You are on page 1of 35

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA TN.

B
DENGAN CLOSE FRAKTUR RADIUS ULNA DEXTRA SUSP. EDEMA CEREBRI
YANG DILAKUKAN TINDAKAN OPEN REDUKSI INTERNAL FIKSASI
DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Dosen pembimbing : Tri Prabowo, S.Kp., M.Sc

Disusun Oleh :

Ety Wahyuningsih ( P07120214009 )


Nissa Kurniasih ( P07120214023 )
Ulfah Pangestika Rahayu ( P07120214038 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

D-IV KEPERAWATAN

2018
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA TN. B


DENGAN CLOSE FRAKTUR RADIUS ULNA DEXTRA SUSP. EDEMA CEREBRI
YANG DILAKUKAN TINDAKAN OPEN REDUKSI INTERNAL FIKSASI
DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Disusun oleh :

Ety Wahyuningsih ( P07120214009 )


Nissa Kurniasih ( P07120214023 )
Ulfah Pangestika Rahayu ( P07120214038 )

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI


Tanggal : Mei 2018

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Pendidikan

Agus Suryono, SE, S. Kep.Ns Tri Prabowo, S.Kp., M.Sc


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya , sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan
Keperawatan terhadap pasien Tn. B dengan close fraktur radius ulna dextra susp. edema
cerebri yang dilakukan tindakan open reduksi internal fiksasi dengan teknik general anestesi
di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Soedirman Kebumen ini dengan lancar. Penulisan
asuhan keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan yaitu
Keperawatan Anestesi IV.
Asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu atas bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terimakasih kepada
yang terhormat :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Yogyakarta yang telah menyetujui adanya praktik lab
klinik ini.
2. Ketua Jurusan yang telah mengadakan Praktik Lab Klinik Keperawatan Medikal
Bedah sehingga kami dapat berlatih dan mendapatkan keterampilan yang cukup
banyak.
3. Direktur RSUD dr. Soedirman Kebumen yang telah menerima kami untuk praktik
sehingga kami mendapatkan pengalaman menangani pasien secara langsung.
4. Para perawat IBS RSUD dr. Soedirman Kebumen yang telah menerima,
membimbing, mengajari serta mendampingi kami dalam melaksanakan praktik lab
klinik ini.
5. Tri Prabowo, S.Kp., M.Sc sebagai pembimbing akademik yang telah mendampingi
dan membimbing kami selama kami menjalani praktik lab klinik.
6. Agus Suryono, SE, S. Kep.Ns sebagai pembimbing lapangan yang telah mendampingi
dan membimbing kami selama praktik maupun dalam penyusunan laporan harian dan
asuhan keperawatan ini.
7. Rekan-rekan kelas D-4 Keperawatan yang telah memberi beberapa masukan.Secara
khusus kami menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah
memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada kami, baik
selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap, Asuhan Keperawatan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kebumen, Mei 2018

Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekstremitas (anggota gerak) mempunyai fungsi lokomotris. Dibedakan antara
ekstremitas atas dan bawah karena manusia sebagai insan yang berdiri tegak memerlukan
anggota gerak bawah yang kokoh dan; sedangkan anggota gerak atas mempunyai fungsi
yang halus, sehingga bentuk dan susunan anggota gerak yang terdiri dari tulang/otot dan
persendian mempunyai gerakan yang berbeda pula sesuai dengan fungsi tiap bagian
tersebut.
Dengan meningkatnya mobilitas disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia
sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat
menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan
rumah tangga.
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya
disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan
hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh di
mana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit
atau penerjun payung.
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur
yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius
distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai
faktur type green-stick. Fraktur tulang radius dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah
atau 1/3 distal.

