You are on page 1of 29

STATUS NEUROLOGIS

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek


Bandar Lampung

Nama : Ahmad Muhlisin (05180110


Muhammad Aditya (0518011018)
Tanggal pemeriksaan : 26/8/2010

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 54 tahun
Alamat : Jalan Pemuda, Tanjung Karang
Agama : Islam
Pekerjaan : Jualan ayam potong
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tgl. Masuk RS : 25/8/2010
Dirawat yang ke : Pertama

II. RIWAYAT PENYAKIT


Anamnesis : Autoanamnesa dan Alloanamnesa (anak pasien)

Keluhan utama : Lengan dan tungkai kanan lemas


Keluhan tambahan : Sakit kepala, bicara sulit dan sedikit pelo,
sulit menelan

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan lengan dan tungkai kanan lemas dan sulit
digerakkan sejak ± 2 hari yang lalu dan terjadi setelah pasien terjatuh di
kamar mandi namun pasien tidak pingsan, tidak muntah, dan tidak
merasakan nyeri kepala yang hebat. Saat itu bicara pasien tidak pelo,
dan sempat menceritakan kejadiannya sebelum dibawa ke rumah sakit.

1
Perlahan lengan dan tungkai kanan pasien terasa lemas dan sulit
digerakkan, pasien menjadi sulit bicara dan sedikit pelo, pasien tidak
dapat menelan makanan. Untuk berbicara pasien membutuhkan waktu
yang lama dan hanya beberapa patah kata, tidak dapat menjawab secara
spontan, dan kebanyakan hanya menjawab dengan anggukan dan
menggeleng. Setelah 2 hari dirawat suara pasien tidak pelo lagi, namun
sedikit serak. Sakit kepala dirasakan pada sisi kanan yang berpindah-
pindah, makin lama semakin sakit namun nyerinya tidak berat dan terasa
berdenyut-denyut, sakit kepala tidak disertai dengan muntah ataupun
gangguan pengelihatan. berlangsung di pagi hari, lamanya sakit kepala
bisa berjam-jam, dan mereda bila minum obat.

Pasien baru menyadari menderita hipertensi kurang lebih sekitar 6 bulan


yang lalu saat berobat ke dokter, dan rutin berobat.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah merasakan kelemahan pada anggota gerak
sebelumnya.
- Pasien sering merasakan sakit kepala pada sisi kanan, nyeri dirasakan
berpindah-pindah, sakitnya tidak berat, biasanya berlangsung di pagi
hari, hilang sendiri ataupun menghilang dengan obat.
- Kencing manis (sering haus, sering lapar, sering buang air kecil
malam hari) disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (ayah pasien)

Riwayat Sosio Ekonomi


Pasien bekerja mengelola ayam potong. Penghasilan pasien terbilang
mencukupi kebutuhan ia dan suaminya, suaminya pun masih bekerja

2
sebagai pegawai negeri. Pasien sekarang tinggal hanya dengan
suaminya, karena anak-anaknya sudah berkeluarga semua.

III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4M6V5)
E4 = membuka mata secara spontan
M6 = mengikuti perintah
V5 = orientasi baik dengan disatria
Vital sign :
Tekanan darah : 160 / 120 mmHg
Nadi : 112 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Gizi : overweight

Status Generalis
Kepala : Normocephalic
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik
palpebra udema (-/-)
Telinga : Liang lapang, serumen (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan
cuping hidung (-)
Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-)
Leher :
Pembesaran KGB : (-)
Trakhea : Sentral
Pembesaran tiroid : (-)
JVP : Tidak meningkat

3
Toraks :
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas atas: intercostal II garis parasternal kiri
Batas kanan: garis parasternal kanan IV
Batas kiri: intercostal V garis midklavikula
kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (+)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronkhi (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar dan simetris
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Extremitas :
Superior : oedem (-/-),sianosis (-/-),turgor kulit
baik
Inferior : oedem (-/-),sianosis(-/-), turgor kulit baik

4
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Saraf cranialis (Kanan/kiri)


N. Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : Normosmia / Normosmia
N. Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : 3/60 (B.S) / 3/60 (B.S)
Lapang penglihatan : Sama dengan pemeriksa
Tes warna : tidak buta warna
Fundus oculi : Tidak dilakukan

N. Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)


Kelopak mata
Ptosis : (-/-)
Endophtalmus : (-/-)
Exopthalmus : (-/-)
Pupil
Ukuran : (3 mm / 3 mm)
Bentuk : (Bulat / Bulat)
Isokor/anisokor : (Isokor / Isokor)
Posisi : (Sentral / Sentral)
Refleks cahaya lansung : (+/+)
Refleks chy tdk langsung : (+/+)
Gerakan bola mata
Medial, lateral : (+/+)
Superior, inferior : (+/+)
Obliqus, superior : (+/+)
Obliqus, inferior : (+/+)
Refleks pupil akomodasi : (+/+)
Refleks pupil konvergensi: (+/+)

N. Trigeminus (N.V)
Sensibilitas

5
Ramus oftalmikus : Normal / Normal
Ramus maksilaris : Normal / Normal
Ramus mandibularis : Normal / Normal
Motorik
M.maseter : Baik/Baik
M.tempolaris : Baik/Baik
M.pterigoideus lateralis : Baik/Baik
Refleks
Refleks kornea (sensoris N.VI, motoris N.VII) : (+/+)
Refleks bersin : Tidak dilakukan

N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : Simetris
Tertawa : Sudut bibir kanan tertinggal
Meringis : Sudut bibir kanan tertinggal
Bersiul : Bibir lebih tertarik ke kiri
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk
Mengerutkan dahi : Simetris bilateral
Menutup mata kuat-kuat : Simetris bilateral
Mengembungkan pipi : Kanan lebih lemah
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : (+) normal

N. Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
Ketajaman pendengaran : (+/+)
Tinitus : (-/-)

N.vestibularis
Test vertigo : Tidak dilakukan
Nistagmus : (-/-)

6
N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)
Suara bindeng/nasal : (-)
Posisi uvula : Sulit dilihat
Palatum mole : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoparingeus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Refleks batuk : (+)
Refleks muntah : (+)
Peristaltik usus : Bising usus (+) normal
Bradikardi : (-)
Takikardi : (+)
N. Accesorius (N.XI)
M.Sternocleidomastodeus : ( Normal/Normal )
M.Trapezius : ( Normal/Normal )
N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : Ke kanan,(lidah pada saat dijulurkan)
Disartria : (+)

Tanda perangsangan selaput otak


Kaku kuduk : (-)
Krnig test : (-)
Lasseque test : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)

7
Sistem motorik Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri
Gerak : (hipoaktif/aktif) (hipoaktif/aktif)
Kekuatan otot : (1/5) (1/5)
Tonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Klonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Tropi : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Refleks fisiologis : Biceps (+/+) Pattela (+/+)
Triceps (+/+) Achiles (+/+)
Refleks patologis : Hoffman trommer (+/-)
Babinsky (+/-)
Chaddock (+/-)
Oppenheim (+/-)
Schaefer (+/-)
Gordon (-/-)
Gonda (+/-)
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)
Rasa raba : (+/+)
Rasa nyeri : (+/+)
Rasa suhu panas : (+/+)
Rasa suhu dingin : (+/+)
Proprioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : (+/+)
Rasa getar : Tidak dilakukan
Rasa nyeri dalam : (+/+)
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Asteriognosis/taktil : (-)
Grafognosis : (-)
Two point discrimination : Tidak dilakukan.

