Professional Documents
Culture Documents
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 54 tahun
Alamat : Jalan Pemuda, Tanjung Karang
Agama : Islam
Pekerjaan : Jualan ayam potong
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tgl. Masuk RS : 25/8/2010
Dirawat yang ke : Pertama
1
Perlahan lengan dan tungkai kanan pasien terasa lemas dan sulit
digerakkan, pasien menjadi sulit bicara dan sedikit pelo, pasien tidak
dapat menelan makanan. Untuk berbicara pasien membutuhkan waktu
yang lama dan hanya beberapa patah kata, tidak dapat menjawab secara
spontan, dan kebanyakan hanya menjawab dengan anggukan dan
menggeleng. Setelah 2 hari dirawat suara pasien tidak pelo lagi, namun
sedikit serak. Sakit kepala dirasakan pada sisi kanan yang berpindah-
pindah, makin lama semakin sakit namun nyerinya tidak berat dan terasa
berdenyut-denyut, sakit kepala tidak disertai dengan muntah ataupun
gangguan pengelihatan. berlangsung di pagi hari, lamanya sakit kepala
bisa berjam-jam, dan mereda bila minum obat.
2
sebagai pegawai negeri. Pasien sekarang tinggal hanya dengan
suaminya, karena anak-anaknya sudah berkeluarga semua.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4M6V5)
E4 = membuka mata secara spontan
M6 = mengikuti perintah
V5 = orientasi baik dengan disatria
Vital sign :
Tekanan darah : 160 / 120 mmHg
Nadi : 112 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Gizi : overweight
Status Generalis
Kepala : Normocephalic
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik
palpebra udema (-/-)
Telinga : Liang lapang, serumen (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan
cuping hidung (-)
Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-)
Leher :
Pembesaran KGB : (-)
Trakhea : Sentral
Pembesaran tiroid : (-)
JVP : Tidak meningkat
3
Toraks :
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas atas: intercostal II garis parasternal kiri
Batas kanan: garis parasternal kanan IV
Batas kiri: intercostal V garis midklavikula
kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (+)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronkhi (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar dan simetris
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Extremitas :
Superior : oedem (-/-),sianosis (-/-),turgor kulit
baik
Inferior : oedem (-/-),sianosis(-/-), turgor kulit baik
4
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
N. Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
5
Ramus oftalmikus : Normal / Normal
Ramus maksilaris : Normal / Normal
Ramus mandibularis : Normal / Normal
Motorik
M.maseter : Baik/Baik
M.tempolaris : Baik/Baik
M.pterigoideus lateralis : Baik/Baik
Refleks
Refleks kornea (sensoris N.VI, motoris N.VII) : (+/+)
Refleks bersin : Tidak dilakukan
N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : Simetris
Tertawa : Sudut bibir kanan tertinggal
Meringis : Sudut bibir kanan tertinggal
Bersiul : Bibir lebih tertarik ke kiri
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk
Mengerutkan dahi : Simetris bilateral
Menutup mata kuat-kuat : Simetris bilateral
Mengembungkan pipi : Kanan lebih lemah
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : (+) normal
N. Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
Ketajaman pendengaran : (+/+)
Tinitus : (-/-)
N.vestibularis
Test vertigo : Tidak dilakukan
Nistagmus : (-/-)
6
N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)
Suara bindeng/nasal : (-)
Posisi uvula : Sulit dilihat
Palatum mole : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoparingeus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Refleks batuk : (+)
Refleks muntah : (+)
Peristaltik usus : Bising usus (+) normal
Bradikardi : (-)
Takikardi : (+)
N. Accesorius (N.XI)
M.Sternocleidomastodeus : ( Normal/Normal )
M.Trapezius : ( Normal/Normal )
N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : Ke kanan,(lidah pada saat dijulurkan)
Disartria : (+)
7
Sistem motorik Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri
Gerak : (hipoaktif/aktif) (hipoaktif/aktif)
Kekuatan otot : (1/5) (1/5)
Tonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Klonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Tropi : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Refleks fisiologis : Biceps (+/+) Pattela (+/+)
Triceps (+/+) Achiles (+/+)
Refleks patologis : Hoffman trommer (+/-)
Babinsky (+/-)
Chaddock (+/-)
Oppenheim (+/-)
Schaefer (+/-)
Gordon (-/-)
Gonda (+/-)
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)
Rasa raba : (+/+)
Rasa nyeri : (+/+)
Rasa suhu panas : (+/+)
Rasa suhu dingin : (+/+)
Proprioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : (+/+)
Rasa getar : Tidak dilakukan
Rasa nyeri dalam : (+/+)
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Asteriognosis/taktil : (-)
Grafognosis : (-)
Two point discrimination : Tidak dilakukan.
