You are on page 1of 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ANTEPARTUM HEMORAGIK SUSP. PLASENTA


PREVIA TOTAL

Dosen pembimbing : Tri Prabowo, S.Kp., M.Sc

Disusun Oleh :

Ety Wahyuningsih ( P07120214009 )


Nissa Kurniasih ( P07120214023 )
Ulfah Pangestika Rahayu ( P07120214038 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

D-IV KEPERAWATAN

2018
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA NY. S DENGAN


ANTEPARTUM HEMORAGIK SUSP. PLASENTA PREVIA TOTAL YANG
DILAKUKAN TINDAKAN SECTIO CAESAREA DENGAN TEKNIK
ANESTESI SPINAL
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Disusun oleh :

Ety Wahyuningsih ( P07120214009 )


Nissa Kurniasih ( P07120214023 )
Ulfah Pangestika Rahayu ( P07120214038 )

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI


Tanggal : April 2018

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Pendidikan

Agus Suryono Tri Prabowo, S.Kp., M.Sc


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya , sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
Asuhan Keperawatan terhadap pasien Tn. S dengan Ulkus Diebetes Digiti I
Manus yang dilakukan tindakan Debridement dengan teknik General Anestesi di
Instalasi Bedah Sentral RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten ini dengan lancar.
Penulisan asuhan keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan yaitu Keperawatan Anestesi II.
Asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu atas
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
sampaikan terimakasih kepada yang terhormat :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Yogyakarta yang telah menyetujui adanya
praktik lab klinik ini.
2. Ketua Jurusan yang telah mengadakan Praktik Lab Klinik Keperawatan
Medikal Bedah sehingga kami dapat berlatih dan mendapatkan
keterampilan yang cukup banyak.
3. Direktur RSUD dr. Soedirman Kebumen yang telah menerima kami untuk
praktik sehingga kami mendapatkan pengalaman menangani pasien secara
langsung.
4. Para perawat IBS RSUD dr. Soedirman Kebumen yang telah menerima,
membimbing, mengajari serta mendampingi kami dalam melaksanakan
praktik lab klinik ini.
5. Tri Prabowo, S.Kp., M.Sc sebagai pembimbing akademik yang telah
mendampingi dan membimbing kami selama kami menjalani praktik lab
klinik.
6. Agus Suryono sebagai pembimbing lapangan yang telah mendampingi dan
membimbing kami selama praktik maupun dalam penyusunan laporan
harian dan asuhan keperawatan ini.
7. Rekan-rekan kelas D-4 Keperawatan yang telah memberi beberapa
masukan.Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada keluarga
tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian
yang besar kepada kami, baik selama mengikuti perkuliahan maupun
dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap, Asuhan Keperawatan ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kebumen, 19 April
2018

Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anestesi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tata
laksana untuk me “matikan” rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman
yang lain sehingga pasien merasa nyaman, dan ilmu ini mempelajari tata
laksana untuk menjaga/ mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama
mengalami “kematian” yang diakibatkan obat bius (Mangku & Senapathi,
2010).
Pelayanan anestesi merupakan bagian integral dari pelayanan
perioperatif yang memiliki pengaruh besar dalam menetukan keberhasilan
tindakan pembedahan yang adekuat dan aman bagi pasien. Anestesi yang ideal
akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan
cepat segera sesudah pemberian anestesi dihentikan (Majid dkk, 2011).
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan
(elektif/emergency) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam
penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap harus
dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari
operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari Premedikasi, masa
anestesi, dan pemeliharaan, Serta tahap pemulihan dan perawatan post
anestesi.
Section caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding Rahim
dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram(Sarwono, 2009). Section caesaria adalah suatu tindakan pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus.
Pada masa sekarang section caesaria jauh lebih aman dari pada dulu dengan
adanya antibiotika, transfuse darah, tehnik operasi yang lebih sempurna dan
anestesi yang lebih baik, karena itu terjadi kecenderungan untuk melakukan
section caesaria tanpa dasar yang cukup kuat, dalam hubungan ini perlu
diingat bahwa seorang ibu yang telah menglami pembedahan section caesaria
pasti akan mendapat parut uterus dan tiap kehamilan serta persalinan
berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat behubungan rupture uteri
( Wiknjosastro, 2005 )
Section caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding Rahim ( mansjoer, 2002 ). Section
caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus / vagina atau suatu histererotomi untuk melahirkan
janin dari dalam Rahim. Jadi section caesaria adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus untuk
melahirkan janin dari dalam Rahim.

