You are on page 1of 50

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II

PROGRAM ALIH JENIS 2016


SEMESTER 1

SIMULASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN ADVOKASI PASIEN


PADA KASUS BERKAITAN DENGAN PENYAKIT KRONIS PADA
ANAK SYSTEM RESPIRASI

DISUSUN OLEH : B19 AJ1

KELOMPOK 3

1. MUHAMMAD ROZIQIN 131611123017


2. OKTAPIANTI 131611123018
3. MUHAMMAD ANIS TASLIM 131611123019
4. AMIRA AULIA 131611123020
5. DWI HARTINI 131611123021
6. BAIQ SELLY SILVIANI 131611123022
7. KHOLIDATUL AZIZAH 131611123023
8. NUR SAYYID JALALUDDIN RUMMY 131611123024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Simulasi Pengambilan Keputusan Dan Advokasi Pasien Pada Kasus Berkaitan
Dengan Penyakit Kronis Pada Anak System Respirasi”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami hambatan dan


kesulitan, tapi berkat bimbingan dari semua pihak maka makalah ini dapat
terselesaikan, untuk itu berkenanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :

1. Ilya Krisnana, S.Kep.,Ns.,MKep selaku dosen penanggung jawab mata


kuliah Keperawatan Anak II sekaligus dosen fasilitator.
2. Seluruh staf Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
3. Rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga khususnya
program B19.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan
berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca, guna menambah wawasan dalam
asuhan keperawatan pada pasien asma

Surabaya, Desember
2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... I
KATA PENGANTAR ................................................................................... II
DAFTAR ISI .................................................................................................. III

BAB I CONTOH KASUS .............................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Peraturan UU tentang pasien ....................................................... 2


B. BPJS
1. Definisi ................................................................................... 4
2. Landasan Hukum BPJS Kesehatan ............................................. 5
3. Peserta BPJS Kesehatan.............................................................. 5
4. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan ............................. 8
5. Manfaat BPJS Kesehatan ............................................................ 8
6. Pendaftaran BPJS Kesehatan ...................................................... 9
7. Bentuk Pelayanan BPJS Kesehatan ............................................ 10
8. System Premi dalam BPJS Kesehatan ........................................ 11
9. Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran ................................... 13
10. Kelebihan dan Kekurangan BPJS Kesehatan ............................ 13
C. HAM Anak ................................................................................... 14
D. Kode Etik Keperawatan
1. Definisi Kode Etik Keperawatan ................................................ 21
2. Fungsi Kode Etik Keperawatan .................................................. 22
3. Maksud dan Tujuan Etik ............................................................ 23
4. Kode Etik Keperawatan Menurut American Nurses Association
(ANA) ................................................................................... 23
E. Dilema Etik
1. Pengertian ................................................................................... 24

iii
2. Prinsip Moral dalam Masalah Etik ............................................. 25
3. Masalah Etik dalam Praktik Keperawatan .................................. 27
4. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah atau Dilema Etik ........ 28
5. Enam Pendekatan dalam Menghadapi Dilema Etik ................... 30
6. Pemecahan Masalah Etik Menurut Para Ahli ............................. 30
7. Hal yang Berkaitan dengan Masalah .......................................... 32

BAB III ANALISIS MASALAH


A. Adanya Dilema dalam Status Peran ........................................... 34
B. Prinsip Etik ................................................................................... 35
C. Rencana Strategis .......................................................................... 35
D. Peran Perawat ................................................................................ 36
E. Pengambilan Keputusan ............................................................... 37

BAB IV SKENARIO ROLE PLAY ........................................................... 39

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 45
B. Saran ................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
CONTOH KASUS

Jumila seorang anak perempuan berusia 10 tahun dititipkan kedua orang


tuanya kepada nenek dan kakeknya karena ibu dan bapaknya bekerja sebagai kuli
di luar kota dan biasanya pulang 1 minggu sekali. Suatu hari Jumila mengalami
sesak nafas saat membantu kakek dan neneknya membersihkan rumah. Nenek dan
kakek jumila tidak segera membawa cucunya ke rumah sakit karena beranggapan
sesaknya akan berkurang seperti biasanya. Nenek Juminten hanya mengoleskan
minyak kayu putih dan membelikan obat di warung dekat rumah. Namun ternyata
setelah 1 hari sesak jumila tidak kunjung berkurang bahkan lebih parah, kondisinya
semakin melemah, dan bibirnya kebiruan. Keesokan harinya nenek dan kakek
jumila membawa Jumila ke salah satu rumah sakit terdekat di kota Surabaya.

Saat di IRD anak Jumila diberikan terapi oksigen 8 lpm dan dilakukan
nebulizer. Setelah mendapatkan perawatan selama satu hari di IRD sesak jumila
tidak kunjung berkurang sehingga dokter menginstruksikan dan menjelaskan
kepada nenek dan kakek Jumila agar Jumila dirawat inap. Nenek Juminten tidak
segera menyetujui dan meminta perawat menghubungi orang tua Jumila. Saat kedua
orang tua Jumila datang, mereka menyatakan bahwa mereka tidak menyetujui
Jumila dilakukan rawat inap. Kedua orang tua Jumila meminta agar anaknya dapat
dirawat jalan saja.

Perawat menjelaskan kondisi Jumila kepada kedua orang tuanya dan alasan
mengapa anaknya harus dilakukan rawat inap. Namun orang tua Jumila tetap
menolak karena alasan biaya, selain itu kedua orang tua jumila tidak memiliki BPJS
ataupun jaminan kesehatan lainnya, dan keluarga Jumila merupakan keluarga tidak
mampu.

Perawat menyarankan agar kedua orang tua Jumila segera mengurus BPJS
sementara itu Jumila tetap dilakukan rawat inap dengan biaya pribadi terlebih
dahulu mengingat kondisi Jumila yang tidak memungkinkan untuk dirawat jalan.
Meskipun telah dijelaskan oleh perawat seperti itu orang tua Jumila tetap menolak
anaknya untuk dirawat inap, karena tetap ketakukan memikirkan masalah biaya.

Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memperhatikan
kondisi anak Jumila yang semakin buruk dan harus mendapatkan perawatan
namun di sisi lain perawat tidak dapat memaksakan kedua orang tua jumila
mengingat kondisi keluarga yang memang tidak mampu.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Peraturan Undang-Undang Tentang Pasien


Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien
dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak
konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga


merupakan Undang-Undang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan
bagi pasien. Hak-hak pasien diatur dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah:
1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
2. meminta pendapat dokter atau dokter lain;

2
3. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. menolak tindakan medis;
5. mendapatkan isi rekam medis.

Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32 Undang-


Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:
1. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit;
2. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
4. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
5. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
6. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
7. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
8. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit;
9. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya;
10. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan;
11. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
12. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
13. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama
hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

3
14. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit;
15. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya;
16. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
17. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana; dan
18. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang


tersedia bagi pasien adalah:
1. Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan
umum maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45
UUPK)
2. Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap
undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana
atas pelanggaran hak-hak pasien.

B. BPJS
1. Definisi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau disingkat BPJS adalah
badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Adapun BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan
kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

4
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. BPJS
Kesehatan sebagaimana yang kita ketahui telah beroperasi mulai tanggal 1
Januari 2014. (Kemenkes RI, 2013)

2. Landasan Hukum BPJS Kesehatan


Landasan Hukum BPJS Kesehatan meliputi:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial

3. Peserta BPJS Kesehatan


Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang
dikelola oleh BPJS, termasuk juga orang-orang asing yang telah bekerja
paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Peserta
tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan bukan PBI dengan
rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu, sebagaimana diamanatkan UU SJSN
yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan
Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah. Selain itu, yang
berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah yang
mengalami cacat total tetap dan tidak mampu. Cacat total tetap
merupakan kecacatan fisik dan /atau mental yang mengakibatkan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan (penetapan
cacat total dilakukan oleh dokter yang berwenang).
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas:

5
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya. Pekerja penerima
upah ini adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja
dengan menerima gaji atau upah, dan mereka adalah:
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
memenuhi kriteria penerima upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya. Pekerja
bukan penerima upah ini adalah setiap orang yang bekerja atau
berusaha atas resiko sendiri, dan mereka yaitu:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah.
3) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk
warga negara asing yang bekerja di Indonesia pa ling singkat 6
(enam) bulan.
4) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya. Bukan pekerja adalah
setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran
Jaminan Kesehatan, yang terdiri atas:
a) Investor;
b) Pemberi Kerja (orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau
penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri
dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk
lainnya)
c) Penerima Pensiun;
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan; dan

6
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan
huruf e yang mam pu membayar Iuran.
5) Penerima pensiun terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun;
c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d) Penerima Pensiun selain huruf a, hu ruf b, dan huruf c; dan
e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d
yang mendapat hak pensiun.

Anggota Keluarga yang Ditanggung


a. Pekerja Penerima Upah :
1) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak
kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5
(lima) orang.
2) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak
angkat yang sah, dengan kriteria:
a) tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri;
b) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan
formal.
c) Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja :

b. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan


(tidak terbatas).
1) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

7
2) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dan lain-lain.

4. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan


a. Hak Peserta
1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan;
2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban
serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan
4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan
atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
b. Kewajiban Peserta
1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;
2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat I;
3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan
oleh orang yang tidak berhak;
4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

5. Manfaat BPJS Kesehatan


Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang
bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:

8
a. Penyuluhan kesehatan perorangan. Penyuluhan kesehatan perorangan
meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Imunisasi dasar. Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett
Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPT-HB),
Polio, dan Campak.)
c. Keluarga berencana. Pelayanan keluarga berencana yang dijamin
meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi Vaksin
untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan bekerja
sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan. Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara
selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah
dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Ketentuan mengenai tata
cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis penyakit, dan waktu
pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud diatur dalam
Peraturan Menteri.

Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat


medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan besaran
iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi,
dan ambulans. Manfaat akomodasi dibedakan berdasarkan skala besaran
iuran yang dibayarkan. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan
dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan.

6. Pendaftaran BPJS Kesehatan


Proses pendaftaran menjadi peserta BPJS Kesehatan dapat dilakukan
secara kolektif maupun perorangan. Persyaratan pendaftaran adalah
mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) serta melampirkan pas foto
terbaru masing-masing 1 (satu) lembar ukuran 3x4 cm (kecuali bagi anak

9
usia balita), Mengisi kesediaan membayar iuran serta menunjukkan /
memperlihatkan dokumen sebagai berikut:
a. Asli / foto copy Kartu Keluarga dan KTP (diutamakan KTP elektronik);
b. Foto copy surat nikah
c. Foto copy akte kelahiran anak / surat keterangan lahir yang menjadi
tanggungan.
d. Dokumen-dokumen lain sesuai dengan kebutuhan dan syarat yang
harus dipenuhi oleh peserta.

7. Bentuk Pelayanan BPJS Kesehatan


Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan
non spesialistik yang mencakup:
1) Administrasi pelayanan;
2) Pelayanan promotif dan preventif;
3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
7) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama;
dan
8) Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan
kesehatan rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:
1) Administrasi pelayanan;
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis;
3) Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai
dengan indikasi medis;
4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

10
5) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi
medis;
6) Rehabilitasi medis;
7) Pelayanan darah;
8) Pelayanan kedokteran forensik klinik;
9) Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap
di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan bpjs kesehatan,
berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil
jenazah;
10) Perawatan inap non intensif; dan
11) Perawatan inap di ruang intensif.
c. Persalinan. Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah
persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/
meninggal.
d. Ambulan. Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan satu ke fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan
menyelamatkan nyawa pasien.

8. Sistem Premi dalam BPJS Kesehatan


Premi dalam BPJS Kesehatan diistilahkan dengan sebagai iuran. Iuran
Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
Adapun sistem premi (iuran) yang diberlakukan kepada peserta BPJS
Kesehatan adalah:
a. Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran
dibayar oleh Pemerintah.
b. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota
Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri
sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan

11
ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua
persen) dibayar oleh peserta.
c. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh
Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
d. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar
sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan,
dibayar oleh pekerja penerima upah.
e. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan
penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
1) Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas III.
2) Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas II.
3) Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas I.
f. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan
janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%
(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar
oleh Pemerintah.
g. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

9. Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran

12
a. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah
dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
total iuran ang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan,
yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh
Pemberi Kerja.
b. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah
dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua
persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk
waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran
yang tertunggak.
c. Pembayaran bisa melalui ATM, teller bank, sms bangking, phone
banking pada bank yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
yakni BNI, Mandiri, dan BRI, kapanpun di mana pun.