Koordinasi
Tes telunjuk hidung : (+/+)
Tes pronasi supinasi : (+/-)
8
Susunan saraf otonom
Miksi : Inkontinensia uri
Defekasi : Tidak ada keluhan
Salivasi : Normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Score Djoenaidi
a. TIA sebelun serangan : Tidak ada
=0
b. Permulaan serangan : Mendadak
= 6,5
c. Waktu serangan : Duduk
=1
d. Sakit kepala : Tidak ada
=0
e. Muntah : Tidak ada
=0
f. Kesadaran : Tidak ada gangguan
=0
g. TD sistole : Waktu MRS ( 150/80)
=1
h. Tanda rangsangan : Kaku kuduk tidak ada
=0
i. Pupil : Isochor
=0
j. Fundus Oculi : Tidak dilakukan
Jumlah = 8,5
9
Total Score :
> 20 : Stroke Hemoragic
< 20 : Stroke Non Hemoragic
RESUME
Pasien laki-laki umur 75 tahun, MRS RSUD AM 21 Agustus 2008
datang dengan lengan dan tungkai kanan lemah untuk digerakkan.
Pingsan (-), Vomittus (-), Disartria (+), Batuk Berdahak (+), Disfagi (+).
Pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compas Mentis, GCS E4M6V5
TD = 140/70 mmHg. Nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit,
suhu 37,1o C.
Pemeriksaan neurologis ditemukan : hemiparese dextra, parese N.VII
dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe
central.
Refleks patologis : Babinsky (+/-), Chaddock (+/-), openheim (+/-),
Schaefer (+/-), Gordon (-/-), Gonda (+/-).
Algoritma stroke gajah mada : penurunan kesadaran (-),
nyeri kepala (-), Refleks babinsky (+).
Djunaidi skor : 8,5 (< 20 = Stroke Non Hemoragic)
DIAGNOSIS
Klinis = hemiparese dextra, parese N.VII dextra tipe central,
parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe
central, Hernia Scrotalis Congenital Dextra Reponible
Topis = Sub Korteks Serebri Sinistra
Etiologi = Stroke non haemoragik e.c. trombosis cerebri
Faktor resiko : Hipertensi
Riwayat Diabetes Mellitus
Usia
PENATALAKSANAAN
Umum
Tirah baring 30o
Konsul Sp.PD dan Sp.BU
10
Dietetik : Diet 1800 kalori per sonde, makanan bubur saring
rendah (garam,lemak)
Therapi medikamentosa
- Infus ringer laktat 20 tts/mnt
- Dower cateter
- Captopril 25 mg 2x1
- Neurodek inj 1 amp/12 jam
- Piracetam inj 3 gr / 8 jam.
