You are on page 1of 10

Fadilla Madina Azani (1517204002)

BAB 8. AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN

Pengertian Akuntansi Manajemen Lingkungan

Akuntansi manajemen lingkungan merupakan sub bagian dari akuntansi lingkungan yang
digunakan untuk menyediakan informasi dalam pengambilan keputusan suatu organisasi,
walaupun informasi yang dihasilkan untuk tujuan yang lain, seperti pelaporan ekternal, dengan
pelaporan dan pengiriman informasi tentang: a.) Informasi berdasarkan arus bahan dan energi, b.)
informasi biaya lingkungan, c.) Informasi lainnya yang terukur, dibentuk berdasarkan akuntansi
manajemen lingkungan untuk pengambilan keputusan bagi perusahaan.
Akuntansi Lingkungan (Environmental Accounting atau EA) merupakan istilah yang
berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek
akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak yang timbul dari
sisi keuangan mampun non-keuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang
mempengaruhi kualitas lingkungan. Akuntansi Manajemen Lingkungan (Environmental
Management Accounting) merupakan salah satu sub sistem dari Akuntansi Lingkungan yang
menjelaskan mengenai persoalan pengukuran dari dampak-dampak bisnis perusahaan ke dalam
sejumlah unit moneter. Akuntansi Manajemen Lingkungan juga dapat digunakan sebagai suatu
tolak ukur dalam kinerja lingkungan (Rustika, 2011 dalam mardikawati, dkk, 2014).

Akuntansi Manajemen Lingkungan merupakan pengembangan dari Manajemen


Lingkungan dan seluruh kinerja ekonomi perusahaan serta implementasi dari lingkungan yang
tepat dalam hubungan antara Sistem Akuntansi dan praktiknya (Mardikawati, dkk, 2014). Badan
Perlindungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (EPA)
menambahkan lagi bahwa istilah akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua dimensi
utama. Pertama, akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara langsung berdampak pada
perusahaan secara menyeluruh (dalam hal ini disebut dengan istilah “biaya
pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biaya-biaya individu, masyarakat maupun
lingkungan suatu perusahaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Tujuan Akuntansi Manajemen Lingkungan