10. Kelebihan dan Kekurangan BPJS Kesehatan


BPJS Kesehatan yang baru beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014,
tentunya tidak luput dari kekurangan. Namun walaupun demikian BPJS
Kesehatan pun tentu memiliki kelebihan. Berdasarka analisis, kekurangan
dan kelebihan BPJS Kesehatan anatara lain:
a. Kelebihan
1) Lebih menguntungkan dibandingkan asuransi komersial, yang
mana BPJS kepesertaanya wajib bukan sukarela, BPJS Kesehatan
bukan profit (mencari keuntungan) tetapi bersifat non-profit, dan
manfaat yang didapat bersifat komprehensif.
2) Secara aturan BPJS Kesehatan memenuhi prinsip-prinsip jaminan
sosial.
3) Sistem gotong royong yang memunculkan kemandirian.
4) Asuransi berlaku seumur hidup dari anak baru lahir hingga lansia.
b. Kekurangan
1) Terjadi pengalihan tanggung jawab negara kepada individu atau
rakyat melalui iuran yang dibayarkan langsung, atau melalui
pemberi kerja bagi karyawan swasta, atau oleh negara bagi pegawai

13
negeri. Lalu sebagai tambal sulamnya, negara membayar iuran
program jaminan sosial bagi yang miskin. Pengalihan tanggung
jawab negara kepada individu dalam masalah jaminan sosial juga
bisa dilihat dari penjelasan undang-undang tersebut tentang prinsip
gotong-royong yaitu: Peserta yang mampu (membantu) kepada
peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi
seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang
berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Jadi,
jelas undang-undang ini justru ingin melepaskan tanggung jawab
negara terhadap jaminan sosial atau kesehatan.
2) Yang akan menerima jaminan sosial adalah mereka yang terdaftar
dan tercatat membayar iuran.
3) Belum mencakup semua masyarakat, misalnya gelandangan, anak
panti asuhan, orang jompo, dan sebagainya.
4) Jaminan sosial tersebut hanya bersifat parsial, misalnya jaminan
kesehatan : tidak semua jenis penyakit dan semua jenis obat akan
ditanggung oleh BPJS.
5) Sistem kerjasama dengan rumah sakit belum efektif. Masih banyak
rumah sakit swasta yang enggan bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan karena merasa dirugikan.

C. HAM Anak
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak
merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan.
Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dalam Bab III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia pada Bagian

14
Kesepuluh mengatur mengenai hak anak. Bagian yang mempunyai judul Hak
Anak ini memberikan ketentuan pengaturan yang dituangkan ke dalam 15
(lima belas) pasal, dimana dalam Pasal 52 ayat (2) disebutkan bahwa hak anak
adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan
dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia
memberikan batasan pengertian mengenai anak yaitu setiap manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya. Batasan pengertian mengenai anak yang terdapat dalam Pasal
1 angka 5 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tersebut mempunyai
makna yang sama dengan batasan pengertian yang terdapat dalam Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yang menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan
pada setiap warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan
perlindungan terhadap hak anak yang merupakan salah satu dari hak asasi
manusia. Pemerintah Indonesia dalam usahanya untuk menjamin dan
mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak adalah melalui
pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Perlindungan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang tersebut adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 3 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan
bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Undang-Undang tentang

15
Perlindungan Anak yang berisi 93 (Sembilan puluh tiga) pasal ini dibagi ke
dalam XIV (empat belas) bab yang berisi mengenai :
1. Ketentuan Umum;
2. Asas dan Tujuan;
3. Hak dan Kewajiban Anak;
4. Kewajiban dan Tanggung Jawab;
5. Kedudukan Anak;
6. Kuasa Asuh;
7. Perwalian;
8. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak;
9. Penyelenggaraan Perlindungan;
10. Peran Masyarakat;
11. Komisi Perlindungan Anak Indonesia;
12. Ketentuan Pidana;
13. Ketentuan Peralihan; dan
14. Ketentuan Penutup.

Hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia diatur


dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 yang antara lain meliputi
hak :
1. atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara;
2. sejak dalam kandungan untuk hidup, mempertahankan hidup, dan
meningkatkan taraf kehidupannya;
3. sejak kelahirannya atas suatu nama dan status kewarganegaraannya;
4. untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya Negara.
5. untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk terjamin kehidupannya
sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;

16
6. untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai
dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua
dan/atau wali;
7. untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri;
8. untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing
kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa;
9. untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan
fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual
selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun
yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut;
10. untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan
kehendak anak sendiri kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah
yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan
terbagik bagi anak;
11. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya;
12. untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi
dan berkreasi sesuai dengan minta, bakat dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri;
13. untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak
sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya;
14. untuk tidak dilibatkan di dalam peristiea peperangan, sengketa bersenjata,
kerusuhan social dan peristiwa lain yang mengandung unsure kekerasan;
15. untuk mendapat perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap
pekerjaan yang membahayakan dirinya sehingga dapat mengganggu
pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental
spiritualnya;
16. untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan ekslpoitasi dan pelecehan
seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;

17
17. untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi; dan
18. untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tidak mencantumkan


ketentuan mengenai kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan mengenai
kewajiban yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut adalah kewajiban
dasar manusia secara menyeluruh.
Bab III Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur
mengenai hak dan kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4
sampai dengan Pasal 18 sedangkan kewajiban anak dicantumkan pada Pasal
19. Hak anak yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Perlindungan
Anak tersebut antara lain meliputi hak :
1. untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
2. atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan;
3. untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;
4. untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri;
5. memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial;
6. memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;
7. memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat;
8. memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan;
9. menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan;

18
10. untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat
dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri;
11. mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik
ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya;
12. untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan/atau
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir;
13. memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
14. memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum;
15. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang
dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan
lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku,
serta membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum, bagi
setiap anak yang dirampas kebebasannya;
16. untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum; dan
17. mendapatkan bantuan hokum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak yang
menjadi korban atau pelaku tindak pidana.

Pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak anak dalam Undang-


Undang tentang Perlindungan Anak mempunyai banyak kesamaan dengan
ketentuan hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak juga mengatur mengenai
kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak. Ketentuan Pasal 19
menyebutkan bahwa setiap anak berkewajiban untuk a) menghormati orang
tua; b) mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; c) mencintai
tanah air, bangsa, dan negara; d) menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya; dan e) melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

19
Perlindungan anak sebagaimana batasan pengertian yang tercantum
dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dapat
terwujud apabila mendapatkan dukungan dan tanggung jawab dari berbagai
pihak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas hak
anak di Indonesia diatur dalam ketentuan Bab IV Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak. Pasal 20 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa
negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau
mental. Negara dan pemerintah juga berkewajiban serta bertanggungjawab
untuk memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak. Pengaturan mengenai kewajiban dan tanggung jawab
negara dan pemerintah tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak
mengatur mengenai jaminan negara dan pemerintah atas penyelenggaraan
perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,
pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan
kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin anak
untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan
usia dan tingkat kecerdasan anak. Jaminan yang diberikan oleh negara dan
pemerintah tersebut diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan
perlindungan anak.
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat atas perlindungan anak
sebagaimana diatur dalam Pasal 25. Kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran
masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan Pasal 72
ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa

20
peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan
anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga
pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
Pasal 26 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur
mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Orang tua
berkewajiban dan bertanggungjawab untuk a) mengasuh, memelihara,
mendidik, dan melindungi anak; b) menumbuhkembangkan anak sesuai
dengan kemampuan anak, bakan dan minatnya; dan c) mencegah terjadinya
perkawinan pada usia anak-anak. Apabila orang tua tidak ada, tidak dapat
melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, atau tidak diketahui
keberadaannya, maka kewajiban dan tanggung jawab orang tua atas anak dapat
beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak diatur dalam Bab IX
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap anak
diselenggarakan dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan, social, serta
perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat.

