai tidak berasap
lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu
400⁰C-600⁰C 4-6 jam. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator
lalu ditimbang untuk menentukan bobot abu. Kadar abu dihitung
menggunakan rumus:
ୟିୠ
Kadar abu (% berat basah) = ୡ
x 100%
ௗ ௨ ()
Kadar abu (% berat kering) = ଵିௗ () x 100%
29
Kadar Protein (% berat basah) = %N x faktor konversi (6,25)
ௗ ௧ ()
Kadar Protein (% berat kering) = x 100%
ଵିௗ ()
Kadar lemak ( %) = bobot labu setelah pengeringan- bobot labu awal x 100
Bobot sampel
30
Setelah semua sampel telah menjadi abu berwarna putih,
ditambahkan 5 – 6 ml HCl 6 N dan dipanaskan di hot plate dengan suhu
rendah sampai kering. Kemudian ditambahkan 15 ml HCl 3 N dan
dipanaskan kembali sampai mulai mendidih, dan didinginkan. Larutan
abu dituangkan ke dalam labu takar melalui kertas saring. Cawan dibilas
dengan HCl 3 N 10 ml dan dipanaskan sampai mulai mendidih. Setelah
didinginkan larutan dituang kembali melalui kertas saring ke dalam labu
takar. Selanjutnya cawan dibilas dengan air destilata bebas ion minimal 3
kali, dan air bekas pembilasan juga dituang melalui kertas saring ke
dalam labu takar. Setelah itu labu takar ditepatkan sampai tanda tera
dengan air destilata, dan sampel siap dianalisis dengan Atomic
Absorption Spectrophotometer.
௫ ଵ ௫ ி
Kadar mineral (mg/l) = ௐ
31
Selain itu juga diperoleh nilai 0Hue untuk menunjukkan warna
yang terlihat. Jika hasil yang diperoleh:
b. Analisis tekstur
Kekerasan adalah daya tahan untuk deformasi akibat gaya
tekan yang diberikan. Kekerasan diukur dengan menggunakan
texture analyzer XT2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram
force). Texture analyzer XT2i dapat dilihat pada Gambar 9. Prinsip
pengukuran tekstur dengan texture analyzer yaitu mengukur
besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel pada jarak
yang telah ditentukan. Alat ini dilengkapi dengan sistem
komputerisasi sehingga harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan
jenis produk yang diuji. Sebelum dilakukan pengukuran contoh,
terlebih dahulu dilakukan kalibrasi probe sesuai dengan tinggi bar.
Bar yang akan diukur kekerasannya diletakkan dibawah probe dan
“Quick Run Test” ditekan.
32
Probe yang digunakan adalah P2 berbentuk jarum. Jarak
probe yang dikalibrasi sesuai dengan tinggi bar dengan jarak
injeksi sejauh 4 mm dari permukaan bar. Probe P2 dapat dilihat
pada Gambar 9. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan bar
dapat dilihat pada layar komputer. Pengaturan texture analyzer
pada pengukuran bar dapat dilihat Tabel 7.
33
Tabel 7. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar
Test mode option Measure force in compression return to start
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan tahap persiapan bahan baku
untuk proses pembuatan produk. Persiapan bahan baku pembuatan snack bar
meliputi proses penepungan bahan baku utama snack bar ini yaitu jewawut
dan ampas tahu. Pembuatan produk snack bar pada tahap ini berupa trial and
error formula dan suhu pemanggangan agar diperoleh formula dan suhu
pemanggangan snack bar yang optimal.
35
keuntungan proses pengecilan ukuran yaitu ukuran partikel yang sama
mempermudah proses pencampuran ingredient bahan pangan. Rendemen
hasil penggilingan jewawut adalah 44,7%.
Tepung jewawut kemudian dipisahkan berdasarkan ukurannya
mealui proses pengayakan untuk menghomogenkan ukuran tepung yang
diinginkan. Ukuran tepung jewawut yang diinginkan adalah 100 mesh.
Pengayak yang digunakan adalah automatic sieve. Rendemen tepung yang
dihasilkan setelah proses pengayakan yaitu 34% dari biji jewawut utuh.
36
Rendemen tepung ampas tahu yang diperoleh setelah pengayakan adalah
9,89% dari ampas tahu basah.
37
Tabel 8. Uji coba formula dan suhu panggang snack bar jewawut-ampas tahu
Formula Hasil Solusi
Formula 1: Tepung jewawut Tekstur seperti Kurang kokoh:
11,88%; tepung ampas tahu 11,88%; cake, kurang penggunaan susu
tepung terigu 23,76%; gula merah kokoh, beremah, skim; sangrai tepung
11,09%; madu 18,22%; margarin aroma ampas Beremah:
8,71%; manisan buah kering 6,34%; tercium penggunaan telur
kacang 6,34%; serbuk vanilla Aroma langu:
1,19%, garam 0,59% penggunaan bubuk
kayu manis
38
Suhu Hasil Solusi
Suhu atas dan bawah 1000C; 40 Tidak matang; Naikkan suhu
menit warna tidak
menarik; terlalu
lama
Suhu atas dan bawah 1800C, 10 Bawah gosong, Suhu bawah
menit case hardening, diturunkan, tambah
permukaan atas waktu
keras dan retak.
Suhu atas 1800C,suhu bawah 1600C, Bawah masih Suhu bawah
13 menit gosong, case diturunkan, semprot
hardening, air sedikit di
permukaan keras permukaan
dan retak
Suhu atas 1800C,suhu bawah 1400C, Bawah tidak Suhu atas diturunkan
15 menit gosong, agar permukaan
permukaan tidak produk tidak cepat
retak, case mengeras
hardening
Suhu atas 1600C, suhu bawah Hasil dianggap
1400C, 18 menit baik
39
tahu. Selain itu, manisan buah pala memberikan citarasa buah yang segar
dan manis. Tepung gula sebagai pemberi rasa manis, dan susu skim
sebagai pembentuk tekstur yang kokoh. Susu skim banyak mengandung
protein (kasein) yang cenderung meningkatkan penyerapan dan daya
menahan air sehingga mengeraskan adonan dan membuat tekstur lebih
padat.