Koordinasi
Tes telunjuk hidung : (+/+)
Tes pronasi supinasi : (+/-)

8
Susunan saraf otonom
Miksi : Inkontinensia uri
Defekasi : Tidak ada keluhan
Salivasi : Normal

Fungsi luhur
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik

Score Djoenaidi
a. TIA sebelun serangan : Tidak ada
=0
b. Permulaan serangan : Mendadak
= 6,5
c. Waktu serangan : Duduk
=1
d. Sakit kepala : Tidak ada
=0
e. Muntah : Tidak ada
=0
f. Kesadaran : Tidak ada gangguan
=0
g. TD sistole : Waktu MRS ( 150/80)
=1
h. Tanda rangsangan : Kaku kuduk tidak ada
=0
i. Pupil : Isochor
=0
j. Fundus Oculi : Tidak dilakukan
Jumlah = 8,5

9
Total Score :
> 20 : Stroke Hemoragic
< 20 : Stroke Non Hemoragic

RESUME
Pasien laki-laki umur 75 tahun, MRS RSUD AM 21 Agustus 2008
datang dengan lengan dan tungkai kanan lemah untuk digerakkan.
Pingsan (-), Vomittus (-), Disartria (+), Batuk Berdahak (+), Disfagi (+).
Pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compas Mentis, GCS E4M6V5
TD = 140/70 mmHg. Nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit,
suhu 37,1o C.
Pemeriksaan neurologis ditemukan : hemiparese dextra, parese N.VII
dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe
central.
Refleks patologis : Babinsky (+/-), Chaddock (+/-), openheim (+/-),
Schaefer (+/-), Gordon (-/-), Gonda (+/-).
Algoritma stroke gajah mada : penurunan kesadaran (-),
nyeri kepala (-), Refleks babinsky (+).
Djunaidi skor : 8,5 (< 20 = Stroke Non Hemoragic)

DIAGNOSIS
Klinis = hemiparese dextra, parese N.VII dextra tipe central,
parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe
central, Hernia Scrotalis Congenital Dextra Reponible
Topis = Sub Korteks Serebri Sinistra
Etiologi = Stroke non haemoragik e.c. trombosis cerebri
Faktor resiko : Hipertensi
Riwayat Diabetes Mellitus
Usia
PENATALAKSANAAN
Umum
Tirah baring 30o
Konsul Sp.PD dan Sp.BU

10
Dietetik : Diet 1800 kalori per sonde, makanan bubur saring
rendah (garam,lemak)
Therapi medikamentosa
- Infus ringer laktat 20 tts/mnt
- Dower cateter
- Captopril 25 mg 2x1
- Neurodek inj 1 amp/12 jam
- Piracetam inj 3 gr / 8 jam.
- OBH syr 3x1 C
Rehabilitasi
- Nursing rehabilitasi : pindah posisi (alih baring) tiap 2 jam
- Speech therapy
- Mobilisasi pasif
- Ocupasi
- Psikologi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia darah
29 Agustus 2008
Natrium : 145 mmol/dl (N : 135-150)
Kalium : 3,4 mmol/dl (N : 3,5-5,5)
Calsium : 9,5 mmol/dl (N : 8,8-10,5)
Chlorida : 114 mmol/dl (N : 98-110)

2 September 2008
GDS : 65 mg/dl (N : 70-200)

5 September 2008
Gula darah nacture : 209 mg/dL (N : <120 mg/dL)

Gula darah 2 jam PP : 251 mg/dL (N : <140 mg/dL)

11
PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Thoraks foto AP
2. EKG
3. CT – Scan

PROGNOSA
- Quo ad vitam = Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam = Dubia ad malam
- Quo ad Fungsionam = Dubia ad malam

12
FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi


21-08-2008 Hemiplegi dextra Infus Tutofusin15 tts/mnt
Aspilet 1x1
Ranitidin 2x1
Neurodex 2x1

22-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan lemas Infus RL 20 tetes/menit


sulit digerakkan Aspilet 1x1
Riwayat DM & hipertensi, bicara Ranitidin 2x1
pelo, nyeri di ulu hati Neurodex 2x1
GCS 15 E4V5M6
TD : 150/80 mmHg

2 5
2 5

23-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih Infus RL 20 tetes/menit


sulit digerakkan, bicara masih pelo, Aspilet 1x1
batuk Ranitidin 2x1
TD : 130/80 mmHg Neurodex 2x1