D. Kode Etik Keperawatan


1. Definisi Kode Etik Keperawatan
(Nisya&Hartanti,2013:36) Kode etik merupakan seperangkat
system norma,nilai dan aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang
berlaku bagi semua anggota organisasi profesi tertentu. Kode etik
merupakan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku
dalam menjalankan kewajiban profesi. Prinsip dasar kode etika dalah
menghargai hak dan martabat manusia.
Kode etik keperawatan merupakan asas tertulis yang harus dijadikan
pedoman bagi setiap perawat dalam proses berinteraksi dengan pasien agar
perilaku perawat tetap dalam koridor kebenaran. Kode etik keperawatan
juga mengatur hubungan profesional baik dengan klien, dokter maupun
sesama perawat.

21
Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan. Inti
dari hal tersebut, yaitu menerapkan nilai etika terhadap bidang
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat.
Kozier berpendapat bahwa kode etik keperawatan adalah:
a. Kode etik menjadi alat untuk menyusun standar praktik profesional
serta memperbaiki dan memelihara standar tersebut.
b. Kode etik adalah pedomen resmi untuk tindakan profesional. Artinya,
diikuti orang-orang dalam profesi dan harus diterima sebagai nila
pribadi bagi anggota profesional.
c. Kode etik memberi kerangka pikir kepada anggota profesi untuk
membuat keputusan dalam situasi keperawatan.
d. Etika akan menunjukan standar profesi untuk kegiatan keperawatan,
standar ini akan melindungi perawat dan pasien.

2. Fungsi Kode Etika Keperawatan


Fungsi etika keperawatan menurut Munas PPNI:
a. Sebagai alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan
b. Kerangka berpikir bagi para perawat untuk mengambil keputusan
tanggung jawab kepada masyarakat, anggota tim kesehatan, dan kepada
profesi yang lain.
Fungsi kode etik keperawatan menurut Nisya & Hartanti sebagai berikut:
a. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan
memahami dan menerima kepercayaan dan tanggung jawab yang
diberikan kepada perawat oleh masyarakat.
b. Menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin
hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktik etika.
c. Kode etik perawat menetapkan hubungan profesional yang harus
dipatuhi yaitu hubungan perawat dengan pasien sebagai advocator
(pelindung), perawat dengan tenaga profesi lain sebagai teman sejawat
dan dengan masyarakat sebagi perwakilan dari asuhan keperawatan
d. Kode etik keperawatan memberikan sarana pengaturan diri sebagai
profesi.

22
3. Maksud dan Tujuan Kode Etik
Tujuan dari kode etik keperawatan pada dasarnya adalah upaya agar para
perawat dalam menjalankan tugas dan fungsinya dapat menghargai dan
menghormati martabat manusia. Secara umum tujuan etika keperawatan
yaitu menciptakan dan mempertahankan kepercayaan antara perawat dan
klien, perawat dan perawat juga antara perawat dan masyarakat.
Sedangkan tujuan etika keperawatan menurut “Nasional For Nursing
(NLN)” pusat pendidikan tenaga keperawatan milik perhimpunan perawat
Amerika adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antar profesi
kesehatan lain dan mengerti akan pesan dan fungsi anggota tim
kesehatan tersebut
b. Menggembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat
moralitas yaitu keputusan tentang baik dan buruk yang dipertanggung
jawabkan kepada Tuhan sesuai dengan kepercayaannya.
c. Mengembangkan sikap personal atau pribadi dan sikap professional.
d. Menggembangkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk
dasar praktek keperawatan profesional.
e. Memberikan kesempatan untuk menerapakan ilmu dan prinsip etika
keperawatan dalam praktek dan situasi yang nyata.

4. Kode Etik Keperawatan Menurut American Nurses Association(ANA)


a. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat
kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan
status social atau ekonomi,atribut,politik atau corak masalah
kesehatannya
b. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh
informasi yang bersifat rahasia
c. Perawat melindungi klien dan public bila kesehatan dan
keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak
berkompeten,tidak etis atau legal

23
d. Perawat memikul tanggungjawab atas pertimbangan dan tindakan
perawatan yang dijalankan masing-masing individu
e. Perawat memelihara kompetensi keperawatan
f. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan
kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam
mengusahakan konsultasi ,menerima tanggungjawab dan melimpahkan
kegiatan keperawatan kepada orang lain
g. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan
pengetahuan profesi
h. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan
meningkatkan standar keperawatan
i. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan
membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang
berkualitas
j. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profes iuntuk melindungi publik
terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan
integritas perawat
k. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga
masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan
nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik

E. Dilema Etik
1. Pengertian Dilema Etik.
Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu
masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi
dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika
kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis
(Suhaemi, 2002). Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran
yang rasional dan bukan emosional

2. Prinsip Moral dalam Menyelesaikan Masalah Etik.

24
Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh perawat dalam
pendekatan penyelesaian masalah / dilema etis adalah :
c. Otonomi
Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan
hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu
tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi
menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk
menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri.
Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide terhadap respect terhadap
seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa
memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya.
(Curtin, 2002).
Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah Sakit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995).
d. Benefisiensi
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan
juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan
kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.
e. Keadilan (justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu.
Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi
yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang.
f. Non malefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera secara fisik
dan psikologik. Segala tindakan yang dilakukan pada klien.
g. Veracity (kejujuran)

25
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada
pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan
dirinya salama menjalani perawatan.
h. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan
adalah kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
i. Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang
klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau
keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
j. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa
tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk
menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang
mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanpa terkecuali.