Formula 6 tidak menggunakan tepung terigu padahal terigu
berfungsi sebagai pembentuk adonan dan tekstur. Pada formula ini
digunakan tepung hunkue. Tepung hunkue merupakan pati kacang hijau
yang banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, pengisi, dan
penstabil karena daya pengikatan airnya yang tinggi (Fawzya, 1983).
Penggunaan tepung hunkue tidak dapat memberikan tekstur yang sama
dengan penggunaan tepung terigu, karena adanya gluten pada tepung
terigu. Gluten merupakan satu-satunya kompleks protein dalam serealia
(gandum) yang mampu membentuk jaringan struktur yang elastis dan
kohesif, sehingga menghasilkan produk yang lembut dan kompak
(McWilliams, 1979). Namun, formula yang menggunakan tepung hunkue
masih dapat memberikan tekstur yang baik dan kompak sehingga formula
ini dapat diterima. Perincian dari formula 6 dapat diamati pada Tabel 9.
40
diperoleh suhu pemanggangan yang optimal. Suhu pemanggangan yang
terlalu tinggi akan menyebabkan case hardening, yaitu bagian permukaan
snack bar sudah kering namun bagian dalam belum terpanggang
sempurna. Jika proses pemanasan tetap dilanjutkan, permukaan snack bar
akan retak-retak. Retak pada permukaan disiasati dengan pemercikan air
pada permukaan snack bar namun hal ini kurang dapat memecahkan
masalah case hardening. Penggunaan suhu tinggi menyebabkan
kehilangan air pada permukaan produk lebih cepat dibandingkan bagian
tengah produk sehingga bagian permukaan membentuk lapisan yang
menghambat pengeluaran air dari bagian tengah. Hal inilah yang
menyebabkan produk tidak matang di bagian tengah namun keras di
bagian luar.
Berdasarkan hasil trial and error suhu pemanggangan, suhu
optimum pemanggangan snack bar adalah suhu oven atas 1600C dan suhu
oven bawah 1400C selama 18 menit tergantung jumlah adonan yang
dipanggang dalam oven. Semakin banyak adonan yang dipanggang dalam
oven, maka waktu pemanggangan akan semakin lama.
Meningkatnya suhu selama proses pemanggangan menyebabkan
perpindahan uap air dari adonan keluar melalui proses kapiler dan difusi.
Perubahan warna terutama disebabkan oleh reaksi maillard, yaitu interaksi
antara gula pereduksi dengan protein (asam amino). Warna akhir yang
diinginkan adalah coklat kekuningan. Proses maillard terjadi pada suhu
150-1600C. Bersamaan dengan menguapnya air terjadi juga pengerasan
permukaan dan pembentukan aroma khas (Manley, 2001).
B. PENELITIAN UTAMA
Formula terbaik yang digunakan untuk pembuatan snack bar adalah
formula 6. Perlakuan yang diterapkan pada formula ini terdiri dari
perbandingan tepung jewawut terhadap tepung ampas tahu serta penggunaan
sumber minyak dari minyak goreng atau bubur alpukat. Perbandingan tepung
jewawut terhadap tepung ampas tahu yang digunakan adalah 1:1, 1:2, dan
2:1. Tepung ampas tahu digunakan dalam formula sebanyak adonan masih
41
dapat dibentuk tetapi rasa produk yang dihasilkan masih dapat diterima
konsumen. Jika penambahan ampas tahu terlalu banyak, adonan menjadi sulit
dibentuk.
Minyak goreng dan bubur alpukat digunakan untuk menggantikan
sumber lemak yang umumnya berasal dari margarin. Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya asam lemak trans yang terdapat pada margarin yang
telah mengalami proses hidrogenasi dalam pembuatannya (Roizen, 2008).
Penambahan minyak goreng dan air dengan perbandingan 1:1 dilakukan
untuk mengurangi penggunaan minyak goreng. Jika minyak goreng yang
digunakan terlalu banyak, produk menjadi sangat oily sedangkan jika terlalu
sedikit, adonan menjadi sulit dibentuk. Penggunaan air yang terlalu banyak
akan menghasilkan produk yang alot sehingga mengurangi penerimaan
konsumen. Pembuatan bubur alpukat dilakukan dengan cara memblender
daging buah alpukat matang. Penambahan air dilakukan seminim mungkin
sampai alat blender dapat berputar.
Berdasarkan rancangan percobaan yang digunakan, didapat enam
formula sebagai berikut: Formula M2:1 menggunakan rasio tepung jewawut
dan ampas tahu 2:1 dengan minyak goreng, Formula M1:1 menggunakan
rasio tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan minyak goreng, Formula
M1:2 menggunakan rasio tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan minyak
goreng, Formula A2:1 menggunakan rasio tepung jewawut dan ampas tahu
2:1 dengan bubur alpukat, Formula A1:1 menggunakan rasio tepung jewawut
dan ampas tahu 1:1 dengan bubur alpukat, Formula A1:2 menggunakan rasio
tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan bubur alpukat.
Penambahan tepung ampas tahu berpengaruh terhadap aroma selama
proses pemanggangan. Aroma yang terbentuk selama proses pemanggangan
adalah aroma khas kedelai. Semakin banyak ampas yang digunakan,
aromanya semakin tercium. Penggunaan buah pala dapat mengurangi aroma
khas kedelai yang timbul. Walau demikian, aroma tersebut juga masih
tercium ketika produk snack bar sudah matang.
