You are on page 1of 19

LAPORAN KASUS BANGSAL

SINDROM STEVEN JOHNSON

Disusun oleh:
NURUL HOLISA HADI (09777001)
RAHMA NILASARI (09777033)
DIKY HARDIANSYAH (09777015)
MANDASARI BARMAWI (09777020)

PEMBIMBING:
dr. Syahriani S, Sp. KK
dr. Sukma Anjayani, M. Kes, Sp. KK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2014
KASUS BANGSAL

1. IDENTITAS
Nama : Ny. F
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan: Sudah menikah

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Luka
Anamnesis Terpimpin:
Pasien masuk ke rumah sakit Anutapura pada tanggal 17 februari 2014 dan
di konsul pada bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin pada tanggal 25 februari
2014 dengan suspek Sistemik Lupus Eritematosus dan luka pada daerah mulut,
ketiak dan bokong.
Luka pada daerah mulut dialami sejak beberapa bulan yang lalu. Bentuk
kelainan kulit yang muncul pertama kali tidak diketahui oleh suami pasien, luka
tersebut tidak mengalami penyembuhan dan semakin lama semakin parah. Luka
pada daerah ketiak dialami pasien setelah dirawat di rumah sakit. Menurut suami
pasien, luka timbul akibat garukan yang sering dilakukan oleh pasien.
Suami pasien juga mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat konsumsi
obat, namun tidak diketahui jenis obat apa yang pernah dikonsumsi.
Riwayat Penyakit Terdahulu: kelainan kulit seperti ini baru pertama kali di alami
oleh pasien. Pasien sempat dirawat dengan sesak napas di rumah sakit Al-
khairaat selama 10 hari.
Dua hari setelah keluar dari RS Al-Khairaat, pasien masuk lagi di RSU
Anutapura dengan keluhan nyeri sendi, bengkak pada pada kedua pipi dan kaki
dan berak darah hitam.
Riwayat Alergi: Pasien alergi terhadap seafood
Riwayat Penyakit dalam keluarga: Tidak ada keluarga yang mengalami kelainan
kulit seperti ini.

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 1


3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: Sakit berat
Kesadaran: Komposmentis
Kebersihan: Buruk
Tanda Vital:
TD: 110/70 mmHg
FP: 19X/menit
FN: 82 X/menit
S: 37,1 0 C
Kepala:
- Sklera ikterik (-)
- Conjungtiva Anemis (-)
- Bibir stomatitis (+)

Status Dermatologi
Lokasi:
- Regio oris : stomatitis
- Regio facialis: makula hiperpigmentasi, eritema dan ekskoriasi.
- Regio colli : makula hiperpigmentasi, erosi, eritema, dan ekskoriasi.
- Regio aksila : ulkus soliter yang sirkumskripta.

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 2


Gambar 1. Efloresensi kulit pasien SSJ (Ny. F) di bangsal RSU Anutapura

5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Kimia darah:
Albumin: 1,55 gr/dl (hipoalbuminemia)

6. RESUME
Pasien Ny. F usia 34 tahun masuk rumah sakit dengan kelainan kulit
berupa makula hiperpigmentasi, ekskoriasi, eritema, erosi, dan ulkus soliter yang
sirkumskripta. Kelainan kulit pada regio fasialis dialami sejak beberapa bulan

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 3


yang lalu sedangkan pada regio aksila di alami setelah pasien dirawat di RSU
Anutapura.