B. Ruang Lingkup Bahasan


Sesuai dengan pasien yang dijadikan kasus dalam penulisan asuhan
keperawatan perianestesi pada pasien Ny. S dengan Antepartum hemoragik
susp. Plasenta Previa Total yang dilakukan tindakan sectio caesarea dengan
teknik General Anestesi di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Soedirman
Kebumen.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang prinsip-prinsip asuhan
keperawatan perienestesi pada pasien Ny. S dengan Antepartum
hemoragik susp. Plasenta Previa Total yang dilakukan tindakan sectio
caesarea dengan teknik General Anestesi di Instalasi Bedah Sentral RSUD
dr. Soedirman Kebumen. dengan menggunakan metode pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, pathway,
klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
medis dan keperawatan Antepartum Hemoragik
b. Mengetahui teori general anestesi
c. Menggambarkan asuhan keperawatan perianestesi pasien tentang
pengkajian, analisa data, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi proses/ hasil pada pasien dengan Antepartum hemoragik susp.
Plasenta Previa Total yang dilakukan tindakan sectio caesarea dengan
teknik General Anestesi.

D. Metode Penulisan
Menggunakan metode deskriptif yaitu memberi gambaran yang nyata
tentang kondisi perioperatif dan teknik yang digunakan meliputi :
a. Wawancara : mengumpulkan data dan wawancara langsung dengan
pasien
b. Observasi : mengamati secara langsung kondisi pasien
c. Studi dokumen : membaa dan mempelajari rekam medik pasien
d. Studi kepustakaan : mempelajari referensi yang berhubungan dengan
laporan kasus.

E. Strategi Penulisan
Untuk memberi gambaran pada pembaca mengenai keseluruhan isi maka
penulis menyusun laporan ini dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, dan
strategi penulisan
BAB II: Tinjauan pustaka terdiri dari definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, pathway, manifestesi klinis, klasifikasi, penatalaksanaan
medis dan keperawatan, teori general anestesi, dan gambaran asuhan
keperawatan dengan Antepartum hemoragik susp. Plasenta Previa Total
yang dilakukan tindakan sectio caesarea dengan teknik General Anestesi.
BAB III : Tinjauan kasus merupakan uraian yang menampilkan
asuhan keperawatan terhadap penderita secara nyata yang sistematikanya
disusun sesuai BAB II
BAB IV : Penutup, kesimpulan, dan saran.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori Antepartum Hemoragik

1. Pengertian Antepartum hemoragik


Antepartum hemoragik adalah perdarahan pervaginam semasa
kehamilan di mana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat
janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010).
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), antepartum hemoragik
adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua
pada kira-kira 3% dari semua kehamilan.
Jadi dapat disimpulkan antepartum hemoragik adalah perdarahan
yang terjadi pada akhir usia kehamilan

2. Jenis-jenis Antepartum hemoragik


Antepartum hemoragik dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Plasenta Previa
b. Solusio Plasenta