26
3. Masalah Etika Dalam Praktik Keperawatan
Berbagai masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan
telah menimbulkan konflik antara kebutuhan klien dengan harapan perawat
falsafah keperawatan. Masalah etik keperawatan pada dasarnya merupakan
masalah etik kesehatan. Masalah etis dalam praktik keperawatan antara lain
:
a. Berkata jujur
Dalam konteks berkata jujur (truth telling), ada suatu istilah yang
disebut desepsi, berasal dari kata deceive yang berarti membuat orang
percaya terhadap suatu hal yang tidak benar, meniru atau membohongi.
Desepsi meliputi berkata berbohong, mengingkari atau menolak, tidak
memberikan informasi, dan memberikan jawaban tidak sesuai dengan
pertanyaan atau tidak memberikan penjelasan suatu informasi
dibutuhkan.
b. AIDS
AIDS pada awalnya ditemukan pada masyarakat Gay di Amerika
sekitar tahun 1980 atau 1981. Saat ini AIDS hampir ditemukan di setiap
negara, termasuk Indonesia. AIDS tidak saja menimbulkan dampak
pada penatalaksanaan klinis, tetapi juga dampak sosial, kekhawatiran
masyarakat serta masalah hukum dan etika.
Perawat yang bertanggung jawab dalam merawat klien AIDS akan
mengalami berbagai stress pribadi termasuk takut tertular atau
menularkan pada keluarga dan ledekan emosi bila merawat klien AIDS
fase terminal yang berusia muda.
c. Abortus
Abortus telah menjadi perdebatan internasional masalah etika.
Berbagai penapat muncul baik pro maupun kontra. Abortus secara
umum dapat diartikan sebagai penghentian kehamilan secara sepontan
atau rekayasa. Dalam membahas abortus biasanya dilihat dari 2 sudut
pandang yaitu moral dan hukum.
d. Menghentikan pengobatan, cairan dan makanan

27
Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia. Tugas
perawat adalah memenuhi kebutuhan makanan dan minuman. Selama
perawatan seringkali perawat menghentikan pemberian makanan dan
minuman, terutama bila pemberian tersebut justru membahayakan klien
(misal : pada pra dan post operasi).
Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjadi ketidakjelasan antara
memberi dan menghentikan makanan dan minuman, serta
ketidakpastian tentang hal yang lebih menguntungkan klien.
e. Euthanasia
Merupakan masalah biotik yang juga menjadi perdebatan utama
didunia barat.euthanasia berasal dari bahasa Yunani, eu (berarti mudah,
bahagia atau baik) dan thabatos (berarti : meninggal dunia) jadi bila
dipadukan, berarti meninggal dunia dengan baik atau bahagia.
f. Transplantasi organ
Pada saat ini, dunia kedokteran telah memasuki teknologi yang lebih
tinggi. Transplantasi organ hanya dilakukan di rumah sakit luar negri,
untuk saat ini telah diakukan di indonesia.

4. Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah Atau Dilema Etik


Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :
a. Pengkajian.
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat
langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan
menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah
terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan
pertanyaan yaitu:
1) Apa yang menjadi fakta medik?
2) Apa yang menjadi fakta psikososial?
3) Apa yang menjadi keinginan klien?
4) Apa nilai yang menjadi konflik?

b. Perencanaan.

28
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang
terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses.
Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat
spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
1) Tentukan tujuan dari treatment.
2) Identifikasi pembuat keputusan
3) Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi atau pilihan.

c. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil
keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan
putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi
komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat
selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk,
karena dilema etis seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa
bersalah, sedih atau berduka, marah, dan emosi kuat yang lain.
Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada
para pengambil keputusan.

d. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang
ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan
treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi
ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi
diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.

5. Enam Pendekatan Dalam Mengahadapi Dilema Etik


Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema
tersebut, yaitu:
a. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
b. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
c. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang
dipengaruhi dilemma

29
d. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilemma
e. Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative
f. Menetapkan tindakan yang tepat.
Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat
meminimalisasi atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi:
(1) semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan
dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya.

6. Pemecahan Masalah Etik Menurut Para Ahli


Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan
pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan
masalah secara ilmiah, antara lain:
a. Model Pemecahan Masalah ( Megan, 1989 )
1) Mengkaji situasi
2) Mendiagnosa masalah etik moral
3) Membuat tujuan dan rencana pemecahan
4) Melaksanakan rencana
5) Mengevaluasi hasil
b. Kerangka Pemecahan Dilema Etik (Kozier & Erb, 2004)
1) Mengembangkan data dasar.
2) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
3) Apa tindakan yang diusulkan
4) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
5) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan
yang diusulkan.
6) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
7) Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
8) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
9) Mengidentifikasi kewajiban perawat

30
10) Membuat keputusan
c. Model Murphy dan Murphy
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan
2) Mengidentifikasi masalah etik
3) Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
4) Mengidentifikasi peran perawat
5) Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
6) Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan
7) Memberi keputusan
8) Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
9) Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.
d. Langkah-Langkah Menurut Purtilo Dan Cassel (1981)
1) Mengumpulkan data yang relevan
2) Mengidentifikasi dilemma
3) Memutuskan apa yang harus dilakukan
4) Melengkapi tindakan
e. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981)
1) Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
2) Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi.
3) Mengidentifikasi Issue etik
4) Menentukan posisi moral pribadi dan professional
5) Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
6) Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

7. Hal Yang Berikaitan Dengan Masalah


Beberapa hal yang berkaitan lansung pada praktik keperawatan.

31
a. Konflik Etik Antara Teman Sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian
kesejahteraan pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan
pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan
keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk
mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering kali
menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan
keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat
harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman
sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang
perlu diselesaikan dengan bijaksana.
b. Menghadapi Penolakan Pasien Terhadap Tindakan Keperawatan Atau
Pengobatan.
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-
bentuk pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya
tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai
dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja
terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan,
tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-lain, yang
perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga
tidak terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang
lebih tidak etis.
c. Masalah Antara Peran Merawat Dan Mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat
adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya
berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan peran
mengobati.
d. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali
perawat tidak merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur.
Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah
asuhan keperawatan.