2 5
2 5

24-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih Infus RL 20 tetes/menit


sulit digerakkan, bicara masih pelo, Aspilet 1x1
batuk Ranitidin 2x1
TD : 130/80 mmHg Neurodex 2x1

2 5
2 5

25-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan masih Diltiazem 30 mg 3x1


sulit digerakkan, bicara masih pelo Aspilet 1x1
TD : 140/80 mmHg Neurodex 2x1
Ranitidin 2x1
2 5
2 5

26-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan sulit Diltiazem 30 mg 3x1


digerakkan, batuk,bicara pelo, kepala Aspilet 1x1

13
pusing Neurodex 2x1
TD : 140/70 mmHg Ranitidin 2x1
N : 72 x/menit
S : 36,2
P : 18 x/menit
2 5
2 5

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM
27-08-2008 Lengan kanan & tungkai kanan sulit Diltiazem 30 mg 3x1
digerakkan, batuk,bicara pelo, kepala Aspilet 1x1
pusing Neurodex 2x1
TD : 140/70 mmHg Ranitidin 2x1
N : 72 x/menit Metfarmin 500 mg 1x1
S : 36,2
P : 18 x/menit
2 5
2 5

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM
28-08-2008 Batuk, badan lemas, tidak bisa tidur, Diltiazem 30 mg 3x1
kepala pusing Aspilet 1x1
TD : 130/70 mmHg Neurodex 2x1
N : 78 x/menit Ranitidin 2x1
S : 36,4 Glibenklamid 5 mg 1/2x1
P : 18 x/menit
2 5
2 5

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM
29-08-2008 Batuk, badan lemas Infus Rl 20 tetes/menit
TD : 150/70 mmHg Captopril 12,5 mg 2x1
N : 80 x/menit Ranitidin 2x1
S : 36,4 Aspilet 1x1
P : 18 x/menit Neurodex 2x1
2 5 Diltiazem 30 mg 3x1
2 5 Humolin 8 u/8 jam
Diet 1900 kalori
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
30-08-2008 Batuk, badan lemas, demam Infus Rl 20 tetes/menit
TD : 150/80 mmHg Captopril 12,5 mg 2x1
N : 86 x/menit Ranitidin 2x1
S : 37,6 Aspilet 1x1
P : 18 x/menit Neurodex 2x1

14
2 5 Diltiazem 30 mg 3x1
2 5 Humolin 8 u/8 jam
Diet 1900 kalori
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
01-09-2008 Batuk berkurang, malam tidak bisa Diltiazem 30 mg 3x1
tidur Captopril 12,5 mg 2x1
TD : 150/80 mmHg Ranitidin 2x1
N : 86 x/menit Aspilet 1x1
S : 36,5 Neurodex 2x1
P : 18 x/menit
2 5
2 5

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM
02-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang Diltiazem 30 mg 3x1
TD : 120/60 mmHg Captopril 12,5 mg 2x1
N : 78 x/menit Ranitidin 2x1
S : 36,5 Aspilet 1x1
P : 20 x/menit Neurodex 2x1
2 5
2 5

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM
03-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang Diltiazem 30 mg 3x1
TD : 120/60 mmHg Captopril 12,5 mg 2x1
N : 78 x/menit Ranitidin 2x1
S : 36,5 Aspilet 1x1
P : 18 x/menit Neurodex 2x1
2 5
2 5

GDS : 65
Urin kuning kecoklatan

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM
04-09-2008 Badan lemas, batuk berkurang Diltiazem 30 mg 3x1
TD : 120/60 mmHg Captopril 12,5 mg 2x1
N : 78 x/menit Ranitidin 2x1
S : 36,5 Aspilet 1x1
P : 18 x/menit Neurodex 2x1
2 5
2 5

15
D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese
N VII + DM
05-09-2008 Badan lemas, kalau minum tersedak, Diltiazem 30 mg 3x1
susah menelan Captopril 12,5 mg 2x1
TD : 130/70 mmHg Ranitidin 2x1
N : 80 x/menit Aspilet 1x1
S : 36,8 Neurodex 2x1
P : 28 x/menit
2 5
2 5