B. Ruang Lingkup Bahasan


Sesuai dengan pasien yang dijadikan kasus dalam penulisan asuhan keperawatan
perianestesi pada pasien Tn. B dengan Close Fraktur Radius Ulna Dextra Susp. Edema
Cerebri yang dilakukan tindakan Open Reduksi Internal Fiksasi dengan teknik General
Anestesi di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Soedirman Kebumen.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang prinsip-prinsip asuhan keperawatan
perienestesi pada pasien Tn. B dengan close fraktur radius ulna dextra susp. edema
cerebri yang dilakukan tindakan Open Reduksi Internal Fiksasi dengan teknik General
Anestesi di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Soedirman Kebumen dengan
menggunakan metode pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, pathway, klasifikasi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan
keperawatan close fraktur radius ulna dextra susp. edema cerebri
b. Mengetahui teori general anestesi
c. Menggambarkan asuhan keperawatan perianestesi pasien tentang pengkajian,
analisa data, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses/ hasil pada
pasien dengan close fraktur radius ulna dextra susp. edema cerebri yang dilakukan
open reduksi internal fiksasi dengan teknik general anestesi

D. Metode Penulisan
Menggunakan metode deskriptif yaitu memberi gambaran yang nyata tentang kondisi
perioperatif dan teknik yang digunakan meliputi :
a. Wawancara : mengumpulkan data dan wawancara langsung dengan pasien
b. Observasi : mengamati secara langsung kondisi pasien
c. Studi dokumen : membaa dan mempelajari rekam medik pasien
d. Studi kepustakaan : mempelajari referensi yang berhubungan dengan laporan
kasus.

E. Strategi Penulisan
Untuk memberi gambaran pada pembaca mengenai keseluruhan isi maka penulis
menyusun laporan ini dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, dan strategi
penulisan
BAB II : Tinjauan pustaka terdiri dari definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
pathway, manifestesi klinis, klasifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan, teori
general anestesi, dan gambaran asuhan keperawatan pasien close fraktur radius ulna
dextra susp. edema cerebri yang dilakukan open reduksi internal fiksasi dengan teknik
general anestesi
BAB III : Tinjauan kasus merupakan uraian yang menampilkan asuhan keperawatan
terhadap penderita secara nyata yang sistematikanya disusun sesuai BAB II
BAB IV : Penutup, kesimpulan, dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori Fraktur Radius Ulna


1. Definisi fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur
dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2010).
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

2. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum :
a. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
1) Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
2) Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak dan ancaman
sindroma kompartement.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur
terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
f. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang..
g. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
1) Tidak adanya dislokasi.
2) Adanya dislokasi
 At axim : membentuk sudut.
 At lotus : fragmen tulang berjauhan.
 At longitudinal : berjauhan memanjang.
 At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
h. Berdasarkan posisi frakur
Tulang terbagi menjadi tiga bagian antara lain : 1/3 proksimal, 1/3 medial, dan 1/3
distal
1) Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
2) Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

3. Anatomi fisiologi tulang lengan


Lengan atas tersusun dari tulang lengan atas, tulang lengan bawah, dan tulang
tangan (Sloane 2012). Fungsi tulang adalah sebagai kerangka tubuh, yang menyokong
dan memberi bentuk tubuh,untuk memberikan suatu sistem pengungkit, yang
digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut, sebagai reservoir
kalsium, fosfor, natrium dan elemen-elemen lain, untuk menghasilkan sel-sel darah
merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu. (Watson, 2012).
a. Tulang - tulang lengan bawah