42
1. Analisis Bahan Baku
Analisis proksimat yang dilakukan pada tepung ampas tahu dan
tepung
jewawut meliputi: kadar air, kadar abu, kadar lemak (metode soxhlet),
kadar protein (metode Kjeldahl), kadar karbohidrat (by difference), kadar
serat, dan kapasitas antioksidan. Hasil analisis dinyatakan dalam % berat
kering. Data hasil analisis bahan baku tersebut disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil analisis tepung ampas tahu dan tepung jewawut
Kandungan Nutrisi Tepung Ampas Tepung
Tahu (bk) Jewawut(bk)
Kadar air (%) 10,21 12,86
Kadar abu (%) 2,92 2,67
Kadar lemak (%) 19,80 9,03
Kadar protein (%) 35,16 7,12
Kadar karbohidrat (%) 31,91 68,32
Kadar serat pangan larut (%) 3,25 2,39
Kadar serat pangan tak larut (%) 32,65 8,47
Kadar total serat pangan (%) 35,90 10,86
Aktivitas antioksidan (mg vit C
3,39 24,54
eqi/ 100g produk)
43
mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (bb). Kadar air tepung
jewawut dan ampas tahu berdasarkan basis basah secara berurut adalah
11,39% dan 9,29%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air kedua bahan
baku masih berada di bawah batas kadar air minimum dimana mikroba
masih dapat tumbuh.
Abu merupakan residu organik dari proses pembakaran. Kadar abu
suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan
tersebut. Hasil analisis kadar abu tepung jewawut sebesar 2,67% dan
tepung ampas tahu sebesar 2,92%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
tepung ampas tahu memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi
dibanding tepung jeawut.
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet.
Kadar lemak yang dianalisis merupakan kadar lemak kasar. Hasil Analisis
kadar lemak metode soxhlet menunjukkan bahwa kadar lemak tepung
jewawut yaitu 9,03%, sedangkan tepung ampas tahu yaitu 19,80%.
Analisis protein metode kjeldahl digunakan untuk menentukan
kadar protein kasar dari bahan pangan. Metode ini didasarkan pada
pengukuran nitrogen total yang ada dalam contoh. Kadar protein tepung
jewawut sebesar 7,12% dan kadar protein tepung ampas sebesar 35,16%
Karbohidrat merupakan komponen utama bahan pangan yang
memiliki sifat fungsional yang penting dalam proses pengolahan pangan.
Karbohidrat banyak terdapat pada bahan nabati (Winarno, 1997). Kadar
karbohidrat dihitung menggunakan perhitungan by difference. Hasil yang
didapat merupakan karbohidrat kasar. Kadar karbohidrat tepung jewawut
sebesar 68,32% dan tepung ampas tahu sebesar 31,91%.
Serat pangan tepung ampas tahu lebih besar dibandingkan dengan
tepung jewawut. Kadar total serat pangan tepung jewawut sebesar 10,86%
sedangkan tepung ampas tahu sebesar 35,90%. Komponen serat utama
pada tepung ampas tahu dan jewawut adalah insoluble dietary fiber (IDF)
yaitu secara berturut-turut sebesar 32,65% dan 8,47%.
Nilai aktivitas antioksidan tepung jewawut lebih besar daripada
tepung ampas tahu. Aktivitas antioksidan tepung jewawut sebesar 24,54
44
mg vitamin C ekuivalen/ 100 g tepung sedangkan pada tepung ampas tahu
nilainya jauh lebih rendah, yaitu 3,39 mg vitamin C ekuivalen/ 100 g
tepung.
Atribut Rasa
Rasa merupakan faktor penting dalam menentukan penerimaan
konsumen terhadap produk tertentu. Rasa dari suatu produk pangan
dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun formula produk tersebut.
Hasil ANOVA rating hedonik atribut rasa seperti dapat dilihat pada
Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan sumber minyak
berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis atribut rasa
(p<0,05). Perlakuan perbandingan tepung jewawut dengan tepung
ampas tahu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis.
Tidak terjadi interaksi yang signifikan (p>0,05) antara kedua variabel
perlakuan pada nilai kesukaan panelis terhadap atribut rasa snack bar.
Gambar 10 memperlihatkan bahwa produk yang menggunakan
minyak goreng lebih disukai oleh panelis. Formula M1:1, M1:2, dan
M2:1 merupakan formula yang menggunakan minyak goreng.
Formula yang menggunakan bubur alpukat kurang disukai panelis.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh adanya after-taste pahit pada snack
bar yang menggunakan bubur alpukat. Alpukat jarang digunakan
45
untuk proses pemasakan, karena timbulnya off-flavor (rasa pahit)
ketika bubur alpukat terpapar suhu tinggi (Whiley et al., 2002).
Kandungan lemak yang lebih tinggi pada formula yang menggunakan
minyak goreng juga dapat menyebabkan produk yang menggunakan
minyak goreng lebih disukai. Formula M2:1 dengan perbandingan
tepung jewawut : ampas tahu = 2:1 mendapatkan skor paling tinggi
berdasarkan atribut rasa. Respon panelis untuk formula M2:1 berada
diantara netral-suka.
4
3,44b
Nilai rata-rata kesukaan panelis
3,5
3
2,5
2,08a
2
1,5
1
0,5
0
alpukat minyak goreng
Sumber minyak
Atribut Tekstur
Hasil ANOVA seperti dapat dilihat pada Lampiran 5
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) akibat
pengaruh sumber minyak pada nilai kesukaan panelis terhadap atribut
tekstur snack bar. Perlakuan perbandingan tepung jewawut dengan
tepung ampas tahu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan
panelis. Tidak terjadi interaksi yang signifikan (p>0,05) antara kedua
variabel.
Gambar 11 memperlihatkan bahwa produk yang menggunakan
minyak goreng lebih disukai oleh panelis. Formula yang
menggunakan minyak goreng terasa lebih garing daripada formula
46
yang menggunakan bubur alpukat. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
kadar air pada formula yang menggunakan minyak goreng sehingga
tekstur produknya lebih renyah. Penggunaan bubur alpukat
menyebabkan produk tidak garing karena keberadaan air yang terikat
dengan komponen alpukat selama pembuatan bubur alpukat
menyebabkan air tersebut tidak dapat lepas dari bahan selama proses
pemanggangan. Formula M1:1 dengan perbandingan tepung jewawut
dan ampas tahu = 1:1 mendapat skor paling tinggi. Respon panelis
untuk produk dengan minyak goreng berada diantara netral-suka.