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM
06-09-2008 Badan lemas, kalau minum tersedak, Diltiazem 30 mg 3x1
susah menelan Captopril 12,5 mg 2x1
TD : 140/80 mmHg Ranitidin 2x1
N : 80 x/menit Aspilet 1x1
S : 36,6 Neurodex 2x1
P : 20 x/menit Citicholin 250 mg 2x1
2 5
2 5

D/ Hemiplegi dextra ac SNH + parese


N VII + DM

16
STROKE NON HEMORAGIK (STROKE ISCHEMIK)

DEFINISI
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat, lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukan penyebab selain
dari gangguan vaskuler.

KLASIFIKASI
Stroke ischemik dijumpai dalam 4 bentuk klinis :
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu > 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.

3. Stroke Progresif (Stroke In Evolution)


Gejala neurologik makin lama makin berat
4. Stroke Komplit (Stroke Permanent)
Gejala klinis sudah menetap

PATOFISIOLOGI
Infark sistematik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuk ateroma) dan arteriosklerosis. Ateroklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara :
- Menyepitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah oleh karena terjadinya
trombus atau pendarahan ateroma.
- Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas
sebagai emboli.

17
- Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.

Karena lesi vaskuler regional di otak timbulah hemiparalisis atau


hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi vaskuler
menduduki daerah batang otak sesisi, maka timbulah gambaran penyakit
hemiperesis atau hemihipestesia / hemihipestesia alternan yang
mengikutsertakan saraf-saraf otak dikenal sebagai sindroma batang otak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :


1. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau
ateroma maupun tersumbat oleh trombus/embolus.
2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, Ht yang
meningkat (polisitemil) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat menyebabkan oksinasi ke otak menurun.
3. Kelainan jantung
- Menyebabkan menurunnya curah jantung, antara lain
fibrilasi, blok jantung
- Lepasnya embulus menimbulkan iskemia otak
4. Tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan di bagian
proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro
basilar.

DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil :
1. Penemuan klinis
Anamnesis
- Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak  (+)
- Tanpa trauma kepala  (-)
- Adanya faktor resiko gangguan peredaran darah otak
(GPDO)  (+)

18
Pemeriksaan fisik
- Adanya defisit neurologik fokal  (-)
- Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll) 
(+)
- Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah
lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan (belum dilakukan)
- Scan tomografik
- Anginografi serebral
- Pemeriksaan LCS
3. Pemeriksaan lain-lain (belum dilakukan)
- Untuk menemukan faktor resiko, seperti darah rutin (Hb, Ht,
leukosit, eritrosit, LED), hitung jenis.
- Komponen kimia darah, gas, elektrolit.
- Doppler, EKG, ekokardiografi, dll.

Faktor resiko stroke


1. Umur
2. Hipertensi
3. DM
4. Penyakit jantung
5. Merokok

THERAPY
Dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut :
1. Fase akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
- Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya tidak
mengancam fungsi otak.
- Respirasi : jalan nafas harus bersih dan longgar.
- Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau dengan
EKG.

19
- Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal,
dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.
- Kadar gula darah yang tinggi pada fase akut, tidak
diturunkan dengan drastis, terlebih pada penderita DM lama.
- Bila gawat atau koma : balans cairan, elektrolit dan asam
basa darah harus dipantau.

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak


yang menderita :
a. Anti edema otak
- Gliselor 10% per infus, 1 gr / kgbb / 6 jam
- Kortikosteroid : deksametason bolus 10 – 20 mg IV diikuti 4
– 5 mg/6 jam selama beberapa hari, lalu diturunkan pelan-
pelan dan dihentikan setelah fase akut berlalu.
b. Anti agregasi trombosit
Yang umum dipakai asam asetil salisilat seperti aspirin, aspilet, dll
dengan dosis 80 –300 mg/hari.

c. Anti koagulansia, misalnya heparin.


d. Lain-lain
- Trombolisin (trombokinase) masih dalam uji coba.
- Obat baru seperti pentoksifilin, sitikolin, kodergrokin-
mesilat, pirasetam dan akhir-akhir ini calsium-entry blocker
selektif yang telah digunakan dan masih terus dalam
penelitian dan pengkajian.