32
Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau
pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan
suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah
mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih
dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat
melanggar hak pasien.
e. Tanggung Jawab Terhadap Peralatan Dan Barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang
berarti mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien
yang sudah meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang
berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan
seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam
inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering terjadi
karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya bagi
pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga
kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah
komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin
dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, karena
walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat
itu diambil.
BAB III

ANALISIS MASALAH

A. Adanya Dilema Dalam Status Peran


Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik
itu didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih )
landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini
merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan
moral atau prinsip. Pada dilema etik ini perawat sebenarnya telah mampu
menentukan tindakan yang benar yang harus dilakukan, tetapi dalam konteks
kasus ini rintangan yang dihadapi perawat adalah memutuskan apakah sebagai
seorang perawat akan melanjutkan pemberian tindakan yang saat ini sangat

33
dibutuhkan pasien namun di sisi lain keluarga ingin membawa pasien dengan
paksa dikarenakan oleh masalah biaya. Menurut Thompson & Thompson
(1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau
tidak memuaskan sebanding. Dalam hal ini perawat telah memberikan
alternatef kepada orang tua pasien untuk mengurus pembuatan BPJS dan untuk
sementara dengan berat hati perawat juga mengatakan kepada orang tua pasien
untuk membayar dengan biaya pribadi. Selain itu, untuk membuat keputusan
yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan
yang sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai dan mau
mendengarkan keputusan yang dibuat serta keluhan oleh keluarga pasien.
Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam
memenuhi hak-hak pasien dan keluarga salah satunya adalah hak untuk
mendapatkan perawatan dan hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan/atau jasa yang digunakan. Hal ini sesuai dengan salah satu hak
pasien dalam pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen dimana pasien
dianggap sebagai konsumen.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk
mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan
pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien.
Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah
komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas
akan membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan
pelayanan keperawatan. Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk
menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier
dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model
Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan thompson.
B. Prinsip Etik
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar
mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep
kebutuhan dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan

34
dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau
psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika
perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam
pandangan etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab
(responsibility) terhadap tugas-tugasnya.
C. Rencana Strategis
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk
mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan
pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien.
Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah
komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas
akan membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan
pelayanan keperawatan. Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk
menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier
dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model
Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan thompson.
Kerangka pemecahan dilema etik menggunakan kerangka proses
keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah. Dalam kasus ini digunakan
kerangka pemecahan masalah berdasarkan model Murphy dan Murphy yaitu :
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan
2. Mengidentifikasi masalah etik
3. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
4. Mengidentifikasi peran perawat
5. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
6. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
7. Memberi keputusan
8. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien

35
9. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.

D. Peran Perawat
1. Sebagai Educator
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat melakukan
pendidikan kesehatan tentang penyakit yang diidap oleh anak kepada
keluarga terdekat anak. Selain itu perawat juga memberikan edukasi
kepada orang tua mengenai jaminan kesehatan yang dapat digunakan oleh
keluarga untuk meringankan beban keluarga dalam hal biaya.
2. Sebagai Advokat
Peran ini dilakukan perawat dalam membatu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas
pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas
privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dan hak untuk meminta
ganti rugi akibat kelalaian. Dalam kasus ini perawat telah melakukan peran
advokat, ditunjukkan melalui pembelaan perawat terhadap keputusan
dokter mengenai proses pengobatan yang dinilai kurang susuai dengan
kondisi ekonomi keluarga. Perawat mendiskusikan kondisi keluarga dan
meminta dokter untuk memberikan pengobatan yang lebih dapat dijangkau
(misalnya penggunaan obat generic jika tersedia), serta menunda
pemeriksaan yang memerlukan biaya mahal sampai klien memiliki kartu
BPJS. Setelah diberikan diberikan konseling dan penjelasan, perawat
memberikan hak priogative pada keluarga untuk memutuskan nasibnya
sendiri.

E. Pengambilan Keputusan

36
Pengambilan keputusan dilakukan menggunakan proses pemecahan
masalah meurut model Murphy dan Murphy dimana dalam kasus ini
pengidentifikasian masalah kesehatan yang muncul adalah klien dalam kondisi
lemah sesak belum hilang dan masih membutuhkan perawatan intensif.
Pengidentifikasi masalah etik ditemukan adanya ketidak sesuaian pada proses
pengambilan keputusan, dimana dokter meminta untuk tetap dilakukan rawat
inap karena pertimbangan kondisi anak jumila, meskipun orangtua keluarga
tidak menyetujui karena alasan kondisi ekonomi keluarga. Pada masalah ini,
yang terlibat adalah antara tim medis (dokter, dan perawat) dan keluarga
pasien. Jadi peran perawat yang dibutuhkan pada masalah ini adalah, peran
edukasi yaitu menjelaskan kondisi klian saat ini sebagai pertimbanga dalam
pengambilan keputusan keluarga. Peran advokasi yang merupakan
perlindungan perawat kepada klien dan keluarga terhadap keputusan dokter
yang menginginkan untuk dilakukan rawat inap tanpa mempertimbangkan
kondisi ekonomi keluarga, dan mencegah dokter untuk memberikan
pengobatan atau tindakan yang akan mengeluarkan banyak biaya. Serta fungsi
fasilitator, dimana perawat menjebatani hubungan antara tim medis (utamanya
dokter) dengan perawat dalam pengambilan keputusan yang terbaik.
Peran memberikan pertimbangan berbagai alternatif-alternatif yang
mungkin dilaksanakan, meliputi anjuran perawat untuk membuat BPJS
sedangkan sementara waktu dilakukan perawatan sebagai pasien umum.
Melakukan rawat jalan dengan pengawasan petugas kesehatan di puskesmas
dan nantinya melakukan control ulang serta pemeriksaan lanjutan saat BPJS
klien sudah aktif dan dapat digunakan. Dengan konsekuensi pada masing-
masing alternative keputusan yaitu, keluarga harus tetap mengusahakan untuk
pembiayaan sementara saat klien menjadi pasien umum. Dan saat pasien tidak
mau untuk dirawat dan meminta pulang paksa, maka konsekuensi yang terjadi
bisa lebih berat. Dimana anak jumila akan lebih parah kondisinya, dapat juga
mengalami komplikasi dan akan semakin mahal untuk perawatan jika diarkan.
Dan pada akhirnya saat perawat menjelaskan lagi mengenai berbagai
alternative beserta konsekuensinya, maka keluarga klien menyetujui untuk

37
tetap dilakukan rawat inap pada anaknya selama 1-2 hari hingga kondisi
membaik, sementara ayah klien mengurus BPJS.

38
BAB IV
ROLE PLAY

SKENARIO

Pemeran :
Jumardi (Kakek) : Nur Sayyid Jalaluddin Rummy
Juminten (nenek) : Oktapianti
Junaedi (Bapak) : Muhammad Roziqin
Juleha (Ibu) : Kholidatul Azizah
Jumila (anak) : Amira Aulia
Jems (dokter) : Muhammad Anis Taslim
Julia (perawat 1) : Dwi Hartini
Jaenap (perawat 2) : Baiq Selly Silviani

Pagi hari di rumah kakek Jumardi, kakek nenek dan Jumila sedang membersihkan
rumah. Jumila membantu nenek membersihkan kamar, sedangkan kakek sedang
membersihkan langit-langit di dapur.