4
Nilai rata-rata kesukaan panelis
3,40b
3,5
3
2,42a
2,5
2
1,5
1
0,5
0
alpukat minyak goreng
Sumber minyak
Gambar 11. Diagram hasil uji organoleptik atribut tekstur akibat pengaruh
sumber minyak.
b. Serat Pangan
Analisis serat pangan menggunakan metode enzimatis. Selain
metode enzimatis, metode analisis serat yang lain adalah metode serat
kasar (crude fiber). Analisis serat kasar tidak digunakan karena
metode ini tidak menunjukkan nilai serat pangan (dietary fiber) yang
sebenarnya, karena sekitar 50 sampai 90% lignin, 80% hemiselulosa,
dan 20-50% selulosa hilang selama analisis akibat asam dan basa kuat
panas. Selang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar
sebagai total dietary fiber (TDF) adalah antara 10 sampai 500%
(Muchtadi, 1999). Sedangkan pada metode enzimatis, dapat dihitung
serat pangan total (TDF), serat pangan larut air (SDF) dan serat
47
pangan tidak larut air (IDF) sekaligus dalam satu prosedur. Kadar
serat total merupakan jumlah dari kadar SDF dan IDF.
Pengolahan data dengan SPSS 15 dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu,
sumber minyak yang digunakan, dan interaksi antara variabel tersebut.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan ANOVA, secara umum
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan mempengaruhi kadar
SDF, IDF dan TDF secara signifikan.
Hasil ANOVA terhadap kadar serat pangan tidak larut
(Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung
dan sumber minyak, masing-masing berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap kadar serat pangan tak larut (IDF). Tidak terjadi interaksi
yang signifikan antara kedua variabel.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar serat tak larut
terbesar terdapat pada formula dengan perbandingan tepung jewawut
dan ampas tahu 1:2 (Gambar 12a) dan pada formula yang
menggunakan bubur alpukat sebagai sumber minyak (Gambar 12b).
48
14
12,2338c
12
0
2:1 1:1 1:2
14
11,8616a
12
Kadar serat tak larut (%bk)
10
8,5677b
8
0
alpukat minyak goreng
B Sumber minyak
Gambar 12. Diagram kadar serat tak larut snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b)sumber minyak
49
dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 serta
alpukat yaitu sebesar 13,83%. Formula A1:1 yaitu formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 serta alpukat
memiliki kadar serat tak larut (IDF) yang lebih tinggi daripada
formula A2:1 yaitu formula dengan perbandingan tepung jewawut dan
ampas tahu 2:1 serta alpukat. Berdasarkan hasil analisis bahan baku,
dapat diketahui bahwa komponen serat utama pada ampas tahu adalah
serat tak larut (IDF). Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa
kadar serat tak larut (IDF) pada tepung ampas tahu sebesar 32,65%.
Sehingga, semakin banyak penggunaan tepung ampas tahu, kadar
serat tak larutnya semakin tinggi. Kadar serat tak larut pada daging
buah alpukat yaitu sebesar 2,7% (Bergh, 1992).
Hasil ANOVA terhadap kadar serat pangan larut (Lampiran 8)
menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung dan sumber
minyak, masing-masing berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar
serat pangan larut (SDF). Tidak terjadi interaksi yang signifikan
(p>0,05) antara kedua variabel.
Kadar serat larut terbesar terdapat pada formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 (Gambar 13a) dan
pada formula yang menggunakan bubur alpukat sebagai sumber
minyak (Gambar 13b).
Penggunaan tepung ampas tahu yang semakin banyak
menyebabkan semakin tinggi pula kadar serat larutnya (SDF).
Sedangkan formula yang menggunakan alpukat memiliki kadar serat
pangan larut (SDF) yang lebih tinggi daripada formula yang
menggunakan minyak goreng. Formula dengan kadar serat larut
(SDF) tertinggi adalah A1:2 yaitu formula dengan perbandingan
tepung jewawut:ampas tahu 1:2 serta alpukat yaitu sebesar 3,38%.
Formula yang menggunakan bubur alpukat memiliki kadar serat larut
yang lebih tinggi daripada formula yang menggunakan minyak
goreng. Hal ini disebabkan oleh kadar serat larut dalam buah alpukat,
yaitu sebesar 2,1% (Bergh, 1992). Berdasarkan hasil analisis bahan
50
baku, dapat diketahui bahwa komponen serat larut pada tepung ampas
tahu lebih tinggi daripada tepung jewawut. Hasil analisis bahan baku
menunjukkan bahwa kadar serat larut (SDF) pada tepung ampas tahu
sebesar 3,25%. Sedangkan pada tepung jewawut, kadar serat larutnya
sebesar 2,39%.
3,5
2,9393c
3
2,5867b
Kadar serat larut (%bk)
2,5 2,2909a
1,5
0,5
0
2:1 1:1 1:2
A Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)
3,5
3,0201a
3
Kadar serat larut (%bk)
2,5 2,1912b
2
1,5
1
0,5
0
alpukat minyak goreng
B Sumber minyak
Gambar 13. Diagram kadar serat larut snack bar akibat pengaruh
a) perbandingan tepung b) sumber minyak
51
terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p>0,05) antara kedua
variabel.
16 15,173c
14 12,7413b
Kadar serat total (%bk)
12 10,5464a
10
8
6
4
2
0
2:1 1:1 1:2
16 14,8817a
14
Kadar serat total (%bk)
12 10,7588b
10
8
6
4
2
0
alpukat minyak goreng
B Sumber minyak
Gambar 14. Diagram kadar total serat snack bar akibat pengaruh
a) perbandingan tepung b) sumber minyak
52
Formula dengan kadar total serat tertinggi adalah A1:2 yaitu
formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2
serta alpukat yaitu sebesar 17,21%. Secara umum, pola yang
ditunjukkan tidak berbeda dengan pola kadar serat tidak larut (IDF)
dan serat larut (SDF). Formula A1:1 yaitu formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 serta alpukat
memiliki kadar total serat (TDF) yang lebih tinggi daripada formula
A2:1 yaitu formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas
tahu 2:1 serta alpukat.
Hasil analisis kadar serat pangan secara umum menunjukkan
bahwa formula yang menggunakan bubur alpukat memiliki kadar serat
yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya serat dalam daging
buah alpukat yaitu sebesar 6,7% (FDA, 2009).