2. Fase pasca akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan pada
tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya stroke
a. Rehabilitasi
GPDO merupakan penyebab utama kecacatan pada manusia pada usia
diatas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya

20
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental dengan
fisiotherapy, therapy wicara dan psikotherapy.

b. Therapy preventif
Tujuannya mencegah terulangnya serangan baru sroke dengan
mengobati dan menghindari faktor-faktor resko stroke seperti :
pengobatan hipertensi, mengobati DM, menghindari rokok, obesitas,
stres dan olahraga teratur.

REHABILITASI MEDIK PENDERITA STROKE

Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi


kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau
penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai
dengan kapasitasnya.

Pelayanan rehabilitasi medik berbeda dengan pelayanan kesehatan medik


lainnya,yang dilakukan oelh tim yang terdiri dari berbagai disiplin :

 Dokter Rehabilitasi medik sebagai ketua tim.

 Perawat rehabilitasi ,melakukan positioning yang benar,latihan buang


air besar /kecil,mobilisasi bersama fisioterapi dan terapi okupasional
yang benar dibangsal.

 Fisioterapis,mmeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan


sensorik yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program
fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien.

 Terapi okupasional , dapat memberi alat penyesuaian , alat pelindung


atau alat bantu yang dibutuhkan.

 Pekerja sosial medik (PSM) mengadakan penilaian terhadap kebutuhan


penderita dan keluarganya selama dirawat.

 Speech Terapist atau terapi wicara , mengevaluasi problrm komunikasi.

21
 Psikolog, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas ,
termasuk keluarganya.

 Penderita dan keluarganya,diskusi yang memadai mengenai penyakit


dan defisit neorologik adalah penting untuk mengetahui gangguan
fungsional yang sebenarnya.

Rehabilitasi pada jangka pendek dikerjakan pada tahap akut dan awal,
dengan tujuan agar penderita secepat mungkin dapat bangkit dari tempat
tidur dan bebas dari ketergantungan pada pihak lain terutama dalam
kegiatan hidup sehari-hari misalnya makan, minum, dan ganti
pakaian.Sementara,harapan rehabilitasi adalah percepatan pemulihan
keadaan sekaligus mengurangi derajat ketidakmampuan.

Untuk maksud tersebut dikenal empat macam pendekatan, ialah:

1. Memulihkan keterampilan lama, untuk


anggota yang lumpuh
2. Memperkenalkan sekaligus melatih
keterampilan baru, untuk anggota yang
tidak lumpuh
3. Memperoleh kembali hal-hal atau
kapasitas yang telah,hilang dan di luar
kelumpuhan
4. Mempengaruhi sikap penderita, keluarga,
dan therapeutic team.

Prinsip – prinsip rehabilitasi

1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dimulai sejak dokter


melihat penderita untuk pertama kalinya. Lebih dari itu, sebelum
diagnosis pasti dapat ditegakkan, maka dokter harus segera mulai
merancang program untuk mencegah komplikasi.

22
2. Tak ada penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari
waktu yang diperlukan.Istirahat baring pada awalnya memberi rasa
tenteram kepada penderita maupun kepada penderita maupun kepada
pihak penolong, tetapi hal demikian ini sebenarnya merupakan sumber
timbulnya dekubitus, kontraktur, tromboplebitis, bronkopneumonia,
atrofi otot skelet, osteoporosis dengan batu ginjal, dan yang paling
mengancam adalah munculnya emboli paru-paru dan hilangnya
kemauan penderita untuk aktif bergerak
3. Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang
penderita, dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita
seutuhnya.
4. Salah satu factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah adanya
kontinuitas perawatan. Begitu rehabilitasi dimulai maka kemajuan
penderita harus selalu dipantau untuk mengetahui kapan dicapai suatu
tahap plateau, apabila keadaan ini sudah dicapai maka ada indikasi
untuk mengubah metode terapi.
5. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan
jaringan otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskular yang masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan
yang masih dapat diperbaikan dengan latihan.
6. Program rehabilitasi harus bersifat individal,dan tidak ada atau tidak
dapat diberlakukan suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa
penderita maka program rehabilitasi dapat sedemikian sederhana
sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi sedemikian
kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yang
terampil dan berpengalaman.
7. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan
terjadinya serangan ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada
factor-foktor risiko yang mungkin ada pada penderita yang
bersangkutan.
8. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya
sekedar obyek rehabilitasi. Pihak medik, peramedik,dan pihak lainnya