- OBH syr 3x1 C
Rehabilitasi
- Nursing rehabilitasi : pindah posisi (alih baring) tiap 2 jam
- Speech therapy
- Mobilisasi pasif
- Ocupasi
- Psikologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia darah
29 Agustus 2008
Natrium : 145 mmol/dl (N : 135-150)
Kalium : 3,4 mmol/dl (N : 3,5-5,5)
Calsium : 9,5 mmol/dl (N : 8,8-10,5)
Chlorida : 114 mmol/dl (N : 98-110)
2 September 2008
GDS : 65 mg/dl (N : 70-200)
5 September 2008
Gula darah nacture : 209 mg/dL (N : <120 mg/dL)
11
PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Thoraks foto AP
2. EKG
3. CT – Scan
PROGNOSA
- Quo ad vitam = Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam = Dubia ad malam
- Quo ad Fungsionam = Dubia ad malam
12
FOLLOW UP
2 5
2 5
2 5
2 5
2 5
2 5
13
pusing Neurodex 2x1
TD : 140/70 mmHg Ranitidin 2x1
N : 72 x/menit
S : 36,2
P : 18 x/menit
2 5
2 5
14
2 5 Diltiazem 30 mg 3x1
2 5 Humolin 8 u/8 jam
Diet 1900 kalori
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
01-09-2008 Batuk berkurang, malam tidak bisa Diltiazem 30 mg 3x1
tidur Captopril 12,5 mg 2x1
TD : 150/80 mmHg Ranitidin 2x1
N : 86 x/menit Aspilet 1x1
S : 36,5 Neurodex 2x1
P : 18 x/menit
2 5
2 5
GDS : 65
Urin kuning kecoklatan
15
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
05-09-2008 Badan lemas, kalau minum tersedak, Diltiazem 30 mg 3x1
susah menelan Captopril 12,5 mg 2x1
TD : 130/70 mmHg Ranitidin 2x1
N : 80 x/menit Aspilet 1x1
S : 36,8 Neurodex 2x1
P : 28 x/menit
2 5
2 5
16
STROKE NON HEMORAGIK (STROKE ISCHEMIK)
DEFINISI
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat, lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukan penyebab selain
dari gangguan vaskuler.
KLASIFIKASI
Stroke ischemik dijumpai dalam 4 bentuk klinis :
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu > 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
PATOFISIOLOGI
Infark sistematik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuk ateroma) dan arteriosklerosis. Ateroklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara :
- Menyepitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah oleh karena terjadinya
trombus atau pendarahan ateroma.
- Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas
sebagai emboli.
17
- Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil :
1. Penemuan klinis
Anamnesis
- Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak (+)
- Tanpa trauma kepala (-)
- Adanya faktor resiko gangguan peredaran darah otak
(GPDO) (+)
18
Pemeriksaan fisik
- Adanya defisit neurologik fokal (-)
- Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
(+)
- Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah
lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan (belum dilakukan)
- Scan tomografik
- Anginografi serebral
- Pemeriksaan LCS
3. Pemeriksaan lain-lain (belum dilakukan)
- Untuk menemukan faktor resiko, seperti darah rutin (Hb, Ht,
leukosit, eritrosit, LED), hitung jenis.
- Komponen kimia darah, gas, elektrolit.
- Doppler, EKG, ekokardiografi, dll.
THERAPY
Dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut :
1. Fase akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
- Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya tidak
mengancam fungsi otak.
- Respirasi : jalan nafas harus bersih dan longgar.
- Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau dengan
EKG.
19
- Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal,
dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.
- Kadar gula darah yang tinggi pada fase akut, tidak
diturunkan dengan drastis, terlebih pada penderita DM lama.
- Bila gawat atau koma : balans cairan, elektrolit dan asam
basa darah harus dipantau.
20
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental dengan
fisiotherapy, therapy wicara dan psikotherapy.
b. Therapy preventif
Tujuannya mencegah terulangnya serangan baru sroke dengan
mengobati dan menghindari faktor-faktor resko stroke seperti :
pengobatan hipertensi, mengobati DM, menghindari rokok, obesitas,
stres dan olahraga teratur.
21
Psikolog, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas ,
termasuk keluarganya.
Rehabilitasi pada jangka pendek dikerjakan pada tahap akut dan awal,
dengan tujuan agar penderita secepat mungkin dapat bangkit dari tempat
tidur dan bebas dari ketergantungan pada pihak lain terutama dalam
kegiatan hidup sehari-hari misalnya makan, minum, dan ganti
pakaian.Sementara,harapan rehabilitasi adalah percepatan pemulihan
keadaan sekaligus mengurangi derajat ketidakmampuan.