7. DIAGNOSA BANDING
 Nekrolisis Epidermal Toksik
 Generalized bullous fixed drug eruption

8. DIAGNOSA KERJA
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah Sindrom Steven Johnson (SSJ).

9. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan prognosis pasien
dengan menggunakan skor SCORTEN yaitu:
a. Analisa gas darah
b. Serum bikarbonat

10. PENATALAKSANAAN
1) Non-medikamentosa
- Hentikan obat yang dicurigai menginduksi SSJ dan obat-obatan yang
digunakan selama 8 minggu terakhir yang tidak menunjang kehidupan
pasien.
- Periksa keadaan umum pasien dan observasi ABCD (airway, breathing,
circulation, drugs)
- Konsul pasien kepada ophtalmologist
- Mulut harus dibilas beberapa kali sehari menggunakan larutan anti-septik
atau anti-jamur

2) Medikamentosa
- Terapi cairan: NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%: RL (1:1:1)
- Deksametason 4-6x5mg/hari IV, dosis diturunkan 5 mg/hari

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 4


- Antikoagulan profilaksis
- Siklosporin-A
- Transfusi darah 300cc selama 2 hari

11. PROGNOSIS
Pelepasan epidermis terjadi selama 5-7 hari. Setelah itu, akan memasuki
fase plateau, pasien akan mengalami progresifitas re-epitelisasi. Proses ini akan
memakan waktu selama beberapa hari sampai beberapa minggu bergantung pada
beratnya penyakit. Selama periode ini dapat terjadi komplikasi yang mengancam
jiwa seperti sepsis dan gagal organ sistemik. Prognosisnya tidak bergantung
pada dosis obat penyebab atau adanya infeksi HIV.

12. FOLLOW-UP
Sebelum pasien dikonsul di bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin,
pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium. Adapun
pemeriksaan laboratorium tersebut adalah:
- Perawatan tanggal 18 Februari 2014
 Urinalisis:
a. Protein : +++
b. Eritrosit: 5-10
c. Leukosit: tidak terhitung
 Faal hati:
a. Total protein: 4,61 g/dl
b. Albumin: 1,63 g/dl
 Elektrolit:
a. K: 5,37
b. Na: 132,37
c. Cl: 101,48

- Perawatan tanggal 20 Februari 2014


 Faal ginjal:

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 5


a. Ureum: 147 g/dl
b. Kreatinin: 4,32 g/dl

- Perawatan tanggal 24 Februari 2014


 Faal ginjal:
a. Ureum: 4,61 g/dl
b. Kreatinin: 1,63 g/dl

Perawatan tanggal 25 Februari 2014


S Demam (-), sakit menelan (+), melena (-), hematemesis (-)
Tanda vital:
- TD: 120/80 mmHg
- Nadi: 80x/menit
- Suhu: 370C
Lokasi kelainan kulit:
O - Regio oris : stomatitis
- Regio facialis : makula hiperpigmentasi, eritem dan ekskoriasi.
- Regio koli : makula hiperpigmentasi, erosi, eritema, dan
ekskoriasi.
- Regio aksila : ulkus soliter yang sirkumskripta.Pemeriksaan Lab:
Albumin 1,55 g/dl
A Sindrom Steven Johnson
- IVFD RL 20 gtt/m
- Omeprazole 8 mg/jam
- Ceftriakson 1 g/12jam
P - Neurosanbe
- Sisterol 3x1 tab
- Kalnex 1
- Nistatin

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 6


- Metil prednisolon 1 mg/kgBB/hari
- Transfusi PRC 250 ml
Tabel 1. Perawatan tanggal 25 februari 2014

Perawatan tanggal 26 Februari 2014


S Demam (+)
Tanda vital:
- TD: 120/80 mmHg
- Nadi: 123 x/menit
- Suhu: 390C
Lokasi kelainan kulit:
O - Regio oris : stomatitis
- Regio facialis : makula hiperpigmentasi, eritem dan ekskoriasi.
- Regio koli : makula hiperpigmentasi, erosi, eritema, dan
ekskoriasi.
- Regio aksila : ulkus soliter yang sirkumskripta.
Pemeriksaan Lab: -
A Sindrom Steven Johnson
- IVFD RL 20 gtt/m
- Omeprazole 8 mg/jam
- Ceftriakson 1 g/12jam
- Neurosanbe
P - Sisterol 3x1 tab
- Kalnex 1
- Nistatin
- Metil prednisolon 1 mg/kgBB/hari
- Transfusi PRC 250 ml
Tabel 2. Perawatan tanggal 26 februari 2014