3. Plasenta Previa
a. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari
yang letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada
keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro,
2005).
b. Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta
atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
1) Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta atau ari-ari.
2) Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta.
3) Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-
ari berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
4) Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada segmen
bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan
lahir (Wiknjosastro, 2005).
c. Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada segmen bawah
rahim tidak selalu jelas. Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding
rahim di fundus uteri belum menerima implantasi atau tertanamnya
ari-ari dinding rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk
memberikan nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum di
ketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor
dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah
vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan
peradangan, sedangkan browne menekankan bahwa faktor terpenting
ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.
d. Faktor-faktor etiologinya :
1) Umur dan Paritas
a) Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari
pada umur di bawah 25 tahun.
b) Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c) Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur
muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita
Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium
masih belum matang.
d) Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur
muda
e) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang,
bekas operasi, kuretase dan manual plasenta.
f) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum
siap menerima hasil konsepsi.
g) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
h) Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).
e. Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya
sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang
pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen
bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan lebih melebar
lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila plasenta atau ari-ari
tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen bawah rahim
dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta yang
melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding rahim.
Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut
otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta
yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005).
f. Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan
secara tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama
biasanya tidak banyak sehingga tidak berbahaya tapi perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya apalagi
kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun
perdarahannya dikatakan sering terjadi pada triwulan ketiga akan tetapi
tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak saat
itu bagian bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan
yang terjadi berwarna merah segar, sumber perdarahannya ialah sinus
rahim yang terobek karena terlepasnya ari-ari dari dinding rahim.
Nasib janin tergantung dari bahayanya perdarahan dan hanya
kehamilan pada waktu persalinan (Winkjosastro, 2005)

g. Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi
antepartum hemoragik yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu
dilakukan beberapa langkah pemeriksaan.
a. Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan letak janin
b. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber
terjadinya perdarahan
c. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui secara pasti letak
plasenta atau ari-ari. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan
radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
d. Penentuan letak plasenta secara langsung.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang
tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa dan pemeriksaan
ini bisa dilakukan dengan secara langsung meraba plasenta
melalui kanalis servikalis (Winkjosastro, 2005).
h. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin tidak
terdorong ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-
kesalahan letak janin seperti letak kepala yang mengapung, letak
sungsang atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum
waktunya karena adanya rangsangan koagulum darah pada leher
rahim. Selain itu jika banyak plasenta atau ari-ari yang lepas, kadar
progesteron turun dan dapat terjadi kontraksi, juga lepasnya ari-ari
dapat merangsang kontraksi (Mochtar, 2003)

i. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan


1) Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan akan
menjadi tidak normal
2) Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan
dapat menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
3) Sering dijumpai inersia primer
4) Perdarahan (Mochtar, 2011)

j. Komplikasi Plasenta Previa


1) Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
2) Prolaps plasenta
3) Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kerokan
4) Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
5) Perdarahan setelah kehamilan
6) Infeksi karena perdarahan yang banyak
7) Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah (Mochtar, 2011)
k. Pragnosis Plasenta Previa
Karena dahulu penanganan plasenta previa relatif bersifat
konservatif, maka angka kesakitan dan angka kematian Ibu dan bayi
tinggi, kematian Ibu mencapai 8-10% dari seluruh kasus terjadinya
plasenta previa dan kematian janin 50-80% dari seluruh kasus
terjadinya plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan Ibu dan bayi baru lahir jauh menurun.
Kematian Ibu menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan,
infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal
juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas,
asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan (Mochtar, 2003).

l. Penanganan Plasenta Previa


Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22
minggu harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa sampai
ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa ke rumah sakit yang
fasilitasnya cukup. Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
a. Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum
waktunya dan tindakan yang dilakukan untuk meringankan
gejala-gejala yang diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis. Syarat-syarat
bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah kehamilan belum
matang, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum Ibu
cukup baik dan bisa dipastikan janin masih hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah
rawat inap, tirah baring dan pemberian antibiotik, kemudian
lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat
menempelnya plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi
janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV,
Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis tunggal
untuk pematangan paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta
masih berada di sekitar ostium uteri internum maka dugaan
plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan
keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).
b. Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak harus segera dilaksanakan
secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk
penanganan terapi aktif
1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat
menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk mengurangi
kesakitan dan kematian.
2) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya
pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih
lanjut
3) Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa
dapat mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat
pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
4) Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk
pertolongan yang paling banyak dilakukan (Manuaba,
2010).

