Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
NURUL HOLISA HADI (09777001)
RAHMA NILASARI (09777033)
DIKY HARDIANSYAH (09777015)
MANDASARI BARMAWI (09777020)
PEMBIMBING:
dr. Syahriani S, Sp. KK
dr. Sukma Anjayani, M. Kes, Sp. KK
1. IDENTITAS
Nama : Ny. F
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan: Sudah menikah
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Luka
Anamnesis Terpimpin:
Pasien masuk ke rumah sakit Anutapura pada tanggal 17 februari 2014 dan
di konsul pada bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin pada tanggal 25 februari
2014 dengan suspek Sistemik Lupus Eritematosus dan luka pada daerah mulut,
ketiak dan bokong.
Luka pada daerah mulut dialami sejak beberapa bulan yang lalu. Bentuk
kelainan kulit yang muncul pertama kali tidak diketahui oleh suami pasien, luka
tersebut tidak mengalami penyembuhan dan semakin lama semakin parah. Luka
pada daerah ketiak dialami pasien setelah dirawat di rumah sakit. Menurut suami
pasien, luka timbul akibat garukan yang sering dilakukan oleh pasien.
Suami pasien juga mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat konsumsi
obat, namun tidak diketahui jenis obat apa yang pernah dikonsumsi.
Riwayat Penyakit Terdahulu: kelainan kulit seperti ini baru pertama kali di alami
oleh pasien. Pasien sempat dirawat dengan sesak napas di rumah sakit Al-
khairaat selama 10 hari.
Dua hari setelah keluar dari RS Al-Khairaat, pasien masuk lagi di RSU
Anutapura dengan keluhan nyeri sendi, bengkak pada pada kedua pipi dan kaki
dan berak darah hitam.
Riwayat Alergi: Pasien alergi terhadap seafood
Riwayat Penyakit dalam keluarga: Tidak ada keluarga yang mengalami kelainan
kulit seperti ini.
Status Dermatologi
Lokasi:
- Regio oris : stomatitis
- Regio facialis: makula hiperpigmentasi, eritema dan ekskoriasi.
- Regio colli : makula hiperpigmentasi, erosi, eritema, dan ekskoriasi.
- Regio aksila : ulkus soliter yang sirkumskripta.
5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kimia darah:
Albumin: 1,55 gr/dl (hipoalbuminemia)
6. RESUME
Pasien Ny. F usia 34 tahun masuk rumah sakit dengan kelainan kulit
berupa makula hiperpigmentasi, ekskoriasi, eritema, erosi, dan ulkus soliter yang
sirkumskripta. Kelainan kulit pada regio fasialis dialami sejak beberapa bulan
7. DIAGNOSA BANDING
Nekrolisis Epidermal Toksik
Generalized bullous fixed drug eruption
8. DIAGNOSA KERJA
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah Sindrom Steven Johnson (SSJ).
9. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan prognosis pasien
dengan menggunakan skor SCORTEN yaitu:
a. Analisa gas darah
b. Serum bikarbonat
10. PENATALAKSANAAN
1) Non-medikamentosa
- Hentikan obat yang dicurigai menginduksi SSJ dan obat-obatan yang
digunakan selama 8 minggu terakhir yang tidak menunjang kehidupan
pasien.
- Periksa keadaan umum pasien dan observasi ABCD (airway, breathing,
circulation, drugs)
- Konsul pasien kepada ophtalmologist
- Mulut harus dibilas beberapa kali sehari menggunakan larutan anti-septik
atau anti-jamur
2) Medikamentosa
- Terapi cairan: NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%: RL (1:1:1)
- Deksametason 4-6x5mg/hari IV, dosis diturunkan 5 mg/hari
11. PROGNOSIS
Pelepasan epidermis terjadi selama 5-7 hari. Setelah itu, akan memasuki
fase plateau, pasien akan mengalami progresifitas re-epitelisasi. Proses ini akan
memakan waktu selama beberapa hari sampai beberapa minggu bergantung pada
beratnya penyakit. Selama periode ini dapat terjadi komplikasi yang mengancam
jiwa seperti sepsis dan gagal organ sistemik. Prognosisnya tidak bergantung
pada dosis obat penyebab atau adanya infeksi HIV.
12. FOLLOW-UP
Sebelum pasien dikonsul di bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin,
pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium. Adapun
pemeriksaan laboratorium tersebut adalah:
- Perawatan tanggal 18 Februari 2014
Urinalisis:
a. Protein : +++
b. Eritrosit: 5-10
c. Leukosit: tidak terhitung
Faal hati:
a. Total protein: 4,61 g/dl
b. Albumin: 1,63 g/dl
Elektrolit:
a. K: 5,37
b. Na: 132,37
c. Cl: 101,48
DEFINISI
Sindrom Steven-Johnson adalah reaksi mukokutan akut yang ditandai dengan
nekrosis dan pengelupasan epidermis luas dan dapat menyebabkan kematian.