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 7


Perawatan tanggal 27 Februari 2014

S Demam (+), belum BAB, sulit berbicara


Tanda vital:
- TD: 120/80 mmHg
- Nadi: 84 x/menit
- Suhu: 360C
Lokasi kelainan kulit:
O - Regio oris : stomatitis
- Regio facialis : makula hiperpigmentasi, eritem dan ekskoriasi.
- Regio koli : makula hiperpigmentasi, erosi, eritema, dan
ekskoriasi.
- Regio aksila : ulkus soliter yang sirkumskripta.Pemeriksaan
Lab: -
A Sindrom Steven Johnson
- IVFD RL 20 gtt/m
- Omeprazole 8 mg/jam
- Ceftriakson 1 g/12jam
- Neurosanbe
P - Sisterol 3x1 tab
- Kalnex 1
- Nistatin
- Metil prednisolon 1 mg/kgBB/hari
- Transfusi PRC 250 ml
Tabel 3. Perawatan tanggal 27 februari 2014

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 8


Perawatan tanggal 28 Februari 2014

S Demam (+), belum BAB, makin sulit berbicara


Tanda vital:
- TD: 120/80 mmHg
- Nadi: 72 x/menit
- Suhu: 370C
Lokasi kelainan kulit:
O - Regio oris : stomatitis
- Regio facialis : makula hiperpigmentasi, eritem dan ekskoriasi.
- Regio koli : makula hiperpigmentasi, erosi, eritema, dan
ekskoriasi.
- Regio aksila : ulkus soliter yang sirkumskripta.
Pemeriksaan Lab: -
A Sindrom Steven Johnson
- IVFD RL 20 gtt/m
- Omeprazole 8 mg/jam
- Ceftriakson 1 g/12jam
- Neurosanbe
P - Sisterol 3x1 tab
- Kalnex 1
- Nistatin
- Metil prednisolon 1 mg/kgBB/hari
- Transfusi PRC 250 ml
Tabel 4. Perawatan tanggal 28 februari 2014

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 9


SINDROM STEVEN JHONSON

DEFINISI
Sindrom Steven-Johnson adalah reaksi mukokutan akut yang ditandai dengan
nekrosis dan pengelupasan epidermis luas dan dapat menyebabkan kematian.
Makula eritem, terutama pada badan dan tungkai atas, berkembang progresif
menjadi lepuh flaksid dengan akibat pengelupasan epidermis.1,2,3,4,5,6

EPIDEMIOLOGI
Insiden keseluruhan SSJ diperkirakan 1-6 kasus/juta/tahun, dapat mengenai
semua ras. Rasio laki-laki/perempuan ialah 2:1 tetapi dari penelitian lain
mengatakan perempuan lebih banyak daripada wanita. Usia terbanyak 25 tahun dan
30-40 tahun.1,3,5

ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dari penyakit ini belum diketahui secara jelas namun, ada
beberapa faktor yang di curigai yaitu, infeksi, obat, malignansi dan idiopatik. Dari
penelitian lain menempatkan obat sebagai penyebab utama. Resiko terjadinya NE
terutama pada 8 minggu pertama pemberian obat.1,3,4,5