Akuntansi manajemen lingkungan (AML) dikembangkann untuk berbagai keterbatasan dalam
akuntansi manajemen konvensional. Beberapa poin berikut ini dapat menjadi alasan mengapa dan
apa yang dapat diberikan oleh AML dibandingkan dengan akuntansi manajemen konvensional :
1. Meningkatnya tingkat kepentingan ‘biaya terkait lingkungan’. Seiring dengan meningkatnya
kesadaran lingkungan, peraturan terkait lingkungan menjadi semakin ketat sehingga bisnis harus
mengeluarkan investasi yang semakin besar untuk mengakomodasi kepentingan tersebut. Jika dulu
biaya pengelolaan lingkungan relatif kecil, kini jumlahnya menjadi cukup signifikan bagi
perusahaan. Banyak perusahaan yang kemudian menyadi potensi untuk meningkatkan efisiensi
muncul dan besarnya biaya lingkungan yang harus ditanggung.
2. Lemahnya komunikasi bagian akuntansi dengan bagian lain dalam perusahaan. Walaupun
keseluruhan perusahaan mempunyai visi yang sama tentang ‘biaya’, namun tiap-tiap departemen
tidak selalu mampu mengkomunikasikannya dalam bahasa yang dapat diterima oleh semua pihak.
Jika di satu sisi bagian keuangan menginginkan efesiensi dan 22 penekanan biaya, di sisi lain
bagian lingkungan menginginkan tambahan biaya untuk meningkatkan kinerja lingkungan.
Walaupun ecoefficiency bisa menjadi jembatan antar kepentingan ini, namun kedua bagian
tersebut berbicara dari sudut pandang yang bersebrangan.
3. Menyembunyikan biaya lingkungan dalam pos biaya umum (overhead). Ketidakmampuan
akuntansi tradisional menelusuri dan menyeimbangakan akuntansi lingkungan dengan akuntansi
keuangan menyebabkan semua biaya dari pengolahan limbah, perizinan dan lainlain digbungkan
dalam biaya overhead; sebagai konsekuensinya biaya overhead menjadi ‘membengkak’.
4. Ketidakpastian alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena secara tradisional biaya
lingkungan tersembunyi dalam biaya umum, pada saat diperlukan, akan menjadi sulit untuk
menelusuri biaya sebenarnya dari proses, produk atau lini produksi tertentu. Jika biaya umum
dianggap tetap, biaya limbah sesungguhnya merupakan biaya variabel yang mengikuti volume
limbah yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat produksi.
5. Ketidaktepatan perhitungan atas volume (dan biaya) atas bahan baku yang terbuang. Berapa
sebenarnya biaya limbah? Akuntansi tradisional akan menghitungnya sebagai biaya
pengelolaannya, yaitu biaya pembuangan atau pengolahan. AML akan mengjhitung biaya limbah
sebagai pengolahan ditambah biaya pembelian bahan baku. Sehingga 23 biaya limbah yang
dikeluarkan lebih besar (sebenarnya) daripada biaya yang selama ini diperhitungkan.
6. Tidak dihitungnya keseluruhan biaya lingkungan yang relevan dan signifikan dalam catatan
akuntansi. Banyak sekali biaya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan yang seharusnya
diperhitungkan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan pengambilan keputusan. Biaya tersebut
umumnya meliputi biaya pengelolaan limbah, biaya material dan energi, biaya pembelian material
dan energi dan biaya proses.
Manfaat Akuntansi Manajemen Lingkungan
Dalam penggunaannya akuntansi manajemen lingkungan sangat penting bagi industri. Menurut
ikhsan (2009;69) manfaat potensial penerapan akuntansi manajemen lingkungan diantaranya:
1. Kemampuan secara akurat meneliti dan megatur penggunaan dan arus tenaga dan bahan-bahan,
termasuk polusi/sisa volume, jenisjenis lain sebagainya.
2. Kemamuan secara akurat mengidentifikasi, mengestimasi, mengalokasikan, mengatur atau
mengurangi, biaya-biaya, khususnya jenis lingkungan dari biaya-biaya.
3. Informasi yang lebih akurat dan lebih menyeluruh dalam mendukung, penetapan dari dan
keikutsertaan di dalam programprogram sukarel, penghematan biaya untuk memperbaiki kinerja
lingkungan.
4. Informasi yang lebih akurat dan menyeluruh untuk megukur dan melaporkan kinerja
lingkungan, seperti meningkatkan citra perusahaan pada stakeholder, pelanggan, masyarakat lokal,
karyawan, pemerintah, dan penyedia keuangan.
Prinsip Utama dalam Akuntansi Manajemen Lingkungan
1.Kepatuhan (Compliance), dalam hal ini akuntansi manajemen lingkungan harus dapat
memberikan informasi mengenai kepatuhan perusahaan terhadap peraturan-peraturan yang terkait
dengan lingkungan, baik yang dibuat sendiri oleh perusahaan maupun yang dibuat oleh
pemerintah.

2. Ramah Lingkungan (Eco-Friendly), dalam hal ini akuntansi manajemen lingkungan harus dapat
melakukan pengawasan terhadap efisiensi penggunaan SDA dan sumber energi lain, dampak
terhadap lingkungan, dan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
3. Posisi Strategis (Strategic Positioning) , dalam hal ini perusahaan harus membuat program-
program yang terkait dengan lingkungan untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan.
Akuntansi manajemen lingkungan harus dapat mengawasi apakah biaya-biaya yang dikeluarkan
dapat mencapai tujuan tersebut.

Biaya Lingkungan
Biaya lingkungan menurut Hansen dan Mowen adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya
kualitas lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk yang mungkin terjadi,
dengan demikian, biaya lingkungan dikaitkan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan pencegahan
degradasi lingkungan.
Dengan definisi ini, Hansen dan Mowen dapat mengklasifikasi biaya lingkungan menjadi empat
kategori yaitu:

1. Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention costs) adalah biaya-biaya untuk


aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah dan/atau sampah yang
menyebabkan kerusakan lingkungan. Contoh-contoh aktivitas pencegahan adalah evaluasi
dan pemilihan pemasok, evaluasi dan pemelihan alat untuk megendalikan polusi, desai
proses dan produk untuk mengurangi atau menghapus limbah, melatih pegawai,
mempelajari dampak lingkungan, pelaksanaan penelitian lingkungan, pengembangan
sistem manajemen lingkungan, daur ulang produk, dan pemerolehan sertifikat ISO 14001.
2. Biaya deteksi lingkungan (environmental detection costs) adalah biaya-biaya untuk
aktivitas yang dilakukan untuk menentukan apakah produk, proses dan aktivitas lainnya
diperusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Standar
lingkungan dan prosedur yang diikuti oleh perusahaan didefinisikan dalam tiga cara yaitu:
(1) undang-undang dan/atau peraturan pemerintah (2) standar sukarela (ISO 14001
voluntary standards) yang dikembangkan oleh International Standards Organization, dan
(3) kebijakan lingkungan yang dikembangkan oleh manajemen. Contoh-contoh aktivitas
deteksi adalah audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses agar ramah
lingkungan, pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan pengujian
pencemaran, verivikasi kinerja lingkungan dari pemasok, dan pengukuran tingkar
pencemaran.
3. Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure costs) adalah biaya
aktivitas yang dilakukan karena kontaminasi dan limbah telah diproduksi tapi tidak
dibuang ke lingkungan. Dengan demikian, biaya kegagalan internal dikeluarkan untuk
menghilangkan dan mengelola kontaminasi atau limbah sekali produksi. Kegiatan
kegagalan internal memiliki dua tujuan: (1) memastikan bahwa kontaminasi dan limbah
yang dihasilkan tidak dilepaskan ke lingkungan dan (2) mengurangi tingkat kontaminasi
yang dilepaskan ke jumlah yang sesuai dengan standar lingkungan. Contoh-contoh
aktivitas kegagalan internal termasuk operasi peralatan untuk meminimalkan atau
menghilangkan polusi, merawat dan membuang racun, menjaga peralatan polusi, perizinan
fasilitas untuk memproduksi kontaminasi dan bahan daur ulang.
4. Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure costs) adalah biaya
aktivitas yang dilakukan setelah pemakaian kontaminan dan limbah ke lingkungan.
Realisasi kegagalan ekternal biaya adalah biaya yang dikeluarkan dan dibayar oleh
perusahaan. Biaya kegagalan ekternal yang belum direalisasi (biaya sosial) disebabkan
oleh perusahaan namun dikeluarkan dan dibayarkan oleh pihak-pihak di luar perusahaan.
Biaya sosial dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai (1) hasil dari degradasi lingkungan
dan (2) hal-hal yang terkait dengan dampak buruk pada properti atau kesejahteraan
individu. Dalam kedua kasus tersebut, biaya ditanggung oleh orang lain dan bukan oleh
perusahaan, meskipun mereka disebabkan oleh perusahaan.

Dampak jika belum diterapkannya Akuntansi Manajemen Lingkungan dalam Perusahaan

1. Adanya permasalahan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur.


Permasalahan lingkungan akibat proses produksi perusahaan banyak ditemukan misalnya pada
kasus pencemaran lingkungan yang menyebabkan menurunnya kadar kualitas air di sekitar
industry yang berdekatan dengan rumah penduduk.
2. Ketidaktepatan alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena secara biaya lingkungan
tersembunyi dalam biaya umum, pada saat diperlukan, akan menjadi sulit untuk menelusuri
biaya sebenarnya dari proses, produk atau lini produksi tertentu. Jika biaya umum dianggap
tetap, biaya limbah sesungguhnya merupakan biaya variabel yang mengikuti volume limbah
yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat produksi.
3. Ketidaktepatan perhitungan atas volume (dan biaya) atas bahan baku yang terbuang. Berapa
sebenarnya biaya limbah? Sebelum diterapkannya akuntansi manajemen lingkungan akan
menghitungnya sebagai biaya pengelolaannya, yaitu biaya pembuangan atau pengolahan.
Tetapi setelah menerapkan EMA, EMA akan menghitung biaya limbah sebagai biaya
pengolahan ditambah biaya pembelian bahan baku. Sehingga biaya limbah yang dikeluarkan
lebih besar (sebenarnya) daripada biaya yang selama ini diperhitungkan.
BAB 9. SISTEM PENGENDALIAN STRATEGI
Sistem Pengendalian
Simons (1995) mengklasifikasikan sistem pengendalian manajemen untuk implementasi
strategi menjadi empat diantaranya (1) interactive control sistem adalah pengendalian manajemen
yang berfokus pada ketidakpastian stratejik dengan menganalisis peluang dan tantangan,
(2) diagnostic control sistem adalah pengendalian manajemen yang menjamin pencapaian
sasaran/kinerja, (3) boundary control sistems yaitu pengendalian yang fokus untuk
mengidentifikasi tindakan dan kesalahan yang harus dihindari, dan (4) beliefs control sistem yaitu
pengendalian yang berorientasi mencari core values organisasi.