Gambar 1 Gambar 2
Tulang Humerus Tulang Radius-Ulna
Adalah ulna sisi medial dan tulang radius disisi lateral (sisi ibu jari) yang di
hubungkan dengan suatu jaringan ikat fleksibel, membrane interoseus.
1) Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah tulang panjang berbentuk prisma yang terletak
sebelah medial lengan bawah, sejajar dengan jari kelingking arah ke siku
mempunyai taju yang disebut prosesus olekrani, gunanya ialah tempat
melekatnya otot dan menjaga agar siku tidak membengkok kebelakang. Terdapat
dua ekstremitas.
Ekstremitas proksima ulnaris, mempunyai insisura semilunaris, persendian
dengan trokhlea humeri, dibelakang ujung terdapat benjolan yang disebut
olekranon.Pada tepi distal dari insisura semilunaris ulna terdapat prosesus
koroideus ulna, bagian distal terdapat tuberositas ulna tempat melekatnya M.
brakialis, bagian lateral terdapat insisura radialis ulna yang berhubungan dengan
karpi ulnaris.
Ekstremitas distalis ulna, yaitu kapitulum ulna yang mempunyai prosessus
stiloideus ulnae.Pada permukaan dorsalis tempat melekatnya tendo M. ekstensor
karpi ulnaris yaitu sulkus M. ekstensor karpi ulnaris.
2) Radius
Radius atau tulang pengumpil, letaknya bagian lateral, sejajar dengan ibu
jari. Di bagian yang berhubungan humerus dataran sendinya berbentuk bundar
yang memungkinkan lengan bawah dapat berputar atau telungkup.Terdapat dua
ujung (ekstremitas).
Ekstremitas proksilis, yang lebih kecil, terdapat pada kaput radii yang
terletak melintang sebelah atas dan mempunyai persendian dengan
humeri.Sirkumferensia artikularis yang merupakan lingkaran yang menjadi tepi
kapitulum radii dipisahkan dengan insisura radialis ulna.Kapitulum radii
dipisahkan oleh kolumna radii dari korpus radii, bagian medial kolumna radii
terdapat tuberositas radii tempat melekatnya M. biseps brakhii.Korpus radii
berbentuk prisma mempunyai tiga permukaan (fasies).
Ekstremitas distalis radii, yang lebih besar dan agak rata daripada bagian
dorsalis, terdapat alur (sulkus) M. ekstensor karpi radialis.Di sebelah lateral sulkus
M. ekstensor kommunis dan diatara kedua sulkus ini terdapat sulkus M. ekstensor
polisis longus.Sebelah lateralis ekstremitas lateralis radii terdapat tonjolan yang
disebut prosesus stiloideus radii, bagian medial ditemukan insisura ulnaris radii
untuk persendian dengan kapitulum.

4. Definisi Fraktur Radius dan Fraktur Ulna


Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan
tangan menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal
Bedah, 2010).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak
biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih
berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa
biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai
dislokasi fragmen tulang (Manjoer 2010).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa ( Sjamsuhidajat& Dee Jong,
2011).
Fraktur radius dan ulna dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah, atau 1/3
distal.Fraktur dapat terjadi pada salah satu tulang ulna atau radius saja dengan atau
tanpa dislokasi sendi.Fraktur radius ulna biasanya terjadi pada anak-anak (Muttaqin,
2008).
Fraktur os radius dan fraktus os ulna adalah trauma yang terjadi pada bagian
tungkai depan. Kadang kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering terjadi
karena trauma terjadi pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut (Alex, 2011).
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung sewaktu jatuh dengan
posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme refleks jatuh di
mana lengan akan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk (Busiasmita,
Heryati & Attamimi,2012).
Kekhasan dari fraktur radius ulna dapat dipengaruhi oleh otot antar tulang, yaitu
otot supinator, pronator teres, pronator kuadratus yang memuat gerakan pronasi-
supinasi yang berinsersi pada radius dan ulna.

5. Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera, penganiayaan;
terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki riwayat fraktur saat yang tidak
meyakinkan; atau diakibatkan oleh beberapa fraktur ringan karena kelemahan tulang,
osteoporosis, individu yang mengalami tumor tulang bagian antebrachii, infeksi atau
penyakit lainnya, hal ini dinamakan fraktur patologis; atau bisa juga diakibatkan oleh
fraktur stress yaitu terjadi pada tulang yang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang misalnya pada atlet-atlet olahraga, karena kekuatan otot
meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu mampu melakukan aktifitas
melebihi tingkat sebelumnya walaupun mungkin tulang tidak mampu menunjang
peningkatan tekanan (Corwin, 2009).
Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari luar ke
tulang. Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari kemampuan tahanan tulang dan resistensi tulang untuk melawan tekanan berpindah
mengikuti gaya tekanan tersebut (Muscari, 2010). Disaat demikian itu, terjadilah trauma
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.Setelah fraktur
terjadi, peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak.Kemudian timbul pendarahan pada sekitar patahan dan
dalam jaringan lunak yang ada di dalamnya sehingga terbentuk hematoma pada rongga
medulla tulang, edema, dan nekrokrik sehingga terjadi gangguan hantaran ke bagian
distal tubuh (Suratun, 2012).
Etiologi patah tulang menurut (Suratun, 2012) adalah :
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat
yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan
lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :
1) Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa,
misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur.
2) Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi
fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula.
3) Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu fraktur
juga disebabkan olehkarena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau
karena tarikan spontan otot yang kuat.
b. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak
mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.
c. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan
tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
ostepororsis.

6. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur antebrachii :
a. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna

Gambar 5
Fraktur Radius-
Ulna

b. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna

Gambar 6
fraktur Ulna
c. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi
Radioulna proksimal.

Gambar 7
Fraktur Montega

d. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

Gambar 8
Fraktur Rius

e. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi
radioulna distal

7. Patofisiologi Fraktur Radius Ulna


Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam keadaan
outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan bawah dalam posisi supinasi.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau karena hiperpronasi (pemutaran
lengan bawah kea rah dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched.
Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi
pada anak-anak usia 10 tahun (5-13 tahun) .Baik radius maupun ulna keduanya dapat
mengalami patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila
kedua tulang patah.Adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan
pada beberapa bagian.Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum
kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan
mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak
ini sampai padpat terjadia pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih
besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang
mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.
Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan
persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf
ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.
Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus Medianus. Jika kerusakan terjadi
pada otot sbb:
a. M. Pronator Teres : mengakibatkan ketidakmampuanpronasi lengan bawah.
b. M. fleksus kapi radialis : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dan abduksi
pergelangan tangan.
c. M. Palmaris longus : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi pergelangan tangan.
d. M. fleksor digitorum superfisialis: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dua
falang proksimal dan pergelangan tangan.
e. M. fleksor polisis longus : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi semua sendi
jempol.
f. M. pronator kuadratus : mengakibatkan ketidakmampuan pronator lengan bawah.
g. M. abductor polisisi brevis: mengakibatkan ketidakmampuan abduksi jempol.
h. M. oponens polisis : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi falang proksimal
jempol.
Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus Ulnaris. Jika kerusakan
terjadi pada otot
a. M.Fleksor karpi ulnaris: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dan adfuksi
pergelangan tangan.
b. M. abductor polisis : mengakibatkan ketidakmampuan adduksi jempol.
c. M. abductor digiti minimi : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi falang proksimal
jempol.
d. M.oponenes digiti minimi: mengakibatkan ketidakmampuan oposisi terhadap
kelingking.

8. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari fraktur antara lain (Smeltzer & Bare, 2010):
a. Nyeri hebat di tempat fraktur
Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum diimobilisasi. Nyeri ini timbul
karena ketika tulang tersebut patah, otot akan mengalami spasme.
b. Adanya pemendekan tulang
Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah fraktur.
c. Pembengkakan dan Perubahan Warna
Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur, fragmen tulang
yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya sehingga terjadi respon
inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi pembuluh darah dan pelepasan
mediator-mediator.
d. Hilangnya fungsi radius-ulna
e. Deformitas
f. Krepitasi
Pada anamnesis selalu ditemukannya deformitas pada daerah sekitar radius- ulna
pada tangan klien(helmi,2013).
a. Look: pada fase awal trauma, klien akan meringis kesakitan. Terlihat adanya
deformitas pada lengan bawah klien. Apabila didapatkan nyeri dan deformitas
pada lengan bawah maka perlu dikaji adanya perubahan nadi, perfusi yang tidak
baik(akral dingin pada lesi), dan CRT >3 detik dimana hal ini merupakan tanda-
tanda peringatan tentang terjadinya kompartemen sindrom. Sering didapatkan
kasus fraktur radius-ulna dengan komplikasi lebih lanjut.
b. Feel: adanya keluhan nyeri misal skala 6, nyeri tekan dan krepitasi, sensasi
masih terasa di area distal.
c. Move:gerak fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi supinasi terbatas .
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray) digunakan untuk
mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan kedudukan tulang, maka
digunakan kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan karena adanya patologi yang dicari berupa
superposisi. Permintaan x-ray harus didasari pada adanya permintaan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksan ini didapatkan adanya garis patah pada tulang batang
humerus pada foto polos.
Hal yang harus dibaca pada x-ray harus meliputi 6 A yaitu:
1. Anatomi
2. Articular
3. Alignment
4. Angulation
5. Apeks
6. Apposition
Selain foto polos x-ray ada kemungkinan perlu teknik kusus seperti Computed
tomografi-scanning (CT-scan) : menggambarkan potongan secara transfersal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Hasil X-Ray Fraktur Antebranchii