FDA menyatakan suatu pangan dapat diklaim mengandung
tinggi serat apabila dapat memenuhi 20% Angka Kecukupan Gizi
(AKG) per anjuran konsumsi. Angka Kecukupan Gizi untuk serat
adalah 25 gram per hari. Oleh karena itu, formula snack bar A1:2 ini
merupakan pangan sumber serat yang baik dengan anjuran konsumsi
per kemasan 41 gram.
c. Aktivitas Antioksidan
Metode pengukuran aktivitas antioksidan yang digunakan
adalah metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Vitamin C
digunakan sebagai pembanding terhadap aktivitas antioksidan dari
ekstrak snack bar, dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan
kemampuan antioksidan ekstrak bila dinyatakan dalam daya
peredaman radikal bebas oleh vitamin C. Semakin tinggi konsentrasi
dari vitamin C, semakin rendah nilai absorbansinya. Kurva standar
vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 10.
Hasil ANOVA (Lampiran 11) menunjukkan adanya pengaruh
nyata (p<0,05) pada perlakuan perbandingan tepung jewawut dan
ampas tahu serta penggunaan sumber lemak terhadap kapasitas
53
antioksidan produk snack bar. Namun, interaksi antara kedua variabel
tidak mempengaruhi aktivitas antioksidan produk secara nyata
(p>0,05). Diagram hasil analisis aktivitas antioksidan akibat pengaruh
kedua variabel dapat diamati pada Gambar 15.
4,5 4,0240c
Aktivitas antioksidan (mg vit C eq/
4
3,5 3,1988b
2,8678a
3
100 g produk)
2,5
2
1,5
1
0,5
0
1:2 1:1 2:1
A Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)
4,5 4,2567b
Aktivitas antioksidan (mg vit C
4
3,5
eq/ 100 g produk)
3 2,4704a
2,5
2
1,5
1
0,5
0
alpukat minyak goreng
B Sumber minyak
54
nilai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan formula
1:2. Hal tersebut dikarenakan sumber utama antioksidan dari produk
adalah berasal dari jewawut sehingga produk dengan penambahan
jewawut terbanyak memiliki nilai aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi. Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan tepung jewawut sebesar 24,54 mg vitamin C ekuivalen/
100 g tepung. Aktivitas antioksidan jewawut berasal dari komponen
fenolik dan flavonoid (Kulp and Ponte, 2000). Komponen fenolik
yang banyak terdapat pada jewawut terdiri dari asam koumarat, kafeat,
sinamat, dan ferulat, sedangkan golongan flavonoid yang terdapat
pada jewawut adalah glucosylvitexin, glucosylvitexin,
glucosylorientin, dan vitexin (Dykes dan Rooney, 2006).
Penggunaan minyak goreng mempertahankan antioksidan
lebih baik daripada bubur alpukat. Aktivitas antioksidan tertinggi
adalah formula M2:1 yaitu perbandingan tepung jewawut dan ampas
tahu= 2:1 dengan minyak goreng, sedangkan aktivitas antioksidan
terendah adalah formula A 1:2, yaitu perbandingan tepung jewawut
terhadap ampas tahu 1:2 dengan alpukat. Hal ini dapat disebabkan
oleh asam lemak tidak jenuh tunggal, terutama oleat (C18:1) yang
banyak terdapat pada buah alpukat dan keberadaan antioksidan
sintetik dalam minyak goreng. Menurut Ketaren (2005), kerusakan
karena proses oksidasi lemak, tergantung dari komposisi asam lemak
dan faktor-faktor lain seperti ada tidaknya antioksidan dan logam-
logam sebagai prooksidan. Dalam bahan pangan, komponen yang
mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam lemak tidak jenuh
dan sejumlah kecil senyawa yang membuat bahan pangan menjadi
menarik misalnya persenyawaan yang menimbulkan aroma, flavor,
warna, serta sejumlah vitamin.
55
lemak, dan karbohidrat. Hasil analisis tersebut selanjutnya diuji
dengan SPSS 15 untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap kadar
air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat.
Tabel 11. Hasil analisis proksimat snack bar.
Formula
Komposisi A1:1 A2:1 A1:2 M1:1 M2:1 M1:2
Kadar abu
2,4368 2,3053 2,4875 1,6703 1,5684 1,7010
(%)
Kadar air
38,8819 36,3005 36,3543 13,6918 15,7826 12,5082
(%)
Protein (%)
14,3967 12,6813 15,2491 11,9473 10,7567 12,6554
Lemak (%)
8,3239 8,3229 9,4648 21,7149 23,1654 22,7860
Karbohidrat
74,8426 76,6905 72,7986 64,6675 64,5095 62,8576
(%)
Seluruh data berdasarkan basis kering
56
40 37,1789a
35
30
Gambar 16. Diagram kadar air snack bar akibat pengaruh sumber
minyak
57
2,15
2,0943b
2,1
2,0536b
1,95 1,9369a
1,9
1,85
2:1 1:1 1:2
3
2,4099a
2,5
Kadar abu (%bk)
2
1,6466b
1,5
0,5
0
alpukat minyak goreng
B
Sumber minyak
Gambar 17. Diagram kadar abu snack bar karena pengaruh
a) perbandingan tepung b) sumber minyak
58
tepung ampas tahu merupakan salah satu bahan baku yang
menyumbangkan protein bagi snack bar ini. Penggunaan alpukat
menyebabkan kadar protein produk lebih tinggi. Hal ini disebabkan
oleh adanya protein dalam alpukat yaitu sekitar 1-4% (Ashari, 2006).
14,5
13,9522c
14
Kadar protein (%bk)
13,5 13,1720b
13
12,5
12 11,7190a
11,5
11
10,5
2:1 1:1 1:2
A Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)
14,5 14,1090a
14
Kadar protein (%bk)
13,5
13
12,5
12 11,7864b
11,5
11
10,5
alpukat minyak goreng
B Sumber minyak
59
daging buah alpukat sekitar 24% (Ashari, 2006), tentu lebih rendah
jika dibandingkan dengan minyak goreng. Tidak terjadi interaksi yang
signifikan (p>0,05) antara kedua variable terhadap kadar lemak snack
bar.