Jumila : Mbah,. Mila bantu nyapu kamar nggeh mbah,.

Nenek : Nggeh sayang, cucu mbak memang pinter..


(sambil membersihkan kasur di dekat Jumila)
Beberapa menit setelah membersihkan rumah, Jumila tampak sesak

Jumila : Mbah..
Mbah.. tolong mila tidak bisa nafas mbah..

Nenek : YaAllah cu… kok bisa begini.. (mbah Juminten memanggil kakek)
Kek ini looh cucumu..

Kakek : Ono opo toh jum jum..


Sek toh, aku sek ngeresi’I plapon iki loh..

Nenek : Rene loh mbah, iki lho cucumu

Kakek : Walaaah juuum juuum iya sek sek (sambil menghampiri)


Ono opo toh? Kowe kangen toh karo aku, kok celok cekol kaet mau

Nenek : Kengen- kengen!!! Iki loh mbah cucumu sesek, yo opo iki.

Kakek : Astagfirullahalazim cu…


Ayo jum turokno disek, ben istirahat. Dibopong neng kasur..

Nenek : Iya mbah..


Mbah.. minta tolong belikan obat di warung mbok darmi yam bah bilang
aja buat sesak.. (sambil mengoleskan minyak kayu putih)

39
Kakek : Iya sek jum (kakek pergi membeli obat)
Beberapa menit kemudian…

Kakek : Ini jum obatnya dan airnya

Nenek : Makasi mbah..


Mila ayo nak diminum dulu yah obatnya, nanti baru istirahat

Jumila : (mengangguk dan meminum obat)

Hari itu akhirnya kakek dan nenek memutuskan untuk membiarkan Jumila istirahat dan
berharap kondisinya akan membaik. Namun kondisi Jumila justru semakin memburuk,
dan semakin lemas. Keesokan harinya kakek dan nenek memutuskan untuk membawa
cucunya ke rumah sakit terdekat…

Kakek : Suster dokter tolong cucu saya sus (sambil memapah Jumila)

(perawat langsung menghampiri jumila dan membaringkannya di


tempat tidur. Kemudian perawat langsung memberikan oksigen nasal
kanul. Setelah itu dokter segera memeriksa keadaan Jumila, dari hasil
pemeriksaan dokter memberikan instruksi kepada perawat untuk
mengganti oksigen nasal kanul dengan menggunakan oksigen masker 8
lpm)

Dokter : Kok bisa sampai begini nek, ini bagaimana ceritanya?

Kakek : Gimana itu loh jum ditanya dokternya

Nenek : Iya dokter..


Jadi kemarin dia bantu saya nyapu-nyapu kamar, terus kok tiba-tiba
tidak bisa nafas begitu dok,.

Dokter : Terus kenapa baru dibawa ke rumah sakit hari ini nek?

Nenek : Iya dok, saya kira nanti bisa berkurang sendiri. Kemarin sudah saya
pijetin, saya olesin minyak kayu putih, terus saya minumkan obat yang
kakeknya beli di warung

Kakek : Kira-kira kene opo yah dok, kok sampai begini bibirnya sampai biru
nguno?

Dokter : Sebelumnya belum pernah terjadi sesak seperti ini toh nek kek?

Kakek : Walah dok, kita mana tau. Ini cucu saya baru dititipkan ibunya dirumah
saya karena ibu bapaknya kerja satu minggu keluar kota jadi kuli katean
rewang dook

40
Dokter : Oooh.. kalau keluarga yang lain apa ada yang sesak juga seperti ini yah
kek?

Kakek : Waaah dok sepertinya mantu saya deh, saya dan anak saya sih tidak.
Laah kuwe tau sesek ta jum?

Nenek : Ya ndak toh kek, gimana toh, kan kakek tau sendiri aku ndak pernah
sesak

Kakek : Ya bekne toh jum, ajo nesu nesu toh jum..

Dokter : Ini jadi anaknya belum datang dari luar kota yah nek?

Kakek : Iya dok,. Leres..

Dokter : Iya sudah,. Saya jelaskan ke nenek dan kakek dulu yaah, sebagai orang
terdekat dek Jumila
Begini, sementara berdasarkan hasil pemeriksaan saya dan gejala yang
dialami dek Jumila. Kemungkinan dek Jumila menderita asma/ nama
lain dari sesak dan jika tidak kunjung ditangani yah seperti adek mila
ini. tubuhnya kekurangan udara sehingga membiru dan lemas.
Sementara ini kita rawat dulu yah nek, nanti saya berikan resep untuk
diuap, dan untuk tindakan selanjutnya akan dijelaskan lagi nanti.

Kakek : Oh iya dok, terimakasih


nenek

Malam harinya..

Perawat : Nenek / kakek monggo ikut saya salah satu, dokter mau memberi
1 penjelasan

Kakek : Oh iya sus, biar saya saja

Dokter : Jadi begini kek, berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
cucu kakek menderita asma dan kerena setelah dipantau ternyata
sesaknya tidak kunjung membaik ditambah lagi kondisi dek Jumila yang
semakin melemah, saya minta agar dek mila dirawat inap. Gimana kek?
Saya sarankan agar kakek segera mengurus adaministrasinya.

Walah dok saya mana berani memutuskan. Coba saya hubungi orang
Kakek : tuanya saya dulu ya dok

Ya sudah, nanti biar kakek dibantu suster. Saya harus pergi ke ruang
Dokter : sebelah dulu, ada pasien yang harus saya periksa dulu nanti saya tunggu
keputusannya ya kek.

Oh iya dok

41
Kakek : (kakek segera menghubungi anaknya)

Beberapa jam kemudian orang tua Jumila datang dan langsung menemui suster

Bapak : Permisi suster, saya mau membawa pulang anak saya,.

Perawat : Oh iya pak bu monggo duduk dulu


1
(duduk)

Siapa nama anaknya pak?

Bapak : Jumila Putri Junaedi sus

Perawat : Oh iya, maaf sebelumnya apa bapak sudah tau bagaimana sebenarnya
1 kondisi anak bapak, apa sakitnya dan mengapa harus dirawat?

Bapak : Saya baru datang sus, tadi cuman diberi tau mertua saya, kalau Jumila
harus rawat inap. Sudah sus saya minta dirawat jalan saja

Perawat : Oh iya, saya jelaskan dulu ya pak kondisi anaknya. dek Jumila menderita
1 asma/ nama lain dari sesak dan jika tidak kunjung ditangani yah seperti
adek mila ini. tubuhnya kekurangan udara sehingga membiru dan lemas.