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 10


GAMBARAN KLINIK
Tabel 5. Daftar obat-obatan yang dapat menjadi faktor resiko nekrolisis epidermis1
GEJALA KLINIK
Gejala klinik SSJ mulai terlihat ± 8 minggu (biasanya 4 – 30 hari) setelah
konsumsi obat. Gejala non-spesifik seperti demam, nyeri kepala, rhinitis, dan
myalgia mendahului lesi mukoutaneus 1 – 3 hari. Nyeri, bengkak, dan rasa terbakar
atau rasa tertusuk yang berkembang secara progresif. Sekitar 1/3 kasus mengalami
gejala non-spesifik ini, 1/3 kasus diikuti dengan lesi pada mukosa, dan 1/3 lainnya
diikuti dengan eksantem. Apa pun gejala awalnya, progresifitasnya cepat,
penambahan tanda baru, nyeri hebat, dan gejala konstitusional merupakan penanda
beratnya penyakit.1,2,3,5,6
Erupsi lesi menyebar secara simetris dan terdistribusi pada wajah, punggung,
dan ekstremitas proksimal. Bagian distal lengan dan kaki relatif spared, namun
akan segera menyebar ke daerah istirahat tubuh dalam beberapa hari maupun
beberapa jam. Lesi utama ditandai dengan eritema, merah muda, makula-purpura,
irregular, dan berkonfluens. Konfluensi lesi nekrotik menyebabkan eritema difus
dan ekstensif. Nekrosis epidermis mudah terlepas pada daerah penekanan atau
daerah yang paling sering terjadi gesekan, hal ini menyebabkan lesi meluas,
kemerahan, dan kadang basah.1,3,5,6

Gambar 2. Ulcers on the left buccal mucosa2

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 11


Gambar 3. Crusted vesicular lesions2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Nikolsky
Pada pasien SSJ, kita dapat melakukan pemeriksaan tanda Nikolsky. Tanda
Nikolsky dikatakan positif jika epidermis mengalami pengelupasan
(dislodgement) dengan tekanan dari arah lateral pada zona eritematous. Pada
tahap ini, lesi yang berkembang rapuh dan mudah lecet dengan tekanan.1,3

b. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk pemeriksaan laboratorium, tidak ada pemeriksaan secara spesifik
pada pasien SSJ. Namun, kita dapat melakukan pemeriksaan darah rutin untuk
melihat kadar eusinofil yang berhubungan dengan alergi. Selain itu, kita dapat
melakukan evaluasi pernapasan dan oksigenasi darah, karena jika kadar
bikarbonat dalam serum kurang dari 20 m/M menunjukkan prognosis yang
buruk. Kehilangan cairan secara masif dapat mengganggu keseimbangan
elektrolit dalam tubuh, sehingga kita juga dapat melakukan pemeriksaan
elektrolit dalam darah.1,3,5

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 12


c. Pemeriksaan Histopatologik
Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan karena tingkat probabilitasnya
yang tinggi dan dapat menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pada tahap
awal SSJ, akan didapatkan apoptosis dari keratinosit di stratum basalis. Untuk
keadaan yang berat, dapat ditemukan infiltrasi sel mononukleat pada pars
papilare dermis.1,3,5

Gambar 3. Nekrosis eusinofilik dari epidermis pada tahap respon inflamasi di dermis
(kiri). Nekrosis epidermis (kanan)1

PENATALAKSANAAN
Sindrom Steven Johnson merupakan penyakit toksik epidermis yang
mengancam jiwa sehingga perlu dilakukan penatalaksanaan yang optimal berupa
pengenalan dini mengenai penyakit, penghentian penggunaan obat yang
menyebabkan penyakit, serta perawatan yang suportif. Penghentian penggunaan
obat yang menyebabkan penyakit dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien.
Sedangkan obat-obatan yang dianggap bukan penyebab timbulnya penyakit dapat
dilanjutkan pemberiannya sesuai keadaan pasien. Adapun obat-obatan yang tidak
menunjang kehidupan pasien harus dihentikan, terutama obat-obatan yang
diberikan 8 minggu sebelumnya.1,3,5,6
a. Pengobatan Simptomatik

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 13


Perawatan di ruangan tidak khusus (non-spesialized wards) hanya
dilakukan pada pasien SSJ dengan kelainan kulit terbatas dan jumlah SCORTEN
score 0 atau 1. Sedangkan pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus
dipindahkan ke ruang perawatan intensif atau pusat luka bakar. Perawatan
suportif terdiri dari perbaikan keseimbangan hemodinamik dan pencegahan
terjadinya komplikasi. Tujuan dasarnya sama dengan perawatan terhadap pasien
luka bakar yang luas.1,3,5