25 22,5554b
20
Kadar lemak (%bk)
15
10 8,7039a
0
alpukat minyak goreng
Sumber minyak
60
disebabkan oleh adanya karbohidrat dalam alpukat yaitu sebesar
8,53% (USDA, 2009).
71 70,6000b
70,5
Kadar karbohidrat (%bk) 70 69,755b
69,5
69
68,5
68 67,8281a
67,5
67
66,5
66
1:2 1:1 2:1
A Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)
76 74,7772a
74
Kadar karbohidrat (%bk)
72
70
68
66
64,0116b
64
62
60
58
alpukat minyak goreng
B Sumber minyak
61
Tabel 12. Rekapitulasi hasil analisis snack bar
Uji Formula
1 2 3
Organoleptik M2:1, M1:1, M1:2
Serat Total,
A1:2 A1:1 M1:2
IDF, dan SDF
Antioksidan M2:1 M1:1 M1:2
Ket: 1= terbaik
2= ke-2 terbaik
3= ke-3 terbaik
62
serat pangan yang lebih tinggi daripada M2:1 yaitu 10,58%, namun tidak
dapat mendekati 20% AKG. Oleh karena itu, untuk pemilihan formula
terbaik berdasarkan aktivitas antioksidan akan dipilih formula yang
mengandung aktivitas antioksidan tertinggi selanjutnya, yaitu formula
M1:2 dengan aktivitas antioksidan 3,7618 mg vitamin C equivalen/100g
produk.
Berdasarkan perbandingan hasil uji rating kesukaan, analisis serat
pangan, dan analisis aktivitas antioksidan, formula M1:2 yaitu
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu = 1:2 merupakan formula
terpilih untuk snack bar. Formula M1:2 mengandung total serat pangan
13,13% (bk) dan aktivitas antioksidan sebesar 3,7618 mg vitamin C
equivalen/100gram produk. Berdasarkan uji rating hedonik rasa dan
tekstur, Formula M1:2 tidak memiliki nilai respon kesukaan tertinggi,
namun panelis menganggap formula M1:2 tidak berbeda nyata dengan
formula M2:1 yang mendapat nilai respon kesukaan tertinggi. Oleh karena
itu, formula M1:2 dapat dikatakan sebagai pangan tinggi serat karena
mengandung kadar serat mendekati 5 gram serat pangan per kemasan saji
sesuai dengan anjuran FDA yaitu 20% atau lebih berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) per kemasan saji.
63
sensitivitas pengukuran yang tinggi, yaitu hingga satuan ppm (part per
milion). Metode AAS menghasilkan data yang akurat.
Metode AAS berdasarkan pada prinsip pengukuran sinar yang
diserap oleh atom dari unsur-unsur. Setiap atom memiliki nilai
absorbansi yang khas yang dapat diukur pada panjang gelombang
tertentu. Agar atom dapat menyerap energi radiasi, maka atom dalam
bentuk gas diradiasi oleh sumber cahaya dengan panjang gelombang
yang sesuai dengan unsur yang dianalisis sehingga menyebabkan
terjadinya eksitasi, yaitu atom mengalami kenaikan tingkat energi.
Penyerapan energi ini bersifat selektif, yaitu hanya sinar dengan
panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap oleh suatu atom.
Hasil analisis kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn pada formula
bar terpilih (formula M1:2 yaitu formula dengan perbandingan tepung
jewawut dan ampas tahu= 1:2 serta minyak goreng) berturut-turut
adalah 2308 ppm, 63,9467 ppm, dan 16,2660 ppm (Lampiran 22).
2. Analisis fisik
Tekstur Obyektif
Pengukuran kekerasan tekstur dengan menggunakan alat
texture analyzer TA-XT2i dilakukan pada formula terbaik.
Pengukuran ini untuk melihat secara obyektif nilai kekerasan pada
formula terbaik. Kekerasan dinyatakan dalam satuan gram force.
Tingkat kekerasan yang rendah ditunjukkan dengan gaya yang
dibutuhkan untuk memecah produk pangan yang semakin rendah.
Gaya yang semakin tinggi menunjukkan bahwa produk tersebut
memiliki tekstur yang keras. Nilai kekerasan dapat dilihat pada
Lampiran 24. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa tingkat
kekerasan produk sebesar 851,65 gf.
Analisis Warna
Warna produk snack bar diamati secara kuantitatif
menggunakan chromameter CR-200 yang memberikan tiga nilai
pengukuran seperti yang terlihat pada Tabel 13.
64
Tabel 13. Hasil pengukuran warna produk snack bar.
Jenis
Rata-rata
Pengukuran
L 61,12±0,33
a 5,89±0,04
b 25,86±0,13
⁰Hue 77,23±0,05
65
Gambar 21. Label snack bar jewawut- ampas tahu
66
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Formula terbaik snack bar jewawut-ampas tahu adalah M1:2 dengan
perbandingan tepung jewawut : ampas tahu = 1:2 dan menggunakan minyak
goreng. Formula ini mengandung total serat pangan 13,42% (bk) dan aktivitas
antioksidan 3,76 mg eqivalen vitamin C/100g produk. Semakin banyak
penggunaan tepung jewawut, aktivitas antioksidan produk akan semakin
tinggi. Semakin banyak penggunaan tepung ampas tahu, kadar serat pangan
akan semakin tinggi kadar air 12,5% (bk), mineral 1,7% (bk), protein 12,65%
(bk), lemak 22,8% (bk), dan karbohidrat 62,86% (bk). Kandungan mineral
Fe, Zn, dan Ca yang terdapat pada formula terbaik berturut-turut adalah 64
ppm, 16 ppm, dan 2308 ppm. Hasil pengukuran warna formula M1:2 adalah
L= 61,12, a= +5,89, b= +2,86, dan ⁰Hue= 77,23. Tingkat kekerasan snack bar
jewawut- ampas tahu terpilih adalah 852 gram force.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan produk snack bar jewawut-
ampas tahu adalah perlunya diteliti hal-hal sebagai berikut:
1. Mengganti penggunan alpukat dalam snack bar karena menimbulkan
perubahan flavor akibat terjadinya oksidasi pada lemak alpukat dengan
bahan lain, misalnya peanut butter.