Hasil CT-scan Radius Ulnaris


10. Pemeriksaan laboraturium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena menunjukan bahwa
kegiatan osteoblast dalam membentuk tulang.
c. Enzyme otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5) aspartate amino
transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

11. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan


a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitifitas yang mungkin
mengindikasikan terjadinya infeksi oleh mikroorganisme.
b. Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih diindikasikan oleh dugaan terjadinya infeksi.
c. Arthroscopy: didapatkan trauma jaringan ikat yang rusak atau sobel karena trauma
yang berlebihan.
d. Indium imaging: pada pemeriksaan ini akan diadapatkan infeksi pada tulang.
e. MRI: menggambarkan kerusakan pada semua jaringan akibat oleh fraktur,
termasuk jaringan lunak, dan tulang.

12. Penatalaksanaan
Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi.Fraktur
radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga
umumnya membutuhkan terapi operatif.Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi
ekstra artikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulnadapat diatasi secara
efektif dengan primary care provider.Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-
anak dan remaja, serta mudah sembuh pada kebanyakan kasus.
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi,
terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
a. Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar
sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya
dapat dipersiapkan lebih sempurna.
b. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur
semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak
normal.
c. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan
fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
d. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal.

Gambar 10
Proses
Penyembuhan
Fraktur

13. Penatalaksanaan Keperawatan


a. Mitra : Membangun hubungan dengan klien, serupa dengan teman.memenuhi
kebutuhan klien untuk memperoleh informasi tentang kondisi, pembedahan, dan
penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat berbagi rasa takut dan
memberi kepercayaan pada perawat
b. Pembimbing : Perawat berperan sebagai instruktur selama fase awal remobilisasi
dan rehabilitasi klien
c. Peningkat rasa nyaman dengan cara pemeliharaan asupan cairan dan diet yang
sesuai, pemeliharaan standar hygiene personal dan berpakaian.
d. Manajer Resiko : perawat mencegah terjadinya komplikasi tersering pada fraktur
radius ulna yaitu emboli lemak ataupun sindrom kompartemen
e. Teknisi : Perawat melakukan strategi yang digunakan untuk menstabilkan fraktur
radius ulna yang meliputi pemasangan dan asuhan gips dan alat bantu, pemasangan
dan penatalaksanaan traksi.
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai
berikut:
a. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak,
kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah
radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya
pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur.Pada ujung
tulang yang patah terjadi ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan
yang mengakibatkan matinya osteocyt pada daerah fraktur tersebut.
b. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah
proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur.Hematoma
terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan
aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis
dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Prosesdari
periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam
satu proses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar daritulang
tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini
mungkin tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkinbanyak
sekali, walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan
tulang.Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium.
c. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik
akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan
matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida,yang segera
bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau young
callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada akhir stadium terdapat dua
macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut external
callus.
d. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh
aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan
pembentukan lamela-lamela). Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan
sedah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary
callus.Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang
radioopaque.Fase ini terjadi sesudah 4 (empat) minggu, namun pada umur-umur
lebih mudah lebih cepat.Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi
dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang
yang normal.
e. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang
banyak dan tulang sedah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan
kembali dari medula tulang.Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang
terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun
didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti
stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan
sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali
dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan
aslinya.
Ilizarov, Bone lengthening, Bone distraction osteogenesis atau Callotaxis
adalah suatu istilah yang sama dalam program pemanjangan tulang. Ilizarov
dikembangkan pertama kali oleh seorang dari Siberia Rusia yang bernama Gabriel
Abramovich Ilizarov. Ilizarov adalah suatu alat eksternal fiksasi yang berfungsi
untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran tulang dan untuk membantu dalam
proses pemanjangan tulang.