Makula eritem, terutama pada badan dan tungkai atas, berkembang progresif
menjadi lepuh flaksid dengan akibat pengelupasan epidermis.1,2,3,4,5,6
EPIDEMIOLOGI
Insiden keseluruhan SSJ diperkirakan 1-6 kasus/juta/tahun, dapat mengenai
semua ras. Rasio laki-laki/perempuan ialah 2:1 tetapi dari penelitian lain
mengatakan perempuan lebih banyak daripada wanita. Usia terbanyak 25 tahun dan
30-40 tahun.1,3,5
ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dari penyakit ini belum diketahui secara jelas namun, ada
beberapa faktor yang di curigai yaitu, infeksi, obat, malignansi dan idiopatik. Dari
penelitian lain menempatkan obat sebagai penyebab utama. Resiko terjadinya NE
terutama pada 8 minggu pertama pemberian obat.1,3,4,5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Nikolsky
Pada pasien SSJ, kita dapat melakukan pemeriksaan tanda Nikolsky. Tanda
Nikolsky dikatakan positif jika epidermis mengalami pengelupasan
(dislodgement) dengan tekanan dari arah lateral pada zona eritematous. Pada
tahap ini, lesi yang berkembang rapuh dan mudah lecet dengan tekanan.1,3
b. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk pemeriksaan laboratorium, tidak ada pemeriksaan secara spesifik
pada pasien SSJ. Namun, kita dapat melakukan pemeriksaan darah rutin untuk
melihat kadar eusinofil yang berhubungan dengan alergi. Selain itu, kita dapat
melakukan evaluasi pernapasan dan oksigenasi darah, karena jika kadar
bikarbonat dalam serum kurang dari 20 m/M menunjukkan prognosis yang
buruk. Kehilangan cairan secara masif dapat mengganggu keseimbangan
elektrolit dalam tubuh, sehingga kita juga dapat melakukan pemeriksaan
elektrolit dalam darah.1,3,5
Gambar 3. Nekrosis eusinofilik dari epidermis pada tahap respon inflamasi di dermis
(kiri). Nekrosis epidermis (kanan)1
PENATALAKSANAAN
Sindrom Steven Johnson merupakan penyakit toksik epidermis yang
mengancam jiwa sehingga perlu dilakukan penatalaksanaan yang optimal berupa
pengenalan dini mengenai penyakit, penghentian penggunaan obat yang
menyebabkan penyakit, serta perawatan yang suportif. Penghentian penggunaan
obat yang menyebabkan penyakit dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien.
Sedangkan obat-obatan yang dianggap bukan penyebab timbulnya penyakit dapat
dilanjutkan pemberiannya sesuai keadaan pasien. Adapun obat-obatan yang tidak
menunjang kehidupan pasien harus dihentikan, terutama obat-obatan yang
diberikan 8 minggu sebelumnya.1,3,5,6
a. Pengobatan Simptomatik
SSJ dikaitkan dengan kehilangan cairan yang signifikan melalui erosi pada
kulit, yang menyebabkan hipovolemia dan ketidakseimbangan elektrolit.
Penggantian cairan yang hilang melalui lesi harus dilakukan secepat mungkin
dan disesuaikan setiap hari. Volume infus biasanya kurang dari kebutuhan infus
pada pasien luka bakar dengan derajat lesi yang hampir sama, karena pada pasien
SSJ tidak tedapat edema interstitiel. Jalur vena perifer lebih utama dilakukan
karena jalur sentral dapat menyebabkan kerusakan epidermis yang lebih buruk
dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang baru.1,3
Suhu lingkungan harus dinaikkan menjadi 280C sampai 300C. Penggunaan
tempat tidur khusus (air-fluidized bad) dapat meningkatkan kenyamanan pasien.
Dukungan nutrisi dini yang adekuat diberikan melalui pipa nasogastrik untuk
b. Pengobatan Spesifik
a. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penggunaan kortikosteroid pada fase dini
cukup bermakna. Sedangkan penelitian lainnya berkesimpulan bahwa
penggunaan kortikosteroid tidak menghentikan progresif penyakit dan justru
meningkatkan resiko terjadinya sepsis dan kematian.Sehingga, penggunaan
kortikosteroid tidak direkomendasikan pada pasien SSJ.1,3,5
Walaupun penggunaan kortikosteroid tidak direkomendasikan,
beberapa klinisi masih menggunakannya. Pasien SSJ yang menunjukkan
keadaan umum yang baik dan lesi yang tidak generalisata diberikan prednison
30-40 mg/ hari. Sedangkan pasien dengan keadaan umum yang buruk dan lesi
yang generalisata diberikan deksametason awal secara bolus intravena dosis
1mg/ kgBB, kemudian diteruskan dengan dosis 4-6 x 5 mg/ hari (diturunkan
5 mg setiap harinya sampai dosis habis) dan diganti dengan prednison oral
dosis 1-1,5 mg/ kgBB/ hari (diturunkan per hari) selama 10 hari.1,3,5
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada fase dini adalah sepsis. Sepsis terjadi
akibat lesi epidermal sehingga meningkatkan predisposisi invasi mikroba.
Kegagalan sistem organ dan komplikasi paru terjadi pada 15% kasus. Komplikasi
PROGNOSIS
Pelepasan epidermis terjadi selama 5-7 hari. Setelah itu, akan memasuki fase
plateau, pasien akan mengalami progresifitas re-epitelisasi. Proses ini akan
memakan waktu selama beberapa hari sampai beberapa minggu bergantung pada
beratnya penyakit. Selama periode ini dapat terjadi komplikasi yang mengancam
jiwa seperti sepsis dan gagal organ sistemik. Prognosisnya tidak bergantung pada
dosis obat penyebab atau adanya infeksi HIV.1,3,5