B. Kajian Teori Sectio Caesarea


1. Definisi
Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di
bawah anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui
insisi dinding abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan
setelah viabilitas tercapai ( mis, usia kehamilan lebih dari 24 minggu ).
(Buku Ajar bidan,Myles,edisi 14.2011.hal:567).
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada
dinding abdomen (laparotomi)dan dinding uterus (histerotomi). Definisi
ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus
rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. (obstetri
williams,2005).
2. Klasifikasi Sectio cesaria
a. Insisi Abdomen
1) InsisiVertikal
Insisi vertical garis tengah infraumbilikus adalah insisi yang paling
cepat dibuat. Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir
tanpa kesulitan. Oleh karenanya, panjang harus sesuai dengan
taksiran ukuran janin
2) Insisi Transversal/Lintang
Kulit dan jaringan sub kutan disayat dengan menggunakan insisi
transversal rendah sedikit melengkung.Insisi kulit transversal jelas
memiliki keunggulan kosmetik .walaupun sebagian orang
beranggapan bahwa insisi ini lebih kuat dan kecil kemungkinannya
terlepas ,insisi ini juga memiliki kekurangan,pada sebagian wanita
pemajanan uterus yang hamil dan apendiksnya tidak sebaik pada
insisi vertical.
3) Insisi Uterus
Suatu insisi vertical kedalam korpus uterus diatas segmen bawah
uterus dan mencapai fundus uterus namun tindakan ini sudah
jarang digunakan saat ini.Keuntungannya adalah menghindari
risiko robekan ke pembuluh darah uterus,kemampuan untuk
memperluas insisi jika diperlukan ,hanya pada segment bawah
saja.Untuk presentasi kepala,insisi tranversal melalui segment
bawah uterus merupakan tindakan pilihan.secara umum,insisi
transversal:
a) Lebih mudah di perbaiki
b) Terletak ditempat yang paling kecil kemungkinannya rupture
disertai keluarnya janin ke rongga abdomen pada kehamilan
berikutnya
c) Tidak menyebabkan perleketan usus atau omentum ke garis
insisi..
4) Teknik insisi sesarea klasik
5) Seksio sesarea ekstra peritoneum
Tujuan operasi adalah untuk membuka uterus secara ekstra
peritoneum dengan melakukan diseksi melalui ruang retzius dan
kemudian disepanjang salah satu dan di belakang kandung kemih
untuk mencapai segmen bawah uterus.
6) Seksio sesarea postmortem
Kadang-kadang seksio sesarea dilakukan pada seorang wanita yang
baru meninggal atau yang diperkirakan tidak lama lagi akan
meninggal pada situasi seperti iniprognosis yang memuaskan pada
bayi bergantung pada:
a) Antisipasi kematian ibu,bila mungkin
b) Usia gestasi janin
c) Ketersediaan petugas dan peralatan yang sesuai
d) Ketersediaan ventilasi perimortem dan masase jantung bagi ibu
e) Pelahiran segera dan resusitasi neonates yang efektif.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian).(obstetric wiliams.2006,vol.1,)
3. Pathway
C. Kajian Teori General Anestesi
1. Pengertian
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen menurut
Mangku & Senapathi (2010) yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati
ingatan’), analgesi (bebas nyeri = “mati rasa”), dan relaksasi otot rangka
(“mati gerak”). Ketiga target anestesia tersebut populer disebut dengan
“Trias anestesi”. General anestesi adalah suatu keadaan tidak sadar yang
bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh
akibat pemberian obat anestesia.
2. Indikasi
a. Infant dan anak usia muda
b. Dewasa yang memilih anestesi umum
c. Pembedahannya luas / eskstensif
d. Penderita sakit mental
e. Pembedahan lama
f. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak
memuaskan
g. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi lokal
h. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia dan bedah anak
biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
3. Kontra Indikasi
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ
yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis
terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau
menurunkan aliran darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/
hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis
pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.