Gitu ya sust?
Bapak : Tapi ndak apa-apa, saya tetap minta pulang saja. Nanti dirumah pasti
tetap saya jaga, biar ibunya saya suruh dirumah ngerawat anaknya.

Memang kenapa pak? Apakah alasannya kalau berkenan monggo


Perawat : diceritakan, mungkin saya bisa bantu.
1
Kami ndak ada uang sus untuk bayar RS, dan lagi ini mila juga dan saya
Ibu : belum punya BPJS, dapat dari mana saya ini uang, orang saya ini cuma
kuli dan istri saya pembantu.

Begini saja bapak ibu, sementara bapak dan ibu mengurus BPJS, adek
Perawat : mila tetap dirawat dulu ya pak. Cuman sementara kok jadi pasien umum.
1 Kasian loh pak dek mila

Suster ini bagaimana sih kok memaksa, saya kan sudah bilang kalau
Ibu : saya ini ndak ada uang buat bayar. Lagian mila itu anak saya sus, kalau
masalah kasian pastilah saya kasihan. Saya juga saying sekali sama anak
saya, tapi mau gimana lagi, sudah saya pokoknya tetep mau bawa
pulang.

Sabra dulu bu..


Bapak :
Ini lho pak susternya nggak nggak ngerti keadaan kita

42
Ibu :
Sabar bu bukan maksud saya untuk memaksa, saya hanya berusaha
Perawat : memberi pertimbangan dan mencarikan solusi yang terbaik untuk dek
1 Jumila dan juga terbaik untuk keluarga. Begini saja biar nanti saya
diskusikan dengan dokternya dulu. Nanti saya temui bapak dan ibu lagi.
Ibu bapak dan keluarga moggo didiskusikan dulu, apa memang benar
tetap mau pulang paksa dengan kondisi dek mila sekarang.

Iya sus, astagfirullah saya juga minta maaf. Saya terbawa emosi sus.
Ibu : Saya bingunng harus bagaimana, sedangkan saat ini memang kondisi
saya ndak ada uang. ini kemarin saya pinjam uang majikan buat ongkos
kesini. Terimakasi ya suster. Saya tunggu informasi selanjutnya, saya ke
anak saya dulu ya sust.

Iya bu pak monggo


Perawat :
1

Perawat menemui dokter

Perawat : Dokter, ini orangtua dari anak Jumila minta pulang paksa dan dilakukan
1 rawat jalan saja. Bagaimana ya dok?

Dokter : Yaa nggak bisa dong suster Julia!!! (nada tinggi)


Suster tahu sendiri kan bagaimana kondisi anak Jumila, mana mungkin
saya ijinkan pulang. Kasihan itu anak.

Perawat : Maaf yah dok, kita tidak bias memaksa pasien, karena keputusan akhir
1 tetap hak pasien dan keluarga. Kita hanya berusaha menjelaskan dan jadi
konselor. Lagian memangkan kondisi ekonomi keluarga tidak
memungkinkan, kelarga juga tidak memiliki BPJS atau jaminan asuransi
lainnya

Perawat : Sabar-sabar.
2 Bagaimana kalau begini saja mbak, gimana keluarga diberikan
penjelasan lagi sementara orang tua mengurus BPJS dilakukan rawat
inapnya hanya sampai 1-2 hari untuk observasi kita nanti kalau sesaknya
lumayan berkurang, bias diijinkan untuk rawat jalan dengan bantuan
pengawasan puskesmas terdekat, kalau BPJS sudah bias aktif nanti
diannjurkan control ulang kesini karena bagaimanapun BPJS itu kan
sangat penting untuk dia mbak, memngingat asma itu mudah berulang
dan lagi kalau sekarang memang tidak mungkin dipulangkan.

Dokter : Ooo iya dek, kamu benar. Coba nanti ibu julia diskusikan dengan
keluarga pasien

Perawat : Oo iya dok, mungkin ini tadi ayah dan ibunya masih dalam kondisi
1 tegang hingga terbawa emosi, semoga nanti mau.

43
Oo iya dok, saya minta bantuan kerjasamanya ya, tolong untuk jenis obat
jangan diberikan obat paten dan lebih baik yang generic kalau ada agar
biaya tidak membengkak, kasihan pasien dan keluarga kalau nanti ada
tindakan pemeriksaan lab atau foto yang bias di tunda mohon dilakukan
setelah pasien punya BPJS.

Dokter : Ooh iya sus siap, nanti saya usahakan berikan pengobatan dan tindakan
yang urgen saja dulu, bisa di atur nanti

Perawat : Baik dok, trimakasih. Saya coba jelaskan ke keluarga pasien lagi.
1

Dan pada akhirnya saat perawat menjelaskan lagi mengenai berbagai alternative beserta
konsekuensinya, maka keluarga klien menyetujui untuk tetap dilakukan rawat inap
pada anaknya selama 1-2 hari hingga kondisi membaik, sementara ayah klien mengurus
BPJS.

-THE END-

44
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat
diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat
harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan
moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya.
Dengan demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat
melaksanakan asuhan keperawatan secara etis profesional. Sikap etis
profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi,
keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien,
penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak terhadap
peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu dalam menyelesaikan
permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu
pihak.

B. SARAN
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama
bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin
supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan
sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik
keperawatan).

45
DAFTAR PUSTAKA

Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J. 2004. Fundamentals of Nursing
Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line

PPNI. 2000. Kode Etik Keperawatan Indonesia. Keputusan Munas VI.

Suhaemi,M. 2002. Etika Keperawatan aplikasi pada praktek. Jakarta : EGC

ThompsonJ.B & Thopson H.O. 1981. Ethics in Nursing. Macmillan Publ. Co

Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

DPR RI, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45 (Diakses pada tanggal 28
November 2016).

Sekretariat Kabinet RI, Mulai 1 Januari 2014, Pemerintah Beri Jaminan Kesehatan
140 Juta Peserta BPJS, http://setkab.go.id/kawal-apbn-10763-mulai-1-
januari-2014-pemerintah-beri-jaminan-kesehatan-140-juta-peserta-bpjs.html
(Diakses pada tanggal 28 November 2016).

Kementrian Kesehatan RI, Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS
Kesehatan, (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013a)

BPJS Kesehatan, Landasan Hukum, http://www.bpjs-kesehatan.go.id/statis-6-


landasanhukum.html (Diakses pada tanggal 28 November 2016).

BPJS Kesehatan. 2013. Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta:
Pusat Layanan Informasi BPJS Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI, Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan


Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, (Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI, 2013b), hlm. 31.

Edi Suharto. 2009. Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas


Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta

46

You might also like