23
termasuk keluarga penderita, berperan untuk memberikan pengertian,
petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu mempunyai
motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan
kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong
dan diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan
hidup sehari-hari ditengah-ditengah keluarganya.

Tahap-tahap rehabilitasi :

Tahap akut

Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit.Pada


saat itu mungkin saja penderita jatuh dalam keadaan koma atau renjatan,
sehingga tatalaksana yang menonjol adalah upaya yang bersifat life-
saving.Bed positioning atau ubah baring merupakan suatu tatalaksana yang
mempunyai dua tujuan sekaligus ialah pencegahan terjadinya kontraktur dan
dekubitus.

Tahap sub akut

Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut,
maka tingkat ketidak mampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera
dievaluasi. Lagkah-langkah evaluasi adalah :

1. Pemeriksaan neurologik yang menyeluruh, meliputi penentuan letak lesi


serebral dan defisit neurologik yang terjadi.
2. Pemeriksaan medik yang lengkap untuk mengetahui ada atau tidaknya
masalah medik yang dapat menghalangi rehabilitasi.Penyakit jantung,
diabetes,melitus, penyakit vaskular perifer simtomatik, hipertensi,
gangguan miksi, kombinasi berbagai penyakit tadi bila tidak diatasi akan
menghalangi restorasi penderita.
3. Evaluasi psiko-sosiologik. Perencanaan program rehabilitasi
memerlukan pengertian tentang latarbelakang pendidikan penderita dan
keluarga, tatacara kehidupan sehari-hari, status emosional penderita

24
perlu dipahami. Terutama yang hemiplegi, atau kehilangnya
kemampuan berkomunikasi secara wajar.Status mental penderita perlu
pula dimengerti,terutama yang berkaitan dengan kemampuan belajar
atau bekerja, intelegensi, memori orientasi waktu, dan ruang, serta
persepsi dan adaptasi terhadap stres.

Latihan aktif dan pasif

Pada tahap awal rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang
terdiri dari menggerakan semua sendi anggota tubuh yang lumpuh, apabila
dipandang mempunyai cukup kekuatan untukmenggerakan sendi sampai
terjadi reng of motion (ROM) secara penuh.Bila paralisis ataupun paresis
yang berat maka diperlukan latihan gerakan sendi secara pasif oleh perawat,
fisioterapi, tau keluarga, sampai penderita mampu menggerakan sendinya.

Aktivasi elevasi

Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi
terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan
meninggikan letak kepala secara bertahap,kemudian posisi setengah
dudukdan posisi duduk.Setelah penderita mampu duduk sendiri maka
berikutnya adalah latihan duduk dengan kedua tungkai menjuntai di sisi
tempat tidur.

Latihan berdiri

Tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam posisi


berbaring dan duduk tegak untuk memastikan apakah terdapat hipotensi
postural. Begitu penderita berdiri maka titik berat ditumpukan pada tungkai
sehat dan penderita mencoba dari sedikit untuk membagi titik berat tadi
kepada tungkai yang lumpuh.

Latihan berjalan

Segera sesudah penderita mampu berdiri maka penderita melatih distribusi


berat badan pada kedua tungkai sekaligus melatih keseimbangan dalam
berbagai posisi. Latihan ini dibantu oleh fisioterapis ataupun oleh

25
keluarga.Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars, kemudian diganti
dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid).