Gambar 11
Callotaxis

Indikasi pemasangan Ilizarov :


a. Menyamakan panjang lengan atau tungkai yang tidak sama.
b. Menyamakan dan menumbuhkan daerah tulang yang hilang akibat patah
tulang terbuka yang hilang.
c. Membuang tulang yang infeksi dan diisi dengan cara menumbuhkan tulang
yang sehat.
d. Menambah tinggi badan.
Kontra indikasi pemasangan Ilizarov :
a. Open fraktur dengan soft tissue yang perlu penanganan lanjut yang lebih
baik bila dipasang single planar fiksator.
b. Fraktur intra artikuler yang perlu ORIF.
c. Simple fraktur (bisa dengan pemasangan plate and screw nail wire).
14. Komplikasi
Komplikasi fraktur radius ulna diklasifikasikan sebagai komplikasi cepat (saat
cedera), awal (dalam beberapa jam atau hari), dan lambat (dalam beberapa minggu
atau bulan).
a. Komplikasi Cepat Fraktur Radius Ulna, meliputi:
1) Perdarahan, kehilangan darah dari tulang yang mengalami fraktur, termasuk
juga kehilangan darah dari kerusakan pada jaringan sekitar tulang yang
mengalami fraktur.
2) Kerusakan arteri saraf brachialis yang terletak di dekat radius ulna
b. Komplikasi Awal Radius Ulna, meliputi:
1) Emboli lemak yang terjadi terutama pada bagian yang mengalami fraktur
radius ulna
2) Masalah imobilisasi lokal (misalnya ulkus dekubitus, trombosis vena
profunda, infeksi dada).
3) Sindrom kompartemen.
c. Komplikasi Lambat, meliputi:
1) Deformitas.
2) Osteoarthritis sekunder (sendi).
3) Nekrosis asepsis dan atau avaskular dapat terjadi terutama setela fraktur pada
tulang seperti radius ulna Terjadi akibat gangguan suplai darah ke tulang
tersebut setelah fraktur (Brooker, 2011).

B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Peri Anestesi


1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan dilakukan
tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi. Pengkajian pre anestesi
meliputi :
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
3) Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien, pemeriksaan
sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler (bleeding),sistem
persyarafan (brain), sistem perkemihan dan eliminasi (bowel), sistem
tulang, otot dan integument (bone).
4) Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan, USG, dll.
5) Kelengkapan berkas informed consent.
b. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat menilai
klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan
diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi pre
anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi
1) Dx : Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi/pembiusan.
 Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan.
 Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif secara tepat.
 Pasien taampak tenang dan kooperatif.
 Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kecemasan.
 Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
 Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
 Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
 Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
 Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
 Kolaborasi untuk memberikan obat penenang.
Evaluasi :
 Pasien mengatakan paham akan tindakan pembiusan atau anestesi.
 Pasien mengatakan siap dilakukan prosedur anestesi dan operasi.
 Pasien lebih tenang.
 Ekspresi wajah cerah.
 Pasien kooperatif ditandai tanda-tanda vital dalam batas normal.
2) Dx : Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi.
Tujuan : keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh
tercukupi.
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan tidak haus/tidak lemas.
 Akral kulit hangat.
 Haemodinamik normal.
 Masukan dan keluaran cairan seimbang.
 Urine output 1-2 cc/kgBB/jam.
 Hasil laborat elektrolit darah normal.
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kekurangan volume cairan.
 Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit.
 Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit.
 Monitor hemodinamik pasien.
 Monitor perdarahan.
Evaluasi :
 Kebutuhan volume cairan seimbang.
 Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan tetesan infus lancar.
 Cairan masuk dan keluar pasien terpantau.
 Hemodinamik normal.
 Laboratorium.
2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra anestesi
meliputi :
1) Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
2) Pelaksanaan anestesi
3) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5 menit
sampai 10 menit.