4. Teknik
General anestesi menurut Mangku & Senapathi (2010) membagi anestesi
menjadi 3 komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik general
anestesi antara lain:
a. General Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik general anestesi yang dilakukan dengan
jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung kedalam
pembuluh darah vena. Obat induksi bolus disuntikkan dengan
kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi hemodinamik
harus selalu diawasi dan diberikan oksigen.
b. General Anestesi Inhalasi
Merupakan teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau
cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung
ke udara inspirasi.
Menurut Mangku & Senapathi (2010) ada beberapa teknik general
anestesi inhalasi antara lain:
1) Inhalasi sungkup muka
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi
yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi kecil dan sedang didaerah permukaan
tubuh, berlangsung singkat dan posisi terlentang.
2) Inhalasi Sungkup Laryngeal Mask Airway (LMA)
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi
yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi kecil dan sedang didaerah permukaan
tubuh, berlangsung singkat dan posisi terlentang.
3) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas spontan
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi
yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi didaerah kepala-leher dengan posisi
terlentang, berlangsung singkat dan tidak memerlukan relaksasi
otot yang maksimal.
4) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas kendali
Inhalasi ini menggunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi,
selanjutnya dilakukan nafas kendali. Komponen anestesi yang
dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot. Teknik ini
digunakan pada operasi yang berlangsung lama >1jam
(kraniotomi, torakotomi,laparatomi, operasi dengan posisi lateral
dan pronasi).
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan kombinasi obat-
obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik general anestesi dengan anestesi regional untuk
mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang
5. Komplikasi (Miller, 2010)
a) Trauma pada jaringan lunak gigi dan mulut
b) Hipertensi sistemik dan takikardi
c) Aspirasi cairan lambung
d) Barotrauma paru
e) Spasme laring
f) Edema laring