2. Mencari flavor lainnya agar menambah keberagaman rasa dari snack bar
jewawut-ampas tahu dan mencoba bahan lain yang bisa meningkatkan
nutrisinya.
3. Perlu dilakukan analisis finansial produk snack bar skala industri rumah
tangga.
67
DAFTAR PUSTAKA
Bergh, B. 1992. The avocado and human nutrition: some human health aspects of
the avocado. Proceedings of Second World Avocado Congress, California.
pp. 25-35.
Choi Y., Jeong, H., and Lee, J. 2007. Antioxidant Capacity of Methanolic Extract
From Some Grains Consumed in Korea. J. Food Chemistry. 103: 103-108.
Dykes L., Rooney L. W. 2006. Sorghum and Millet Phenols and Antioxidants. J.
Cereal Science. 44 (3):236-251.
68
FAO. 2009. Pennisetum glaucum. http://ecocrop.fao.org. [11 April 2010].
FDA. 2009. Food And Drugs Administration Departement of Health and Human
Services Subchapter B-Food for Human Consumption.
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfCFR/CFRSearch.cfm
?fr=101.54. [15 Mei 2010].
Gillies, M. T. 1974. Compressed Food Bars. Noyes Data Corporation. Park Ridge,
New Jersey.
Husain, E. 1993. Biskuit, crakers, cookies: pengenalan tentang aspek bahan baku,
teknologi, dan produksi. Makalah yang disampaikan dalam Seminar
Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Inayati, I. 1991. Biskuit Berprotein Tinggi dari Campuran Tepung Terigu, Tepung
Singkong, dan Tempe Kedelai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kulp, K., and Ponte, J. G. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology
Second Edition. Marcel Dekker, Inc., New York.
Manley, D. 2001. Biscuit, Crakers, and Cookie Recipes for The Food Industry.
Woodhead Publishing Limited, England.
69
Matz, S. A. dan Matz, T. D. 1978. Cookies and Crakers Technology. The AVI
Publishing Co., Inc,Westport, Connecticut.
McWilliams, M. 1979. Food Fundamental. 3rd Ed. John Willey & Sons Inc.,
Toronto.
Molyneux P. 2004. The Use of The Stable Free Radical DPPH for Estimate
Antioxidant Activity. Journal Science and Technology. 26(2): 211-219.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Kamus Gizi. PT Kompas Media Nusantara,
Jakarta.
Roizen, M. F. dan Puma, J. L. 2008. The Real Age Diet. Dian Rakyat, Jakarta.
Severson, D.K., 1998. Lactic acid fermentations. In: Nagodawithana, T.W., Reed,
G. (Eds.), Nutritional Requirements of Commercially Important
Microorganisms. Esteekay Associates, Milwaukee, USA.
Shurtleff, W., dan Aoyagi, A. 1975. The Book of Tofu. Autumn Express,
Massachusets.
70
Antioxidant Activity of Different Grain Types. Journal Cereal Chem.
84(2):169-174.
Soekirman, S., Kusuma, A., Pribadi, N., Martianto, D., Ariani, M., Idrus, J.
Hardinsyah, Syah, D., dan Mulya, F. C. (ed.). 2004. Ketahanan Pangan
dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI, Jakarta.
Suherman, O., Zairin, M., dan Awaluddin. 2005. Keberadaan dan Pemanfaatan
Plasma Nutfah Jewawut di Kawasan Lahan Kering Pulau Lombok.
Laporan Tahunan pusat Penelitian Serealia Balai Penelitian Tanaman
Serealia Maros, Sulawesi Selatan.
Verheij, E. W. M., dan Coroner, R. E. 1997. Prosea: Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara 2. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
71
Lampiran 1. Kuesioner uji rating hedonik
124
697
551
245
709
398
Keterangan : 1. sangat tidak suka 2. tidak suka 3. netral 4. suka 5. sangat suka
72
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik rasa
Panelis F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 4 5 4 3 3 3
2 4 4 3 1 1 2
3 4 4 2 2 2 3
4 4 3 4 3 2 3
5 4 4 4 4 4 3
6 4 4 3 2 1 1
7 4 4 4 2 2 2
8 3 4 3 2 3 3
9 5 4 5 2 2 2
10 3 3 3 3 2 2
11 4 4 3 2 2 2
12 3 4 3 2 2 2
13 4 3 4 2 2 2
14 4 5 5 2 2 2
15 5 3 3 2 2 2
16 4 3 4 1 3 1
17 3 2 3 3 3 2
18 3 3 3 2 2 1
19 4 4 3 2 2 2
20 3 3 2 3 2 1
21 3 2 3 2 2 3
22 3 3 4 2 2 3
23 3 3 2 1 1 1
24 3 4 3 2 1 1
25 2 2 3 4 3 3
26 3 2 3 2 2 2
27 3 2 4 1 1 1
28 4 3 4 2 2 3
29 5 4 3 2 2 3
30 3 4 3 1 1 1
Keterangan:
F1: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan minyak
goreng
F2: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan minyak
goreng
F3: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan minyak
goreng
F4: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan bubur
alpukat
F5: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan bubur
alpukat
F6: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan bubur
alpukat
73
Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tekstur
Panelis F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 3 4 4 3 2 3
2 4 4 2 2 2 2
3 4 4 3 3 3 3
4 4 2 3 3 2 3
5 5 3 2 4 5 3
6 4 5 3 3 2 2
7 4 3 2 2 2 2
8 3 5 4 2 3 3
9 4 3 4 3 3 2
10 3 3 4 3 2 3
11 3 3 3 2 2 2
12 3 4 4 4 2 2
13 3 4 4 3 2 2
14 3 4 4 3 2 2
15 4 3 3 2 4 2
16 4 4 3 2 4 2
17 3 3 3 2 2 2
18 2 3 3 3 3 2
19 4 3 3 3 3 3
20 3 4 3 1 1 1
21 3 4 3 1 2 2
22 3 3 4 3 2 3
23 3 3 2 2 2 2
24 2 3 4 3 2 2
25 3 4 4 3 3 3
26 4 3 3 2 2 2
27 3 3 4 2 2 2
28 3 3 4 3 2 3
29 5 4 3 4 2 2
30 4 4 3 3 1 1
Keterangan:
F1: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan minyak
goreng
F2: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan minyak
goreng
F3: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan minyak
goreng
F4: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan bubur
alpukat
F5: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan bubur
alpukat
F6: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan bubur
alpukat
74