b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan,
tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
1) Dx : Pola nafas tidak efektif b/d penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Pola napas pasien menadi efektif/normal.
Kriteria hasil :
 Frekuensi napas normal.
 Irama napas sesuai yang diharapkan.
 Ekspansi dada simetris.
 Jalan napas pasien lancar tidak didapatkan adanya sumbatan.
 Tidak menggunakan obat tambahan.
 Tidak terjadi sianosis, saturai O2 96-100%.
Rencana tindakan:
 Bersihkan secret pada jalan napas.
 Jaga patensi jalan napas.
 Pasang dan beri suplai oksigen yang adekuat.
 Monitor perfusi jaringan perifer.
 Monitor ritme, irama dan usaha respirasi.
 Monitor pola napas dan tanda-tanda hipoventiasi.
Evaluasi :
 Pola napas efektif dan tidak ada tanda-tanda sianosis.
 Napas spontan, irama dan ritme teratur.
2) Dx : Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : Tidak akan terjadi aspirasi
Kriteria hasil :
 Pasien mampu menelan.
 Bunyi paru bersih.
 Tonus otot yang adekuat.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien.
 Pantau tanda-tanda aspirasi.
 Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah, kemampuan
menelan.
 Pantau bersihan jalan napas dan status paru.
 Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
 Tidak ada muntah.
 Mampu menelan.
 Napas normal tidak ada suara paru tambahan.
3) Dx : Resiko kecelakaan cedera b/d efek anestesi umum.
Tujuan : Pasien aman selama dan setelah pembedahan.
Kriteria hasil :
 Selama operasi pasien tidak bangun/tenang.
 Pasien sadar setelah anestesi selesai.
 Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan.
 Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi.
 Pasien aman tidak jatuh
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien, tingkatkan keamanan bila perlu gunakan tali pengikat.
 Jaga posisi pasien immobile.
 Atur tmeja operasi atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi fisiologis
dan psikologis.
 Cegah resiko injuri jatuh.
 Pasang pengaman tempat tidur ketika melakukan transportasi pasien.
 Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul.
Evaluasi :
 Pasien aman selama dan setelah pembiusan.
 Pasien nyaman selama pembiusan, tanda-tanda vital stabil.
 Pasien aman tidak jatuh.
 Skor aldert pasien ≥ 9 untuk bisa dipindahkan ke ruang rawat.
3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan tindakan
pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Pengkajian Post
anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi general) dan skala
Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan,
tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi
1) Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d mukus banyak, sekresi
tertahan efek dari general anestesi.
Tujuan : bersihan jalan napas pasien efektif.
Kriteria hasil :
 Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
 Suara napas bersih.
 Tidak sianosis.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien.
 Pantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola napas.
 Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
 Pantau respirasi dan status oksigenasi.
 Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
 Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam.
 Auskultasi suara napas dan pantau status oksigenasi dan hemodinamik.
Evaluasi :
 Jalan napas efektif.
 Napas pasien spontan dan teratur.
 Tidak ada tanda-tanda sianosis.
 Status hemodinamik pasien stabil.
2) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah b/d pengaruh sekunder obat
anestesi.
Tujuan : Mual muntah berkurang.

Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan mual berkurang.
 Pasien tidak muntah.
 Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
 Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
 Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
 Pantau turgor kulit.
 Pantau masukan dan keluaran cairan.
 Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
 Perasaan pasien lega, tidak pusing dan terbebas dari rasa mual.
 Akral kulit hangat tidak pucat/sianosis.
 Nadi teratur dan kuat
 Status hemodinamik stabil.
3) Dx : Nyeri akut b/d agen cidera fisik (operasi)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
 Pasien mampu istirahat.
 Ekspresi wajah tenang dan nyaman.
Rencana tindakan:
 Kaji drajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri.
 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
 Ajarkan tehnik relaksasi.
 Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
 Rasa nyeri berkurang atau hilang.
 Hemodinamik normal.
 Pasien bisa istirahat dan ekspresi wajah tenang.
4) Dx : Hipotermi b/d berada atau terpapar di lingkungan dingin.
Tujuan : Pasien menunjukan termoregulasi.
Kriteria hasil :
 Kulit hangat dan suhu tubuh dalam batas normal.
 Perubahan warna kulit tidak ada.
 Pasien tidak menggigil kedinginan.
Rencana tindakan:
 Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan atau operasi sesuai yang
diharapkan.
 Pantau tanda-tanda vital.
 Beri penghangat.
Evaluasi :
 Suhu tubuh normal.
 Tanda-tanda vital stabil.
 Pasien tidak menggigil.
 Warna kulit tidak ada perubahan.
PATHWAY FRAKTUR
C. Konsep Teori General Anestesi
1. Pengertian
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen menurut Mangku &
Senapathi (2010) yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati ingatan’), analgesi
(bebas nyeri = “mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (“mati gerak”). Ketiga target
anestesia tersebut populer disebut dengan “Trias anestesi”. General anestesi adalah
suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa
nyeri diseluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia.
2. Indikasi
a. Infant dan anak usia muda
b. Dewasa yang memilih anestesi umum
c. Pembedahannya luas / eskstensif
d. Penderita sakit mental
e. Pembedahan lama
f. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
g. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi lokal
h. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia dan bedah anak biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
3. Kontra Indikasi
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang
mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap
hepar atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran
darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena
bisa menyebabkan peninggian gula darah.

4. Teknik
General anestesi menurut Mangku & Senapathi (2010) membagi anestesi menjadi 3
komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik general anestesi antara lain:
a. General Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung kedalam pembuluh darah vena.
Obat induksi bolus disuntikkan dengan kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesi hemodinamik harus selalu diawasi dan diberikan oksigen.
b. General Anestesi Inhalasi
Merupakan teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah
menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
Menurut Mangku & Senapathi (2010) ada beberapa teknik general anestesi
inhalasi antara lain:
1) Inhalasi sungkup muka
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi
adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi
kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat dan posisi
terlentang.
2) Inhalasi Sungkup Laryngeal Mask Airway (LMA)
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi
adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi
kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat dan posisi
terlentang.
3) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas spontan
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi
adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi
didaerah kepala-leher dengan posisi terlentang, berlangsung singkat dan tidak
memerlukan relaksasi otot yang maksimal.
4) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas kendali
Inhalasi ini menggunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi, selanjutnya
dilakukan nafas kendali. Komponen anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik,
analgetik dan relaksasi otot. Teknik ini digunakan pada operasi yang
berlangsung lama >1jam (kraniotomi, torakotomi,laparatomi, operasi dengan
posisi lateral dan pronasi).
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan kombinasi obat-obatan baik
obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
general anestesi dengan anestesi regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang
5. Komplikasi (Miller, 2010)
a) Trauma pada jaringan lunak gigi dan mulut
b) Hipertensi sistemik dan takikardi
c) Aspirasi cairan lambung
d) Barotrauma paru
e) Spasme laring
f) Edema laring
DAFTAR PUSTAKA

Brokker, 2011 Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes.2004
Brunner and Suddarth , 2010. Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta.
Carwin, 2009. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, A. dkk . 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculopius
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis : Definition and
Classification 2011-2012. NANDA International. Philadelphia.
Smeltze. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.
Suratun. 2012. Anatomi Muskuloskeletal, Program Studi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga / RSUD. dr. Soetomo
Watson. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 4. Jakarta : EGC
NANDA. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017. The North
American Nursing Diagnosis Association. Philadelphia. USA
Nuratif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Yogyakarta : Mediaction

You might also like