22
2. Tak ada penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari
waktu yang diperlukan.Istirahat baring pada awalnya memberi rasa
tenteram kepada penderita maupun kepada penderita maupun kepada
pihak penolong, tetapi hal demikian ini sebenarnya merupakan sumber
timbulnya dekubitus, kontraktur, tromboplebitis, bronkopneumonia,
atrofi otot skelet, osteoporosis dengan batu ginjal, dan yang paling
mengancam adalah munculnya emboli paru-paru dan hilangnya
kemauan penderita untuk aktif bergerak
3. Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang
penderita, dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita
seutuhnya.
4. Salah satu factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah adanya
kontinuitas perawatan. Begitu rehabilitasi dimulai maka kemajuan
penderita harus selalu dipantau untuk mengetahui kapan dicapai suatu
tahap plateau, apabila keadaan ini sudah dicapai maka ada indikasi
untuk mengubah metode terapi.
5. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan
jaringan otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskular yang masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan
yang masih dapat diperbaikan dengan latihan.
6. Program rehabilitasi harus bersifat individal,dan tidak ada atau tidak
dapat diberlakukan suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa
penderita maka program rehabilitasi dapat sedemikian sederhana
sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi sedemikian
kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yang
terampil dan berpengalaman.
7. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan
terjadinya serangan ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada
factor-foktor risiko yang mungkin ada pada penderita yang
bersangkutan.
8. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya
sekedar obyek rehabilitasi. Pihak medik, peramedik,dan pihak lainnya
23
termasuk keluarga penderita, berperan untuk memberikan pengertian,
petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu mempunyai
motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan
kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong
dan diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan
hidup sehari-hari ditengah-ditengah keluarganya.
Tahap-tahap rehabilitasi :
Tahap akut
Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut,
maka tingkat ketidak mampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera
dievaluasi. Lagkah-langkah evaluasi adalah :
24
perlu dipahami. Terutama yang hemiplegi, atau kehilangnya
kemampuan berkomunikasi secara wajar.Status mental penderita perlu
pula dimengerti,terutama yang berkaitan dengan kemampuan belajar
atau bekerja, intelegensi, memori orientasi waktu, dan ruang, serta
persepsi dan adaptasi terhadap stres.
Pada tahap awal rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang
terdiri dari menggerakan semua sendi anggota tubuh yang lumpuh, apabila
dipandang mempunyai cukup kekuatan untukmenggerakan sendi sampai
terjadi reng of motion (ROM) secara penuh.Bila paralisis ataupun paresis
yang berat maka diperlukan latihan gerakan sendi secara pasif oleh perawat,
fisioterapi, tau keluarga, sampai penderita mampu menggerakan sendinya.
Aktivasi elevasi
Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi
terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan
meninggikan letak kepala secara bertahap,kemudian posisi setengah
dudukdan posisi duduk.Setelah penderita mampu duduk sendiri maka
berikutnya adalah latihan duduk dengan kedua tungkai menjuntai di sisi
tempat tidur.
Latihan berdiri
Latihan berjalan
25
keluarga.Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars, kemudian diganti
dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid).
Fisoterapi
Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang
terdiri dari progressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang
diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot – otot tersebut antaralain
depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan,
ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang
lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan
fungsional.Latihan penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad
kelemahan yang terjadi,dan latihan untuk sekelompok otot tertentu akan
bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active manual resistive,
progresive active active exercise sampai pada progresive exercise.
Tahap lanjut
26
akan bertambah rumit apabila penderita kehilangan kemauan atau semangat
untuk bekerja sesuai kemampuannya yang masih dimiliki.
a. Spastisitas
d. Depresi
27
pemulihan . Reaksi deppresi ini harus diatasi segera dengan
medikamentosa dan dukungan psikologik,antara lain :
1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadap
pasien.
28
DAFTAR PUSTAKA
29