Lampiran 4. Hasil analisis uji rating hedonic atribut rasa
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
rasa alpukat 90 2,08 ,753 ,079
minyak goreng 90 3,44 ,781 ,082
75
Lampiran 5. Hasil analisis uji rating hedonic atribut tekstur
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
tekstur alpukat 90 2,42 ,749 ,079
minyak goreng 90 3,40 ,700 ,074
76
Lampiran 6. Hasil analisis kandungan serat pangan keenam formula
77
Lampiran 7. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan tak larut (IDF)
k.serattdklarut
a,b
Duncan
Subset
A N 1 2 3
2:1 4 8,255525
1:1 4 10,154650
1:2 4 12,233775
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,018.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.serattdklarut alpukat 6 11,861617 1,8046922 ,7367625
minyak goreng 6 8,567683 1,7686317 ,7220409
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
78
Lampiran 8. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan larut (SDF)
k.seratlarut
a,b
Duncan
Subset
A N 1 2 3
2:1 4 2,290900
1:1 4 2,586675
1:2 4 2,939275
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.seratlarut alpukat 6 3,020083 ,3058160 ,1248488
minyak goreng 6 2,191150 ,2901193 ,1184407
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
79
Lampiran 9. Hasil pengolahan data analisis kadar serat total (TDF)
k.serattotal
a,b
Duncan
Subset
A N 1 2 3
2:1 4 10,546425
1:1 4 12,741300
1:2 4 15,173050
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,021.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.serattotal alpukat 6 14,881700 2,0979297 ,8564762
minyak goreng 6 10,758817 2,0514683 ,8375084
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
80
Lampiran 10. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung jewawut,
tepung ampas tahu, dan produk
Konsentrasi
Absorbansi kontrol-absorbansi
(ppm)
5 0.8575 0.1865
10 0.7280 0.3160
15 0.5930 0.4510
20 0.4580 0.5860
25 0.2625 0.7815
1,0000
0,8000 y = 0,029x + 0,026
Absorbansi
0,6000 R² = 0,992
0,4000
0,2000
0,0000
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi asam askorbat (ppm)
Produk
Konsentrasi Kontrol-
Absorbansi
(ppm) Absorbansi
5 0,855 0,189
10 0,728 0,316
15 0,593 0,451
20 0,458 0,586
25 0,262 0,782
81
0,9
0,8
0,7 y = 0,028x + 0,0291
Absorbansi 0,6 R² = 0,992
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi Asam Askorbat (ppm)
82
Lampiran 11. Hasil pengolahan data analisis aktivitas antioksidan
antioksidan
a,b
Duncan
Subset
A N 1 2 3
1:2 4 2.867800
1:1 4 3.198800
2:1 4 4.023975
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .019.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
antioksidan alpukat 6 2,470383 ,5010406 ,2045490
minyak goreng 6 4,256667 ,5876675 ,2399143
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
83
Lampiran 12. Data analisis kadar air tepung jewawut, tepung ampas tahu, dan
produk
84
Lampiran 13. Hasil pengolahan data analisis kadar air
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.air alpukat 6 37,178893 1,7578554 ,7176415
minyak goreng 6 13,994190 1,5433921 ,6300872
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
85
Lampiran 14. Data analisis kadar abu tepung jewawut, tepung ampas tahu, dan
produk.
86
Lampiran 15. Hasil pengolahan data analisis kadar abu produk.
k.abu
a,b
Duncan
Subset
A N 1 2
2:1 4 1,936889
1:1 4 2,053597
1:2 4 2,094280
Sig. 1,000 ,386
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,004.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.abu alpukat 6 2,409894 ,1039318 ,0424300
minyak goreng 6 1,646617 ,0683328 ,0278967
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
87
Lampiran 16. Data analisis kadar protein tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk
88
Lampiran 17. Hasil pengolahan data analisis kadar protein produk.
k.protein
a,b
Duncan
Subset
A N 1 2 3
2:1 4 11,718975
1:1 4 13,171975
1:2 4 13,952204
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,042.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.protein alpukat 6 14,108983 1,1832259 ,4830499
minyak goreng 6 11,786453 ,8688782 ,3547181
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
89
Lampiran 18. Data analisis kadar lemak tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk
90
Lampiran 19. Hasil pengolahan data analisis kadar lemak produk.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.lemak alpukat 6 8,703882 ,6221704 ,2540000
minyak goreng 6 22,555418 ,9810981 ,4005316
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
91
Lampiran 20. Data analisis kadar karbohidrat tepung jewawut, tepung ampas
tahu, dan produk
92
Lampiran 21. Hasil pengolahan data analisis kadar karbohidrat produk.
k.karbohdrat
a,b
Duncan
Subset
A N 1 2
1:2 4 67,828125
1:1 4 69,755025
2:1 4 70,600000
Sig. 1,000 ,088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,344.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.
Group Statistics
Std. Error
B N Mean Std. Deviation Mean
k.karbohdrat alpukat 6 74,777217 1,7581243 ,7177513
minyak goreng 6 64,011550 1,0758661 ,4392205
Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)
93
Lampiran 22. Data kandungan mineral snack bar formula terbaik
Jenis
Data Pengukuran Rata-rata
Pengukuran
1 2 3
L 61,32 60,65 61,38 61,12±0,33
a 5,92 5,90 5,84 5,89±0,04
b 26,01 25,78 25,78 25,86±0,13
⁰Hue 77,20 77,20 77,30 77,23±0,05
Kekerasan
Ulangan (gram Rata-rata
force)
856,0
I 885,2 862,5667
846,5
851,6500±15,4385
807,6
II 859,9 840,7333
854,7
94