You are on page 1of 2

KONSEP SEKOLAH BUDAYA SEBAGAI WADAH

GENERASI MUDA DALAM MELESTARIKAN


TARIAN BEDOYO KAMANTAKAH DI BANGKALAN

Izzatun naviis 1 Karimah nur 2 Qonitah lulu3


Universitas Negeri Malang
Email: tya.tef@gmail.com

Abstrak: Tarian bedoyo kamantakah adalah satu dari bentuk kearifan lokal masyarakat
Madura Barat, khususnya Bangkalan. Seperti bedoyo lainnya, tarian yang dibawakan oleh
tujuh atau sembilan gadis ini hanya dipentaskan untuk menyambut tamu agung keraton.
Terdapat tiga fase dalam gerakan tarian ini yang menggambarkan perputaran kehidupan
manusia mulai dari tiada, ada (datang, bermakna, dan menebarkan wewangian), hingga
berpulang pada Tuhan. Tarian yang sangat masyhur di lingkungan keraton Madura Barat
ini telah mengalami pergeseran dan kemurnian yang kian luntur. Hal tersebut berdampak
pada menurunnya kepedulian dan rasa cinta generasi muda terhadap tarian ini. Oleh karena
itu pengembangan tarian ini terbatas pada pihak-pihak tertentu dan terkesan kurang
kooperatif. Tujuan penelitian ini ialah memberikan konsep solutif mengenai pelestarian
tarian bedoyo kamantakah yang diwujudkan melalui sekolah budaya. Di dalam penelitian
ini kami menggunakan metode sejarah dan observasi lapangan. Konsep sekolah budaya
yang bersifat edukasi kultural secara konteks sekaligus praksis untuk melestarikan
tarian bedoyo kamantakah ini akan melibatkan peran Pemerintah Kabupaten Bangkalan,
Dinas Pendidikan Kabupaten Bangkalan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bangkalan, Yayasan Kesultanan Bangkalan, Sanggar Tarara, sejarahwan, budayawan, dan
masyarakat yang dikhususkan pada generasi muda.
Kata kunci: Tarian, Bedoyo, Kamantakah, Sekolah Budaya.
THE CONCEPT OF CULTURAL SCHOOL AS A CONTAINER
OF YOUNG GENERATION IN CONSERVATION DANCE
BEDOYO KAMANTAKAH IN BANGKALAN

Izzaatun Naviis1 Karimah2 Qonitah lulu3


Universitas Negeri Malang
Email: tya.tef@gmail.com

Summery: Abstract: Our dance bedoyo is one of the local wisdom of West Madura
people, especially Bangkalan. Like other bedoyos, the dance performed by seven or
nine girls is only staged to greet the great guest of the palace. There are three
phases in this dance movement that describes the turn of human life from nothing,
there (coming, meaningful, and scattering), to the Lord. The highly celebrated
dance in the West Madura royal palace has undergone a shifting and increasingly
faded purity. It has an impact on the decreasing of love and love of the young
generation towards this dance. Therefore the development of this dance is limited
to certain parties and seems less cooperative. The purpose of this study is to provide
a solutive concept of preservation of the dance bedoyo kamantakah embodied
through cultural schools. In this research we use historical method and field
observation. The concept of cultural school that is culturally cultural in context as
well as praxis to preserve dance bedoyo kamantakah this will involve the role of
Bangkalan Regency Government, Bangkalan District Education Office, Bangkalan
District Culture and Tourism Office, Bangkalan Sultanate Foundation, Tarara
Sanggar, historian, cultural, and community devoted to the younger generation.
Keywords: Dance, Bedoyo, Kamantakah, School of Culture.

You might also like