Menurut Jaworski (1988), sistem pengendalian manajemen dibagi menjadi dua yaitu (1)
pendekatan formal yaitu mekanisme pengendalian yang tertulis dan diciptakan manajemen untuk
mempengaruhi karyawan agar berperilaku mendukung tujuan organisasi. Pengendalian output
merupakan jenis pengendalian formal; (2) pendekatan informal merupakan pengendalian berbasis
proses atau perilaku. Pengendalian input merupakan pengendalian informal. Anthony dan
Govindarajan (1998: 6) melihat sistem pengendalian manajemen merupakan struktur dan proses
dimana manajer mempengaruhi anggota organisasi yang lain untuk mengimplementasikan
strategi. Proses pengendalian manajemen meliputi tahapan penentuan perencanaan stratejik,
program dan penganggaran.

Pendekatan Tradisional
Pedekatan tradisional adalah strategi, sasaran, dan tujuan organisasi yang hanya sedikit

berubah atau bahkan tidak ada perubahan sama sekali sampai batas waktu yang ditentukan, yang

biasanya empat bulan atau satu bulan penuh. Pendekatan tradisional didasarkan pada pendekatan

umpan balik.

Pendekatan tradisional dalam pengendalian stratejik mengikuti tahapan yang berurutan sebagai

berikut :

1. Strategi diformulasikan dan manajemen puncak menetapkan sasaran,

2. Strategi diimplementasikan
3. Kinerja diukur berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan

Sistem pengendalian tradisional seperti itu dinamakan pembelajaran single-loop oleh Chris

Argyris dari Harvard University. Intinya, dengan sistem ini, sistem pengendalian hanya

membandingkan kinerja aktual dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendekatan ini

akan tepat digunakan apabila lingkungan bisnis berada dalam keadaan yang stabil dan relatif

sederhana.

Pendekatan tradisional sebagai pengendalian stratejik mempunyai banyak kekurangan

karena, strategi yang tidak diubah dapat menghambat perusahaan untuk bisa bersaing dalam

lingkungan yang sangat kompetitif, karena untuk bisa bersaing perusahaan perlu mengubah dan

menyesuaikan strateginya terus-menerus, selain itu pemikiran bahwa perusahaan yang baik bisa

terus maju dengan perencanaan yang rinci dan akurat sering dipertanyakan oleh banyak kalangan,

perusahaan tidak akan bisa terus maju hanya dengan mengandalkan perencanaan awal yang dibuat

tanpa melakukan perubahan, perencanaan bisa menjadi tidak tepat seiring perusahaan berjalan

karena dalam proses selalu terdapat perubahan lingkungan.

Pendekatan Kontemporer

Pendekatan kontemporer menekankan pada pentingnya evaluasi lingkungan (baik secara internal

maupun eksternal) yang berkelanjutan untuk melihat apabila terdapat tren dan kejadian penting

yang memberikan sinyal terhadap pentingnya malakukan modifikasi strategi, sasaran, dan tujuan

organisasi. Dengan semakin tidak pasti dan kompleksnya lingkungan persaingan, maka kebutuhan

akan sistem kontemporer semakin meningkat.

Pendekatan kontemporer dinamakan sebagai double-loop, dimana asumsi, dasar

pemikiran, sasaran dan strategi organisasi dievaluasi, diuji dan dikaji ulang secara terus-menerus.
Dalam pendekatan ini, adaptasi dan antisipasi perubahan lingkungan internal dan eksternal

merupakan bagian integral dari pengendalian stratejik. Hubungan antara formulasi strategi,

implementasi, dan pengendalian memiliki interaksi yang tinggi,

Sistem pengendalian kontemporer harus mempunyai empat karakteristik agar efektif

(Simons,1995) :

1. Sistem ini harus terfokus pada informasi yang terus berubah yang dapat diidentifikasi oleh

manajer puncak sehingga mempunyai arti stratejik yang penting.

2. Informasi harus cukup penting untuk dapat menarik perhatian manajer operasi pada semua

tingkatan organisasi secara rutin dan terus-menerus.

3. Data dan informasi yang dihasilkan oleh sistem pengendalian paling baik bila

diinterpretasikan dan didiskusikan pada pertemuan tatap muka dengan atasan, bawahan,

dan rekan bisnis.

4. Sistem pengendalian kontemporer adalah katalis kunci bagi perdebatan tentang data,

asumsi, dan rencana aksi yang dilakukan terus-menerus.