Tabel 6. SCORTEN score1,3,5

SSJ dikaitkan dengan kehilangan cairan yang signifikan melalui erosi pada
kulit, yang menyebabkan hipovolemia dan ketidakseimbangan elektrolit.
Penggantian cairan yang hilang melalui lesi harus dilakukan secepat mungkin
dan disesuaikan setiap hari. Volume infus biasanya kurang dari kebutuhan infus
pada pasien luka bakar dengan derajat lesi yang hampir sama, karena pada pasien
SSJ tidak tedapat edema interstitiel. Jalur vena perifer lebih utama dilakukan
karena jalur sentral dapat menyebabkan kerusakan epidermis yang lebih buruk
dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang baru.1,3
Suhu lingkungan harus dinaikkan menjadi 280C sampai 300C. Penggunaan
tempat tidur khusus (air-fluidized bad) dapat meningkatkan kenyamanan pasien.
Dukungan nutrisi dini yang adekuat diberikan melalui pipa nasogastrik untuk

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 14


penyembuhan yang lebih cepat dan mengurangi resiko translokasi bakteri
melalui sitem pencernaan. Untuk mengurangi resiko infeksi diperlukan tindakan
aseptik dan kehati-hatian dalam melakukan perawatan. Pemeriksaan bakteri dan
jamur dari spesimen kulit, darah, dan urin harus dilakukan lebih sering.1,3
Pemberian antibiotik profilaksis tidak diindikasikan. Pasien hanya
menerima antibiotik bila didapatkan adanya infeksi klinis. Antikoagulan
profilaksis harus diberikan selama perwatan di rumah sakit. Debridement yang
luas tidak disarankan pada pasien dengan SSJ karena dapat menghambat
reepitelisasi dan mempercepat proliferasi sel induk karena sitokin inflamasi.
Pemeriksaan mata harus dilakukan setiap hari oleh ophtalmologist. Air mata
buatan, obat tetes mata antibiotik atau antiseptik, dan vitamin A diberikan setiap
2 jam pada fase akut dan gangguan sinekia dini. Mulut harus dibilas beberapa
kali sehari dengan antiseptik atau larutan anti-jamur.1,3,5

b. Pengobatan Spesifik
a. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penggunaan kortikosteroid pada fase dini
cukup bermakna. Sedangkan penelitian lainnya berkesimpulan bahwa
penggunaan kortikosteroid tidak menghentikan progresif penyakit dan justru
meningkatkan resiko terjadinya sepsis dan kematian.Sehingga, penggunaan
kortikosteroid tidak direkomendasikan pada pasien SSJ.1,3,5
Walaupun penggunaan kortikosteroid tidak direkomendasikan,
beberapa klinisi masih menggunakannya. Pasien SSJ yang menunjukkan
keadaan umum yang baik dan lesi yang tidak generalisata diberikan prednison
30-40 mg/ hari. Sedangkan pasien dengan keadaan umum yang buruk dan lesi
yang generalisata diberikan deksametason awal secara bolus intravena dosis
1mg/ kgBB, kemudian diteruskan dengan dosis 4-6 x 5 mg/ hari (diturunkan
5 mg setiap harinya sampai dosis habis) dan diganti dengan prednison oral
dosis 1-1,5 mg/ kgBB/ hari (diturunkan per hari) selama 10 hari.1,3,5