D. Asuhan Keperawatan Peri Anestesi


Asuhan Keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, bersifat humanistik dan berdasarkan pada kebutuhan objektif
klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan
dilakukan tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi.
Pengkajian pre anestesi meliputi :
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
3) Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien,
pemeriksaan sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler
(bleeding),sistem persyarafan (brain), sistem perkemihan dan
eliminasi (bowel), sistem tulang, otot dan integument (bone).
4) Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan,
USG, dll.
5) Kelengkapan berkas informed consent.
b. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat
menilai klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan
untuk menentukan diagnosa keperawatan, tujuan,
perencanaan/implementasi dan evaluasi pre anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi
1) Dx : Cemas b/d kurang pengetahuan masalah
pembiusan
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat
anestesi/pembiusan.
b) Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan.
c) Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif secara tepat.
d) Pasien taampak tenang dan kooperatif.
e) Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat kecemasan.
b) Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
c) Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
d) Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
e) Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
f) Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
g) Kolaborasi untuk memberikan obat penenang.
Evaluasi :
a) Pasien mengatakan paham akan tindakan pembiusan atau
anestesi.
b) Pasien mengatakan siap dilakukan prosedur anestesi dan
operasi.
c) Pasien lebih tenang.
d) Ekspresi wajah cerah.
e) Pasien kooperatif ditandai tanda-tanda vital dalam batas normal.
2) Dx : Resiko gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit b/d vasodilatasi pembuluh darah dampak obat
anestesi.
Tujuan : keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel
tubuh tercukupi.
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan tidak haus/tidak lemas.
b) Akral kulit hangat.
c) Haemodinamik normal.
d) Masukan dan keluaran cairan seimbang.
e) Urine output 1-2 cc/kgBB/jam.
f) Hasil laborat elektrolit darah normal.
Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat kekurangan volume cairan.
b) Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit.
c) Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit.
d) Monitor hemodinamik pasien.
e) Monitor perdarahan.
Evaluasi :
a) Kebutuhan volume cairan seimbang.
b) Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan tetesan infus lancar.
c) Cairan masuk dan keluar pasien terpantau.
d) Hemodinamik normal.
e) Laboratorium.
2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra
anestesi meliputi :
1) Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
2) Pelaksanaan anestesi
3) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap
5 menit sampai 10 menit.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra
anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra
anestesi
1) Dx : Pola napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuscular
dampak sekunder dari obat pelumpuh otot pernapasan
dan obat general anestesi.
Tujuan : Pola napas pasien menadi efektif/normal.
Kriteria hasil :
a) Frekuensi napas normal.
b) Irama napas sesuai yang diharapkan.
c) Ekspansi dada simetris.
d) Jalan napas pasien lancar tidak didapatkan adanya sumbatan.
e) Tidak menggunakan obat tambahan.
f) Tidak terjadi sianosis, saturai O2 96-100%.
Rencana tindakan:
a) Bersihkan secret pada jalan napas.
b) Jaga patensi jalan napas.
c) Pasang dan beri suplai oksigen yang adekuat.
d) Monitor perfusi jaringan perifer.
e) Monitor ritme, irama dan usaha respirasi.
f) Monitor pola napas dan tanda-tanda hipoventiasi.
Evaluasi :
a) Pola napas efektif dan tidak ada tanda-tanda sianosis.
b) Napas spontan, irama dan ritme teratur.
2) Dx : Komplikasi potensial syok kardiogenik b/d sekunder
obat anestesi (RA).
Tujan : Pompa jantung dan sirkulasi kardiovaskuler dapat
efektif.
Kriteria hasil :
a) Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam batas normal.
b) Denyut jantung dalam batas normal
c) Hipotensi aorta statis tidak ada.
d) Pasien menyatakan tidak pusing.
e) Denyut nadi perifer kuat dan teratur.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien.
b) Kaji toleransi aktifitas : awal napas pendek, nyeri, palpitasi.
c) Kaji tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan.
d) Beri oksigen.
e) Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen.
f) Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
a) Komplikasi syok kardiogeniktidak terjadi
b) Tekanan darah stabil atau normal
c) Warna kulit normal.
d) Tidak pusing.
e) Tidak mual muntah.
3) Dx : Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : Tidak akan terjadi aspirasi
Kriteria hasil :
a) Pasien mampu menelan.
b) Bunyi paru bersih.
c) Tonus otot yang adekuat.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien.
b) Pantau tanda-tanda aspirasi.
c) Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah,
kemampuan menelan.
d) Pantau bersihan jalan napas dan status paru.
e) Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
a) Tidak ada muntah.
b) Mampu menelan.
c) Napas normal tidak ada suara paru tambahan.
4) Dx : Resiko kecelakaan cedera b/d efek anestesi umum.
Tujan : Pasien aman selama dan setelah pembedahan.
Kriteria hasil :
a) Selama operasi pasien tidak bangun/tenang.
b) Pasien sadar setelah anestesi selesai.
c) Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan.
d) Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi.
e) Pasien aman tidak jatuh
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien, tingkatkan keamanan bila perlu gunakan tali
pengikat.
b) Jaga posisi pasien imobile.
c) Atur tmeja operasi atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi
fisiologis dan psikologis.
d) Cegah resiko injuri jatuh.
e) Pasang pengaman tempat tidur ketika melakukan transportasi
pasien.
f) Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul.
Evaluasi :
a) Pasien aman selama dan setelah pembiusan.
b) Pasien nyaman selama pembiusan, tanda-tanda vital stabil.
c) Pasien aman tidak jatuh.
d) Skor aldert pasien ≥ 9 untuk bisa dipindahkan ke ruang rawat.
3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan
tindakan pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang
pemulihan. Pengkajian Post anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi general) dan
skala Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra
anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi
1) Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d mukus banyak,
sekresi tertahan efek dari general anestesi.
Tujuan : bersihan jalan napas pasien efektif.
Kriteria hasil :
a) Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
b) Suara napas bersih.
c) Tidak sianosis.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien.
b) Pantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola napas.
c) Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
d) Pantau respirasi dan status oksigenasi.
e) Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
f) Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam.
g) Auskultasi suara napas dan pantau status oksigenasi dan
hemodinamik.
Evaluasi :
a) Jalan napas efektif.
b) Napas pasien spontan dan teratur.
c) Tidak ada tanda-tanda sianosis.
d) Status hemodinamik pasien stabil.
2) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah b/d pengaruh
sekunder obat anestesi.
Tujuan : Mual muntah berkurang.
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan mual berkurang.
b) Pasien tidak muntah.
c) Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
d) Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
b) Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
c) Pantau turgor kulit.
d) Pantau masukan dan keluaran cairan.
e) Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
a) Perasaan pasien lega, tidak pusing dan terbebas dari rasa mual.
b) Akral kulit hangat tidak pucat/sianosis.
c) Nadi teratur dan kuat
d) Status hemodinamik stabil.
3) Dx : Nyeri akut b/d agen cidera fisik (operasi)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
b) Pasien mampu istirahat.
c) Ekspresi wajah tenang dan nyaman.
Rencana tindakan:
a) Kaji drajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri.
b) Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
c) Ajarkan tehnik relaksasi.
d) Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
a) Rasa nyeri berkurang atau hilang.
b) Hemodinamik normal.
c) Pasien bisa istirahat dan ekspresi wajah tenang.
4) Dx : Hipotermi b/d berada atau terpapar di lingkungan
dingin.
Tujuan : Pasien menunjukan termoregulasi.
Kriteria hasil :
a) Kulit hangat dan suhu tubuh dalam batas normal.
b) Perubahan warna kulit tidak ada.
c) Pasien tidak menggigil kedinginan.
Rencana tindakan:
a) Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan atau operasi
sesuai yang diharapkan.
b) Pantau tanda-tanda vital.
c) Beri penghangat.
Evaluasi :
a) Suhu tubuh normal.
b) Tanda-tanda vital stabil.
c) Pasien tidak menggigil.
d) Warna kulit tidak ada perubahan.
5) Dx : Hambatan mobilitas ekstremitas bawah b/d pengaruh
sekunder obat anestesi.
Tujuan : Selama 3-4 jam pasien mampu menggerakan ekstremitas
bawah (sendi dan otot).
Kriteria hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda neuropati.
b) Mampu menggerakan ekstremitas bawah.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien.
b) Bantu pergerakan ekstremitas bawah.
c) Ajarkan proses pergerakan dan ajarkan tehnik pergerakan yang
aman.
d) Latihan angkat atau gerakan ekstremitas bawah.
e) Lakukan penilaian bromage scale.
Evaluasi :
a) Hambatan pergerakan ekstremitas bawah normal.
b) Mampu menggerakan kedua ekstremitas bawah (kaki)
c) Mampu mengangkat ekstremitas bawah (kaki)
d) Neuropati hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan


Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku


kedokteran EGC. Jakarta.

Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Hanafi Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 2.
Jakarta: EGC

Errol norwiz,2011,anatomi dan fisiologi obstetric dan ginekologi,

Gary,F C,2006,Williams obstetric edisi 21,Jakarta : EGC

Gwinnutt, Carl L. (2011). Catatan Kuliah Anestesi Klinis Ed 3. Jakarta: EGC

Latief, Said A., Suryadi, Kartini A., Dachlan, M Ruswan. (2010). Petunjuk
Praktis Anestesiologi 5th. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK UI

Majid, A., Judha, M., Istianah, U. 2011. Keperawatan Perioperatif . Yogyakarta:


Gosyen Publishing

Mangku, Gde., Senapathi, Tjokorda Gde A. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reaminasi. Jakarta: Indeks

Monsjoer,A.2002.Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika


Morgan, G Edward., Mikhail, Maged S., Murray, Michael J. (2006). Clinical
Anesthesiology. 4th ed. USA: McGraw-Hill

Munuaba, Ida Bagus Gede. 002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : ECG

Muttaqin,A dan Kumala sari,2008,Buku pre operatif ,Jakarta :EGC

Myles textbook for midwives,2011,Buku ajar bidan Edisi :14,Jakarta :EGC

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi.2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC 2013.
Yogyakarta : Mediaction
Pramono, Ardi. (2016). Buku Kuliah : Anestesi. Jakarta : EGC

Sarmono Prawiroharjo. 2009. Ilmu kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka

You might also like