Fisoterapi

Selama latihan berpindah tempat ( berbaring – duduk – berdiri – berjalan )


dilaksanankan, maka penderita juga mulai dengan program fisioterapi dan
terapi okupasional.

Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang
terdiri dari progressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang
diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot – otot tersebut antaralain
depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan,
ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang
lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan
fungsional.Latihan penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad
kelemahan yang terjadi,dan latihan untuk sekelompok otot tertentu akan
bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active manual resistive,
progresive active active exercise sampai pada progresive exercise.

Tahap lanjut

Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka penderita segera


diperkenalkan dengan program ADL ( activity 0f daily living ). Dalam arti
yang sempit ADL berkonotasi bebas melakukan kegiatan kehidupan sehari –
hari tanpa bantuan pihak lain, misalnya tidur, higiene, makan, berpakaian.
Dalam arti luas ADL berkaitan dengan aspek psikologik, komunikasi,
sosial, dan vokasional.

Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak terutama


untuk penderita hemiplegi kanan yang juga mengalami afasia ataupun
disfasia. Diperlukan bantuan speech therapist.

Rehabilitasi vokasional pada penderita hemiplegi memang cukup sulit.


Sebagian besar penderita hemiplegi sudah masuk usia pensiun. Kesulitan ini

26
akan bertambah rumit apabila penderita kehilangan kemauan atau semangat
untuk bekerja sesuai kemampuannya yang masih dimiliki.

Problem Khusus Dalam Rehabilitasi Stroke :

a. Spastisitas

Pada prinsipnya dam menagani masalah spastisitas harus dikaitkan


dengan tujuan terapi yang akan ditetapkan.Fisioterapis akan
mempertimbangkan kebutuhan penderita, selain itu juga sosio budaya
masyarakat dimana penderita tinggal.

b. Kelumpuhan sebelah kiri

Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan


ketidakmampuan persepsi visuomotor , kehilangan memori visual dan
ketidakacuhan sisi kiri.Kemampuan verbal umumnya baik dan ini
sering mengelabui kita menyangkut pemahaman tentang contoh gerak
yang kita uraikan dengan kata-kata Penderita biasanya sering mengalami
jatuh, sulit belajar dari kesalahan yang dilkukannya.,Selain gangguan
persepsi raba ,propioseptif dan pendengaran ,penderita ini mendapat
penawasan khusus. Jauhkan dari alat-alat yang dapat membahayakan
fisik pasien ( api,benda tajam).

c. Kelumpuhan sebelah kanan

Penderita golongan ini biasanya mempunyai kekurangan dam


kemampuan komunikasi verbal.Namun pesepsi dan memori
visuomotornya sangat baik , sehingga dalm melatih perilaku tertentu
harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual.

d. Depresi

Depresi lebih banyak terdapat pada kerusakan otak sebelah kiri.Tanda-


tanda depersi dapat dilihat dari lamban dan rtidak konsistennya proses

27
pemulihan . Reaksi deppresi ini harus diatasi segera dengan
medikamentosa dan dukungan psikologik,antara lain :

1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadap
pasien.

2. Fisioterapi pasif sedini mungkin agar pasien merasa ada perlakuan


khusus dan segera terhadap kelumpuhannya.

3. Sebaiknya menggunakan kursi roda pada pennderita yang belum dapt


berjalan, agar tidak selalu terkurung dalam kamar.

4. Sedapat mungkin diuhakan agar pasien menerima kunjungan saudara


atau relasi diruang tamu denagn duduk dikursi roda.Ini membantu
penderita merasa hidup normal dan tidak terlalu merasa invalid.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR. Mahar Mardjono, Prof. DR. Priguna Sidharta : Neurologi


Klinis Dasar, Dian Rakyat, Edisi 6, 1997.
2. Prof. DR. S.M. Lumban Tobing : Pemeriksaan Fisik dan Mental;
Neurologi Klinik, FKUI.
3. PERDOSSI : Buku Ajar Neurologi Klinis Dasar,Gajah Mada. Edisi
1,1999.

29

You might also like