Perbedaan yang penting pada kedua pendekatan di atas dalam sistem pengendalian strategi

adalah, dalam pendekatan tradisional, pemahaman asumsi dasar adalah langkah awal dalam proses

formulasi strategi, sedangkan dalam pendekatan kontemporer, pengendalian informasi merupakan

bagian dan proses pembelajaran organisasi yang terus-menerus memperbaharui dan

mempertanyakan asumsi yang melandasi strategi organisasi.

Konsep Sistem Pengendalian

Ada beberapa konsep mengenai sistem pengendalian, diantaranya :


1. Sistem Pengendalian Manajemen Merchant

Kerangka Sistem Pengendalian Manajemen lain dikembangkan berdasarkan pendekatan

perilaku. Ouchi mengembangkan kerangka mekanisme pengendalian dikembangkan oleh

Merchant melalui pengendalian objek (object control).

2. Sistem Pengendalian Simons

Simons mengembangkan kerangka Sistem Pengendalian dengan menekankan suatu sistem

yang formal, sistem informasi yang dapat memelihara atau mengubah pola kegiatan, yang

tidak hanya berorientasi kepada pencapaian sasaran namun juga inovasi. Kerangka tersebut

disebut dengan Levers of Control (Simons,1995).

Simon (2000) menjelaskan bahwa terdapat empat sistem kontrol Levelrs of Control (LOC)

yaitu belief system, boundary system, diagnostic control system, dan interactive control

system yang bekerja sama untuk manfaat perusahaan.

a. Belief System

Belief system merupakan sistem formal yang digunakan oleh manajer untuk

mendefinisikan, mengkomunikasikan nilai-nilai inti perusahaan dalam rangka

untuk menginspirasi dan memotivasi karyawan untuk mencari, mengekplorasi,

membuat, serta mengeluarkan upaya dalam tindakan yang tepat (Simon, 1994).

Belief system menjelaskan tentang nilai-nilai inti organisasi, definisi organisasi,

tujuan dan arah organisasi, definisi organisasi, tujuan dan arah organisasi.
b. Boundary System

Boundary system merupakan sistem formal yang digunakan oleh top manajer untuk
mengkomunikasikan batasan dan aturan organisasi untuk dihormati. Boundary
System memberitahukan karyawan apa yang mereka tidak dapat lakukan.
Tujuannya adalah untuk memungkinkan karyawan memiliki kebebasan untuk
memungkinkan karyawan memiliki kebebasan untuk berinovasi, menggali,
menciptakan, dan mencapai standar tertentu. Salah satu contoh dari boundary
system dalam (Simon, 1994) yaitu merupakan sistem yang berisi tentang aturan,
batasan, dan larangan dalam : Kode etik organisasi, Sistem perencanaan strategis,
sistem penganggaran.

c. Diagnostic Control System

Diagnostic control system merupakan sistem umpan balik formal yang digunakan
untuk memantau manfaat organisasi serta mengkoreksi kesalahan apakah sesuai
dengan standar kinerja organisasi. Tujuan dari diagnostic control system adalah
memotivasi karyawan untuk melakukan, menyelaraskan perilaku karyawan dengan
tujuan organisasi, dan untuk menyediakan mekanisme pemantauan, selain itu
dengan adanya diagnostic control system, karyawan memiliki kebebasan dalam
berinovasi, membuat serta mencapai target tertentu dalam sebuah organisasi.
Contoh dari diagnostic control system yaitu rencana laba dan pengangaran, sistem
tujuan organisasi, sistem pemantauan kegiatan, sistem pemantauan pendapatan.

d. nteractive Control System

Interactive Control System merupakan sistem pengendalian dimana manajer secara


teratur dan aktif melibatkan diri ke dalam pengambilan keputusan dan aktifitas
karyawan. Interactive Control System merupakan proses komunikasi dua arah yaitu
anatara manajer dengan karyawan bawahan pada berbagai tingkat organisasi.
Dalam Simon (1994) manajer dapat menggunakan interactive control system dari :
sistem mengenai agenda penting organisasi dan mendiskusikannya dengan
bawahan, fokusnya perhatian rutin manajemen di seluruh operasi organisasi,
partisipasi dalam diskusi yang berhadapan langsung dengan bawahan, melakukan
debat secara berkelanjutan mengenai data, asumsi dan tindakan perencanaan.

You might also like