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 15


b. Imunoglobulin intravena
Penggunaan immunoglobulin intravena dosis tinggi didasarkan pada
kematian Fas-cell mediated yang dapat dihambat oleh aktivitas anti-Fas
dalam immunoglobulin manusia normal. Akan tetapi, beberapa peneliti
menolak adanya manfaat penggunaan obat ini. Dengan demikian, obat ini
tidak direkomendasikan sebagai terapi dasar tetapi dapat digunakan dengan
dosis minimal untuk mencegah efek nefrotoksik.1,3,5
c. Siklosporin A
Siklosporin merupakan immunosupresif yang sangat kuat dalam
tatalaksana SSJ. Fungi obat ini adalah aktivasi sitokin T helper 2, inhibisi
mekanisme sitotoksik CD 8+, dan efek anti-apoptosis pada inhibisi Fas-L,
nuclear factor κ B dan TNF-α. Siklosporin diberikan pada fase dini dengan
dosis 3-5 mg/ kgBB/ hari secara oral atau intravena selama 3 minggu.1,3,5
d. Plasmaferesis atau hemodialis
Plasmaferesis atau hemodialis dilakukan untuk mengeluarkan obat-
obatan yang menyebabkan SSJ (dalam metabolisme) atau mediator inflamasi
(sitokin). Tidak banyak penelitian yang melaporkan keamanan
penggunaannya. Ditambah lagi dengan adanya bukti resiko penyakit
berasosiasi dengan penggunaan kateter intravaskular. Sehingga metode
tatalaksana ini tidak direkomendasikan.1,3,5
e. Anti-TNF (tumor necrosis factor)
Anti-TNF monoklonal antibodi menunjukkan keberhasilan yang baik
dalam mengobati beberapa pasien. Akan tetapi dalam uji coba kontrol secara
acak dihasilkan bahwa anti-TNF harus dihentikan karena meningkatkan
kematian yang signifikan.1,3

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada fase dini adalah sepsis. Sepsis terjadi
akibat lesi epidermal sehingga meningkatkan predisposisi invasi mikroba.
Kegagalan sistem organ dan komplikasi paru terjadi pada 15% kasus. Komplikasi

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 16


pada mata didapatkan 20% sampai 75%. Komplikasi pada kulit berupa
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang berasosiasi dengan timbulnya skar
hipertrofi atau atrofi. Komplikasi pada kuku berupa perubahan kuku sampai
anonikia permanen (50% kasus). Komplikasi pada genital ialah dispareunia,
kering, gatal, nyeri, dan perdarahan. 1,3,5

PROGNOSIS
Pelepasan epidermis terjadi selama 5-7 hari. Setelah itu, akan memasuki fase
plateau, pasien akan mengalami progresifitas re-epitelisasi. Proses ini akan
memakan waktu selama beberapa hari sampai beberapa minggu bergantung pada
beratnya penyakit. Selama periode ini dapat terjadi komplikasi yang mengancam
jiwa seperti sepsis dan gagal organ sistemik. Prognosisnya tidak bergantung pada
dosis obat penyebab atau adanya infeksi HIV.1,3,5

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 17


DAFTAR PUSTAKA

1. Alanore LF, Roujeau JC. Inflammatory disease based on abnormal humoral


reactivity and other inflammatory disease: General consideration. Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick
dermatology in general medicine. 7th ed. USA: Mc graw hill; 2008.p.349-54
2. Shetty SR, Chatra L, Shenai P, Rao PK. Stevens-johnson syndrome: a case
report. J of Oral Science 2010;52(2):343-6
3. Harr T, French LE. Toxic epidermal necrolysis and steven johnson syndrome.
OJRD 2010;5;39
4. Wahiduzzaman M, Pubalan M. Stevens-johnson syndrome (SJS) and toxic
epidermal necrolysis (TEN) in sarawak: a four years review. Egyptian Dermato
Online J 2008;4(1):1
5. Tyagi S, Kumar S, Kumar A, Singla M, Singla A. Steven johnson syndrome a
life threatening skin disorders: a review. J Chem Pharm Res 2010;2(2):618-26
6. Kurmanji JM, Younus MM, Al-amiry MHA. Steven johnson syndrome: three
cases reported in irak. In t J Pharm Sci 2012;4(4):1-2

Laporan Kasus Bangsal (Sindrom Steven Johnson) Kelompok 4 Page 18

You might also like